Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhealma Nuhasti Avicena Fabian
"Mengoleksi merupakan salah satu budaya penggemar K-Pop. Photo card selama dua tahun terakhir menjadi komoditas koleksi yang paling banyak diminati di dalam fandom K-Pop. Bersamaan dengan tingginya minat koleksi photo card, muncul perubahan perilaku penggemar yang menjadi obsesif dan protektif terhadap photo card. Penelitian ini ditujukan untuk melihat perubahan perilaku konsumsi dan pemaknaan oleh penggemar terhadap photo card serta budaya penggemar mengoleksi photo card. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis keterlibatan emosional pada perubahan perilaku penggemar. Data yang diperoleh menjelaskan mengenai bagaimana perilaku penggemar dalam menjalankan dan memaknai aktivitas budaya penggemar koleksi photo card. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mencakup wawancara mendalam secara daring dan kajian pustaka. Informan yang terlibat merupakan penggemar K-Pop yang turut berpartisipasi menjadi kolektor photo card selama dua tahun terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku konsumsi yang dilakukan penggemar K-Pop dalam budaya penggemar koleksi photo card, dilakukan atas hubungan emosional, seperti hubungan parasosial, yang terbentuk pada penggemar terhadap idola dan sesama penggemar. Keterlibatan emosional dan perilaku konsumsi juga menjadi sesuatu yang saling berhubungan dan berpengaruh dalam pembentukan pola perilaku dan pemaknaan baru oleh penggemar terhadap photo card.

One aspect of K-Pop fan culture is collecting. Photo cards for the last two years have become the most sought-after collections in the K-Pop fandom. Along with becoming a collection of interests, comes a shift in obsessive fan behavior and protective photo cards. This study is aimed at looking at changes in consumption behavior and meaning among photo card fans and the culture of collecting photo cards. This research was conducted by analyzing the emotional interactions of changes in fan behavior. The data obtained explains the behavior of fans in carrying out and interpreting the cultural activities of photo card collections. This study uses a qualitative method, which includes in-depth interviews and literature reviews. Informants involved are K-Pop fans who participated as photo card collectors for the last two years. The results show that the consumption behavior of K-Pop fans in the fan culture of photo card collections is based on emotional relationships, such as parasocial relationships, which are formed by fans towards idols and fellow fans. Involvement and consumption behavior are also interconnected and influential in the formation of new behavior patterns and meanings by fans of photo cards."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Wahyu Andriani
"Photocard eksklusif menjadi salah satu objek koleksi bagi kelompok penggemar K-Pop, salah satunya adalah bentuk kerjasama eksklusif antara idol dengan brand. Bentuk eksklusifitas dan limited edition yang ditawarkan menjadi daya tarik yang sulit untuk dilewatkan bagi penggemar. Penelitian ini menganalisis perilaku budaya penggemar K-Pop melalui objek photocard eksklusif sebagai perantara penggemar, idol, dan brand. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif pada periode Januari hingga Juni 2022. Tahapan kuantitatif berupa survei kepada 212 responden penggemar K-Pop untuk memetakan budaya penggemar sekaligus menyeleksi calon informan. Pengumpulan data utama dilakukan melalui metode kualitatif berupa etnografi digital dengan wawancara mendalam secara virtual pada enam informan dan observasi digital pada media sosial. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pola aktivitas koleksi photocard eksklusif melibatkan beberapa pihak, seperti penggemar, idol, dan brand. Relasi pertama memfungsikan photocard sebagai objek yang memperlihatkan identitas sosial fandom K-Pop yang memiliki nilai emosional. Relasi kedua memfungsikan photocard sebagai valued product, yakni objek yang memiliki nilai lebih untuk memantik pola konsumerisme kelompok penggemar. Relasi ketiga memfungsikan photocard sebagai objek dan komoditas budaya penggemar. Ketiganya mencerminkan bahwa photocard eksklusif lebih dari sekedar benda material sebab mampu menjadi penghubung relasi antara penggemar, idol, dan brand.

