Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199704 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pane, Poltak Patrick Verddy Sitorus
"Hubungan hukum orang tua dan anak tidak pernah hilang walaupun perkawinan kedua orang tua tersebut putus akibat perceraian. Dalam hal putusnya perkawinan akibat perceraian, bapak menanggung biaya pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut, sedangkan ibu baru ikut memikul kewajiban tersebut jika dalam kenyataannya bapak tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Namun, pengaturan mengenai rincian biaya pemeliharaan anak yang dimaksud tersebut masih belum dapat ditemukan dalam sistem hukum di Indonesia secara umum, meskipun dapat ditemukan upaya pengaturan untuk kalangan masyarakat tertentu, yakni bagi Pegawai Negeri Sipil. Sebagai perbandingannya, Jerman memiliki pengaturan dalam menentukan rincian biaya pemeliharaan anak pasca perceraian yang dimuat dalam sebuah tabel panduan dari Pengadilan Regional Tinggi Düsseldorf yang telah menjadi pedoman penentuan besar biaya pemeliharaan anak di seluruh negara bagian Republik Federal Jerman. Menariknya, tabel Düsseldorf tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat tetapi selalu digunakan oleh seluruh jenjang pengadilan di seluruh negara bagian Jerman. Skripsi ini membahas terkait dengan pengaturan mengenai biaya pemeliharaan anak pasca perceraian di Negara Indonesia dan Negara Jerman.

The legal relationship between parents and children is never lost even though the marriage of the two parents is broken due to divorce. In the event that the marriage is discontinued due to divorce, the father bears the costs of maintaining and educating the child, while the mother only assumes the responsibility if in reality the father is unable to fulfill these obligations. However, the regulation regarding the details of the child maintenance costs in question has yet to be found in the legal system in Indonesia in general, although arrangements can be found for certain circles of society, namely for Civil Servants. In comparison, Germany has arrangements in determining the details of post-divorce child maintenance costs contained in a guide table from the Düsseldorf High Regional Court which has become a guide for determining the amount of child maintenance costs in all states of the Federal Republic of Germany. Interestingly, the Düsseldorf table does not have binding legal force but is always used by all levels of courts in all German states. This mini thesis discusses the regulation regarding the cost of child care after divorce in Indonesia and Germany."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harvin
"

Setelah perceraian, orang tua tetap berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut ditanggung oleh bapak sepenuhnya. Ibu baru ikut memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut apabila pada kenyataannya bapak tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Meskipun hak anak untuk tetap mendapatkan nafkah setelah orang tua bercerai telah dijamin di Indonesia, permasalahan hukum yang dapat ditemukan adalah tidak adanya peraturan yang mengatur secara rinci terkait biaya nafkah anak setelah perceraian. Sedangkan, dalam beberapa negara seperti di Inggris, telah mengatur secara rinci hal tersebut mulai dari besarnya biaya nafkah anak yang harus dibayar, sampai kapan biaya tersebut dibayarkan, peninjauan ulang apabila keadaan finansial orang tua berubah, sanksi apabila tidak menjalankan kewajiban, serta adanya lembaga yang khusus mengawasi jalannya pembayaran nafkah anak. Skripsi ini akan menjelaskan tentang pengaturan-pengaturan mengenai nafkah anak setelah perceraian baik di Indonesia maupun di Inggris.

 


After divorce, parents are still obliged to look after and educate their children, solely for the best interests of the child. The cost of maintaining and educating these children is fully paid by the father. The mother will share the cost for these children’s maintenance and education only when the father is unable to carry out his obligations to pay for the child maintenance. Although children's rights for child maintenance after their parents’ divorce is guaranteed by law in Indonesia, legal issues that can be found in Indonesia is an absence of detailed law regulating child maintenance after parents’ divorce. Meanwhile, in some countries like England, their law has regulated in detail these matters starting from the cost of child maintenance, when will the child maintenance payments stop, a review if the financial condition of the parent changes, sanction for not paying, and an agency that oversees such payment of child maintenance. This mini thesis will explain the law regarding child maintenance after divorce in Indonesia and England.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Fauziyah
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan penentuan besaran nafkah anak pasca perceraian menurut Undang-Undang Perkawinan Indonesia dan peraturan-peraturan di Australia. Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif yang mana menggunakan peraturan-peraturan terkait dengan topik pembahasan. Hasil penelitian menggambarkan belum ada pengaturan terkait cara menentukan besaran nafkah anak pasca perceraian dalam Undang-Undang Perkawinan. Sedangkan Australia telah mengatur rinci dengan ditentukannya parameter sebagai pertimbangan hakim dan formula untuk menghitung biaya pemeliharaan anak. Pemerintah didorong untuk melakukan perubahan sehingga implementasinya menjadi jelas dan tegas.

