Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132729 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ferdinand Renaldi
"Di masa sekarang ini, penggunaan internet semakin meluas dan pesat. Penggunaan internet yang semakin meluas ini tidak dapat dihindarkan dengan permasalahan perlindungan hak cipta. Maka itu, diperlukannya perlindungan hak cipta di ranah sosial media seperti YouTube yang merupakan platform sosial media untuk berbagi video. Platform YouTube telah memberikan system perlindungan hak cipta yang dinamakan copyright strike. Namun dalam penggunaan dan pengimplementasikannya, ditemukan berbagai permasalahan. Dengan metode penelitian normatif, penelitian ini hendak membahas 3 (tiga) pertanyaan penelitian: Pertama, mengenai cara kerja peraturan teguran hak cipta di YouTube sebagai media berbagi video online. Kedua, mengenai perbandingan pengaturan mengenai teguran hak cipta di Amerika Serikat (common law) dan di Indonesia (civil law). Ketiga, menentukan cara menghentikan penyalahgunaan teguran hak cipta di YouTube sebagai media berbagi video online.

Currently, the use of the internet keeps ongoing widespread and rapid. The increasingly widespread use of the internet is unavoidable with the issue of copyright protection. Therefore, copyright protection is needed in social media such as YouTube, a social media platform for sharing videos. The YouTube platform has provided a copyright protection system called copyright strike. However, in its usage and implementation, various problems were found. Using a normative research method, this research will discuss 3 (three) research questions: First, regarding how the copyright strike regulations on YouTube as an online video sharing medium. Second, the rules regarding copyright strike in the United States (common law) and in Indonesia (civil law). Third, determine how to stop the abuse of copyright strikes on YouTube as an online video-sharing medium."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Rayyan Gustio Kevin
"Modifikasi video game atau modding adalah suatu tindakan mengubah video game melalui program komputer dengan perangkat lunak atau software yang ada diluar video game itu sendiri. Dalam konstruksi hukum hak cipta, modifikasi video game kemudian merupakan perbuatan penggandaan, pengubahan, transformasi, adaptasi, dan penciptaan karya derivatif dari sebuah ciptaan, yaitu video game orisinilnya itu sendiri. Oleh karena itu, Kegiatan modding dapat terindikasi sebagai pelanggaran hak cipta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana perlindungan dari video game dan modifikasi video game dalam hukum hak cipta di Indonesia dan Amerika Serikat. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian dilakukan secara yuridis normatif menggunakan data sekunder dan studi pustaka sebagai bahan utama ketika melakukan penelitian. Penelitin akan berfokus dengan kasus yang sudah ada sebelumnya di Amerika Serikat yaitu Micro Star v. Formgen Inc. Dalam kasus ini kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa modifikasi video game dapat terindikasi sebagai sebuah pelanggaran hak Cipta tetapi dapat dilakukan apabila memenuhi kriteria yang terdapat dalam fair use dan norma pembatasan pasal 43 Undang-undang Hak Cipta Indonesia.

Video game modification or modding is an act of modifying video games through computer programs with software that exists outside the video game itself. In the construction of copyright law, video game modification is then an act of duplication, alteration, transformation, adaptation, and creation of derivative works from a work already made before, namely the original video game itself. Therefore, modding activities can be indicated as an infringement of copyright. The purpose of this study is to analyze how the protection of video games and video game modifications in copyright law in Indonesia and the United States. The research method is normative juridical form of research using secondary data and literature study as the main material when conducting research. The research will focus on a pre-existing case in the United States, namely Micro Star v. Formgen Inc. In this case, it can then be concluded that the modification of video games can be indicated as an infringement of copyright but it is permissible if it meets the criteria contained in the fair use and limitation norms of article 43 of the Indonesian Copyright Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noveliyati Sabani
"Penelitian ini membahas pemaknaan representasi kekayaan pada konten video di jejaring sosial YouTube Atta Halilintar sebagai YouTuber nomor satu di Indonesia tahun 2019. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi pada mahasiswa Universitas Indonesia yang terdiri dari berbagai latar belakang. Metode pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam kepada enam informan. Teori yang digunakan adalah Teori Pemaknaan Khalayak oleh Stuart Hall. Hasil penelitian menunjukkan dalam memaknai kekayaan yang direpresentasikan Atta Halilintar pada video YouTubenya, informan berada pada posisi dominan dan oposisi. Pada posisi dominan informan memaknainya sebagai konten yang berisikan nilai pantang menyerah, optimisme dan kedermawanan. Adapun informan pada posisi oposisi memaknainya sebagai konten bernilai kesombongan dan pamer, pelopor gaya hidup mewah, cukup menghibur, pengakuan dan eksistensi diri, kemubaziran, menimbulkan rasa iri serta pencarian popularitas. Dalam konteks ini, meski kekayaan berkaitan dengan ekonomi, tetapi faktor ekonomi tidak mendominasi informan dalam memberikan pemaknaan, melainkan latar belakang pendidikan.