Exclusive photocards are a collection object for K-Pop fan groups, one of which is a complete form of collaboration between idols and brands. The form of exclusivity and limited edition offered is an attraction that is hard to miss for fans. This study analyses the cultural behaviour of K-Pop fans through exclusive photocard objects as intermediaries for fans, idols, and brands. The research was conducted using quantitative and qualitative methods from January to June 2022. The quantitative stage was a survey of 212 respondents of K-Pop fans to map fan culture and select potential informants. The primary data collection was carried out through qualitative methods in the form of digital ethnography with in-depth virtual interviews with six informants and digital observations on social media. This study found that the pattern of exclusive photocard collection activities involved several parties, such as fans, idols, and brands. The first relation functions the photocard as an object that shows the social identity of the K-Pop fandom that has emotional value. The second relationship functions as a photocard as a valued product, an object with more value to ignite a pattern of consumerism among fan groups. The third relation functions photocards as objects and commodities of fan culture. All three reflect that exclusive photocards are more than just material objects because they can be a link between fans, idols, and brands."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Nur Hanabila
"Tingginya tingkat popularitas K-Pop di Indonesia membuat negara ini menjadi rumah bagi banyak fandom KPop. Di antara klub penggemar K-Pop lainnya, penggemar NCT di Indonesia yang disebut NCTzen telah terbukti menjadi salah satu fandom yang paling terlibat (Febriastuti, 2020; Rizaty, 2021; Reditya 2021). Salah satu keterlibatan penggemar yang banyak dipraktikkan adalah konsumsi merchandise K-Pop. Pertumbuhan konsumsi merchandise melibatkan pasar merchandise jenis photocard. Meskipun demikian, peningkatan desain merchandise tertentu telah menjadikan photocard sebagai identitas baru penggemar K-Pop yang sedang naik daun di lanskap K-Pop. Hasil dari penelitian sebelumnya telah memberikan latar belakang perilaku konsumsi dari latar belakang penggemar dan terhadap motivasi mereka. Makalah ini berfokus pada fenomena koleksi photocard penggemar NCT di Indonesia melalui teori identitas sosial yang dikembangkan oleh Jenkins (2004) dan bagaimana identitas anggota fandom dapat menentukan perilaku konsumsi anggota, dan akibatnya jumlah penjualan merchandise jenis photocard. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan melalui metode pengumpulan data sekunder seputar NCTzen Indonesia yang bergerak di bidang praktik pengumpulan photocard. Untuk menyoroti identitas penggemar di dalam fandom khususnya di ruang lingkup media sosial dengan perilaku pembelian photocard. Hasil dari makalah ini, ditemukan bahwa interaksi dan keterbatasan informasi berdampak pada identitas penggemar di dalam fandom.

The high popularity rate of K-Pop in Indonesia has made the country home to many K-Pop fandoms. Among other K-Pop fansclub, NCT fans in Indonesia's so-called NCTzen have proven to be among the most engaged fandoms (Febriastuti, 2020; Rizaty, 2021; Reditya, 2021). One of the widely practised fan engagements is the consumption of K-Pop merchandise. The growing merchandise consumption involves the photocard-type merchandise market. Nonetheless, the increase in specific merchandise design has made photocards the new rising K-Pop fans' identity in the K-Pop landscape. Results from past research have provided the consumption behaviour background from fans' backgrounds and their motivation. This paper focuses on the phenomenon of the photocard collection of NCT fans in Indonesia through the social identity theory developed by Jenkins (2004) and how the identity of fandom members can define the member's consumption behaviour and, consequently, the number of sale photocard type merchandise. It is based on a qualitative study conducted through a secondary data collection method surrounding Indonesia NCTzen engaged in the photocard collection practices. To highlight fans' identity inside the fandom particularly in the social media scope with their purchase behavior. This paper found that interaction and limitation of information impact the fans' identity inside the fandom.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Ratu Aisya
"araknya pengaruh budaya K-Pop yang menyebar, meningkatkan jumlah penggemar K-Pop di Indonesia. Banyak penggemar yang membangun ikatan khusus untuk memformulasikan kedekatan hingga sampai pada pemujaan terhadap selebriti. Ikatan dan paparan kepada selebriti terus menerus ini dapat menimbulkan kecenderungan penggemar untuk mengonsumsi segala hal yang berkaitan dengan idola. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara celebrity worship dan perilaku konsumtif terhadap merchandise pada emerging adulthood penggemar K-Pop di Indonesia. Partisipan pada penelitian ini adalah emerging adulthood berusia 18-29 tahun dan penggemar idola K-Pop yang pernah melakukan pembelian merchandise minimal satu kali dalam satu tahun terakhir (N = 289). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah Celebrity Attitude Scale (CAS) dan Skala Perilaku Konsumtif. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara celebrity worship dan perilaku konsumtif. Selain itu, ketiga komponen celebrity worship juga ditemukan berkorelasi positif signifikan dengan Perilaku Konsumtif. Artinya semakin tinggi celebrity worship makan semakin tinggi perilaku konsumtif penggemar dan sebaliknya.

