Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127777 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angelia Elana
"Kebangkitan yang dialami Cina dalam beberapa dekade terakhir ini ditanggapi secara beragam oleh masyarakat dunia. Sebagian kalangan menganggap bahwa kebangkitan Cina adalah hal yang positif, namun sebagian lagi menganggapnya sebagai satu ancaman. Konsep ‘kuasa lunak’ atau 'soft power' memberikan penekanan kuat atas strategi kebijakan hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Cina dengan negara-negara tetangganya dalam merespon kenyataan tersebut. Sejalan dengan konsep soft power yang dipopulerkan oleh Joseph Nye, Cina kemudian menyebarkan kebijakan pembangunan damai dan dunia yang harmonis yang didukung dengan mendirikan Institut Konfusius di berbagai negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Institut Konfusius menjadi platform internasional untuk menyebarkan bahasa dan budaya Cina di seluruh dunia dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang Cina. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh usaha pencarian atas ‘kebenaran’ apakah Perkembangan Institut Konfusius di Indonesia merupakan sebuah bentuk pemanfaatan dari konsep kuasa lunak yang diterapkan oleh Cina terhadap Indonesia yang berlangsung dari tahun 2010 – 2019. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan historis yaitu mengkaji Institut Konfusius secara kronologis.

The rise of China in the last few decades has been responded to in various ways by the world community. Some people think that China's rise is a positive thing, but some see it as a threat. The concept of 'soft power' places a strong emphasis on the diplomatic relations policy strategy undertaken by China with its neighbouring countries in response to this reality. In line with the soft power concept popularized by Joseph Nye, China then spreads a policy of peaceful development and a harmonious world which is supported by establishing Confucius Institutes in various countries around the world, including in Indonesia. The Confucius Institute is an international platform for spreading Chinese language and culture around the world in order to increase understanding of China. This research is motivated by an effort to find the 'truth' whether the development of the Confucius Institute in Indonesia is a form of instrument of the concept of soft power applied by China to Indonesia which took place from 2010 – 2019. This study uses a qualitative method with a historical approach, namely studying the Confucius Institute in chronological order."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rifka Putrinda Hanim
"Sejak kebijakan Reformasi dan Keterbukaan Cina pada tahun 1978, Cina mulai membuka diri dengan dunia internasional. Hal tersebut membawa pengaruh yang besar terhadap ekonomi Cina dan menjadikan Cina sebagai negara dengan perekonomian yang maju. Peningkatan ekonomi Cina yang terus meningkat setiap tahunnya, ditandai dengan kenaikan dari angka GDP (Gross Domestic Product). Sebagai negara yang terpandang di dunia, Cina berupaya untuk menyebarkan pengaruhnya ke dunia internasional dengan cara mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mempromosikan bahasa dan budaya Cina yaitu Institut Konfusius. Sejak pertama kali Institut Konfusius didirikan pada tahun 2004, hingga kini jumlahnya mencapai angka 500. Program kegiatan Institut Konfusius sangat lah beragam, hal ini tentu memerlukan dana yang sangat besar. Dari latar belakang tersebut, hasil analisis dalam tugas akhir ini menyimpulkan bahwa seiring dengan perekonomian Cina yang terus berkembang, intensitas penyebaran budaya Cina melalui Institut Konfusius pun juga terus meningkat, hal tersebut ditandai dengan jumlah Institut Konfusius di dunia setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan dan program dari Institut Konfusius pun semakin beragam.