This study discusses the reception of wealth representation in video content on the Atta Halilintar YouTube channel as YouTuber Number 1 in Indonesia in 2019. In exploring the reception, this study uses qualitative research with a phenomenological approach to various backgrounds of Universitas Indonesia students. Data collection in this study used in-depht interviews with six informants. The theory used is Reception Theory by Stuart Hall. The results show that in interpreting the wealth represented by Atta Halilintar in his YouTube video, the informant is in a dominant and opposition position. In the dominant position, the informants interpret it as content that contains the value of never giving up, optimism and generosity. The informants in the opposition position interpret it as content that contains the value of arrogance and showing off, a pioneer of lavish lifestyle, quite entertaining, self-recognition and existence, redundancy, an impetus for envy, and a search for popularity. In this context, although wealth is related to the economy, economic factors do not dominate the informant in providing meaning, but rather the educational background.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramastuti Kusumaningtyas
"Doktrin first sale memberikan hak bagi konsumen untuk mengalihkan kepemilikan atas ciptaan/salinan sah ciptaan yang telah dibelinya secara sah. Dalam penelitian ini difokuskan pada penerapan doktrin first sale pada penjualan kembali karya rekaman musik, domestik maupun hasil impor, baik dalam format fisik dan/atau digital. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode analisis datanya adalah metode kualitatif. Penelitian ini menyarankan agar Indonesia dalam amandeman Undang-Undang Hak Cipta memasukkan ketentuan mengenai doktrin first sale yang belum diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

The first-sale doctrine provides that once the holder of an intellectual property right consents to the sale of particular copies of his or her work, he or she may not thereafter exercise the distribution right with respect to such copies. The focus of this study is the application of the first sale doctrine in the re-sale of musical recordings, including domestic and/or imports product, whether in a physical and/or digital format. This study is a qualitative normative study. The data were collected from literature study. This study suggests that the amendment of Indonesian Copyright Act will include provisions regarding the first sale doctrine which is not yet regulated in the Law No.19 of 2002 regarding Copyright."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novella Djohan
"Skripsi ini membahas aspek legalitas dari digunakannya lagu yang dinyanyikan kembali untuk kepentingan komersial pada sistem elektronik Patreon berdasarkan ketentuan hukum Indonesia, serta pertanggungjawaban dari platform tersebut terhadap pelanggaran Hak Cipta yang terjadi di sistem elektronik yang ia selenggarakan. Hasil analisis mengatakan bahwa untuk dapat melakukan pendistribusian cover version melalui sistem elektronik, khususnya yang menyediakan layanan konten yang dibuat pengguna, penyanyi cover version harus mendapatkan izin berupa lisensi mekanikal dari perusahaan rekaman pemilik lagu orisinil yang ia nyanyikan. Berdasarkan perlindungan safe harbor Indonesia, Patreon tidak perlu bertanggungjawab atas pelanggaran Hak Cipta yang terjadi di sistem elektronik yang ia selenggarakan, karena ia sudah menerapkan sistem notice and takedown policy sebagai sarana pengajuan laporan bagi pihak yang merasa Hak Ciptanya dilanggar pada situs Patreon. Untuk memperjelas batasan tanggung jawab sistem elektronik yang menyediakan layanan konten yang dibuat oleh pengguna, maka batasan tersebut perlu dituangkan ke dalam undang-undang.

