Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79364 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nina Arsya Putri Jadmiko
"Korupsi secara harfiah didefinisikan sebagai sebuah tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi merupakan sebuah masalah serius bagi negara-negara di dunia, termasuk Tiongkok. Korupsi di Tiongkok sudah tercatat sejak era kedinastian dan terus berkembang hingga zaman modern, terutama setelah dimulainya era reformasi dan keterbukaan. Sejak tahun 1949 hingga 2000-an, pemerintah Tiongkok telah banyak melakukan upaya pemberantasan korupsi. Upaya tersebut menjadi semakin aktif dijalankan pada era pemerintahan Hu Jintao di tahun 2000-an dengan memanfaatkan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itulah yang menjadi pokok bahasan artikel ini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan ilmu sejarah yang mencakup tahapan heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan sarana ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama pemanfaatan internet sebagai upaya pemberantasan korupsi di era Hu Jintao membawa hasil yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan era pemerintahan sebelum Hu Jintao, sehingga mampu meningkatkan kepuasan rakyat terhadap efektivitas upaya pemberantasan korupsi di Tiongkok pada tahun 2003 hingga tahun 2010.

Corruption has the literal meaning of an act of diversion or misappropriation of state money, companies, organizations, foundations, and so on for personal or other people's interests. Corruption is a serious problem for countries in the world, including China. Corruption in China has been recorded since the dynastic era and continues to grow into modern times, especially after the start of the era of reform and opening up. From 1949 to the 2000s, the Chinese government has made many efforts to eradicate corruption. These efforts became actively carried out during the era of Hu Jintao's government in the 2000s by utilizing science and technology which become the main analysis of this article. The research method used is a qualitative method with a historical approach that includes the stages of heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results showed that the use of science and technology facilities, especially the use of the internet as an effort to eradicate corruption in the Hu Jintao era brought significant results compared to the era before Hu Jintao, so was able to increase people's satisfaction with efforts to eradicate corruption in China from 2003 to 2010."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shehan Aulia Ilham
"Artikel ini membahas tentang implementasi konsep Kebangkitan Damai Tiongkok dalam kebijakan luar negeri RRT era kepemimpinan Presiden Hu Jintao (2003—2013). Konsep Kebangkitan Damai Tiongkok ini dikemukakan untuk memberikan visi yang kredibel mengenai masa depan hubungan Republik Rakyat Tiongkok dengan dunia internasional pasca muncul dan berkembangnya berbagai opini hingga teori tentang Ancaman Tiongkok pada tahun 1990-an. Metode penelitian yang digunakan pada artikel ini adalah metode penelitian sejarah, yang mencakup proses heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Artikel ini juga membahas sejauh mana peran konsep Kebangkitan Damai Tiongkok mampu menekan stigma yang muncul dari teori Ancaman Tiongkok dan bentuk implementasinya pada kebijakan luar negeri RRT era pemerintahan Hu Jintao. Hasil analisis atas perkembangan politik Luar Negeri RRT era 2003—2013 menunjukan bahwa keputusan Hu Jintao untuk mengimplementasikan konsep Kebangkitan Damai Tiongkok dalam kebijakan luar negeri terbukti efektif untuk meredam teori Ancaman Tiongkok dan meyakinkan banyak negara untuk menaruh kepercayaan terhadap RRT. Hal itu antara lain terbukti dari meningkatnya kerja sama antara RRT dengan organisasi internasional maupun negara-negara di dunia.

This article discuss about the implementation of China Peaceful Rise Concept on People’s Republic of China foreign policy under Hu Jintao (2003-2013). The concept of China peaceful rise was proposed to provide a credible vision on the People's Republic of China's future relations with the international world after a large number of opinions to theory about China Threat that emerged and developed in the 1990s. The research method used in this article is the historical research method, which includes the process of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. This article also discusses the role of this concept in suppressing the stigma formed by Chinese threat theory and it’s implementation on China’s foreign policy under Hu Jintao. The results analysis on the development of Chinese foreign policy in the 2003-2013 era showed that Hu Jintao's decision to implement the concept of China Peaceful Rise on China foreign policy proved to be effective in suppressing the Chinese Threat theory and convincing many countries to put their trust in China. This was proved by the increased cooperation between China and international organizations and many countries all over the world."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Hapsari
"Konsep `harmonis`telah menjadi bagian dari budaya masayarat RRT sejak lama. Konsep ini tetap dipegang teguh oleh masyarakat RRT hingga sekarang khususnya setelah Hu Jintao mengangkat konsep ini sebagai target dari masa pemerintahannya dengan slogan `Membangun Masyarakat Sosialis Harmonis`. Makalah ini membahas mengenai apa yang dimaksud dengan masyarakat harmonis dan mengapa Hu Jintao menjadikannya sebagai target dari masa pemerintahannya. Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan historis, yang mencakup tahap heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dari hasil penelitian ini terungkap bahwa masyarakat harmonis pada masa pemerintahan Hu Jintao adalah masyarakat yang demokratis yang diatur oleh hukum, jujur dan adil, dapat dipercaya, stabil dan tertib, serta menjaga hubungan yang baik antara manusia dan lingkungan alamnya. Latar belakang Hu Jintao serta keadaan RRT pada masa perintahannya menyebabkan membangun masyarakat sosialis harmonis sebagai target masa pemerintahannya.