Since the China's Reform and Opening-Up policy in 1978, China began to open up to the international world. This has made a big influence on the China economy and made China a country with advanced economic growth. China's economic growth  continues to increase every year, marked by an increase in the GDP (Gross Domestic Product) number. As the most respected country in the world, China is trying to spread it’s influence to the international world by establishing educational institution that aims to promote Chinese language and culture, it’s called Confucius Institute. Since the first Confucius Institute was established in 2004, until now it has reached 500. The Confucius Institute has various programs and activities, so this certainly requires a huge amount of funds. From this background, the results of the analysis in this thesis concluded that along with the China’s economy continues to grow, the intensity of the spread of Chinese culture through the Confucius Institute also continued to increase, this was marked by the increasing number of Confucius Institutes in the world every year and the programs of the Confucius Institute are more varied."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Linda
"Dewasa ini, signifikansi opini publik terhadap perumusan berbagai kebijakan luar negeri suatu negara kian terasa. Opini Publik, kunci sebuah negara memperoleh pemahaman dunia internasional. China yang menyadari pentingnya hal ini telah melakukan beragam usaha diplomasi, salah satunya dengan penyelenggaraan Chinese Bridge Competition. Kegiatan ini ditenggarai sebagai bagian dari upaya China meningkatkan Powernya (terutama soft power) di dunia, termasuk Indonesia. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif eksplanatif. Dengan wawancara mendalam diperoleh kesimpulan bahwa tahapan-tahapan dan aspek penyelenggaraan kegiatan mampu berperan dalam pembentukan image, pola pandang serta cara berpikir masyarakat Indonesia yang berpengaruh pada pembentukan opini publik Indonesia terhadap China.

Recently, public opinion in foreign policy making process significant growing. China realize the impotance of this public opinion. This makes China do any diplomacy ways, such as Chinese Bridge Competition. This thesis discusses the activities of Chinese Bridge Competition that held by China in order to improve the country's soft power in the world, including Indonesia. The research method is qualitative descriptive explanatif. The data were collected by deep interview. Researcher suggest that through the stages and element of the activities, Chinese Bridge Competition are able to built image, pattern of view and ways of Indonesian opinion to China."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T28000
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hapsoh Riani
"Perkembangan budaya Korea melalui Hallyu atau Gelombang Korea semakin dirasakan dewasa ini. Hallyu membawa berbagai jenis produk budaya di dalamnya, seperti K-Pop, K-Drama, K-Film, K-Animation, K-Food, dan sebagainya. Korean Food sebagai salah satu produk tradisional Korea saat ini kian populer beriringan dengan fenomena Hallyu. Beragam menu Korean Food, membuat masyarakat dunia khususnya Indonesia semakin akrab dengan kulinernya, salah satunya bibimbab. Bibimbab yang memiliki penampilan unik, rasa yang khas, dan manfaat di dalamnya membuat kuliner ini semakin dikenal dan menjadi salah satu dari tiga makanan representasi Korea saat ini. Dalam mempromosikan bibimbab, soft power memiliki peranan penting dalam penyebarannya, khususnya dengan menggunakan strategi gastrodiplomasi. Gastrodiplomasi melalui bibimbab mampu membuat kuliner lainnya kian membangun identitas bagi Korea dan populer. Metodologi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan studi kepustakaan. Tugas akhir ini bertujuan untuk menganalisis dan memberikan informasi mengenai peranan bibimbab sebagai soft power gastrodiplomasi Korea Selatan di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini, hasil analisis menunjukkan bahwa bibimbab dalam wujudnya penyebarannya di Indonesia berjalan dengan baik sebagai media dalam membangun identitas budaya Korea.
