Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188421 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Kusuma Pertiwi
"Deadlock di Indonesia dapat terjadi dalam hal adanya perimbangan saham dimana Perseroan memiliki 2 (dua) pemegang saham dengan komposisi 50% masing-masing. Dimana hal ini mengakibatkan pengambilan keputusan dalam RUPS tidak menghasilkan kata sepakat. Penyelesaian deadlock di Indonesia diatur dalam Pasal 146 ayat (1) huruf c UU PT yang menyebutkan bahwa dalam hal perimbangan saham menyebabkan RUPS tidak dapat menghasilkan keputusan yang sah, maka dapat dimohonkan pembubaran Perseroan. Apabila dilihat di negara lain yaitu di Amerika Serikat, Australia, Jerman, dan Belanda, penyelesaian dengan pembubaran merupakan penyelesaian yang drastis dan merupakan penyelesaian terakhir atau ultimate last resort karena menimbulkan dampak kepada pihak yang bekepentingan. Sehingga dalam negara-negara tersebut memiliki penyelesaian alternatif lain yaitu buyout, purchase of shares, withdrawal, expulsion, custodian, provisional director, dan penyelesaian dengan inquiry proceeding. Di Indonesia, ditemukan 11 (sebelas) permohonan pembubaran sebagaimana diatur dalam pasal tersebut. Ditemukan bahwa pelaksanaan permohonan tersebut masih terdapat kekurangan dan ketidaksesuaian sehingga menyebabkan inkonsistensi dalam penerimaan maupun penolakan oleh hakim. Seharusnya, Indonesia mengembangkan alternatif penyelesaian deadlock dalam UU PT. Indonesia dapat mengadopsi alternatif penyelesaian di negara lain. Dalam UU PT mengenai deadlock hanya tersirat diatur sehingga masih terlalu sempit dan tidak komprehensif. Selain itu, tidak ada pengertian yang jelas mengenai deadlock. Oleh karenanya, dibutuhkan pengaturan deadlock tersendiri dalam UU PT untuk melengkapi pengaturan yang telah ada.

Deadlock in Indonesia can occur in the event of a share balance where the Company has 2 (two) shareholders with a composition of 50% each. Where this resulted in the decision making in the GMS did not result in an agreement. The settlement of deadlocks in Indonesia is regulated in Article 146 paragraph (1) letter c of the Limited Liability Company Law which states that if the balance of shares causes the GMS to be unable to produce a valid decision, the dissolution of the Company may be requested. When viewed in other countries, namely in the United States, Australia, Germany, and the Netherlands, the settlement by dissolution is a drastic settlement and is the ultimate last resort because it has an impact on shareholders and third party. So that in these countries there are other alternative settlements, namely buyout, purchase of shares, withdrawal, expulsion, custodian, provisional director, and settlement with inquiry proceeding. In Indonesia, found 11 (eleven) applications for dissolution as regulated in the article. It was found that the implementation of the application still contained shortcomings and inconsistencies, causing inconsistencies in the acceptance and rejection by the judge. Indonesia should have developed an alternative to deadlock resolution in the Law on PT. Indonesia can adopt alternative settlements in other countries. The regulation regarding deadlocks in the Indonesian Limited Liability Company Law, is still too narrow and does not provide a comprehensive solution. In addition, there is no clear understanding of deadlocks. Therefore, a separate deadlock regulation is needed in the Indonesian Limited Liability Company Law to complement the existing arrangements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartini Putri Ngadimin
"Tesis ini membahas implikasi dari Rapat Umum Pemegang Saham yang dilaksanakan dengan adanya kepemilikan dari pemegang saham yang cacat hukum. Pembahasan akan difokuskan pada keabsahan dari Rapat Umum Pemegang Saham tersebut dan tanggung jawab notaris terkait yang Rapat tersebut sudah diberitahukan di Kementerian Hukum dan HAM dalam kasus Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 360/Pdt/PT.DKI. Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan sah atau tidaknya pelaksanaan dan hasil dari Rapat Umum Pemegang Saham tersebut. Apabila Rapat Umum Pemegang Saham dibatalkan oleh Pengadilan maka memiliki dampak hukum terhadap produk hukum yang dibuat berdasarkan rapat tersebut. Tesis ini dilakukan dengan bentuk penelitian yuridis-normatif dan tipologi deskriptif analitis. Pada tesis ini dapat dilihat bahwa kedudukan dari Rapat Umum Pemegang Saham yang dilaksanakan karena adanya kepemilikan saham yang cacat hukum adalah dibatalkan oleh Pengadilan berserta dengan produk hukum yang didasarkan pada Rapat Umum Pemegang Saham tersebut telah tepat pada Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 360/Pdt/PT.DKI. Notaris terkait yang aktanya dibatalkan juga dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, tapi tidak secara pidana atau administratif.