As the influence of K-Pop culture spreads, the number of K-Pop fans in Indonesia increases. Many fans build special bonds to formulate closeness to the point of celebrity worship. This bond and continuous exposure to celebrities can lead to the tendency of fans to consume everything related to idols. Therefore, this study aimed to find out the relationship between celebrity worship and consumptive behavior towards merchandise in emerging adulthood K-Pop fans in Indonesia. The participants in this study are emerging adulthood aged 18-29 years and K-Pop idol fans who have purchased merchandise at least once in the past year (N = 289). The measuring instruments used in the study were Celebrity Attitude Scale (CAS) and Consumptive Behavior Scale. Pearson correlation analysis showed a positive and significant relationship between celebrity worship and consumptive behavior. In addition, the three components of celebrity worship were also found to be significantly positively correlated with consumptive behavior. This findings implies that the higher the celebrity worship, the higher the consumptive behavior of fans."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Eka Septiani
"Tulisan ini mengangkat persoalan hiperrealitas yang terjadi pada lingkup penggemar K-Pop dengan menggunakan pendekatan teori hiperrealitas dari Paul Virilio. Penggemar K-Pop mengalami hiperrealitas karena adanya fenonema picnoleptic atau kegagalan melihat realitas yangmengharuskan realitas dibangun kembali. Namun karena adanya dromology, realitas yang dibangun menjadi realitas yang tidak sebenarnya yang mengakibatkan terbentuknya hiperrealitas. Adanya budaya partisipasi dalam fandom memudahkan terbentuknya hiperrealitas dalam lingkup peggemar K-Pop, hiperrealitas yang muncul ini kemudian menghasilkan fear karena realitas tidak sesuai dengan hiperrealitas. Fear yang muncul ini kemudian mengakibatkan adanya tindakan-tindakan fanatik para penggemar K-Pop seperti, pertikaian antar penggemar, konsumerisme, dan lain sebagainya. Melalui metode fenomenologis, saya mengumpulkan data melalui studi pustaka serta riset langsung melalui media sosial, data yang diperoleh kemudian data dianalisis secara filosofis menggunakan pendekatan teori hiperrealitas dari Paul Virilio. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat bagaimana hiperrealitas terbentuk di kalangan para penggemar K-Pop dengan menggunakan pendekatan teori dari Paul Virilio. Tulisan ini membuktikan bahwa di kalangan penggemar K- Pop hiperrealitas terbentuk karena adanya ilusi persepsi dan relasi antara penggemar dan idola.