The development of Korean culture through Hallyu, or Korean Waves is rapidly increasingly nowadays. Hallyu brings various types of culture in it, such as K-Pop, K-Drama, K-Film, K-Animation, K-Food, etc. K-Food as one of its products also became popular along with Hallyu phenomenon. Various of Korean Food menus are highly khown by a lot of people from different countries around the world as well as Indonesia. One of the most popular Korean Food in Indonesia is bibimbab. Bibimbab, which has a unique appearance, distinctive taste, and benefits in it, is also one of the Korean Food representatives. In promoting bibimbab, soft power has a crucial role in its spread, using the gastrodiplomation strategy. Gastrodiplomation through bibimbab is able to make other culinary products build a Korea identity and popular. The methodology used for this research is a descriptive analysis with library research. This final project aims to analyze and provide information about bibimbabs role as South Koreas soft power in Indonesia. Based on the research carried out in this paper, the analysis shows that bibimbab has been successful as a medium in building Korean cultural identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Roffe Rizqullah Daniswara
"Soft Power merupakan salah satu cara dari sebuah negara memberikan pengaruhnya melalui daya tarik kepada negara yang dituju. Jepang memberikan pengaruh di Indonesia melalui berbagai cara, namun salah satunya adalah pengajaran bahasa Jepang di Indonesia. Melalui Japan Foundation dan kerjasama dengan pemerintah Indonesia, berbagai program pengajaran bahasa Jepang seperti program JF Standard, Marugoto & Marugoto online course, NIHONGO Partners, dan Magang di Jepang dilaksanakan untuk memberikan pengaruh Jepang di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membahas soft power di dalam pengajaran bahasa Jepang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, serta menggunakan konsep soft power dari Nye (2004, dan unit analisa yang dibahas adalah Bahasa Jepang. Hasil penelitian menunjukkan adanya soft power Jepang dalam pengajaran bahasa Jepang di Indonesia menghasilan dampak di masyarakat Indonesia khususnya pandangan Indonesia terhadap Jepang.

. Soft power is a way for a country to exert influence through attraction to other countries. Japan exerts influence in Indonesia in various ways, but one of them is Japanese language teaching in Indonesia. Through the Japan Foundation and collaboration with the Indonesian government, Japanese influence was carried out in Indonesia. This study aims to discuss soft power in Japanese language teaching in Indonesia. This research uses the descriptive analysis method and uses Nye's (2004) concept of soft power, and the unit analysis discussed is Japanese. The results showed that Japanese soft power in Japanese language teaching in Indonesia made some effect in Indonesia especially Indonesian perspective to Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Roffe Rizqullah Daniswara
"Soft Power merupakan salah satu cara dari sebuah negara memberikan pengaruhnya melalui daya tarik kepada negara yang dituju. Jepang memberikan pengaruh di Indonesia melalui berbagai cara, namun salah satunya adalah pengajaran bahasa Jepang di Indonesia. Melalui Japan Foundation dan kerjasama dengan pemerintah Indonesia, berbagai program pengajaran bahasa Jepang seperti program JF Standard, Marugoto & Marugoto online course, NIHONGO Partners, dan Magang di Jepang dilaksanakan untuk memberikan pengaruh Jepang di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membahas soft power di dalam pengajaran bahasa Jepang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, serta menggunakan konsep soft power dari Nye (2004, dan unit analisa yang dibahas adalah Bahasa Jepang. Hasil penelitian menunjukkan adanya soft power Jepang dalam pengajaran bahasa Jepang di Indonesia menghasilan dampak di masyarakat Indonesia khususnya pandangan Indonesia terhadap Jepang.

Soft power is a way for a country to exert influence through attraction to other countries. Japan exerts influence in Indonesia in various ways, but one of them is Japanese language teaching in Indonesia. Through the Japan Foundation and collaboration with the Indonesian government, Japanese influence was carried out in Indonesia. This study aims to discuss soft power in Japanese language teaching in Indonesia. This research uses the descriptive analysis method and uses Nye's (2004) concept of soft power, and the unit analysis discussed is Japanese. The results showed that Japanese soft power in Japanese language teaching in Indonesia made some effect in Indonesia especially Indonesian perspective to Japan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Tahun ini 32 dua tahun yang lalu, Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Papua Nuigini (PNG) sebagai bagian dari perluasan regional Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saraswati Tri Octaningrum
"Jurnal ini membahas tentang bagaimana Cosplay digunakan sebagai soft power Jepang. Makalah ini menggunakan metode analisis dekriptif dengan landasan teori soft power yang dikemukakan oleh Joseph S. Nye Jr. dan budaya populer oleh John Storey. Hasil analisis dalam jurnal ini menunjukan bahwa dengan memanfaatkan cosplay sebagai budaya populer, Jepang mampu menjalin kerjasama dengan dunia internasional termasuk Indonesia. Dengan mendukung acara cosplay berskala internasional yaitu World Cosplay Summit, pemerintahan Jepang merubah citranya dari negara yang berhaluan militer dan berekonomi kuat, menjadi negara yang juga memiliki budaya dan intelektualitas yang kuat. Selain merubah citranya di mata internasional, dengan cosplay, Jepang berusaha membuat negara lain mengerti lebih dalam tentang negri mereka sehingga nantinya tidak akan menimbulkan kesalah pahaman. Hal ini kemudian memberikan hasil yang baik dalam bidang diplomasi antara Jepang dengan Negara lain.

