Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112250 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Usep Nugraha
"Dampak COVID-19 bagi dunia di antaranya adalah penularan virus, kematian, dan masalah kesehatan mental. Isu kesehatan mental terutama menjadi perhatian masyarakat urban, di mana kasus COVID-19 paling banyak terjadi. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa bentuk kota dapat memiliki kaitan dengan kesehatan mental populasi urban. Studi ini menganalisis apakah bentuk kota dapat mengurangi dampak negatif dari pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental masyarakat urban, dengan studi kasus di Jakarta. Hipotesis penelitian ini adalah wilayah yang lebih padu dapat memberikan dukungan yang lebih baik pada status kesehatan mental. Metode Ordinary Least Square (OLS) dan matching digunakan sebagai pendekatan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa bentuk kota yang lebih padu mengurangi tekanan mental yang dihadapi oleh masyarakat urban selama pandemi. Selain itu, pengaruh bentuk kota lebih dirasakan oleh kelompok laki-laki, bukan pendatang, dan individu dari keluarga kaya

Several impacts of COVID- 19 on the world include increased fatalities and physical and mental health issues. Mental health issues are a concern among the people living in urban areas, where the pandemic hit most. Existing studies show that urban form could associate with the general mental health status of urban populations. Jakarta is the case of this study in the investigation of whether urban form could moderate the negative impact of the pandemic on the mental health of urban society. The hypothesis is a more compact area could offer better support. An Ordinary Least Square (OLS) estimator combined with a matching technique is used as the identification strategy. The results suggest that urban form reduces the mental distress symptoms encountered by urban communities during the pandemic. In addition, the urban form effect is majorly felt by males, non-migrants, and individuals from wealthy families."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fawzia Nurul Hidayati
"Studi ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara transisi status kerja yakni transisi dari bekerja menjadi tidak bekerja dan transisi sebaliknya terhadap kesehatan mental individu. Dengan menggunakan data IFLS 4 dan 5, studi ini mencoba untuk membuat analisis longitudinal mengenai asosiasi pada setiap transisi status kerja terhadap probabilita gejala depresi. Skrining gejala depresi diperoleh dari skor CESD-10 dengan menggunakan acuan cut-off Andresen et al. (1994). Sampel dalam studi ini adalah 16.994 individu usia angkatan kerja baik laki-laki maupun perempuan. Analisis menggunakan metode regresi logistik menunjukkan bahwa kedua transisi status kerja, dari tidak bekerja menjadi bekerja maupun sebaliknya, berasosiasi secara positif dan signifikan terhadap probabilita gejala depresi. Namun, analisis marginal effect menunjukkan adanya kecenderungan risiko gejala depresi yang lebih tinggi pada individu yang mengalami transisi dari tidak bekerja menjadi bekerja. Estimasi variabel interaksi transisi status kerja dan gender membuktikan asosiasi positif pada transisi dari tidak bekerja menjadi bekerja dan probabilita gejala depresi hanya pada individu perempuan, sementara pada laki-laki estimasi menunjukkan arah korelasi sebaliknya. Studi ini mengeksplorasi adanya perbedaan peran gender dalam rumah tangga yang dapat berkontribusi pada temuan tersebut.