This article raises the issue of hyperreality occurring in the K-POP fans by using an approach to hyperreality from Paul Virilio. K-POP fans have hyperreality because of a picnoleptic fenonema or failure to see reality that requires it to be rebuilt. But with the dromology, realities built into realities that create hyperreality. The participation culture in fandom makes it easy for hyperreality to form in the K-POP sphere, this emerging hyperreality then produces fear because reality doesn't match hyperreality. That fear turned up and led to acts of rabid K-POP fans such as, strife among fans, consumerism, and so on. Through the phenomenological method, I collect data through literature review, research, and my experience as part fandom of K-POP, data obtained later data was philosophically analyzed using an approach to the hyperreality theory of Paul Virilio. The purpose of this writing is to see how hyperreality is possible among K-POP fans using a theoretical approach from Paul Virilio. This text proves that among the K-POP hyperreality fans the formation is the illusion of perception and the relationship between fans and idola."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Eka Septiani
"Tulisan ini mengangkat persoalan hiperrealitas yang terjadi pada lingkup penggemar K-Pop dengan menggunakan pendekatan teori hiperrealitas dari Paul Virilio. Penggemar K-Pop mengalami hiperrealitas karena adanya fenonema picnoleptic atau kegagalan melihat realitas yang mengharuskan realitas dibangun kembali. Namun karena adanya dromology, realitas yang dibangun menjadi realitas yang tidak sebenarnya yang mengakibatkan terbentuknya hiperrealitas. Adanya budaya partisipasi dalam fandom memudahkan terbentuknya hiperrealitas dalam lingkup peggemar K-Pop, hiperrealitas yang muncul ini kemudian menghasilkan fear karena realitas tidak sesuai dengan hiperrealitas. Fear yang muncul ini kemudian mengakibatkan adanya tindakan-tindakan fanatik para penggemar K-Pop seperti, pertikaian antar penggemar, konsumerisme, dan lain sebagainya. Melalui metode fenomenologis, saya mengumpulkan data melalui studi pustaka serta riset langsung melalui media sosial, data yang diperoleh kemudian data dianalisis secara filosofis menggunakan pendekatan teori hiperrealitas dari Paul Virilio. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat bagaimana hiperrealitas terbentuk di kalangan para penggemar K-Pop dengan menggunakan pendekatan teori dari Paul Virilio. Tulisan ini membuktikan bahwa di kalangan penggemar KPop hiperrealitas terbentuk karena adanya ilusi persepsi dan relasi antara penggemar dan idola.

This article raises the issue of hyperreality occurring in the K-POP fans by using an approach to hyperreality from Paul Virilio. K-POP fans have hyperreality because of a picnoleptic fenonema or failure to see reality that requires it to be rebuilt. But with the dromology, realities built into realities that create hyperreality. The participation culture in fandom makes it easy for hyperreality to form in the K-POP sphere, this emerging hyperreality then produces fear because reality doesn't match hyperreality. That fear turned up and led to acts of rabid K-POP fans such as, strife among fans, consumerism, and so on. Through the phenomenological method, I collect data through literature review, research, and my experience as part fandom of K-POP, data obtained later data was philosophically analyzed using an approach to the hyperreality theory of Paul Virilio. The purpose of this writing is to see how hyperreality is possible among K-POP fans using a theoretical approach from Paul Virilio. This text proves that among the K-POP hyperreality fans the formation is the illusion of perception and the relationship between fans and idol."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
Unggah4  Universitas Indonesia Library
cover
Ahadi Pradana
"ABSTRAK
Lirik-lirik lagu K-Pop merupakan salah satu medium untuk menyebarkan dan melanggengkan budaya patriarki. Studi-studi sebelumnya telah membahas mengenai patriarki dalam budaya musik populer seperti musik rock, rock and roll, pop, musik Indonesia, dan juga K-Pop. Penelitian ini melihat pada bagaimana penggemar lagu K-Pop di Indonesia memaknai lirik-lirik lagu K-Pop yang berisi nilai-nilai patriarki lewat terjemahan lirik lagu terkait. Berangkat dari konsep Stuart Hall 1991 mengenai situated audiences, artikel ini berargumen bahwa penggemar K-Pop di Indonesia merupakan pembaca yang tersituasi secara hegemonic-dominant pada lirik lagu mengenai perempuan pasif, negotiated pada lirik lagu mengenai perempuan yang melakukan balas dendam pada pacarnya, dan oppositional pada lirik lagu yang merendahkan perempuan secara vulgar, dan bergantung pada struktur makna individu. Temuan artikel ini adalah pembaca memaknai lirik lagu passive women secara hegemonic-dominant, lirik lagu distrust of women secara negotiational, dan lirik lagu derogatory naming and shaming of women dan sexual objectification of women secara oppositional. Artikel ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan berfokus pada studi gender karena banyak terdapat pembahasan mengenai reproduksi budaya patriarki dalam industri musik. Peneliti berfokus pada penggemar musik K-Pop di Indonesia.