This essay examines the legal aspects of cover versions used for commercial purposes distributed through Patreon as an electronic system, according to Indonesian law. It is too needed to examine if the platform is liable for copyright infringement and the form of liability. The research concluded that to distribute cover versions through electronic systems, especially through User Generated Content Platforms, the cover artist has to get a mechanical license from the copyright owner of the original song. According to the Indonesian safe harbor provision, Patreon is not liable if there is an infringing cover version on their website because Patreon has provided notice and takedown policy as a mean for people to file a report on infringing content on their website. To make clear on an electronic system rsquo s liability on copyright infringements done by its user on their website, safe harbor provisions needs to be made into law and not only as a circular. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Prima Ramadani
"Bootlegging, fenomena dalam industri musik yang merupakan pelanggaran Hak Cipta, adalah aktivitas produksi dan distribusi rekaman musik tidak resmi. Rekaman ini biasanya mengandung materi atau karya yang belum pernah dirilis resmi oleh pencipta, menjadikannya sulit untuk dideteksi dan diidentifikasi sebagai pelanggaran. Transformasi ini menjadi semakin rumit dalam era digital, dimana Bootlegging menjadi dominan dalam format digital dan distribusinya merajalela melalui platform digital seperti YouTube dan Soundcloud. Kompleksitas ini diperparah oleh tantangan dalam identifikasi pelanggaran, yang timbul karena materi dalam produk bootleg seringkali belum resmi dirilis dan tidak terdaftar dalam database manapun. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan data sekunder sebagai metode, berfokus pada analisis regulasi dan penerapan perlindungan hukum terhadap Bootlegging di bawah hukum hak cipta di Indonesia dan Amerika Serikat. Penelitian ini mencoba memahami dan mendalami perbedaan serta kesamaan antara kedua sistem hukum dalam mengatur dan menangani isu Bootlegging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Amerika Serikat telah melangkah jauh dalam mengatasi isu ini dengan mengadopsi Anti-Bootlegging Act dan Digital Millennium Copyright Act (DMCA). Sementara itu, Indonesia belum memiliki regulasi khusus mengenai Bootlegging, meskipun telah ada beberapa peraturan yang mencakup pelanggaran Hak Cipta secara umum. Walaupun kedua negara ini memiliki kerangka hukum yang berlaku untuk masalah ini, penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur penanganan Bootlegging di Indonesia masih memerlukan peningkatan, terutama di era digital. Penelitian ini berusaha untuk memberikan pandangan baru tentang pengaturan dan penanganan Bootlegging di era digital, serta memberikan rekomendasi untuk peningkatan kebijakan dan penegakan hukum di Indonesia. Menyoroti signifikansi dan implikasi dari fenomena Bootlegging dalam konteks hukum hak cipta Indonesia dan Amerika Serikat, penelitian ini memfokuskan pada perlunya peningkatan dalam kebijakan dan penegakan hukum di Indonesia.

Bootlegging, an event in the musical realm signifying a breach of Copyright Law, involves the creation and distribution of unofficial music recordings. Frequently, these recordings encapsulate materials or compositions not formally released by their creators, making them elusive for infringement detection and identification. This challenge escalates in the digital era, where Bootlegging predominantly occurs in digital form, and its widespread dissemination transpires via digital platforms such as YouTube and Soundcloud. The intricacy is intensified by hurdles in infringement identification, mainly because the content within bootleg products often remains unreleased officially and unregistered in any database. This research, conducted via a normative juridical approach and leveraging secondary data, underscores the investigation of regulations and the implementation of legal protection against Bootlegging within the ambit of copyright legislation in Indonesia and the United States. The research endeavors to understand and examine the disparities and similarities between the two legal structures concerning the management and resolution of the Bootlegging issue. The research outcome suggests that the United States has made significant strides in addressing this issue by enacting the Anti-Bootlegging Act and the Digital Millennium Copyright Act (DMCA), which facilitate an efficacious takedown procedure. Conversely, Indonesia is yet to formulate specific regulations regarding Bootlegging, despite the presence of several regulations encapsulating general Copyright infringements. Despite both nations having relevant legal frameworks for this issue, the study highlights that the procedural handling of Bootlegging in Indonesia demands enhancement, predominantly in the digital era. This study seeks to proffer a novel viewpoint on the regulation and management of Bootlegging in the digital era, in addition to suggesting recommendations for enhancing policies and legal enforcement in Indonesia. By emphasizing the significance and implications of the Bootlegging phenomenon in relation to the copyright law context of Indonesia and the United States, the research underscores the need for advancement in policy and legal enforcement, particularly in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khasfy Ikhsan Sofynur
"Fenomena musik Remix di Indonesia semakin berkembang dengan banyaknya masyarakat yang mulai menyukai jenis musik tersebut. Masalah yang muncul adalah ketidaksesuaian dalam penerapan hukum hak cipta pada layanan musik streaming, di mana para Remixer dapat dengan bebas mempublikasikan karyanya tanpa menyertakan musisi asli. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa musik Remix merupakan hasil perkembangan teknologi dalam seni musik, yang melibatkan penggunaan fonogram dari karya musik lain yang kemudian dimodifikasi. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 mengatur hak cipta fonogram, di mana produser fonogram memiliki hak-hak mekanis. Remixer diwajibkan untuk memperoleh izin dari produser fonogram melalui perjanjian lisensi. Doktrin Transformative Use, yang pertama kali muncul di Amerika Serikat, memungkinkan penggunaan kreatif terhadap karya terdahulu dengan tujuan yang berbeda. Namun, dalam konteks hukum hak cipta Indonesia, penerapan doktrin ini masih terbatas karena pentingnya melindungi hak ekonomi dan moral pencipta, terutama produser fonogram. Oleh karena itu, penggunaan karya fonogram oleh pihak lain harus didasarkan pada perjanjian lisensi dan pembayaran royalti. Penelitian ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan perlindungan hak cipta musik Remix di Indonesia dan merekomendasikan perlunya pengaturan yang lebih jelas untuk mengakomodasi penerapan doktrin Transformative Use.