This study aims to examine the association between work status transitions from employment to non-employment and the reverse transition to individual mental health. Using IFLS 4 and 5 data, this study attempts to make a longitudinal analysis of the effects of each work status transition on the probability of depressive symptoms. Screening for depressive symptoms was obtained from a CESD-10 score using the cut-off reference of Andresen et al. (1994). The sample in this study was 16,994 working age individuals both male and female. Analysis using the logistic regression method shows that both work status transitions, from working to not working or vice versa, are positively and significantly associated with the probability of depressive symptoms. However, marginal effect analysis shows a tendency for a slightly higher risk of depressive symptoms in individuals who experience a transition from not working to working. Estimates of the interaction variables between work status transition and gender prove positive associations in the transition from not working to working and the probability of depressive symptoms only in female individuals, while in men the estimation shows the opposite correlation. This study explores the differences in gender roles in households that can contribute to these findings."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Rahmawatiningsih
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kembali pengaruh gejala gangguan mental emosional terhadap partisipasi kerja dengan menggunakan metode yang mempertimbangkan masalah endogenitas. Data yang digunakan adalah data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 untuk memperoleh informasi mengenai partisipasi kerja, gejala gangguan mental emosional, dan variabel kontrol lainnya. Gejala gangguan mental emosional diukur berdasarkan Self Reporting Questionnaire (SRQ-20) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Jumlah sampel sebanyak 241.300 sampel yang tersebar pada 26 provinsi di Indonesia. Untuk mengatasi masalah endogenitas, penelitian ini diestimasi menggunakan metode analisis regresi Instrumental Variable Probit (IV-Probit). Variabel instrumental yang digunakan adalah gangguan kesehatan mental keluarga. Hasil estimasi menunjukkan bahwa gejala gangguan mental emosional berpengaruh negatif signifikan terhadap probabilitas bekerja seseorang. Seseorang yang mengalami gejala gangguan mental emosional memiliki probabilitas bekerja yang lebih kecil 2 poin persentase dibandingkan seseorang yang tidak mengalami gejala gangguan mental emosional. Faktor lain yang berpengaruh signifikan terhadap probabilitas bekerja adalah umur, umur kuadrat, status perkawinan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, klasifikasi daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumah tangga, keberadaan balita dalam rumah tangga, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, aktifitas fisik, dan kondisi kesehatan self reported. Pengaruh gejala gangguan mental emosional terhadap partisipasi kerja lebih besar ditemukan di perkotaan dibandingkan di perdesaan. Pengaruh ini tidak jauh berbeda pada laki-laki dan perempuan, namun dampaknya lebih kuat pada perempuan dibandingkan laki-laki. Pengaruh gejala gangguan mental emosional terhadap partisipasi kerja lebih besar ditemukan pada kelompok yang tinggal dengan balita dibandingkan kelompok yang tidak tinggal dengan balita.

This study aims to re-identify the effect of common mental disorder symptoms on labor force participation by using a method that considers the problem of endogeneity. The data used is data from The Indonesia Basic Health Research (Riskesdas) 2018 to obtain information about labor force participation, common mental disorder symptoms, and other control variables. Common mental disorders symptoms were measured based on the Self Reporting Questionnaire (SRQ-20) which consisted of 20 questions. The number of samples is 241,300 samples spread over 26 provinces in Indonesia. To solve the endogeneity problem, this study was estimated using Instrumental Variable Probit (IV-Probit) regression analysis method. The instrumental variable used is family’s mental health disorders. The estimation results show that the common mental disorder symptoms have a significant negative effect on the probability of labour force participation. Individuals who experience common mental disorder symptoms has a 2 percentage point less likely to work than indviduals who do not experience common mental health disorder symptoms. Other factors that have a significant effect on the probability of labour force participation are age, age squared, marital status, gender, education level, classification of area of residence, number of household members, presence of children under five in the household, smoking habits, alcohol consumption, physical activity, and self reported health conditions. The effect of common mental disorder symptoms on labour force participation is greater in urban areas than in rural areas. This effect is not much different for men and women, but the effect is stronger on women than men. The effect of common mental disorder symptoms on labour force participation is greater in the group who lived with toddlers compared to the group who did not live with toddlers."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajaria Nurcandra
"Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak pada berbagai sektor yang memungkinkan memicu terjadinya gangguan mental emosional (GME) dan penurunan kualitas hidup sehingga pembentukan ketangguhan sangat diperlukan. Studi ini ditujukan unutk menganalisis peranan ketangguhan (individu, keluarga dan komunitas) terhadap GME dan kualitas hidup individu selama pandemi Covid-19 di Jakarta Timur pada gelombang kedua. Studi explanatory sequential mixed-methods dengan pendekatan desain cross sectional dan metode kualitatif dengan desain Rapid Assessment Procedure (RAP). Kualitas hidup diukur menggunakan Indonesian HRQoL, sedangkan GME diskrining menggunakan SRQ pada 300 responden yang terpilih dari teknik multistage cluster sampling. Exploratory qualitative dilakukan pada 2 kelompok FGD dan 3 informan wawancara mendalam, sedangkan explanatory qualitative dilakukan pada 6 kelompok FGD dan 9 informan wawancara mendalam. Masyarakat memahami ketangguhan (individu, keluarga, dan komunitas) sebagai konsep kamampuan menghadapi pandemi dengan memanfaatkan aspek-aspek di sekitar mereka, GME sebagai masalah mental, dan kualitas hidup sebagai kondisi kesehatan. Proporsi GME meningkat dua kali lipat dibandingkan situasi normal. Proporsi kualitas hidup buruk sebanyak 26,30%. Ketangguhan (individu, keluarga, dan komunitas) yang buruk berhubungan terhadap terjadinya GME dan kualitas hidup buruk selama pandemi Covid-19. GME juga berperan terhadap kualitas hidup yang buruk. Peranan ketangguhan individu terhadap GME dan kualitas hidup ditentukan oleh persepsi realistis dengan cara bersyukur, ikhlas, sabar, dan saling menguatkan, menerima keadaan, menerapkan protokol kesehatan, regulasi emosi-kognisi, kemampuan adaptasi, dan optimisme. Peranan ketangguhan individu terhadap GME dan kualitas hidup ditentukan oleh usia pengambil keputusan keluarga, dukungan sosial dan kontrol diri. Peranan ketangguhan komunitas terhadap GME dan kualitas hidup ditentukan oleh kestabilan sistem pendidikan, sistem kesehatan, sistem politik/pemerintahan, dan sistem manajemen pandemi. Ketangguhan keluarga ditemukan paling berperan terhadap kualitas hidup. Sistem pemerintahan yang berkolaborasi dan responsif menentukan kestabilan komponen-komponen ketangguhan komunitas. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk memperkuat komponen ketangguhan keluarga dan sistem pemerintahan dalam menghadapi pandemi.

The Covid-19 pandemic has had an impact on various sectors that may trigger mental emotional disorders (GME) and a decrease in quality of life so that the formation of resilience is urgently needed. This study aimed at analyzing the role of resilience (individual, family and community) on GME and the quality of life of individuals during the Covid-19 pandemic in East Jakarta in the second wave. Explanatory sequential mixed-methods study with a cross-sectional design approach and qualitative methods with a Rapid Assessment Procedure (RAP) design. Quality of life was measured using the Indonesian HRQoL, while GME was screened using the SRQ on 300 respondents selected from the multistage cluster sampling technique. Exploratory qualitative was conducted with 2 FGD groups and 3 in-depth interviews with informants, while explanatory qualitative was conducted with 6 FGD groups and 9 in-depth interviews with informants. Communities understand resilience (individual, family and community) as a concept of being able to deal with a pandemic by utilizing aspects around them, GME as a mental problem, and quality of life as a health condition. The proportion of GME has doubled compared to the normal situation. The proportion of poor quality of life was 26.30%. Poor resilience (individual, family and community) related to the occurrence of GME and poor quality of life during the Covid-19 pandemic. GME also contributed to poor quality of life. The role of individual resilience to GME and quality of life was determined by realistic perceptions by being grateful, sincere, patient, and mutually reinforcing, accepting circumstances, implementing health protocols, emotional-cognition regulation, adaptability, and optimism. The role of individual resilience to GME and quality of life was determined by the age of family decision makers, social support and self-control. The role of community resilience to GME and quality of life was determined by the stability of the education system, health system, political/government system, and pandemic management system. Family resilience was found to have the most effect on quality of life. Collaborative and responsive governance systems determine the stability of the components of community resilience. Therefore, it is recommended to strengthen the components of family resilience and government systems to deal with a pandemic."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vissy Puteri Utama