This thesis discusses the implication of General Meeting of Shareholders which is held due to wrongful ownership of shares. The studies focus on the legality of the General Meeting of Shareholders and responsibility of the relevant public notary which the Meeting has been notified to the Ministry of Justice and Human Rights in accordance to Jakarta High Courts Decision No. 360/Pdt/PT.DKI. There are many factors that could be affecting the legality of the said General Meeting of Shareholders. If the General Meeting of Shareholders is nullified by the ruling court, any law product that is based on the meeting would be impacted. This thesis is conducted in form of juridical-normative research and analytical descriptive typology. Thus in this thesis, it is discussed how the implication of nullification of the General Meeting of Shareholders that is held due to wrongful ownership of shares would cause the nullification of the aforementioned Meeting by court along with any law products which resulted from the General Meeting of Shareholders, which in this case has been rightfully decided in Jakarta High Courts Decision No. 360/Pdt/PT.DKI. The corresponding notary could also be held liable for civil damages but not for criminal or administrative punitive."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bachtiar Noly Wijaya
"Notaris sebagai pejabat umum harus dapat memberikan penyuluhan dan mengambil langkah yang tepat dalam pembuatan akta autentik dengan memastikan kebenaran formil dari suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah pengalihan kekayaan perseroan tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham yang dilakukan bersamaan dengan perubahan pemegang saham dalam Anggaran Dasar Perseroan yang belum berstatus badan hukum. Permasalahan yang diangkat adalah keabsahan dari akta pengalihan kekayaan perseroan dan tanggung jawab Notaris yang membuat akta tersebut tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif-analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah akta pengalihan kekayaan perseroan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Sebagai seorang Notaris, dalam menjalankan tugasnya harus harus hati-hati, seksama dan berpegang pada UUJN-UUPJN dan KEN. Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata dan apabila Notaris tersebut meninggal dunia, tanggung jawab tersebut tetap dapat menjadi pasiva dan ditanggung ahli warisnya.

A Notary must be able to provide counselling and take appropriate steps in the making of authentic deeds by ensuring the formal truth of the legal acts, The legal action referred to in this matter is the Assignment of Company's Assets without the approval of the General Meeting of Shareholders which is conducted together with changes in shareholders in the Company's Articles of Association that have not yet been incorporated as legal entities. Issues raised here are the validity of the deed of Assignment of Company's Assets and the responsibilities of the Notary who made the deed without the approval of the General Meeting of Shareholders. The research method is normative juridical research, using secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. This study uses descriptive data analysis methods with a qualitative approach. The result of this research is that the deed of assignment of company's assets can only be carried out with the approval of the General Meeting of Shareholders. The notary public can be held accountable in civil law and if the notary dies, that responsibility can still be liability and bears the responsibility of his heir."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Pradita
"Klasifikasi saham dengan hak suara multipel adalah klasifikasi saham dimana suatu saham dapat memberikan hak suara multipel kepada pemegang saham yang telah sesuai persyaratan yang diatur. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22/POJK.04/2021 tentang penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel oleh emiten dengan inovasi dan tingkat pertumbuhan tinggi yang melakukan penawaran umum efek bersifat ekuitas berupa saham mengatur lebih detail mengenai penerapan teknis sistem ini, selain itu juga diikuti oleh Peraturan I-A Tahun 2021 dan Peraturan I-Y Tahun 2022 yang dikeluarkan Bursa Efek Indonesia yang mendukung Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22/POJK.04/2021 tersebut. Namun, penerapan klasifikasi saham dengan hak suara multipel dalam perusahaan terbuka menimbulkan pertanyaan tentang seperti apa wujud perlindungan hukum kepada pemegang saham minoritas dalam sistem baru ini, yang dimana aturan-aturan yang ada lebih menitikberatkan kepentingan hukum dari para pemegang saham mayoritas. Penelitian ini membahas apakah peraturan perundang-undangan yang ada sudah cukup dalam mengatur klasifikasi saham dengan hak suara multipel dalam perusahaan terbuka menarik untuk dibahas. Selain itu, juga membahas bentuk perlindungan hukum yang tepat terhadap pemegang saham minoritas pada perusahaan terbuka yang menerapkan klasifikasi saham dengan hak suara multipel. Penelitian ini bertujuan menganalisis perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam perusahaan terbuka yang menerapkan klasifikasi saham dengan hak suara multipel. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan didukung dengan studi kepustakaan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa klasifikasi saham dengan hak suara multipel memberikan perlindungan terhadap kendali yang dimiliki para pendiri perusahaan terbuka. Namun, sistem ini cenderung akan mengurangi representasi kepentingan pemegang saham minoritas. Perlindungan hukum secara preventif dapat dilakukan dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik. Penilaian atas kepatuhan terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik disarankan untuk diwajibkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia. Sehingga, peran dari pengawas pasar modal dan bursa efek juga sangat krusial dalam mengawasi jalannya kegiatan pasar modal yang sehat.

