Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bachtiar Daffa Faturachman
"Penelitian ini menggunakan teori fraseologi dan keterbacaan pada anak jenjang sekolah dasar di Jerman untuk menganalisis dongeng Grimm bersaudara yang berjudul Die Bremer Stadtmusikanten. Dalam menganalisis, penulis menggunakan metode kualitatif seperti metode studi pustaka dan deskriptif. Untuk tingkat keidiomatisan frasem digunakan teori Burger. Tingkat keterbacaan dianalisis menggunakan metode kuantitatif, dengan formula Flesch (1949) yang sudah diformulasikan ulang oleh Amstad (1978). Dari tiga belas rangkaian kata yang ditemukan dalam dongeng ini, semuanya memenuhi kriteria polileksikalitas dan keajekan sehingga bisa disebut frasem. Hanya sebelas frasem yang memenuhi kriteria keidiomatisan, sepuluh buah idiom penuh dan satu buah idiom sebagian, sedangkan dua buah idiom lainnya berbentuk kolokasi. Berdasarkan tahap kemampuan membaca Chall (dalam Thorne, 1991) anak pada sekolah dasar banyak mengalami kesalahan saat membaca teks yang mengandung idiom. Banyaknya penggunaan idiom penuh dalam teks Die Bremer Stadtmusikanten menjadikan dongeng ini tidak cocok dibaca oleh anak  dari kelas 1 sampai 2 sekolah dasar. Selain itu, berdasarkan keterbacaannya dongeng die Bremer Stadtmusikanten memiliki nilai rata-rata 72,22 sehingga dongeng ini tidak cocok dibaca oleh anak sekolah dasar  yang berada di rentang nilai keterbacaan 90-100
Research uses the theory of phraseology and readability for elementary school children in Germany in the Grimm brothers' fairy tale entitled Die Bremer Stadtmusikanten. In analyzing, the writer uses qualitative methods such as literature study and descriptive methods. For the level of phrase idiomaticity, Burger theory is used. The level of readability was analyzed using quantitative methods, with the Flesch formula (1949) reformulated by Amstad (1978). From thirteen words sequences contained in this fairy tale, all of them meet the polylexical and regularity criteria so that they can be called phrases. Only eleven phrases meet the idiomatic criteria, ten full idioms and one partial idiom, while the other two idioms are in the form of collocations. Based on the level of reading ability Chall (in Thorne, 1991), children in elementary school experience a lot of errors when reading texts that contain idioms. The many uses of complete idioms in the text of Die Bremer Stadtmusikanten make this fairy tale unsuitable for reading by children in grades 1 to 2 of elementary school in Germany. In addition, based on the readability of the fairy tale, Die Bremer Stadt Musikanten has an average score of 72.22 so that this fairy tale is not suitable for reading by elementary school children who are in the range of readability scores of 90-100."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gaffa Zahry Allya
"Penelitian ini berfokus pada analisis kompleksitas serta tingkat keterbacaan dari salah satu Kindermärchen (dongeng anak) dari Grimm bersaudara yang berjudul Schneewittchen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat kerumitan kalimat serta nilai keterbacaan dari dongeng Schneewittchen. Penelitian ini dilakukan dengan 3 metode penelitian, yaitu metode kualititatif, metode deskriptif, dan metode kuantitatif untuk penghitungan tingkat keterbacaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dongeng Schneewittchen memiliki kompleksitas kalimat yang sangat tinggi dengan didominasi oleh hampir 95% kalimat kompleks. Namun, yang membuatnya menarik adalah hasil penghitungan tingkat keterbacaan dongeng tersebut menunjukkan bahwa dongeng Schneewittchen berada di kategori „agak mudah“ yang hampir mendekati „mudah“ dengan skor keterbacaan 70,98, sehingga dapat dikatakan bahwa dongeng tersebut lebih dapat diterima dengan baik oleh remaja, khususnya untuk anak yang memiliki kemampuan bahasa Jerman dengan rentang usia usia 12-13 tahun.

The focus of this research is the analysis of sentence complexity and reading ease of one of the Kindermärchen children’s tales) of The Brothers Grimm named Schneewittchen. The purpose of this research is to identify how high is the level of the sentence complexity and readability level of the tale. Thisresearchh was conducted using three research methods, namely qualitative method, descriptive method, and quantitative method for the calculation of readability level. The results show that Schneewittchen has a very high level of sentence complexity dominated by almost 95% complex sentences. However, what makes it interesting is the result of the reading ease calculation shows that the tale falls into the „fairly easy“ category which is close to the „easy“ category with a reading ease score of 70,98, so it can be said that the story can be read and received quite well by children, especially for 12-13 years old children who have German language skills."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Saifullah Buaykundo
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh faktor-faktor keterbacaan adverorial yaitu koherensi, gaya penulisan dan tipografi terhadap pengetahuan pembaca dan mengetahui faktor keterbacaan yang dominan di antara ketiganya. Pengujian hipotesis statistik melalui studi kasus dilakukan dengan unit analisis advertorial majalah Tempo berjudul ?Geliat Bisnis Dari Bangku Kampus? edisi 5 Desember 2010. Responden penelitian adalah 135 orang mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang tergabung dalam peserta program Karya Ilmiah yang diadakan Dirjen Perguruan Tinggi, DIKNAS 2011. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengajuan questionnaire, sementara data sekunder didapat dengan menggunakan formula keterbacaan, studi pustaka dan wawancara.
Hasil pengumpulan data primer kemudian diolah dan dianalisis dengan metode statistic korelasi linier untuk mengetahui bentuk hubungan ketiga faktor.
Data hasil empiris menujukkan faktor koherensi dan tipografi berpengaruh terhadap pengetahuan pembaca namun faktor gaya penulisan tidak berpengaruh nyata terhadap pengetahuan pembaca. Tidak ada faktor dominan dari kedua faktor yang berpengaruh tersebut.

