Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106932 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Akbar Syawal
"Penyalahgunaan keadaan sering kali muncul sebagai persoalan yang melibatkan notaris serta pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang berwenang membuat akta autentik dan berujung pada pembatalan akta mereka. Penulisan ini terdiri atas dua rumusan masalah di mana rumusan pertama ialah tentang pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara penyalahgunaan keadaan, sedangkan rumusan kedua adalah peran notaris/PPAT untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan keadaan. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dan tipologi penelitian berupa eksplanatoris. Sementara itu, penggunaan data sekunder dari berbagai bahan primer, sekunder, dan tersier juga menjadi bagian dalam tesis ini yang disajikan dalam bentuk ekplanatoris analitis. Penulis berkesimpulan bahwa sekalipun aturan penyalahgunaan keadaan belum dimuat dalam perundang-undangan Indonesia, namun sejalan dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka hakim diberi kewenangan untuk melakukan penemuan hukum atas peristiwa yang belum diatur dalam perundang-undangan. Berkaitan dengan peran notaris/PPAT, mereka dengan sikap saksamanya sejatinya dapat menghindarkan adanya penyalahgunaan keadaan. Di samping itu, penyuluhan hukum, pengajuan surat permohonan pembuatan akta perjanjian, dan dimuatnya klausul-klausul tertentu dapat dijadikan sebagai langkah efektif guna menghindari adanya perjanjian yang dilandasi penyalahgunaan keadaan. Notaris/PPAT juga berhak untuk menolak pembuatan akta manakala para pihak tetap memaksa pembuatan akta yang disinyalir memuat unsur penyalahgunaan keadaan. Pembahasan mengenai daluwarsa mengajukan gugatan penyalahgunaan keadaan juga menjadi daya tarik tersendiri dalam tulisan ini dan belum banyak diangkat oleh penulis-penulis lainnya.

Abuse of circumstances often arises as a problem that involving notaries and land deed making officials (PPAT) who are authorized to make authentic deeds and lead to the cancellation of their deeds.. This writing consists of two problem formulations where the first formulation is about the consideration of the panel of judges in deciding cases of abuse of circumstances, while the second formulation is the role of notary/PPAT to avoid the abuse of circumstances. This research was conducted with normative juridical methods and research typologies in the form of explanatoris. Meanwhile, the use of secondary data from various primary, secondary, and tertiary materials is also part of this thesis that presented in the form of analytical explanatoris. The author concludes that although the rules of abuse of circumstances have not been contained in Indonesian legislation, but in line with the provisions of Article 10 of Law Number 48 of 2009 about Judicial Power, the judge is given the authority to make legal findings on events that have not been regulated in the legislation. Regard to the role of notary/PPAT, with a careful behavior actually they can avoid the abuse of circumstances. In addition, legal counseling, submission of application for the creation of deeds of agreement, and the inclusion of certain clauses can be used as effective measures to avoid the existence of agreements based on abuse of circumstances. Notary/PPAT also has the right to refuse the creation of deeds while the parties still force the creation of deeds that allegedly contain elements of abuse of circumstances. The discussion about the expiration of filing a lawsuit for abuse of circumstances is also an attraction in this article and has not been widely raised by other writers. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Graceilla Ribka Berliana Tuelah
"Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam menjalankan tugas jabatannya harus mengikuti kaidah tertulis, Peraturan tertulis Notaris ada pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, sedangkan PPAT ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2018. Notaris dianggap lalai dalam segala perbuatan melawan hukum, sedangkan lalai diartikan sebagai ketidaksengajaan, padahal tidak semua kasus hukum yang terjadi pada notaris merupakan ketidaksengajaan. Perbuatan melawan hukum juga bisa dikarenakan adanya unsur kesengajaan, namun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menjelaksan perbedaan terkait ketidaksengajaan dan kesengajaan, sehingga sanksi hukumnya tidak memiliki perbedaan diantara keduanya. Menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian berfokus pada norma hukum positif berdasarkan bahan sekunder. Tipologi penelitian bersifat eksplanatoris. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu tindakan Notaris X dan PPAT Y tidak bisa dikatakan lalai, melainkan kesengajaan. Pada kasus terkait Notaris X tidak melaksanakan tugas jabatannya, seharusnya dibuat akta hutang piutang, namun pada akhirnya Notaris X membuat akta PPJB. PPAT Y, dalam membuat AJB tanpa sepengetahuan salah satu pihak. Akibat dari kelalaian Notaris X dan PPAT Y dapat dikenakan sanksi dari segi administrasi ketentuan tertulis, sanksi perdata terbukti memenuhi unsur PMH, dan pidana sebagai pembantu dari tindakan PMH.