This thesis discusses the comparison of determining the amount of child support after divorce according to Indonesia’s Marriage Law and regulations in Australia. The research used in the writing of this thesis is the normative juridical method which uses the rules related to the topic of discussion. The result of this study shows that there is no regulation regarding how to determine the amount of child support after divorce in Indonesia's Marriage Law. Meanwhile, Australia has set out in detail the parameters for the judges to determine the amount of child support payable by the parent and formulas for calculating child support. The government is encouraged to make changes so that its implementation becomes clear and firm."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Madania
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan penentuan besaran nafkah anak pasca perceraian berdasarkan berbagai peraturan di Indonesia dan Singapura, serta praktiknya di Indonesia dengan menggunakan Putusan No. 359/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Pembahasan akan menganalisa perbedaan dan persamaan mengenai pengaturan penentuan besaran nafkah anak pasca cerai di Indonesia dan Singapura, serta menganalisa ketepatan putusan Majelis Hakim dalam menentukan besaran nafkah anak pada Putusan No. 359/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Pst. Penelitian ini dimaksudkan agar masyarakat dapat memahami bahwa hukum telah menjamin hak anak pasca perceraian melalui adanya kewajiban pemberian nafkah anak, dan oleh karenanya pelaksanaan hal tersebut dapat dituntut dalam proses perceraian."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Daniel
"Perceraian yang merupakan salah satu penyebab dari putusnya suatu hubungan perkawinan ini berdampak kepada masing-masing pihak yang terikat dalam suatu hubungan perkawinan khususnya dalam kondisi ekonomi. Dari berbagai banyak kasus perceraian yang ada, istri lebih sering sekali mengalami kesulitan dalam kondisi ekonomi, yang mana sebelumnya selama terikat dalam hubungan perkawinan diberikan nafkah oleh suami. Maka dari itu untuk mencengah terjadinya ada salah satu pihak yang mengalami kesusahan pasca perceraian diperlukan pengaturan yang jelas mengenai tunjangan pasca perceraian. Dalam skripsi ini membahan mengenai pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan membandingkan pengaturan tersebut dengan pengaturan tunjangan pasca perceraian yang ada di Malaysia. Dalam menulis skripsi ini dilakukan dengan penelitian yuridis normatif yang mengutamakan penggunaan bahan pustaka berupa norma-norma hukum tertulis dalam membandingkan pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan penelitian, mengenai tunjangan pasca perceraian di Indonesia masih diatur dalam beberapa peraturan yang berlaku secara tidak menyeluruh dan sama rata untuk Warga Negara Indonesia, maka diperlukan tindakan dari pemerintah sebagai pemegang kewenangan untuk mengubah dan melengkapi khususnya tunjangan pasca perceraian agar dapat diberlakukan dengan jelas dan sama rata.

Divorce, one of the many causes of the end of a marital relationship, brings an impact towards the parties bound in the marital relationship, specifically in the economic conditions.Of the many divorce cases present, the wife in the relationship more often experiences economic hardships, due to the fact that their livelihood during the marriage was provided by the husband. Hence, to prevent condition whereas one of the former spouses being burdened because of divorce, it is necesarry to have defined law regarding spousal maintance after divorce. This thesis discusses the law of spousal maintance in Indonesia and compares it with the law of spousal maintance in Malaysia. This thesis is weritten using the normative juridical research approach tha prioritizes the use of library materials in the form of written legal norms in comparing post-divorce alimony arrangements in Indonesia and Malaysia. Based on research, post-divorce alimony agreement in Indonesia is still not chomprehensively and unequally regulated in several regulations that apply for Indonesian citizens. An action from the government as the holder of authority is needed to change and complete the post-divorce alimony agreement regulation so that they can be applied clearly and equally for everyone.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Camelia Rahmawati
"Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan putusan pengadilan mengenai nafkah anak khususnya pasca perceraian. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum putusnya perkawinan karena perceraian terhadap anak menurut Hukum Islam dan UU No. 1 Tahun 1974, dasar pertimbangan hakim dalam menentukan jumlah biaya pemeliharaan anak dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1575/Pdt.G/2014/PA.JS dan bagaimana penyelesaian masalah, apabila ayah tidak melaksanakan putusan hakim mengenai pembayaran nafkah anak pasca perceraian. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder yang bersifat yuridis normatif. Dalam hal putusan pengadilan agama mengenai nafkah anak tidak dilaksanakan maka ibu dapat mengajukan permohonan eksekusi atas putusan tersebut sesuai dengan Pasal 195, 196 dan 197 HIR.