"Studi penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara Interaksi Sosial, Intensitas Kunjungan, dan Kualitas RTH dengan Kesehatan Mental pengunjung Alun-alun Kota Bogor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang melibatkan 130 responden dengan rentang usia 18-43 tahun, dengan rata-rata usia 26,25 tahun dan rasio jenis kelamin 68,5:31,5 untuk perempuan dan laki-laki. Penelitian ini menggunakan Attention Restoration Theory (ART) dan Optimal Healing Environment Theory untuk membangun dasar konseptual dalam memahami interaksi antara faktor-faktor tersebut dan menggunakan Kessler Psychological Distress Scale sebagai alat ukur kesehatan mental pengunjung. Berdasarkan analisis statistik menggunakan SPSS 25.0 for Windows, hasil pengujian menemukan bahwa Interaksi Sosial dan kualitas RTH secara signifikan mempengaruhi kesehatan mental, sedangkan intensitas kunjungan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Selain itu, penelitian ini juga menyoroti perbedaan kesehatan mental berdasarkan usia dan jenis kelamin, yang menekankan pentingnya dukungan sosial dan fasilitas olahraga. Selain itu, berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018, Jawa Barat menduduki peringkat kesembilan tertinggi dalam prevalensi depresi pada penduduk berusia di atas 15 tahun di Indonesia, dengan Kabupaten Bogor sebagai daerah yang memiliki angka tertinggi untuk penyakit mental di Jawa Barat. Temuan ini memberikan wawasan bagi pembangunan kota yang lebih berkelanjutan dan kesehatan mental masyarakat.

The research study aims to analyze the relationship between Social Interaction, Visit Intensity, and Green Space Quality with the Mental Health of Bogor City Square visitors. It used a quantitative approach involving 130 respondents with an age range of 18-43 years, with an average age of 26.25 years and a sex ratio of 68.5:31.5 for women and men. The study utilized Attention Restoration Theory (ART) and Optimal Healing Environment Theory to build a conceptual basis for understanding the interaction between these factors and used the Kessler Psychological Distress Scale as a measure of visitors' mental health. Based on statistical analysis using SPSS 25.0 for Windows, the test results found that Social Interaction and green space quality significantly influenced mental health, while visitation intensity showed no significant effect. Additionally, this study highlighted differences in mental health based on age and gender, emphasizing the importance of social support and sports facilities. Furthermore, based on RISKESDAS data in 2018, West Java is ranked ninth highest in the prevalence of depression in the population aged over 15 years in Indonesia, with Bogor Regency having the highest rate of mental illness in West Java. These findings provide insights for more sustainable urban development and public mental health."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Arini
"[Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perceived social support dan kesehatan mental pada anak jalanan usia remaja. Perceived social support diukur menggunakan Multidimensional Scale of Perceived Social
Support (MSPSS) yang dikembangkan oleh Zimet, Dahlem, Zimet, dan Farley (1988) sedangkan kesehatan mental diukur menggunakan Mental Health Continuum-Short Form (MHC-SF) yang dikembangkan oleh Keyes (2002). Penelitian ini melibatkan anak jalanan usia remaja sebanyak 60 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara perceived social support dan kesehatan mental pada anak jalanan usia remaja (r
= 0,377, n = 60, p < 0,01, two tailed).;This study was conducted to investigate correlation between perceived social support and mental health among adolescent street children. Perceived social support was measured by Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) that developed by Zimet, Dahlem, Zimet, and Farley (1988) and mental health was measured by Mental Health Continuum-Short Form (MHCSF) that developed by Keyes (2002). A sample 0f 60 adolescent street childrens participated in this study. The result show positive and significant correlation between perceived social support and mental health (r = 0,377, n = 60, p < 0,01, two tailed).;This study was conducted to investigate correlation between perceived social