The classification of shares with multiple voting rights refers to the classification of shares wherein a single share can grant multiple voting rights to shareholders who meet specific predetermined requirements. The Financial Services Authority Regulation No. 22/POJK.04/2021 on the implementation of the classification of shares with multiple voting rights by issuers with innovation and high growth rates conducting public offerings of equity securities in the form of shares provides more detailed provisions regarding the technical implementation of this system. Additionally, it is complemented by the Indonesia Stock Exchange by issuing Regulation I-A of 2021 and I-Y of 2022, which support the Financial Services Authority Regulation No. 22/POJK.04/2021. However, the implementation of the classification of shares with multiple voting rights in publicly listed companies raises questions about the form of legal protection for minority shareholders within this new system, where the existing rules seem to emphasize the legal interests of majority shareholders. This research aims to explore whether the existing regulations are sufficient in regulating the classification of shares with multiple voting rights in publicly listed. Furthermore, the research delves into discussing the appropriate forms of legal protection for minority shareholders in publicly listed companies that adopt the classification of shares with multiple voting rights. The primary objective of this research is to analyze the legal protection for minority shareholders in publicly listed companies which implementing the classification of shares with multiple voting rights. The research utilizes a normative juridical analysis method, supported by literature study. Based on the research findings, it can be concluded that the classification of shares with multiple voting rights provides protection for the control held by the founders of publicly listed companies. However, this system tends to reduce the representation of minority shareholders' interests. Preventive legal protection can be achieved through the implementation of effective corporate governance. It is recommended that the assessment of compliance with good corporate governance principles be made mandatory by the Financial Services Authority and the Indonesia Stock Exchange. Consequently, the roles of capital market and stock exchange supervisors become crucial in overseeing the proper functioning of the capital market activities."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi Mantan Alam
"Singkatnya, penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai konsekuensi hukum dan juga bentuk perlindungan pemegang saham minoritas terhadap penyelenggaraan RUPS tahunan yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ("UU PT") pada PT Tertutup. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah (i) bagaimana konsekuensi hukum penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Tertutup yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pasal 78 ayat (2) UU PT dan juga (ii) bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan kepada para pemegang saham minoritas PT Tertutup terhadap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang melewati jangka waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini khususnya membahas mengenai permasalahan bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan UU PT.
Dalam penelitian ini peneliti membahas mengenai tinjauan umum tentang perseroan terbatas, saham, pemegang saham, dan rapat umum pemegang saham tahunan. Selain itu dibahas juga mengenai pengaturan dan pelaksanaan perlindungan hukum pemegang saham minoritas pada PT tertutup dan juga mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas PT tertutup dalam hal penyelenggaraan rups tahunan yang melewati jangka waktu.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan mengenai penyelenggaraan RUPS tahunan dalam UU PT merupakan "mandatory rule" dan juga terdapat beberapa perlindungan hukum dalam bentuk yang dinilai cukup melindungi, berupa cara/upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang saham minoritas untuk melindungi hak-hak dan kepentingan mereka terkait penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu ini.

In brief, this research aim to capture a legal consequences and the protection to the minority shareholder(s), in connection with the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under the Law of the Republic of Indonesia No. 40 year 2007 concerning Limited Liability Company ("Company Law"). The main idea of this research are as following: (i) what is the legal consequences to the implementation of annual general meeting of shareholders of a limited liability company that exceeds the mandatory period as stipulated under Article 78 paragraph (2) of Company Law concerning Company Law?, and (ii) what is the protection given to the minority shareholder (s) against implementation of Annual General Meeting of Shareholders as abovementioned? The research method that used in this thesis is normative juridical research, based on secondary data that has been collected during the research. This research specifically addresses the issue on the protection to the minority shareholder(s) as given by Company Law.