Notaries and Land Deed Officials are obligated to follow established principles in their official duties, guided by written regulations such as the Notary Job Law, Notary Code of Ethics, Government Regulation Number 24 of 2016, and Ministerial Regulation Number 2 of 2018. Notaries are often accused of negligence, interpreted as unintentional, but not all cases involve unintentional actions; intentional elements can lead to wrongful acts. The lack of differentiation in legal sanctions between unintentionality and intentionality is due to the Civil Code. To address this issue, a doctrinal research method was employed, focusing on positive legal norms from secondary sources. Findings suggest that the actions of Notary X and PPAT Y are intentional rather than negligent. Notary X's failure to fulfill duties resulted in the non-creation of a debt agreement, opting for a PPJB deed. PPAT Y intentionally created an AJB without one party's knowledge. Consequences of their actions may lead to administrative, civil, and criminal sanctions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Vidi Putri
"Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib mentaati ketentuan yang berlaku sebagaimana yang telah diatur oleh perundang-undangan, apabila Notaris melanggar ketentuan yang berlaku maka Notaris wajib bertanggungjawab dalam aspek individu maupun sosial. Semakin banyak akta yang dibuat oleh notaris maka akan semakin besar tanggung jawab Notaris tersebut. Notaris juga dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, sehingga seorang Notaris dalam menjalankan kewenangan dan kewajibannya memerlukan seorang pegawai sebagai penunjang profesional kerjanya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tanggung jawab Notaris atas pemalsuan tanda tangan Notaris/PPAT yang dilakukan oleh pegawai dalam Akta Jual Beli serta menganalisis kekuatan mengikat dan dampak hukum dari Akta Jual Beli yang dibubuhi tanda tangan Notaris/PPAT yang dipalsukan oleh pegawai Notaris/PPAT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan penelusuran bahan dari data sekunder. Tipe penelitian yang digunakan bersifat eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu adanya tanggung jawab secara perdata sesuai Pasal 1367 KUHPerdata menyatakan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu. Dampak hukum terhadap Akta Jual Beli tersebut adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata. Untuk mencegah hal itu terjadi, diharapkan Notaris dan pegawai membuat perjanjian kerja secara tertulis yang ditandatangani kedua belah pihak agar tidak terjadi kasus pemalsuan tanda tangan Notaris/PPAT oleh pegawainya di kemudian hari.