This thesis discusses the implementation of court decisions regarding postdivorce child maintenance in particular. The main problem in this study is how the legal consequences of divorce affect children according to Islamic Law and the Law No. 1 of 1974, the basic considerations of the judge in determining the amount of child maintenance costs in South Jakarta Religious Court decision No. 1575 / Pdt.G / 2014 / PA.JS and how the settlement of the problem, if the father did not carry out the judge's decision regarding the payment of a child maintenance after a divorce. The study method used is the method of literature study with secondary data that is juridical normative. In the case of the religious court decisions regarding child maintenance is not implemented then the mother can apply for the execution of that decision in accordance with Article 195, 196 and 197 HIR."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salza Anggun Rachmany
"Perkawinan campuran adalah janji hidup bersama antara para pihak yang berbeda kewarganegaraan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan turut melibatkan perbedaan kebiasaan, budaya, adat istiadat, dan sistem hukum dalam suatu bahtera rumah tangga. Putusnya perkawinan campuran dengan alasan perceraian menimbulkan beberapa akibat hukum pada permasalahan sengketa hak asuh anak yang dapat diselesaikan secara
hukum atau dapat juga diselesaikan atas kesepakatan kedua belah pihak tanpa menempuh jalur hukum. Permasalahan yang dibahas meliputi 1) bagaimana ketentuan hukum di Indonesia mengenai perkawinan berbeda kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan peraturan perundang-undangan lainnya, 2) bagaimana ketentuan dan akibat hukum di Indonesia mengenai pemberian dan pemenuhan hak asuh terhadap
anak yang dilahirkan setelah putusnya perkawinan berbeda kewarganegaraan, dan 3) bagaimana kesesuaian peraturan perundang-undangan atas ketentuan penjatuhan hak asuh dalam Putusan Nomor 96/Pdt/2020/PT.YYK. Tujuan dilakukannya penelitian ini dikarenakan penentuan hak asuh anak berbanding lurus dengan kewajiban orang tua untuk mengasuh dan mendidik anaknya hingga dewasa dan bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Adapun artikel ini merupakan sebuah kajian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus dengan
melihat pada bahan-bahan kepustakaan mengenai perkawinan berbeda kewarganegaraan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa hak asuh dilakukan berdasarkan pada kewenangan Pengadilan dalam menilai pihak mana yang lebih layak dan memenuhi aspek penting dalam menjamin kehidupan anak yang akan di asuh, yaitu aspek materi, kondisi ekonomi, finansial, pendidikan
formal, pendidikan akhlak, dengan turut serta mengedepankan hak dan kepentingan anak, hak atas kualitas hidup yang baik secara pertumbuhan dan perkembangannya, rohani, jasmani, maupun sosialnya. Akan tetapi persoalan krusial dalam hukum keluarga mengenai hak asuh anak adalah hal yang masih perlu dikaji lagi, dikarenakan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia bagi selain yang beragama Islam belum menyertakan penentuan umur anak dan parameter yang jelas dalam hal pemberian hak asuh anak kepada orang tua yang perkawinannya telah putus karena perceraian, terkhusus
untuk anak di bawah umur yang seharusnya masih membutuhkan kasih sayang dari ibu demi kelangsungan perkembangan dirinya.

