Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42662 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutiara Sari Amran
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemenuhan hak reparasi bagi korban Peristiwa Talangsari 1989 untuk memperkuat ketahanan sosial serta implementasi sinkronisasi kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pemenuhan hak reparasi bagi korban Peristiwa Talangsari 1989. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan metode wawancara dan studi pustaka. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pemenuhan hak reparasi yang dapat memperkuat ketahanan sosial diantaranya adalah reparasi materiil dan reparasi secara simbolik. Selain itu, pemenuhan hak atas kebenaran juga diperlukan untuk menciptakan kapasitas transformatif dalam ketahanan sosial. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa hingga saat ini, implementasi kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah memberikan dampak positif bagi korban Peristiwa Talangsari 1989. Meskipun demikian, terdapat beberapa kelemahan dalam kebijakan yang telah diimplementasikan. Sehingga, diperlukan suatu alternatif kebijakan untuk mengoptimalkan pemenuhan hak reparasi bagi korban Peristiwa Talangsari 1989 dan korban dugaan peristiwa pelanggaran HAM berat lainnya di Indonesia untuk memperkuat ketahanan sosial.

This research aims to analyze the fulfillment of the right to reparation for victims of the 1989 Talangsari Tragedy to strengthen social resilience and the implementation of synchronization of the policies taken by Central Government and the policies taken by Local Government in the fulfillment of the right to reparation for victims of the 1989 Talangsari Tragedy. The writer used qualitative methods such as interviews and literature review. This research shows that the fulfillment of the right to reparation that is able to strengthen social resilience is material reparations and symbolic reparations. Moreover, the fulfillment of the right to the truth is needed to create transformative capacities in social resilience. This research also shows that until now, some policies that are implemented by Central Government and Local Government have made positive impacts on the victims of the 1989 Talangsari Tragedy. Nevertheless, there are some flaws in the policies that have been conducted. Hence, an alternative policy is necessary to optimize the fulfillment of the right to reparation for not only victims of the 1989 Talangsari Tragedy, but also the victims of other alleged gross violations of human rights in Indonesia in order to strengthen social resilience."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rifka Kholilah
"Kudeta Militer yang terjadi di Myanmar yang dimulai sejak bulan Februari 2021, menjadi perhatian berbagai negara internasional termasuk organisasi regional Asia tenggara yaitu ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations). Kudeta militer ini terjadi karena tidak terimanya pihak militer atas kemenangan NLD (National League for Democracy) pada pemilu yang diadakan pada bulan November 2020. Adanya kudeta militer membuat masyarakat Myanmar tidak terima dan menginginkan kembalinya demokrasi. Masyarakat Myanmar melakukan aksi protes yang mana pihak militer melawannya dengan tindakan koersif hingga terjadi berbagai pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) seperti penculikan, penembakan dan sebagainya. Pelanggaran HAM yang terjadi ini menimmbulkan banyak korban jiwa dan keadaan Myanmar yang semakin tidak kondusif sehingga menjadi sebuah krisis kemanusiaan yang semakin mengkhawatirkan. Oleh karena itu, ASEAN sebagai organisasi regional merasa prihatin dan mengambil peran untuk membantu Myanmar mencari solusi untuk mengatasi kudeta militer dan mengembalikan Myanmar ke arah demokrasi. Dalam menganalisis peran ASEAN, penulis menggunakan konsep flexible engangement atau constructive intervention dan responsibility to protect. Penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data yang diperoleh dari buku, jurnal, skripsi, artikel, berita, perjanjian atau piagam internasional dan situs – situs online. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelembagaan untuk melihat peran lembaga regional yaitu ASEAN dalam membantu Myanmar mengatasi konflik HAM pasca kudeta militer. ASEAN menjalankan perannya dengan mengutamakan keharmonisan melalui cara damai untuk menyelesaikan permasalahan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Hal tersebut diimplementasikan dengan melakukan berbagai pertemuan formal dan informal hingga menghasilkan lima poin konsensus sebagai rekomendasi kepada Myanmar.