support and mental health among adolescent street children. Perceived social
support was measured by Multidimensional Scale of Perceived Social Support
(MSPSS) that developed by Zimet, Dahlem, Zimet, and Farley (1988) and
mental health was measured by Mental Health Continuum-Short Form (MHCSF)
that developed by Keyes (2002). A sample 0f 60 adolescent street childrens
participated in this study. The result show positive and significant correlation
between perceived social support and mental health (r = 0,377, n = 60, p < 0,01,
two tailed), This study was conducted to investigate correlation between perceived social
support and mental health among adolescent street children. Perceived social
support was measured by Multidimensional Scale of Perceived Social Support
(MSPSS) that developed by Zimet, Dahlem, Zimet, and Farley (1988) and
mental health was measured by Mental Health Continuum-Short Form (MHCSF)
that developed by Keyes (2002). A sample 0f 60 adolescent street childrens
participated in this study. The result show positive and significant correlation
between perceived social support and mental health (r = 0,377, n = 60, p < 0,01,
two tailed)]"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Petrus Bean Laran
"Dalam tulisan ini, saya membahas mengenai permasalahan stres yang dialami oleh para ibu yang ditinggal oleh suami merantau ke luar pulau di Desa Puor B, Nusa Tenggara Timur NTT . Merantaunya para suami disebabkan oleh faktor lingkungan alam dan lingkungan sosial yang tidak mendukung dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dampak dari hal tersebut terhadap para istri yang ditinggalkan adalah mereka harus berusaha memenuhi kebutuhan hidup mereka secara mandiri karena para suami tidak secara rutin mengirimkan uang pada mereka. Permasalahan finansial tersebut kemudian juga berdampak pada ritual-ritual adat mengenai kematian dan pernikahan yang harus para istri penuhi tanpa adanya dukungan dari suami mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan Antropologi Kesehatan Jiwa. Metode wawancara mendalam, serta metode life history untuk memperoleh data lapangan yang deskriptif mengenai pengalaman sehari-hari para istri dalam menjelaskan permasalahan stres yang dialami mereka. Konsep yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah stres, stressor, perubahan sosial, dan adaptasi dalam menghadapi stres tersebut. Penelitian ini kemudian melihat bahwa para istri memiliki strategi dalam menghadapi permasalahan stres yang melibatkan relasi serta interaksi dengan keluarga dan juga masyarakat sekitar.

In this paper, I discuss about stress as one of the mental health issues among wives whose husbands are working outside of the island in Desa Puor B, Nusa Tenggara Timur NTT due to the lack of natural and social environment support for the husbands to provide their families needs. As a consequence, the wives who are left in the island have to struggle to provide their needs independently because their husbands do not always send them money. It also affects the cultural practices regarding death and marriage which should be fulfilled by the wives without the support of their husbands. This research conducts the anthropology and Mental Health approach, in depth interview method, and life history method to collect a descriptive data about the daily lives of the wives in order to explain the stress issue among them. I use several concepts in this research, which are stress, stressor, social change, and adaption to cope with the stress. The result of this research shows that the wives have an strategy which involves relation and interaction with their family and their surroundings to cope with the stress."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amrul Mustafa Sulaiman Baroos
"ABSTRAK
Pemboran sumur Migas adalah suatu kegiatan sistem dinamis yang rawan dengan kesalahan kerja yang dipengaruhi oleh banyak variabel. Variabel-variabel tersebut mencakup (1) rancangan peralatan dan lingkungan fisik, (2) aspek manajemen, (3) kondisi kerja, (4) karakteristik karyawan, (5) lingkungan sosial, (6) iklim psikologis, dan (7) kesehatan mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap sikap berperilaku kerja tidak aman bersumber pada variabel karakteristik karyawan, lingkungan sosial, iklim psikologis, dan kesehatan mental. Faktor-faktor tersebut adalah percaya diri, iklim organisasi, dan pengalaman. Ketiga faktor tersebut masing-masing merupakan indikator dari variabel karakteristik karyawan, lingkungan sosial dan iklim psikologis.