The Notary in carrying out his position is obliged to comply with the applicable provisions as regulated by legislation, if the Notary violates the applicable provisions, the Notary is obliged to be responsible for individual and social aspects. The more deeds made by a notary, the greater the responsibility of the notary. Notaries can also hold concurrent positions as Land Deed Making Officials, so that a Notary in carrying out his authority and obligations requires an employee as a professional supporter of his work. The problems raised in this study are the Notary's responsibility for falsification of Notary/PPAT signatures carried out by employees in the Sale and Purchase Deed and analyze the binding strength and legal impact of the Sale and Purchase Deed whose signatures of Notary/PPAT were falsified by Notary/PPAT employees . To answer these problems, a normative juridical research method was used which was carried out by tracing materials from secondary data. The type of research used is explanatory. The results of this study are that there is a civil liability according to Article 1367 of the Civil Code stating that people who appoint other people to represent their affairs are responsible for losses caused by their servants or subordinates in carrying out the work assigned to those people. The legal impact on the Sale and Purchase Deed is null and void because it does not meet the provisions of Article 1868 of the Civil Code. To prevent this from happening, it is expected that the Notary and the employee will make a written work agreement signed by both parties so that there are no cases of forgery of the Notary's signature/PPAT by their employees in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fadilla
"Tesis ini membahas kasus jual beli berantai atas objek sebidang tanah. Pada saat jual beli
pertama dilakukan pada tahun 1991, Notaris/PPAT tidak menuntaskan pengurusan
pensertipikatannya sehingga terjadi jual beli berikut dan berikutnya lagi atas tanah
tersebut sampai empat kali di tahun 2010. Hal ini berujung pada sengketa ahli waris dari
pembeli pertama yang mengganggu pembeli terakhir/pembeli keempat. Sengketa dimulai
di tahun 2013 di Pengadilan Negeri Kepanjen, berlanjut Kasasi dan selanjutnya Putusan
Mahkamah Agung No. 485/K/Pdt 2018. Permasalahan yang diangkat adalah proses
berlangsungnya jual beli oleh Notaris/PPAT dan tanggung jawab jawab Notaris/PPAT
terhadap objek jual beli berantai atas tanah yang di dalam sertipikat tidak tertera nama
pemilik tanah tersebut. Metode penelitian berbentuk yuridis normatif, dengan studi
dokumen melalui penelusuran literatur atas data sekunder. Adapun pendekatan analisis
menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini yaitu dalam penanganan suatu
jual beli harus dilakukan secara berhati-hati dalam memeriksa dokumen kelengkapan para
pihak dan mendampingi para pihak untuk menuntaskan pengurusan pengalihan hak atas
tanah sampai terbitnya sertipikat. Notaris/PPAT dapat dikenakan sanksi baik berupa
administratif dan perdata. Temuan penelitian ini adalah kepastian hukum atas pemilikan
tanah menjadi sangat penting dan Notaris yang menerima protokol menjadi terlibat, turut
terkena imbas dalam kasus ini selama lima tahun

This Thesis discusses the case of a chain sale and purchase of a plot of land. The first
sale and purchase was carried out in 1991, the Notary Public/PPAT didn’t complete the
arrangement of the certificate so there was a subsequent sale and purchase of the land
four times until 2010. This resulted a dispute over the heirs of the first buyer disturbed
the last buyer/fourth buyer of this land. The dispute started in 2013 at the Kepanjen
District Court until Cassation based on the Supreme Court Decision Number 485/K/Pdt
2018. The issues thas is appointed is the process of buying and selling by the Notary
Public/PPAT and the responsibility of the Notary Public/PPAT for sale and purchase
with a chain of land whe the certificate doesn’t state the name of the land owner. The
research method was in the form of juridical normative, with document study through
literature search on secondary data. The analysis approach used is qualitative approach.
The result of this research is the Notary Public/PPAT in handling a sale and purchase
must be careful in examining the completeness of the parties' documents and
accompanying the parties to complete the management of the transfer of land rights until
the issuance of the certificate. The responsibility of a Notary Public/PPAT is penalty in
the form of civil, criminal and administrative. The findings of this study are that legal
certainty of land ownership is very important and the Notary Public who received the
protocol became involved in this case for five years
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mika Anabelle
"Studi ini dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi tanggungjawab notaris/PPAT mengenai akta simulasi yang dibuatnya ditinjau dari peraturan perundang-undangan serta akibat hukum terhadap jaminan kredit yang dilakukan atas dasar perjanjian simulasi dengan studi kasus putusan pengadilan negeri Wonogiri Nomor: 16 /Pdt.G/2019/PN Wng. Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif dengan memanfaatkan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analitis dan pendekatan kasus. Dari hasil penelitian menjelaskan bahwa Notaris/PPAT yang membuat perjanjian simulasi dihadapannya dapat dimintakan beberapa macam pertanggungjawaban antara lain meliputi tanggungjawab secara perdata, tanggungjawab secara pidana, serta tanggungjawab administrasi dan mengenai jaminan kredit yang diberikan debitur tetap sah dan mengikat karena pembuatan Akta Jual beli berkaitan dengan objek yang menjadi jaminan kredit tidak berkaitan dengan hukum.