The military coup that took place in Myanmar, which began in February 2021, has attracted the attention of various international countries, including the Southeast Asian regional organization, namely ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations). This military coup occurred because the military did not accept the victory of the NLD (National League for Democracy) in the elections held in November 2020. The military coup made the people of Myanmar not accept and want the return of democracy. The people of Myanmar staged a protest which the military fought with coercive measures that resulted in various human rights violations such as kidnappings, shootings and so on. The human rights violations that have occurred have caused many casualties and Myanmar's increasingly unfavorable situation has become an increasingly worrying humanitarian crisis. Therefore, ASEAN as a regional organization is concerned and takes a role to help Myanmar find a solution to overcome the military coup and return Myanmar to democracy. In analyzing the role of ASEAN, the author uses the concept of flexible engagement or constructive intervention and responsibility to protect. In this study, the authors used qualitative methods using data obtained from books, journals, theses, articles, news, international treaties or charters and online sites. The approach used in this research is institutional to see the role of regional institutions, namely ASEAN in helping Myanmar overcome human rights conflicts after the military coup. ASEAN carries out its role by prioritizing harmony through peaceful means to resolve humanitarian problems that occur in Myanmar. This was implemented by holding various formal and informal meetings to produce five consensus points as recommendations to Myanmar.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Marina Mary
"Aceh, yang terletak di ujung utara Sumatera, dulunya dikenal sebagai Serambi Mekkah dan merupakan provinsi yang sangat unik dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Saat ini, Aceh masih merupakan salah satu provinsi yang paling konservatif dan religius di Indonesia. Peraturan perundang-undangan nasional, melalui Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memungkinkan Aceh, sebagai daerah otonom khusus, untuk menegakkan hukum syariah, yang berasal dari ajaran agama Islam, khususnya Al-Quran dan Hadis. Pasal 125 Undang-Undang Pemerintahan Aceh menetapkan bahwa  pelaksanaan hukum syariah di Aceh harus dilakukan melalui pemberlakuan Qanun. Qanun adalah peraturan Islam, setara dengan Peraturan Daerah (Perda) namun isi Qanun harus didasarkan pada Islam dan tidak bertentangan dengan hukum syariah. Qanun terakhir, yang merupakan konsolidasi dari Qanun-qanun sebelumnya adalah Hukum Pidana Islam, yang diperkenalkan melalui Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat (Qanun Jinayat). Peraturan tersebut secara resmi disahkan pada bulan Oktober dan mulai berlaku pada 23 Oktober 2015 dan sejak diperkenalkan di Aceh, implementasinya telah melahirkan kontroversi di masyarakat, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional, terutama karena adanya legitimasi hukuman badan yaitu hukuman cambuk. Di sisi lain, sebagai anggota PBB, Indonesia  telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia, Konvensi Hak Sipil dan Politik, dan Konvensi Anti Diskriminasi terhadap Perempuan, serta Konvensi Hak-hak Anak. Lebih lanjut lagi, dalam sistem hukum positif di Indonesia, KUHP tidak mengenal jenis hukuman cambuk.

Aceh distincts itself as a very unique province compared to other provinces in Indonesia. Today, Aceh is still among Indonesia’s most religiously conservative and observant provinces.  The national legislation, through Law Number 11 of 2006 concerning The Government of Aceh, allows Aceh, as a special autonomous region to enforce the syariah (Islamic) law, which derives from the religious precept of Islam, particularly the Quran and the Hadith.  Article 125 of the Law of the Government of Aceh stipulates that the implementation of the syariah law in Aceh must be done through the enactment of a Qanun. Qanun is an Islamic bylaw, equivalent to the  Regional Regulation (Perda) however the content of the Qanun must be based on Islam and shall not contradict with the syariah law. The latest Qanun, which is the consolidation of the three previous Qanun was the Islamic Criminal Law, introduced through Qanun Number 6 of 2014 concerning The Jinayat Law (Qanun Jinayat). The bylaw was formally enacted in October and entered into effect in 23 October 2015 and since its introduction in Aceh, its implementation has spawned controversy in the community, both at the local (Aceh) and national level including capturing global attention, particularly due to the legitimation of corporal punishment in Indonesia, namely caning. In addition to such, as a UN Member, Indonesia has ratified the Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman and Degrading Treatment or Punishment, the Covenant on Civil and Political Rights, the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women and the Convention on the Rights of the Child. On the other hand, Indonesia's criminal system (KUHP) does not recognize corporal punishment.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T55002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalid Faruqi
"ABSTRAK
Perumusan Hak atas Privasi dalam Universal Declaration of Human Rights pada Pasal 12 dan International Covenant on Civil and Political Rights pada Pasal 17, serta pengaturannya dalam instrumen-instrumen HAM internasional regional, telah membuktikan bahwa ia adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang diakui secara internasional. Dalam penegakannya, hak atas privasi ini kerap berhadapan dengan praktik surveillance, khususnya surveillance terhadap komunikasi. Praktik surveillance ini adalah tindakan yang dilarang dan berpotensi melanggar hak atas privasi seseorang. Namun demikian aparat penegak hukum di mana pun di dunia ini kerap melakukannya dengan pertimbangan adanya kebutuhan untuk penegakan hukum.