ABSTRACT
K-Pop lyrics are one of many mediums to perpetuating and spreading patriarchal culture. Previous studies have discussed patriarchy on popular culture music such as rock, rock roll, pop, Indonesian pop, and also K-Pop. This article discussing on how Indonesian K-Pop fans interpreting K-Pop patriarchal lyrics based on the translation. Using Stuart Hall rsquo;s 1991 situated audiences concept, this article argue that K-Pop fans interpreting with hegemonic-dominant toward the lyrics implying passive women, negotiated toward the lyrics about a woman who took revenge againts her boyfriend, dan oppositional toward the lyrics that are sexually degrading to women depends on their meaning structures. This article rsquo;s findings are readers interpret lyrics about passive women with hegemonic-dominant, lyrics about distrust of women with negotiational, and lyrics about derogatory naming and shaming of women with oppositional. This study is written based on qualitative approach with in-depth interview to collects data, and focused mainly on gender studies due to many discussion about reproduction of patriarchal culture on music industry and also on Indonesian K-Pop fans. "
2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Setyari
"Demam K-pop sedang melanda Indonesia membuat berbagai komunitas fans terbentuk. Komunitas yang akrab disebut dengan kata fandom ini memiliki dinamika dan interaksi antar fandom yang menarik. Studi ini secara umum membahas mengenai identitas serta interaksi antar fandom para penggemar K-pop dalam kajian studi komunitas dengan menggunakan metode kualitatif. Para penggemar K-Pop mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota dari sebuah fandom melalui simbol-simbol yang digunakan oleh fandom tersebut sehingga terbentuk in-group dan out-group yang kemudian mensosialisasikan nilai yang sama kepada anggota-anggota fandom tersebut. Pada akhirnya, identitas yang mereka miliki serta hasil dari sosialisasi tersebut membentuk dinamika dan interaksi yang terjadi di dalam maupun antar fandom. Dengan menggunakan paradigma interaksionisme simbolik, penelitian ini mmemperlihatkan bagaimana identitas terbentuk dan disosialisasikan di dalam in-group, dalam hal ini sebuah fandom, dan membentuk dinamika serta interaksi tertentu di dalam in-group maupun dengan out-group, dalam hal ini fandom lainnya.

The K-pop wave that washes over Indonesia sprouts various fans community, or, more commonly called as fandom. Fandom has a very interesting dynamics and interaction in it. This study in general discusses the identity and interaction in and between K-pop fandoms in the scope of community study using qualitative method. The K-pop fans identify themselves through various symbols in their fandom used for socializing fandom values in them, and as such forms in-groups and out-groups, which later affects the dynamics and interaction between fandoms. Using the symbolic interaction paradigm this study shows how the K-pop fans identity is formed through the socialization of various symbols in a fandom as an in-group, and later affects the dynamics and interaction in said in-group as well with their out-group, in this case, the other fandoms."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53906
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rafly Febryan
"Masuknya pengaruh yang dibawa oleh Korean Wave atau yang lebih dikenal sebagai Hallyu ke Indonesia, seakan tidak bisa ditolak oleh beberapa kalangan masyarakat, yang pada akhirnya menciptakan aktivitas baru yang berhubungan dengan fan culture. Salah satu bentuk aktivitas dari fan culture itu sendiri, terlihat dengan bagaimana penggemar seakan berbondong-bondong untuk membeli merchandise dari idola favorit mereka. Selama pandemi COVID-19, aktivitas pembelian merchandise yang dilakukan oleh para penggemar K-Pop seakan meningkat. Dilihat dengan bagaimana mulai bermunculan fenomena pengunggahan merchandise ke berbagai media sosial, yang dilakukan oleh para penggemar. Di satu sisi, penelitian ini mencoba untuk mengedepankan perspektif material culture, yang telah memberikan banyak sudut pandang multidisiplin dengan melihat hubungan manusia dengan objek yang mereka miliki. Data yang diperoleh melalui depth interview dan observasi, yang dibalut oleh pendekatan etnografi digital, memperlihatkan adanya beberapa jejaring penggemar yang memiliki hubungan erat dengan merchandise K-Pop. Tiap-tiap jaringan tersebut telah memberikan konstruksi makna yang beragam terkait dengan merchandise yang mereka miliki. Makna-makna tersebut pun seakan bersifat melampaui apa yang terlihat, sesuai dengan apa yang coba ditunjukkan oleh perspektif material culture, terkait dengan pemaknaan dan fungsi objek terhadap pemiliknya.