This study was conducted to analyze and identify the responsibilities of a notary/PPAT regarding the simulation deed he made in terms of the laws and regulations as well as the legal consequences of credit guarantees made based on a simulation agreement with a study case of the Wonogiri court decision Number: 16 /Pdt.G/2019 /PNWng. The research method used is normative legal research by utilizing a statutory approach, an analytical approach and a case approach. From the analysis of the study, it explains that the Notary/PPAT who made a simulation agreement in front of Notary/PPAT could be asked for several kinds of responsibilities consist of civil liability, criminal responsibility, and administrative responsibility and regarding credit guarantees given by the debtor, it remains valid and binding because the making of the Sale and Purchase Deed is related to the object. which is a credit guarantee that is not related to the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Julio
"Notaris memperoleh kewenangan dari Negara secara atribusi yang diwujudkan dalam undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan perubahannya pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Dalam Undang-Undang tersebut mengatur bahwa Notaris berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain oleh undang-undang. Salah satu fungsi dari Akta Autentik adalah untuk digunakan sebagai alat bukti dalam sebuah sengketa hukum agar membantu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sehingga dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian bagi pihak yang berkepentingan dalam akta. Oleh sebab itu apabila Notaris dalam jabatannya melakukan tindakan penyalahgunaan kewenangan, atau bertindak sewenang-wenang yang mengakibatkan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku dalam hal pembuatan Akta Autentik dapat dikenakan sanksi. Terlebih lagi apabila pelanggaran tersebut berkaitan dengan tindak pidana seperti pemalsuan, maka Notaris yang bersangkutan bisa saja dijerat dengan sanksi pidana. Dalam hukum pidana pemalsuan terhadap Akta Autentik lebih berat hukumannya daripada surat-surat biasa, hal ini dikarenakan Akta Autentik dinilai mengandung kepercayaan yang lebih besar akan kebenaran isinya atau karena Akta  Autentik  mempunyai  tingkat  kebenaran  lebih  tinggi  daripada surat-surat biasa atau surat-surat lainnya, sehingga dirasa perlu untuk meningkatkan maksimum ancaman pidananya.

The Notaries obtain an authority from the law, that is based on Law Number 30 of 2004 about Notary Position and also it's amendments to Law No. 2 of 2014. The Notary is an official to make an authentic deed about all deeds, agreements and stipulations required by the Regulations or by interested parties are required to be made into authentic deed, make sure an approval date, keep the deed and provided Grosse, copies and quotations, all as long as in the regulations are not also assigned or excluded to another officers or other person. One of the functions of the Authentic Deed is to help recall some events if there is a legal dispute to be used as an evidence, so that it can be used by the interested parties in the deed. Therefore, if the notary did an act of abuse the authority or did an arbitrary action, so that notary can be sentenced. And if the action violates the criminal act such as a forgery, then that notary may be included as a subject of a criminal sanction. In the criminal law, a falsification of authentic deed have more severe punishment than the ordinary letters, this is because the content of an authentic deed have a higher level of truth and validated more than an ordinary letter or other letters, so it is a necessary to increase the criminal maximum punishment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Puti Lenggogeni
"Dalam praktik pembuatan akta autentik, Notaris tidak terlepas dari ancaman pemalsuan data menggunakan KTP palsu. Untuk pembuatan akta, Notaris harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan memastikan bahwa segala dokumen termasuk identitas para pihak yang diberikan kepadanya adalah asli dan terhindar dari pemalsuan data. Penelitian ini ditulis untuk memaparkan tentang pertumbuhan dan kemajuan teknologi digital yang melahirkan inovasi baru, yang dapat memberikan jaminan kebenaran terkait kebenaran identitas para pihak serta memenuhi Pasal 16 Undang Undang Jabatan Notaris. Penelitian ini juga akan menyoroti mengenai kecocokan dari penggunaan teknologi untuk dapat mengoptimalkan pekerjaan Notaris, yaitu dengan aplikasi bernama Identitas Kependudukan Digital yang baru diluncurkan pada tahun 2022 untuk dapat membantu Notaris dalam menerapkan prinsip kehati-hatian. Aplikasi berisi KTP digital dan digitalisasi sendiri telah digunakan di beberapa negara seperti Belanda, Belgia dan juga Jerman. Metode penelitian yang digunakan dalam hal ini adalah penelitian doktrinal dengan sumber data yang didapatkan dari studi pustaka. Penggunaan teknologi terkini yang digunakan oleh Notaris untuk memverifikasi KTP adalah card reader yang pemanfaatannya juga belum maksimal karena tidak seluruh Notaris di Indonesia telah memiliki card reader. Identitas Kependudukan Digital sebagai sebuah aplikasi memiliki nilai jual yang lebih terjangkau dan mudah digunakan serta menjawab permasalahan terkait pemalsuan data.