ABSTRACT
The objectives of the research are to know how readabilty factors of advertorial, which are koherence, style of writing and typograph will increase the reader knowledge and more over, which readability factors among those three that the most dominant one. The statistic hypothesis test was done through case study method by unit analys of advertorial article titled ?Geliat Bisnis Dari Bangku Kampus?in Tempo magazine December 5, 2010 edition. One hundred and thirty five respondents of Bogor Agricultural University (IPB) college students who particiapated in Academic Writing Competition of DIKTI-DIKNAS 2011 were selected. The primary data was collected by questionere technique, meanwhile the secondary data was collected by using readabality formulas, conducting journal study and having the interviews.
The primary data was analyzed by linier correlation statistic method to know the correlations among the three factors.
The empirical result shown the coherence and typograph factors correlates significantly with readers knowledge but the style of writing does not. There is no dominant factors between the two correlated factors."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wu, Min
Beijing: China International Press, 2011
SIN 398.204 51 WUM i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"This article describes verbal and nonverbal responses of preschool children toward fairy tales. The preschool is the appropriate period of age to grow and improve a moral intelligence...."
2008
370 JPUNP 30:2 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Schimel, Lawrence
Tangsel: CV. Majin Kiri, 2022
398.2 SCH k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Akrimah Arsyi Nawangsasi
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dan penggambaran latar khususnya latar tempat menurut jenisnya dalam dua versi dongeng dengan judul Das tapfere Schneiderlein versi Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland dan versi Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersumber dari kajian pustaka. Analisis dilakukan dengan membandingkan latar dalam dua versi dongeng tersebut dengan adanya penyebutan nama kota atau tidak. Berdasarkan hasil penelitian, dalam kedua dongeng tersebut terdapat perbedaan dalam pendeskripsian latar tempat. Das tapfere Schneiderlein versi Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach menggunakan jenis latar netral karena latar tempat dalam dongeng tersebut bersifat universal. Hal ini bertujuan untuk mengajak pembaca untuk berimajinasi lebih dalam khususnya latar tempat dalam dongeng. Sedangkan versi Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland jenis latar yang digunakan untuk menggambarkan latar tempat adalah latar tipikal dan latar fisik karena adanya penyebutan nama tempat dalam dongeng yang bertujuan untuk mengikat dan memberi kesan pada pembaca.

This research aims to know the use and description of setting especially setting of place according to its kind in two versions of fairy tale under the title Das tapfere Schneiderlein from Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland and another version from Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach. This research uses the qualitative method which is from literary review. This research is being analyzed by comparing the setting in two versions of fairy tale with or without mentioning the city name. Based on the result, both of the fairy tales have some differences by describing the setting of place. Das tapfere Schneiderlein from Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach version used neutral setting because setting of place in this fairy tale has general characteristic. It aims to make the reader to use more their imagination, especially for setting of place in fairy tale. While in Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland version uses typical setting dan physical setting to describe setting of place because by mentioning name of city aims to give imppresion to the reader.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ranggi Marsetti Layyinanti
"Film drama cinta dongeng memiliki keragaman cerita dari masa ke masa, dari dongeng masa kecil hingga film dewasa yang menggambarkan kehidupan percintaan yang penuh dengan koflik dan perjuangan yang berakhir dengan bahagia. Film drama cinta dongeng ini memiliki peminatnya sendiri yang umumnya khalayak perempuan. Penelitian ini membahas bagaimana proses keberadaan katarsis, fantasi, dan hiperrealitas dalam diri penonton saat menonton film drama cinta dongeng. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film drama cinta dongeng memunculkan berbagai emosi dalam kisahnya dan ditutup dengan kebahagiaan. Penonton merasakan peranan katarsis, dimana rasa pembersihan jiwa dan emosinya muncul saat menonton film tersebut. Lalu, fantasi muncul dengan memposisikan diri penonton sebagai pemeran tersebut yang didukung dengan adanya simulasi. Dari fantasi, muncul rasa kepuasan yang menghadirkan sisi hiperealitas di dalam diri penonton, yaitu dengan mengimajinasikan dan menginginkan kisah cintanya. Bahkan ada yang mempraktekkan adegan-adegan dalam film drama cinta dongeng tersebut. Kehadiran hiperrelitas inilah yang membuat para penonton mencampur adukkan antara kenyataan dan imajinasi yang berujung pada suatu kebutuhan.

Drama of Fairy tale love movie vary in its stories from time to time, from childhood tale to movies which depict love life with its conflicts and happy ending struggle. This drama of fairy tale love movie has its own audience which mainly female. This research provide explanations about how the catharsis and hypereality process exists in audience's selves when they watch the drama of fairy tale love movie. This research uses qualitative approach and post constructivist paradigm.
This research results that, drama of fairy tale love movie bring out various emotions in their stories and end happily. Audieces experience chatarsis' role, where the purgation of their soul and emotion appear. Then, fantasy arise by positioningthe audience as the cast, which is supported by the simulation. Fantasy cause satisfaction which bring out hyperreality in audiences' selves, by imagining and wanting their own love story. Some audiences even act out the scenes from the film. The presence of hyperreality is what makes the audience confuses between reality and imagination that pointed to a need.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T45086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malaysia: Brown Watson, 2011
398.2 FAV (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>