A mixed marriage is a promise made between parties of different nationalities to live
together in order to meet human needs and form a happy and eternal household based on
belief in the One and Only God by incorporating differences in customs, culture, customs,
and legal systems in a household. Dissolution of mixed marriages on the grounds of
divorce raises several legal consequences in child custody disputes, which can be resolved
legally or by agreement of both parties without taking legal action. The issues discussed
include: 1) the legal provisions in Indonesia regarding marriages of different nationalities
based on Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan and other laws and regulations; 2) the
provisions and legal consequences in Indonesia regarding the granting and fulfillment of
custody of children born after the dissolution of marriages of different nationalities; and
3) the suitability of laws and regulations regarding the provisions for imposing custody
rights in Decision Number 96/Pdt/2020/PT.YYK. The purpose of this research is crucial,
knowing that the determination of child custody is directly proportional to the obligation
of parents to care for and educate their children until they are adults and can be
responsible for themselves. This article is a normative legal study using a statutory
regulation approach and a case approach by looking at the literature on marriages of
different nationalities. Based on the analysis, it concluded that the resolution of custody
disputes is carried out based on the authority of the court in assessing which party is more
appropriate and fulfills important aspects in ensuring the life of the child is cared for,
namely material aspects, economic conditions, finances, formal education, moral
education, and by participating in prioritizing the rights and interests of children, the right
to a good quality of life in terms of growth and development, spiritual, physical, and
social. However, the crucial issue in family law regarding child custody is something that
still needs to be studied again because the Indonesian laws and regulations for non-
Muslims do not include determining the age of the child or setting clear parameters in
terms of granting child custody to parents whose marriages have broken up due to
divorce, especially for minors who should still need love from their mother for the
continuation of their self-development.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhan Arsyaputra
"[Penelitian ini membahas perbandingan pengaturan dan isi perjanjian perkawinan menurut hukum Indonesia dan Jerman, dengan melakukan analisis langsung terhadap peraturan di Indonesia yaitu KUH Perdata dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, serta peraturan di Jerman yaitu Bürgerliches Gesetzbuch (BGB) atau yang juga disebut sebagai German Civil Code. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode pengolahan dan analisis data yang menggunakan pendekatan kualitatif. Pada ketiga peraturan ini terdapat beberapa perbedaan yang mendasar dalam hal pembuatan perjanjian perkawinan. Hasil penelitian ini menunjukan bagaimana pengaturan dan penerapan dalam perjanjian perkawinan di Indonesia dan Jerman, yang bertujuan untuk memperbaiki pengaturan terhadap perjanjian perkawinan di Indonesia.

This research studies the comparative analysis on regulation and content of marriage agreement between Indonesia and Germany, by conducting direct analysis pursuant to Indonesian Law namely KUHPerdata and Law No. 1 Year 1974 regarding Marriage, and regulation in German Law namely Bürgerliches Gesetzbuch (BGB) or German Civil Code. This is a normative juridical research with the method of data process and analysis using a qualitative approach. On these three regulations, there are fundamental differences in terms of making the marriage agreement. The research points on how the regulation and implementation of the marriage agreement in Indonesia and Germany, which aims to improve the regulation on marriage agreement in Indonesia.
, This research studies the comparative analysis on regulation and content of marriage agreement between Indonesia and Germany, by conducting direct analysis pursuant to Indonesian Law namely KUHPerdata and Law No. 1 Year 1974 regarding Marriage, and regulation in German Law namely Bürgerliches Gesetzbuch (BGB) or German Civil Code. This is a normative juridical research with the method of data process and analysis using a qualitative approach. On these three regulations, there are fundamental differences in terms of making the marriage agreement. The research points on how the regulation and implementation of the marriage agreement in Indonesia and Germany, which aims to improve the regulation on marriage agreement in Indonesia.
]
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62382
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Anitia
"Penelitian ini membahas tentang determinan yang berhubungan dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kejadian perkawinan anak di Indonesia dan hubungan antara faktor-faktor tersebut (individu, rumah tangga, dan lingkungan sosial) dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional (potong lintang) dengan analisis multivariabel regresi logistik menggunakan sumber data dari data sekunder SDKI 2017. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur berusia 15 – 24 tahun di Indonesia yang menjadi responden SDKI 2017, sedangkan sampel penelitiannya adalah seluruh wanita usia subur yang berusia 15 – 24 tahun yang sudah menikah di Indonesia dan tercakup dalam SDKI 2017 yang berjumlah 3.939 responden. Dalam penelitian ini, ditemukan hasil prevalensi perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia sebesar 54,9%. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara usia (AOR= 29,72; 95% CI= 18,32 – 48,21), lokasi tempat tinggal (AOR= 1,46; 95% CI= 1,19 – 1,79), tingkat pendidikan (AOR= 3,23; 95% CI= 2,47 – 4,23), status ekonomi (AOR= 2,10; 95% CI= 1,73 – 2,56), keterpaparan informasi (AOR= 0,67; 95% CI= 0,50 – 0,89), jumlah anggota keluarga (AOR= 0,70; 95% CI= 0,58 – 0,85), dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan menikah (AOR= 1,50; 95% CI= 1,22 – 1,84) terhadap kejadian perkawinan anak. Dapat disimpulkan, bahwa prevalensi perkawian anak masih tinggi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, dengan meningkatkan akses pendidikan (penyuluhan dan edukasi), sosialisasi dampak perkawinan anak, dan melakukan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi perkawinan anak pada wanita muda di Indonesia.