The concept of harmony has been part of the Chinese culture for a long time. This concept has been firmly held by the Chinese, especially after Hu Jintao promoted this concept as a target of his administration with "Building a Harmonious Socialist Society" as its slogan. This paper will discuss what does harmonious society mean and why did Hu Jintao made it as the target of his administration. The study was conducted using a qualitative method with a historical approach, which includes the stages of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. From the research that have been gathered so far, harmonious society during Hu Jintao's administration was a society that is democratic and ruled by law; fair and just; trustworthy and fraternal; full of vitality, stable and orderly; as well as maintaining good relations between humans and their natural environment. Hu Jintao's background and the condition of the PRC at that time led him to make harmonious society as the focus in his administration."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Parwatra Ramadhan
"Artikel ini menjelaskan tentang upaya yang telah dilakukan oleh Hu Jintao dalam bidang politik-ekonomi setelah terjadinya inflasi ekonomi pada tahun 1998 hingga berakhirnya kepemimpinan Hu Jintao sebagai presiden RRT pada tahun 2013. Usaha politik Hu Jintao ini dijelaskan dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai perjalanan politik RRT secara kronologis untuk mengetahui dampak politik luar negeri yang dianut oleh RRT dengan aktivitas ekonomi yang terjadi pada RRT sehingga dapat bertahan dan berkembang dalam waktu yang tidak lama. Metode penelitian yang digunakan pada artikel ini adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari proses heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Artikel ini juga mencakup strategi yang dilakukan oleh Hu Jintao sebagai usaha Hu dalam menaikkan kesejahteraan rakyat RRT pasca adanya krisis ekonomi yang melanda dunia, juga menampilkan bagaimana respon dunia terhadap RRT atas tindakan politik yang pemerintah RRT lakukan. Artikel ini menampilkan usaha yang dilakukan oleh Hu Jintao yang dipercaya dapat meningkatkan daya ekonomi RRT dari keterpurukan, juga menjadi sebuah kebijakan yang memiliki pro kontra dalam hubungan luar negeri RRT.

This article describes the efforts that have been made by Hu Jintao in the political-economic field after the economic inflation in 1998 until the end of Hu Jintao's leadership as president of China in 2013. Hu Jintao's political efforts are explained with the aim of providing an overview of the political journey of China. Chronologically to find out the impact of the foreign policy adopted by China on the economic activities that occur in China, so that it can survive and develop in the short period of time. The research method used in this article is a historical research method consisting of heuristics, criticism, interpretation and historiography processes. This article also covers the strategy taken by Hu Jintao as Hu's effort to improve the welfare of the Chinese people after the economic crisis that hit the world, and also shows how the world's response to China for the political actions the Chinese government has taken. This article presents the efforts made by Hu Jintao, which is believed to be able to increase China's economic power from adversity, as well as a policy that has pros and cons in China's foreign relations.
                                                                 
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdian Yazid
"Tugas Karya Akhir (TKA) ini mencoba mengkaji seberapa jauh upaya pencegahan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya dalam menumpas akar masalah korupsi yang sesuai dengan filosofi dari salah satu strategi pencegahan kejahatan, yakni social crime prevention. Tugas Karya Akhir (TKA) ini sekaligus mencoba untuk melihat kendala-kendala yang dihadapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menerapkan social crime prevention, dan memberikan rekomendasi agar social crime prevention dapat diimplementasikan dalam bentuk terbaik.