In the practice of making authentic deeds, Notaries are inseparable from the threat of data falsification using fake KTPs. To make a deed, the Notary must apply the principle of caution and ensure that all documents including the identities of the parties given to him are genuine and avoid falsification of data. This research was written to explain the growth and progress of digital technology which has given birth to new innovations, which can provide guarantees of truth regarding the correct identity of the parties and fulfill Article 16 of the Law on the Position of Notaries. This research will also highlight the suitability of using technology to optimize the work of Notaries, namely an application called Digital Population Identity which was just launched in 2022 to help Notaries apply the precautionary principle. Applications containing digital KTPs and digitization themselves have been used in several countries such as the Netherlands, Belgium and also Germany. The research method used in this case is doctrinal research with data sources obtained from literature studies. The latest technology used by Notaries to verify KTPs is a card reader, the use of which is not optimal because not all Notaries in Indonesia have a card reader. Digital Population Identity as an application has the selling point of being more affordable and easy to use and answering problems related to data falsification."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priska Talitha Fatimah
"Notaris/PPAT dalam melaksanakan jabatannya harus berpedoman dan taat pada aturan-aturan serta kode etik profesi yang berlaku, tetapi realitanya masih sering dijumpai Notaris/PPAT yang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Tesis ini membahas tentang adanya penyimpangan dari aturan-aturan serta kode etik Notaris/PPAT pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 451K/Pid/2018 dimana Notaris/PPAT HAK didakwa telah melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana pemalsuan akta autentik oleh Notaris/PPAT HAK dalam melaksanakan jabatannya dan tanggung jawab Notaris/PPAT HAK dalam kasus pemalsuan akta autentik berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 451/K.Pid/2018. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian adalah problem solution. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam kasus ini Notaris/PPAT HAK dikenakan Pasal 266 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, namun penggunaan pasal tersebut tidak tepat karena lebih tepat dikenakan Pasal 264 ayat (1) angka (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-) KUHP. Notaris/PPAT dalam kasus ini dijatuhi pidana penjara 8 (delapan) bulan. Selain dimintakan pertanggungjawaban pidana, Notaris/PPAT HAK juga dapat dimintakan pertanggungjawaban baik secara perdata maupun administratif.