This study discusses the determinants associated with the incidence of child marriage in young women aged 15 – 24 years to know the description of the incidence of child marriage in Indonesia and the relationship between these factors (individuals, households, and the social environment) with the incidence of child marriage. in young women aged 15-24 years in Indonesia. The study design used in this study was cross-sectional (cross-sectional) with multivariable logistic regression analysis using data sources from secondary data from the 2017 IDHS. The study population was all women of childbearing age aged 15-24 years in Indonesia who were respondents to the 2017 IDHS. while the research sample was all women of childbearing age aged 15-24 who were married in Indonesia and included in the 2017 IDHS, totaling 3,939 respondents. In this study, it was found that the prevalence of child marriage among young women aged 15-24 years in Indonesia was 54.9% (95% CI: 52.7 - 57.1). Statistical test results showed a statistically significant relationship between age (AOR= 29.72; 95% CI= 18.32 – 48.21), location of residence (AOR= 1.46; 95% CI= 1.19 – 1.79), educational level (AOR= 3.23; 95% CI= 2.47 – 4.23), economic status (AOR= 2.10; 95% CI= 1.73 – 2.56), exposure information (AOR= 0.67; 95% CI= 0.50 – 0.89), number of family members (AOR= 0.70; 95% CI= 0.58 – 0.85), and the role of women in decision making married (AOR = 1.50; 95% CI = 1.22 – 1.84) on the incidence of child marriage. It can be concluded that the prevalence of child marriage is still high and is influenced by these factors. Therefore, increasing access to education (counseling and education), socializing the impact of child marriage and applicable regulations regarding the minimum age for marriage, as well as conducting community empowerment can be solutions to reduce the prevalence of child marriage among young women in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Qomariyanti
"Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang merubah status seseorang dan memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat luas. Oleh karena itu, di Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku, agama dalam masyarakatnya memungkinkan timbulnya perkawinan antar suku maupun agama. Dalam hal perkawinan, Undang - Undang Perkawinan di Indonesia mendasarkan pelaksanaan perkawiman pada agama yaitu dalam pasal 2 ayat (1), sehingga sah atau tidaknya suatu perkawinan didasarkan pada pemenuhan ketentuan agama yang diyakini pihak-pihak yang berkehendak menikah. Sementara itu, akibat adanya keanekaragaman agama yang ada di Indonesia, perkawinan antar pasangan yang berbeda agama tidak dapat dihindari. Berdasarkan hal tersebut, dewasa ini pasangan yang berbeda agama tersebut mencari celah hukum dalam melangsungkan perkawinannya agar dipandang sah dan yang terpenting adanya pengakuan dari Negara terhadap perkawinan yang mereka laksanakan, yaitu dengan melangsungkan perkawinan di Luar Negeri. Perkawinan yang dilakukan di Luar Negeri diatur dalam pasal 56 UU No. tahun 1974 tentang Perkawinan. Dimana dalam pasal tersebut merumuskan bahwa perkawinan yang dilakukan di luar negeri adalah sah dan dapat didaftarkan di Kantor Catatan Sipil di Indonesia. Hal tersebut menimbulkan suatu permasalahan dalam pencatatannya di Indonesia karena pelaksanaan perkawinan yang tidak sesuai dengan UU No. 1 tahun 1974 sehingga apakah pencatatan tersebut bertentangan atau tidak dan bagaimana dengan "certificate of marriage " dapat menjadi akte autentik di Indonesia atau tidak. Adapun Metode penelitiannya adalah kepustakaan dan peninjauan ke Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta. Oleh karena, pelaksanaan perkawinan tersebut dapat dikatakan sebagai Penyelundupan Hukum namun perkawinan tersebut tetap sah menurut Negara dan "Certificate of marriage" dapat menjadi Akte Autentik di Indonesia. Oleh karena itu penerapan sanksi serta pengaturan yang tegas terhadap pelaksanaan Undang-undang Perkawinan sangat diperlukan dalam menyikapi perkawinan pada pasangan WNI yang berbeda agama di Luar Negeri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21118
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>