This final paper try to analyze actions taken by the Indonesia‟s Corruption Eradication Commission (KPK) as main institution who has an authority to prevent corruption in Indonesia. This final paper use philosophy from one of the crime prevention strategy, namely social crime prevention. This final paper also trying to look at the obstacles faced by the Indonesia‟s Corruption Eradication Commission (KPK), and give a recommendation to Indonesia‟s Corruption Eradication Commission (KPK) so that social crime prevention can be implemented at the finest form."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saifulloh Ramdani
"Skripsi ini membahas tentang pemberantasan korupsi di Indonesia oleh Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada kurun waktu 1967-1977. Penelitian ini menggunakan teknik penulisan metode sejarah (Heuristik, kritik, interpretasi, dan penulisan secara kronologis). Hasil penelitian menyatakan bahwa TPK tidak berhasil memberantas korupsi secara keseluruhan. Hal itu disebabkan oleh adanya hambatanhambatan yang dihadapi TPK. Hambatan-hambatan tersebut antara lain keterbatasan kewenangan yang diberikan oleh UU No.24/Prp/1960 dan ketidakkonsistenan Pemerintah dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan TPK.

This thesis discussed about eradication of corruption in Indonesia by the Corruption Eradication Team (TPK) in the period 1967-1977. The research used technique writing with historical method (Heuristic, critic, interpretation, and chronological). The study result that TPK unsuccessful eradicating corruption overall. It was caused by the obstacles faced by the TPK. These obstacles include the limited authority granted by Law No.24/Prp/1960 and inconsistencies Government in supporting efforts to eradicate corruption by TPK.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S60572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rozy Brilian Sodik
"Pada tahun 2019 telah dilakukan pengesahan UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu poin substansial perubahan tersebut adalah berkaitan dengan dibentuknya suatu badan baru bernama Dewan Pengawas KPK. Pembentukan tersebut dilatarbelakangi pandangan yang menyatakan bahwa saat ini belum ada pengawasan maksimal pada KPK sehingga berpotensi besar melakukan kesewenang-wenangan. Tetapi ada hal yang dinilai kontroversial yakni Dewan Pengawas KPK dapat memiliki kewenangan untuk memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Adapun metode yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini adalah metode yuridis normatif. Kewenangan Dewan Pengawas KPK yang menggantikan lembaga peradilan ini juga dinilai problematis, terlebih lagi tidak ada norma pengecualian dalam keadaan mendesak. Selain itu, eksistensi dari Dewan Pengawas KPK ini menimbulkan beberapa implikasi seperti halnya bertambahnya prosedural yang harus dijalani penyidik sebelum melakukan upaya paksa dan besar kemungkinan hilangnya bukti serta kebocoran data. Jika dibandingkan dengan institusi lainnya seperti Badan Narkotika Nasional dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, pemberian izin upaya paksa kepada penyidiknya dilakukan oleh lembaga peradilan. Begitupun jika dibandingkan dengan upaya paksa penyidik di negara lain seperti Belanda dan ICAC di Hong Kong, pemberian izin upaya paksa sebagai bentuk pengawasan juga dilakukan oleh lembaga peradilan.

In 2019, the enactment of Law No. 19 of 2019 on the Second Amendment to Law Number 30 of 2002 on the Corruption Eradication Commission. One of the substantial points of this change is related to the formation of a new body called the Corruption Eradication Commission Supervisory Board (KPK Supervisory Board). This formation was motivated by the viewpoint that currently there is no maximum oversight of the KPK so that it has great potential to commit arbitrariness. However, there are things that are considered controversial, namely the KPK Supervisory Board can have the authority to grant or not permit wiretapping, searches and confiscation. The method used by the author in this thesis is a normative juridical method. The authority of the KPK Supervisory Board to replace this judicial institution is also considered problematic, moreover there is no exception norm in an urgent situation. In addition, the existence of the KPK Supervisory Board has several implications, such as additional procedures that investigators must undergo before making forced attempts and the possibility of loss of evidence and leakage of data. When compared with other institutions such as the National Narcotics Agency (BNN) and the National Counter-Terrorism Agency (BNPT), the judicial institutions give permission for forced attempts to investigator. Likewise, when compared with the forced efforts of investigators in other countries such as the Netherlands and the ICAC in Hong Kong, the granting of forced attempts as a form of supervision is also carried out by the judiciary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Ayu Dwi Andini
"Skripsi ini membahas mengenai proses manajemen Pelayanan Informasi Publik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditinjau dari fungsi perencanaan dan pengorganisasian. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode penelitian studi kasus dan pengumpulan data dengan wawancara dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa manajemen pelayanan informasi publik belum berjalan baik karena belum maksimalnya fungsi perencanaan dan pengorganisasian yang dilakukan Pelayanan Informasi Publik KPK, akibatnya kendala yang signifikan pun bermunculan seiring pencapaian tujuan organisasi. Pejabat Pengelola Informasi Publik selaku manajer perlu meninjau kembali dan menyusun rencana jangka panjang, visi, misi, strategi dan target yang akan dicapai secara tegas dari Pelayanan Informasi Publik KPK agar dapat memenuhi hak publik terhadap akses informasi.