The phenomenon of Remix music in Indonesia is growing with many people starting to like this type of music. The problem that arises is the discrepancy in the application of copyright law on streaming music services, where Remixers can freely publish their work without including the original musicians. The approach used in this research is normative juridical method. The research findings show that Remix music is the result of technological developments in the art of music, which involve the use of phonograms from other musical works which are then modified. Law Number 28 of 2014 regulates phonogram copyrights, in which phonogram producers have mechanical rights. Remixers are required to obtain permission from the phonogram producer through a licensing agreement. The doctrine of Transformative Use, which first appeared in the United States, allows creative use of earlier works for different purposes. However, in the context of Indonesian copyright law, the application of this doctrine is still limited because of the importance of protecting the economic and moral rights of creators, especially phonogram producers. Therefore, use of the phonogram work by others must be based on a licensing agreement and payment of royalties. This research provides an in-depth understanding of the problem of copyright protection for Remix music in Indonesia and recommends the need for clearer regulations to accommodate the application of the Transformative Use doctrine."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cubitt, Sean
London : Macmillan, 1993
302. 234 CUB v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Kadri
"Akhir-akhir ini pasar music Indonesia sedang ramai kembali. Sejak ditanda tanganinya Persetjujuan Pemberian Perlindungan Hak Cipta Rekaman Bunyi (sound recording) secara timbale balik dengan Negara Masyarakat Eropah (ME) kemudian diikuti dengan naiknya harga kaset barat yang sudah berlisensi memberikan angin segar bagi perkembangan music tanah air. Banyak artis-artis yang kini ramai-ramai rekaman. Hubungan antara artis (musisi atau penyanyi) dengan produser nilah yang mengundang penulis untuk menjadikannya sebuah skripsi. Adalah suatu kenyataan dimana artis khususnya yang masih baru selalu dalam posisis lebih lemah dalam melakukan kontrak rekaman disbanding produser. Lemahnya posisis artis tersebut terletak pada kontrak yang lemah, pelaksanaan kontrak dan penyelesaian bila ada perkara. "
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Siscawati Dwi Lestari
"Sebagai sebuah karya seni, film cerita mempunyai nilai ekonomis atau nilai jual yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pihak-pihak yang menciptakan, memproduksi, dan menayangkannya kepada khalayak. Oleh karenanya Undang-undang Hak Cipta mensyaratkan adanya ijin dari pencipta atau pemegang hak cipta sehubungan akan dilakukannya perbanyakan film cerita. Perbanyakan film cerita dapat dibuat dalam media cakram optik dengan format DVD dan VCD, dan perbanyakan dalam format ini sangat rawan terhadap tindakan pembajakan. Tindakan pembajakan film cerita dalam format DVD dan VCD sudah sangat sulit dibendung. Hal ini terlihat dari maraknya perdagangan barang ilegal tersebut di setiap sudut kehidupan masyarakat, dan masyarakat sudah semakin terbiasa untuk mengkonsumsinya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta tidak membawa dampak yang positif bagi perlindungan hak cipta. Pada saat inilah penegakan hukum mengambil peranan. Pada kasus pembajakan film cerita melalui format DVD dan VCD, telah dilakukan berbagai macam upaya penanggulangannya namun kenyataannya tindakan pembajakan tidak menjadi berkurang, malah semakin meningkat. Menghadapi kenyataan tersebut maka sudah seharusnya penegakan hukum hak cipta lebih diintensifkan, baik oleh pemerintah, produsen film cerita, maupun oleh masyarakat end-user yang berbudaya malu untuk menggunakan produk produk bajakan. Penegakan hukum hak cipta pada dasarnya mengandung arti bagaimana menjadikan masyarakat dan para penegak hukum sadar akan arti pentingnya hak cipta. Tindakan pembajakan tidak hanya merugikan pencipta atau pemegang hak cipta tetapi juga mengakibatkan hilangnya sebagian pendapatan negara dari sektor pajak karena pembajak tidak memungut, melaporkan, dan menyetorkan pajak yang terutang pada setiap jalur produksi, distribusi, dan perdagangan film cerita dalam format DVD dan VCD. Selama ini belum ada langkah konkrit dari Direktorat Jenderal Pajak dalam menghadapi efek hilangnya sebagian pendapatan negara dari sektor pajak karena tindakan pembajakan hak cipta, terutama apabila dikaitkan dengan peranan Direktorat Jenderal Pajak sebagai primadona dalam membiayai pembangunan nasional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T18661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>