This paper explains about how Japan use cosplay as its soft power. This paper use descriptive analysis as a method and using the concept of soft power by Joseph S. Nye Jr. and the concept of Pop culture by John Storey. The result of the analysis on this paper shows that by utilizing pop culture, in this case cosplay, Japan able to work together with international world, including Indonesia. By supporting international cosplay event that called as World Cosplay Summit, the Japanese government change its image from country that known as military country and has powerful economy, to a country that also has a strong culture and intellect. In addition to changing its image in the international community, with cosplay, the Japanese tried to make other countries understand more about their country so that they would not inflict misunderstanding. It will gives good results in the field of diplomacy between Japan and other countries."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Janitra Icta Almer
"Soft power merupakan sebuah konsep yang dicetuskan oleh Joseph S. Nye, Jr. pada tahun 1990. Sejak itu, ia telah menjadi sebuah konsep yang signifikan bagi studi Hubungan Internasional dan diterima pula pada tataran praktis. Berbagai negara telah mengadopsi soft power menjadi kebijakan resminya, sedangkan para akademisi dan pembuat kebijakan telah menggunakan dan mencermati soft power. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa soft power telah berkembang sebagai sebuah konsep. Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai soft power itu sendiri dengan melihat ragam pandangan terhadapnya. Dalam mencapai tujuan tersebut, tulisan ini meninjau empat puluh tiga literatur akademis mengenai soft power, baik yang ditulis oleh Nye maupun akademisi-akademisi lain. Menggunakan metode taksonomi, tulisan ini menemukan bahwa terdapat tiga tema dominan dalam literatur-literatur tersebut, yakni (1) konsepsi soft power Nye yang berfokus pada penjelasan Nye mengenai aspek definisi, cakupan, serta cara kerja dan pengukuran soft power, (2) tanggapan akademisi-akademisi selain Nye terhadap soft power yang mengacu pada ketiga aspek yang Nye jelaskan, dan (3) interpretasi konstruktivisme terhadap soft power yang melihat soft power di luar garis pemikiran Nye. Lebih lanjut, keempat puluh tiga literatur tersebut dapat dipetakan ke dalam ketiga tema di atas sebagai berikut: (i) delapan tulisan Nye yang dimulai dari tulisan pertamanya pada 1990 hingga tulisan terbarunya pada 2017, (ii) tiga puluh tulisan akademisi lain yang lebih jauh terbagi menjadi delapan belas tanggapan positf dan dua belas tanggapan negatif, serta (iii) lima literatur lain yang mengangkat interpretasi konstruktivisme terhadap soft power. Tinjauan yang dilakukan lantas menemukan adanya dua kesenjangan di dalam literatur-literatur tersebut: (a) Nye tidak cukup menjelaskan cara soft power bekerja dan diukur, serta (b) belum terdapat satu pun authoritative author lain di luar Nye dalam bahasan soft power. Tulisan ini berargumen bahwa kesenjangan pertama disebabkan oleh fakta bahwa Nye tidak mengkonseptualisasikan soft power sebagai sebuah konsep analitis, melainkan sebagai pereda pesimisme yang saat itu tengah melanda masyarakat Amerika Serikat. Lebih lanjut, kesenjangan kedua diakibatkan oleh jarak empat belas tahun di antara tulisan pertama Nye mengenai soft power dengan tanggapan pertama yang disampaikan oleh akademisi lain terhadap konsep tersebut, memberikan soft power waktu yang cukup untuk diterima secara luas. Penting juga untuk menggarisbawahi bahwa belum terdapat authoritative author lain dalam bahasan soft power karena akademisi-akademisi yang memberikan tanggapan terhadap konsepsi soft power Nye berasal dari berbagai latar belakang disiplin keilmuan.