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan sikap berperilaku kerja tidak aman pada subyek bila dilihat dari tingkat kesehatan mental, pendidikan dan kondisi perusahaan tempat bekerja."
2004
D2123
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agriana Mulyadaning
"Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pentingnya layanan discharge planning sebagai upaya preventif relapse pasien yang telah dipulangkan dari rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan mengenai layanan Discharge Planning mulai dari perencanaan hingga pada gambaran proses pelayanan Discharge Planning bagi pasien dengan gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Atma Husada Mahakam Samarinda Kalimantan Timur. Teori Kesehatan Mental, Pelayanan Institusional, Rumah Sakit Jiwa, Discharge Planning, Kerja Tim dalam Psikiatri digunakan dalam penelitian ini sebagai bahan kajian. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2021, memiliki tujuh (7) informan dengan latar belakang dari profesi multidisiplin. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pemilihan informan adalah dengan metode non-probabilitysampling. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan studi literatur, observasi, dan wawancara secara mendalam untuk pengambilan data secara mendalam dengan masing-masing informan. Wawancara yang dilakukan sebagain secara daring dan sebagian wawancara secara langsung dengan penyesuaian dan protokol kesehatan. Selain itu, saat melakukan wawancara secara langsung penelitian memiliki kesempatan untuk melakukan observasi secara langsung di Rumah Sakit Jiwa Atma Husada terutama saat tahapan edukasi dan administrasi saat keluarga menjemput paisen. Hasil dari penelitian ini adalah discharge planning merupakan layanan yang diterima pasien sejak pasien masuk rumah sakit berfokus dalam membantu pasien dan keluarga dalam memiliki rujukan ke perawatan selanjutnya, pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan kondisi kesehatan pasien agar dapat kembali ke masyarakat serta mampu mengembalikan keberfungsian sosial dan kesejahteraan pasien. Tahapan layanandischarge planning terbagi menjadi 2 tahapan: Pertama, proses perencanaan yang dilakukan oleh tim kesehatan multidisiplin dimulai sejak pasien masuk rumah sakit dan melalui clinical pathway dan mendapatkan assessment mengenai gejala klinis dan penegakkan diagnosis pasien, selain itu informasi yang dibutuhkan dari keluarga mengenai tempat tinggal pasca rumah sakit, siapa yang akan bertanggung jawab atas pasien. Kedua, informasi yang didapatkan dalam proses perencanaan akan diterapkan dalam proses pelayanan mulai dari edukasi dan konseling keluarga sampai pada kediatandropping dan home visit. erdasarkan hasil penelitian menunjukkan Discharge Planningdirasa kurang optimal dalam penerapannya di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam, hal ini disebabkan rumah sakit belum memiliki profesi pekerja sosial yang berdampak pada kurang optimalnya dalam proses pelayanan discharge planningkhususnya dalam assessment masalah pasien serta dalam pelaksanaan kegiatan home visit.