Abstract
The focus of this study is the process of public information service management in The Corruption Eradication Commission based on the two functions of management: planning and organizing. This research uses a qualitative approach with case study method and collecting data using interviews and document review. The result shows that the public information service management has not performed well because the planning and organizing functions have not been fully implemented. Consequently, some problems appear during the process of achieving goal. Pejabat Pengelola Informasi Publik as the top manager should thoughtfully consider and clearly arrange the strategic planning, vision, mission, strategy, and target in order to fulfill the public right of information access. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S283
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Abubakar
"Korupsi merupakan salah satu masalah fundamental yang dihadapi bangsa Indonesia. Upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan sejak lima dekade yang lalu, namun upaya tersebut belum dilakukan dengan efektif. Salah satu sebab ketidakefektifan upaya pemberantasan korupsi adalah tidak adanya kolaborasi antarinstitusi dalam pemberantasan korupsi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pola dan dampak relasi antarinstitusi serta membangun model collaborative governance dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam, diskusi terarah, dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses kolabporasi pemberantasan korupsi di Indonesi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disampaikan oleh Ansell dan Gash, yaitu kondisi awal; kepemimpinan fasilitatif; ketidakseimbangan kewenangan; sumber daya manusia, dan anggaran antarinstitusi; insentif dan batasan untuk berpartisipasi; dan desain kelembagaan, serta beberapa faktor yang secara khusus ditemukan di Indonesia, yaitu: integritas SDM pemangku kepentingan; budaya masyarakat yang permisif terhadap korupsi; kondisi politik yang berbiaya tinggi; dan budaya organisasi patron client institusi pemberantasan korupsi. Dari temuan faktor-faktor tersebut, peneliti merumuskan pola relasi antarinstitusi dalam pemberantasan korupsi. Pola relasi tersebut berdampak pada belum efektifnya upaya pemberantasan korupsi. Model collaborative governance dalam pemberantasan korupsi disusun dengan modifikasi model yang digagas oleh Ansell dan Gash. Modifikasi terdapat pada dua hal, yaitu faktor-faktor yang memengaruhi collaborative governance dan urutan dalam proses kolaborasi. Terkait urutan dalam proses kolaborasi, kepemimpinan yang fasilitatif dan teladan menjadi inisiator proses kolaborasi. Untuk memberantas korupsi di Indonesia, presiden harus tampil sebagai fasilitator dan teladan, terutama dalam menginisiasi dialog tatap muka antarinstitusi terkait dalam rangka penyusunan strategi utama pemberantasan korupsi.