The influx of influence brought by the Korean Wave or better known as Hallyu to Indonesia, seems to be undeniable by some circles of society, which in the end creates new activities related to fan culture. One form of activity from fan culture itself, can be seen by how fans seem to flock to buy merchandise from their favorite idols. During the COVID-19 pandemic, the activity of purchasing merchandise by K-Pop fans seemed to be increased. Judging by how the phenomenon of uploading merchandise to various social media began to emerge, which was carried out by fans. On the one hand, this research tries to put forward a material culture perspective, which has provided many multidisciplinary perspectives by looking at the relationship between humans and the objects ttha they have. The data obtained through in-depth interviews and observations, that also wrapped by a digital ethnographic approach, show that there are several fan networks that have close relationships with K-Pop merchandise. Each of these networks has provided various constructions of meaning related to the merchandise that they have. These meanings also beyond what it seems, in accordance with what the material culture perspective is trying to show, related to the meaning and function of objects to their owners.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmata Noorfauziah Maulidania
"Tesis ini menekankan pembentukan realitas sosial penggemar ideal dengan penggunaan simbol merchandise. Konstruksi sosial atas realitas penggemar ideal terbentuk dari penekanan pentingnya makna yang dikonstruksi oleh individu dengan lingkungan sosialnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis dan metode studi kasus. Melalui penggunaan simbol merchandise penggemar NCT (NCTzen), penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi momen dialektika penggemar ideal. Hasil penelitian menemukan bahwa terjadi tiga momen dialektika pada NCTzen. Dalam momen eksternalisasi, terjadi pemahaman dan penyesuaian diri NCTzen dengan melakukan aktivitas penggemar sebagai ciri penggemar ideal. Momen objektivasi terjadi saat proses pemahaman berubah menjadi pengambilan tindakan NCTzen dalam memaknai penggemar ideal. Terakhir, NCTzen memperoleh penanaman nilai kegiatan penggemar melalui momen internalisasi dengan peran agen sosialisasi utama, yaitu keluarga, teman sebaya, dan media. Ciri penggemar ideal NCTzen kemudian mengalami perubahan, diantaranya (1) bertemu dan dapat berinteraksi dengan idola secara langsung, (2) memanfaatkan penuh media dalam seluruh usaha memperoleh informasi tentang idola, (3) menjalin relasi dengan teman sesama NCTzen sebagai cara memperoleh informasi tentang idola, dan (4) memanfaatkan penuh media untuk mempromosikan idola. Perubahan dalam ciri penggemar ideal NCTzen ini akan menuju ke momen eksternalisasi kembali.

This thesis emphasized the formation of the social reality of ideal fans with the use of merchandise symbols. The social construction of the ideal fan reality is formed by emphasizing the importance of meanings constructed by individuals with their social environment. This research used a qualitative approach with a constructivist paradigm and case study method. This research aimed to explore the dialectical moments of ideal fans built through the use of NCT’s fans merchandise symbols (NCTzen). The results found that there were three dialectical moments in NCTzen. At the moment of externalization, NCTzen demonstrated understanding and self-adjustment by engaging in fan activities that reflected ideal fan characteristics. The moment of objectivity occurred when the understanding process led to NCTzen's actions in interpreting the ideal fan. Finally, NCTzen obtained the value of fan activities through the moment of internalization with the role of the main socialization agents, namely family, peers, and the media. The characteristics of NCTzen ideal fans have changed, including (1) meeting, and interacting with idols directly, (2) making full use of the media in all efforts to get information about idols, (3) establishing relationships with fellow NCTzen friends as a way to get information about idols and provide information about idols, and (4) making full use of the media to promote idols. The change in NCTzen's ideal fan characteristics will lead to a moment of re-externalization."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>