Soft power is a concept coined by Joseph S. Nye, Jr. in 1990. Since then, it has become a well-endorsed concept within both intellectual and practical level. Numerous countries have adopted soft power as their official policy, while scholars and policy-makers have both used and scrutinized the concept. Thus it can be presumed that soft power has developed as a concept. This paper is aimed to grasp a better understanding on soft power by reviewing the variety of views on the concept. In doing so, this paper examines forty three academic writings on soft power, coming from both Nye and other scholars. Utilizing taxonomy as the method, this paper notices that there are three major themes emerging from those writings, which are: (1) Nye's conception of soft power which focuses on Nye's explanation on the meaning, resources, and the way soft power works and is measured, (2) other scholars' respond to the three aforementioned aspects of the concept, and (3) constructivists' interpretation of the concept that views soft power in a different manner than Nye and other scholars do in the previous two themes. The aforementioned forty three writings can be categorized into these themes as follow: (i) eight Nye's writings including the first one he wrote on 1990 and the most recent one written on 2017, (ii) thirty writings of the second theme that include eighteen positive responds and twelve negative ones, and (iii) five other writings discussing constructivists' interpretation of soft power. Further findings suggest that there are two shortcomings within those academic writings on soft power: (a) Nye did not adequately explain how soft power works and is measured, and (b) there has not been any other authoritative author on soft power than Nye himself. This paper argues that the first shortcoming is caused by the fact that Nye did not conceptualize soft power as an analytical concept, rather it was meant to calm the declinism that had been rapidly growing among American public. Moreover, the second shortcoming was due to the fact that there was a fourteen years difference between Nye's inaugural writing on soft power and the first response coming from another scholar to the concept, giving soft power enough time to be widely accepted. It is also important to note that there has not been any single other authoritative author on soft power because other scholars responding to Nye's soft power come from various academic disciplines."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Andriany Prasari
"Currencies Nye mengungkapkan bahwa setiap negara memiliki dua jenis kekuasaan yaitu hard power yang mencakup ekonomi dan militer, serta soft power yang mencakup budaya, kebijakan pemerintah, dan kebijakan luar negeri. Jepang memiliki banyak sumber soft power salah satunya adalah kawaii culture. Mengikuti bangkitnya budaya populer Jepang melalui globalisasi, kawaii culture ikut tersebar ke berbagai penjuru dunia. Tujuan penulisan ini adalah menjelaskan kekuatan kawaii culture sebagai soft power Jepang dengan menggunakan teori Soft Power Currences oleh Vuving (2009). Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Penulis menggunakan metode kepustakaan dalam teknik pengumpulan data. Pembahasan menunjukkan bahwa kawaii culture memberikan pengaruh terhadap gaya hidup serta preferensi pelakunya.

According to Nye, every country possesses two kind of power; hard power which includes economic and military, and soft power which includes culture, government policy and foreign policy. Japan possesses multiple soft power sources; one of them is kawaii culture. Following Japanese popular culture's revival through globalization, kawaii made its way around the world. This thesis is meant to explain kawaii's prowess as Japan's soft power based on Soft Power Currencies Theory developed by Vuving (2009). This thesis is using qualitative method with analytical description. Literature method is also used in gathering necessary datas. This research concludes that kawaii culture is affecting its consumer's life style and preference."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57917
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>