Corruption is one of the fundamental problems facing by Indonesian. Corruption eradication efforts have been carried out since five decades ago, but these efforts have not been done effectively. One of the reasons for the ineffectiveness of anti-corruption efforts is the absence of inter-institutional collaboration in eradicating corruption. This study aims to analyze the patterns and impacts of inter-institutional relations and to build collaborative governance model in eradicating corruption in Indonesia. The research was conducted by qualitative approach with data collection method in the form of in-depth interview, focus group discussion, and existing statistic. The results showed that the process of eradicating corruption in Indonesia is influenced by the factors conveyed by Ansell and Gash, namely the initial condition; facilitative leadership; imbalance of authority; human resources, and anti-institutional budget; incentives and limitations to participate; and institutional design, and several factors that are specifically found in Indonesia, namely: the integrity of key stakeholder; a permissive culture of society against corruption; high-cost political conditions; and patron client organizational culture. From the findings of these factors, the researcher formulated the inter-institutional relationship pattern in corruption eradication. The relationship pattern has an impact on the effectiveness of anti-corruption efforts. Collaborative governance model in eradicating corruption is developed by modification of model initiated by Ansell and Gash. Modification exists in two ways, namely factors affecting collaborative governance and sequencing in the process of collaboration. Regarding sequences in the collaboration process, facilitative leadership and role models become the initiators of the collaborative process. To combat corruption in Indonesia, the president must emerge as facilitator and role model, especially in initiating face-to-face dialogue in the framework of preparing a grand strategy to eradicate corruption."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuanda Suryadarmanto
"ABSTRAK
Penelitian ini berjudul: Perspektif Intelijen Dalam Rangka Pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi. Hal yang melatarbelakangi penelitian ini adalah sedang
menghangatnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia yang dipicu dari
dibentuknya suatu lembaga anti korupsi dengan sepak terjang yang luar biasa.
Darisinilah muncul pertanyaan terkait dengan apa yang menjadi tujuan
pembentukan KPK yang sebenarnya, mengapa lembaga yang secara khusus
dirancang untuk melakukan pemberantasan korupsi tidak sanggup meningkatkan
peringkat IPK Indonesia secara signifikan
Dalam penelitian ini digunakan Teori Intelijen khususnya Teori Organisasi
Intelijen khususnya alur rasionalitas produksi intelijen yang kemudian dibalik
proses alur pembentukkannya sehingga memungkinkan dijadikan Perangkat
Analisa Organisasi Intelijen. Penelitian ini dilakukan di Jakarta yakni di Komisi
Pemberantasan Korupsi. Metode Penelitian yang dipakai adalah metode analisa
dengan pendekatan kualitatif. Sumber data diperoleh melalui studi pustaka dan
studi lapangan berupa wawancara narasumber. Penentuan narasumber ditentukan
dari seberapa jauh narasumber terlibat dalam proses awal pembentukan KPK.
Hasil penelitian menunjukkan beberapa ketidak selarasan antara perangkat
organisasi KPK dengan kebutuhan KPK untuk mendorong pemberantasan
korupsi. Terlalu beratnya perangkat organisasi KPK kepada upaya penindakan
tindak pidana korupsi, menyebabkan timpangnya upaya pemberantasan korupsi
yang bertumpu pada keseimbangan upaya penindakan dan pencegahan. Terlihat
tujuan sebenarnya pembentukan KPK adalah untuk penindakan korupsi
Oleh karena itu dibutuhkan kajian lebih lanjut untuk menyesuaikan kembali
perangkat-perangkat organisasi didalam KPK apabila tujuan dari pembentukan
KPK merupakan untuk mendorong pemberantasan korupsi. Dan apabila tidak ada
penyesuaian, KPK harus mengakui bahwa tujuan dari pembentukan KPK adalah
hanya untuk menindak korupsi

ABSTRACT
This study entitled: Intelligence Perspectives in the Establishment of Corruption
Eradication Commission. The background of this research is being warming
efforts to eradicate corruption in Indonesia that triggered the establishment of an
anti-corruption agency with tremendous result. But unfortunately the international
transparency of data shows that the level of corruption in Indonesia is still quite
high , which in the 10 years since the establishment of the Commission, the value
of Indonesian corruption CPI increased only gradually . In addition, when
compared with neighboring countries that also seeks to eradicate corruption in
Indonesia's rating is still far below them . from here on appeared questions related
to what the actual purpose of establishing the Commission , why institutions that
are specifically designed to combat corruption cannot significantly increase
Indonesian GPA rank. This research use intelligence theory, especially
Intelligence Organization Theory who then Modified to serve the needs of
Organization Analysis Tool.
This research was conducted in Jakarta, which is in the KPK . The research
method used in this research is a qualitative approach . Source of data obtained
through library research and field studies in the form of informant interviews .
Speakers is determined by how much resource is involved in the process of
establishment of the Corruption Eradication Commission.
The results showed some lack of harmony between the organization devices of the
Commission with the Commission needs to combat corruption. organization
devices of the Commission tense to attempt enforcement of corruption rather than
prevent it. causing the gap in efforts to combat corruption , which is based on the
balance of enforcement and prevention efforts . Looks like the real goal of the
establishment of the Commission is to crack down corruption
Therefore, further studies are needed to readjust organization devices in the
Corruption Eradication Commission , if the purpose of the establishment of the
Commission is to promote the eradication of corruption . And if there is no
adjustment applied, the Commission must recognize that the purpose of the
establishment of the Commission is only to crack down on corruption"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>