This study is based on the importance of discharge planning services as an effort to prevent relapse of patients who have been discharged from the hospital. The purpose of this study is to explain about Discharge Planning services starting from planning to the proses of discharge planning services for patients with mental illness at Atma Husada Mahakam Samarinda Mental Hospital, East Borneo. The study utilized the mental health theory, institutionalized services at mental hospital, and perspectives on discharge planning and interdisciplinary teamwork in Psychiatry. This research was conducted in 2021 and involved seven(7) informants with backgrounds from multidisciplinary professions. The study benefits from the use of qualitative approach and the descriptive method, purposive sampling in selecting the informants. This qualitative research was conducted with data collection methods using literature study, observation and in-depth interviews with each informant. Interviews were conducted partly online and partly in- person interviews with health adjustments and protocols. In addition, when conducting direct interviews, the study had the opportunity to make direct observations at the Atma Husada Mental Hospital, especially during the education and administration stages when the family picked up the patient.The results of this study shows the discharge planning at Atma Husada Hospital consist of a service received by patients from the time the patient enters the hospital focusing on helping patients and their families to have referrals for further treatment, gain knowledge, skills and attitudes in improving and maintaining the patient's health condition so that they can return to their community and be able to restore social functioning and patient well-being. The discharge planning service are divided into 2 stages: First, planning process carried out by a multidisciplinary health team starts from the time patient enters the hospital and goes through the clinical pathway and gets an assessment of clinical symptoms and patient diagnosis, in addition to the information needed from the family regarding the place of residence post-hospital, also who will be in charge of the patient through the treatment. Second, information obtained in the planning process will be applied in the service process starting from family education and counseling until dropping the patient and home visits. However, the findings indicate that discharge planning is considered less than optimal in its implementation at the Atma Husada Mahakam Regional Mental Hospital dute to lack of social worker’s engagementin the process that contributes to implementation of discharge planning services, especially in assessing patient problems and in carrying out home visit activities that felt not optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Rakhmaningrum
"Pandemi COVID-19 memberikan dampak psikologis pada individu di seluruh level usia termasuk remaja. Di masa ini remaja rentan mengalami distres psikologi yang kemudian dapat berdampak buruk pada kondisi kesehatan mentalnya. Dengan sumber distres yang tidak terhindarkan di masa pandemi ini, kajian untuk melihat faktor protektif yang dapat bertindak sebagai buffer hubungan distres psikologi dengan kesehatan mental remaja dirasa perlu untuk dilakukan. Salah satu faktor yang diduga berperan dalam hal ini adalah resiliensi. Penelitian ini melihat peran resiliensi terhadap hubungan antara distres psikologi dan kesehatan mental pada remaja. Penelitian ini merupakan menggunakan desain korelasional dan kuantitatif dengan teknik non probability sampling dengan target partisipan adalah remaja berusia 11-19 tahun. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner untuk mengukur kesehatan mental (Mental Health Continuum - Short Form), distres psikologi (K10), dan resiliensi (Resilience Scale – 14) secara onlinemelalui google form dengan jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 390 orang. Hasil analisis multiple regression menunjukkan bahwa distres psikologi dan resiliensi memiliki sumbangan sebesar 40,5 persen terhadap kesehatan mental remaja setelah mengontrol jenis kelamin, usia, dan domisili. Analisis moderasi menggunakan PROCESS menemukan bahwa resiliensi secara signifikan memoderasi hubungan antara distres psikologi dengan kesehatan mental pada remaja (t = 2,038 dan p = < 0,05).

The COVID-19 outbreak has psychological impact on individuals at all ages including adolescents. At this very time, adolescents are prone to experiencing psychological distress which has a negative impact on their mental health. With a potential source of stress that cannot be avoided during this pandemic, a study to look at protective factors that can act as a buffer for the relationship between psychological distress and adolescent mental health during this pandemic is deemed necessary. One factor presumed to play a role is resilience. The aim of this study is to look at the role of resilience in the relationship between psychological distress and mental health in adolescents. This research uses correlational and quantitative design with non-probability sampling techniques, the target participants are adolescents aged 11-19 years. The research was conducted by distributing questionnaires to assess mental health (Mental Health Continuum - Short Form), psychological distress (K10), and resilience (Resilience Scale - 14) via google form and obtained 390 samples. Multiple regression analysis showed that psychological distress and resilience contributed 40,5 percent to adolescent mental health after controlling for gender, age, and domicile. Moderation analysis using PROCESS found that resilience significantly moderated the relationship between psychological distress and mental health in adolescents (t = 2.038 and p = <0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>