Notary/Land Deed Officer in carrying out his position must be guided and obey the rules and professional code of ethics, but in reality, Notary/Land Deed Officer often encounter irregularities. This thesis discusses the existence of deviations from the applicable rules and code of ethics that occurred in the Supreme Court Decision Number 451K/Pid/2018 where the Notary/Land Deed Officer HAK was accused of having committed a criminal act of authentic deed forgery. The issues raised in this study are the fulfillment of the elements of the criminal act of deed forgery by the Notary/Land Deed Officer HAK in carrying out his position and the responsibility of the Notary/Land Deed Officer HAK in the case of authentic deed forgery based on the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 451/K.Pid/2018. To answer this problem, a normative juridical research method is used with a research typology that is a problem solution. The results of the research conclude that in this case the Notary Public/Land Deed Officer HAK is subject to Article 266 paragraph (1) in conjunction with Article 55 paragraph (1) 1st of the Criminal Code, but the use of this article is inappropriate because it is more appropriate to be subject to Article 264 paragraph (1) number (1) juncto Article 55 paragraph (1) to (1) KUHP. Notary/Land Deed Officer HAK in this case was sentenced to 8 (eight) months imprisonment. In addition to being asked for criminal responsibility, Notary/Land Deed Officer HAK can also be held accountable both civil and administratively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Putri Ayu Hermawati
"Notaris adalah pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta secara otentik. Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab notaris selaku pejabat umum sering melakukan pelanggaran kode etik. Salah satu pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh notaris adalah pembuatan akta pencabutan kesaksian dalam persidangan yang bukan merupakan kewenangannya. Oleh karena itu, Notaris tersebut dapat dikenakan sanksi berdasarkan pada Kode Etik Notaris dan Undangundang Jabatan Notaris. Selain itu, akibat perbuatannya tersebut yang merupakan perbuatan melawan hukum, notaris dapat juga dikenakan sanksi pidana dan perdata.

Notary is a public official who has the authority to make the authentic deed. In the performance of duties and responsibilities, notary as a public officials often violate the code ethics. One of the ethical violation is committed by a notary deed revocation of testimony in the trial which is not an authority. Therefore, the Notary may be penalized based on the Code of Ethics and the Law of Notary. In addition, due to the actions which are against the law, notaries can also be subject to criminal sanctions and civil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Ankie
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab PPAT terhadap akta yang dibuat berdasarkan surat sporadik. Di Indonesia, terdapat tanah-tanah yang telah bersertipikat maupun tanah-tanah yang belum bersertipikat. Terhadap tanah yang belum bersertipikat, dapat diterbitkan yang dinamakan surat sporadik yaitu surat bukti penguasaan tanah selama 20 (dua puluh) tahun berturut-turut dengan etikad baik tanpa adanya gangguan dari pihak lain. Dalam prakteknya, PPAT terkadang masih takut untuk membuat akta terhadap tanah-tanah yang belum bersertipikat karena takut terjadinya sengketa dikemudian hari yang melibatkan PPAT yang bersangkutan. Permasalahan yang diangkat dalam kasus ini adalah mengenai akibat hukum dari akta yang pembuatannya didasarkan oleh surat sporadik yang diajukan oleh penghadap serta tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli tanah berkaitan dengan prinsip kehati-hatian. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis. Tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu mendeskripsikan permasalahan yang ada sekaligus memberikan saran terhadap permasalahan tersebut. Hasil yang didapat adalah pembuatan akta PPAT yang didasarkan oleh surat sporadik adalah sah dan sesuai dengan peraturan yang ada, selain itu, tanggung jawab PPAT terhadap akta yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian adalah PPAT tidak dapat dikenakan sanksi terhadap kesalahan yang dilakukan oleh Kepala Desa baik secara perdata maupun administrasi.

This research discusses the PPAT's responsibility towards deeds made based on sporadic letters. In Indonesia, there are lands that have been certified as well as lands that have not been certified. For land that is not yet certified, a so-called sporadic letter may be issued, namely a certificate of ownership of land for 20 (twenty) consecutive years in good faith without interference from other parties. In practice, PPAT is sometimes still afraid to make deeds for lands that are not yet certified for fear of future disputes involving the relevant PPAT. The issues raised in this case were regarding the legal consequences of the deed which was drawn up based on a sporadic letter submitted by the parties and PPAT's responsibility for the land sale and purchase deed related to the principle of prudence. To answer this problem, a normative legal research method with an analytical approach is used. The typology used in this research is descriptive analytical, which is to describe the existing problems as well as to provide suggestions for these problems. The result obtained was that the PPAT deed based on a sporadic letter was valid and in accordance with existing regulations, besides that, PPAT's responsibility for deeds related to the precautionary principle was that PPAT could not be subject to sanctions for mistakes made by the Village Head either both civil and administrative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>