ABSTRAK
The formulation of the right to privacy in the Universal Declaration of Human Rights in Article 12 and the International Covenant on Civil and Political Rights in Article 17, and its arrangements in regional international human rights instruments, have proven the right as part of a unified human rights. In its enforcement, the right to privacy is often deal with surveillance practices, particularly communications surveillance. This surveillance practice is prohibited and potentially violate a person 39 s right to privacy. However, law enforcement officers over the world keep the practice with consideration of the need for law enforcement."
2017
S68037
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2005
331.137 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tobin, John
New York: Oxford University Press, 2012
341.48 TOB r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Widyastanti
"Hak turut serta dalam pemerintahan adalah salah satu hak yang diakui oleh dunia internasional dan banyak negara di dunia. Indonesia sebagai negara yang menganut asas demokrasi juga mengakui dan melindungi hak ini, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 dan 28D, serta dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 43 ayat (1), (2), dan. (3). Perincian hak ini yaitu hak untuk memilih dan dipilih dalam Pemilihan Umum, hak turut serta dalam pemerintahan secara langsung atau melalui wakil yang dipilihnya, hak untuk duduk dalam jabatan pemerintahan, serta hak untuk mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien. Melihat perincian hak ini jelas sekali bahwa hak ini berkaitan erat dengan asas demokrasi, karena dalam demokrasi, dituntut suatu interaksi yang aktif antara rakyat dan pemerintahnya, sebagaimana dimaksudkan dengan hak ini. Sayangnya dalam sejumlah negara yang 'mengaku' menganut asas demokrasi, dengan diadakannya sistem Pemilihan Umum sudah dianggap telah menjalankan demokrasi dan mewujudkan hak turut serta dalam pemerintahan. Hal inilah yang kemudian ingin dicermati dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Bagaimana sesungguhnya kedududukan hak turut serta dalam pemerintahan, dalam tatanan konsep demokrasi di Indonesia. Hal ini mulai dicermati mulai kurun waktu masa transisi demokrasi yang terjadi pasca runtuhnya orde baru yang ditandai dengan turunnya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada bulan Mei 1998. Kurun waktu ini dipilih karena pada masa ini hak asasi Manusia di Indonesia mulai diperjuangkan kembali dan pelaksanaan asas demokrasi semakin berkembang, terutama dengan lahirnya undang-undang ham dan sejumlah perundangundangan politik. Sistem perpolitikan di Indonesia juga mulai berubah terutama dengan diterapkannya kembali sistem multi partai dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Mekanisme, pengawasan kepada pemerintah juga makin baik dengan berkembangnya kebebasan pers. Namun semua itu terasa jelas sekali masih terjadi ketimpangan dan carut marut disana-sini. Sehingga bagaimana sesungguhnya kedudukan hak turut serta dalam pemerintahan dalam tatanan konsep demokrasi di Indonesia merupakan hal yang masih harus ditegaskan dan dibenahi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T 14535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tokyo: The Tokyo Foundation, 2009
323 HUM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>