In this thesis, the researcher addresses the review on the limited liability itself, shares, the shareholder(s), and the annual general meeting of shareholders. The review also focused on the stipulation and the implementation of the legal protection to the minority shareholders of a limited liability company, especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
This research concludes that the Company Law stipulates that implementation of an annual general meeting of shareholders s mandatory, and there are sufficient legal protection, in form of legal action that may be performed by the minority shareholders in order to protect their rights and interest pertaining , especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bramastyasa Tarliman
"Skripsi ini menganalisis sah tidaknya rapat umum pemegang saham luar biasa yang memutuskan untuk menerbitkan klasifikasi saham baru dengan membatalkan hak suara pemegang saham minoritas yang ada berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia dan Australian Corporations Act di Australia serta menilai apakah putusan pengadilan yang mempersyaratkan persetujuan dari tuan Lili Soemantri atas keputusan rapat umum pemegang saham luar biasa Perseroan Terbatas Cabot Indonesia, yang membatalkan klasifikasi saham tuan Lili Someantri sehingga mengakibatkan hilangnya hak suara, sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia dan Australian Corporations Act di Australia. Dengan menerapkan penelitian yuridisnormatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, dan komparatif, maka skripsi ini menimpulkan: pertama, berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia dan Australian Corporations Act di Australia, keputusan rapat umum pemegang saham luar biasa untuk menerbitkan klasifikasi saham baru dengan membatalkan hak suara pemegang saham minoritas yang ada adalah sah sepanjang memenuhi ketentuan kuorum kehadiran dan jumlah suara minimum yang menyetujui keputusan untuk menjadi sah dengan agenda perubahan anggaran dasar berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas di Indonesia dan agenda memvariasi dan membatalkan hak-hak pada klasifikasi saham berdasarkan Australian Corporations Act di Australia; kedua, putusan pengadilan yang mempersyaratkan persetujuan dari tuan Lili Soemantri atas keputusan rapat umum pemegang saham luar biasa Perseroan Terbatas Cabot Indonesia, yang membatalkan klasifikasi saham tuan Lili Someantri sehingga mengakibatkan hilangnya hak suara, bertentangan dengan Undang Undang Perseroan Terbatas di Indonesia, tetapi telah sesuai dengan Australian Corporations Act.

This thesis analyzes whether the extraordinary general meeting of shareholders, which decides to issue a new classification of shares by cancelling the existing minority shareholder voting rights, is valid based on the Indonesian Limited Liability Company Law and Australian Corporations Act and evaluates whether the court decision that declares the approval requirement from mister Lili Soemantri on the extraordinary general meeting of shareholder resolution of Cabot Indonesia Limited Liability Company, which cancels mister Lili Someantri's classification of shares resulting in the loss of voting rights, complies with the Indonesian Limited Liability Company Law and Australian Corporations Act. By applying juridical-normative research with statutory, cases, and comparative approaches, this thesis concludes that: as follows: first, based on both Indonesian Limited Liability Company Law and Australian Corporations Act, the resolution to issue a new classification of shares by cancelling the existing minority shareholder voting rights has to be done through an extraordinary general meeting of shareholders which fulfil the provision of attendance quorum and the minimum vote approving for the resolution to be valid with agenda amendment of articles of association under Indonesian Limited Company Law and agenda varying and cancelling class rights under Australian Corporations Act; second, the court decision that declares the approval requirement from mister Lili Soemantri on the extraordinary general meeting of shareholder resolution of Cabot Indonesia Limited Liability Company, which cancels mister Lili Someantri's classification of shares resulting in the loss of voting rights, contradicts with the Limited Liability Company Law in Indonesia, but comply with the Australian Corporations Act since it requires approval from mister Lili Soemantri."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriani Rastanty
"Rapat Umum Pemegang Saham RUPS merupakan organ PT yang memiliki semua wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UUPT 2007 dan anggaran dasar PT. RUPS ini memiliki kedudukan dan peran yang cukup penting bagi jalannya sebuah PT, sehingga wajib untuk diselenggarakan. Pemegang saham, dalam hal ini, dapat mengajukan permintaan kepada Direksi untuk diselenggarakan RUPS. Namun, dapat saja Direksi menolak menyelenggarakannya, jika Direksi memiliki alasan yang sah menurut hukum. Untuk itu, UUPT 2007 telah mengatur bahwa pemegang saham dapat mengajukan permohonan izin kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menyelenggarakan sendiri RUPS tersebut. Akan tetapi, penyelesaian permohonan ini memakan waktu dan biaya yang cukup banyak. Karena tidak adanya peraturan yang secara khusus mengatur penyelesaian perkara permohonan penyelenggaraan RUPS tersebut. Hal ini tidaklah efisien jika dilihat dari sudut pandang bisnis.
Untuk itu, skripsi ini akan membahas dan menganalisa perbandingan pengaturan penyelenggaraan RUPS oleh pemegang saham menurut hukum perusahaan di Indonesia dengan Negara Belanda, Spanyol, Jerman, Republik Rakyat Tiongkok, Inggris dan Australia, yang diharapkan dapat mengahasilkan sebuah koreksi dan masukan bagi pengaturan yang ada di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berbentuk Yuridis-Normatif dengan tipologi penelitian deskriptif.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan pada pengaturan penyelenggaraan RUPS oleh pemegang saham menurut Hukum Perusahaan yang berlaku di Indonesia, Belanda, Spanyol, Jerman, Republik Rakyat Tiongkok, Inggris dan Australia, dalam hal syarat bagi pemegang saham untuk dapat menyelenggarakan RUPS, tata cara penyelenggaraan dan kedudukan keputusan RUPS yang diselenggarakan oleh pemegang saham. Terkait dengan Pengadilan, tidak semua negara mengatur bahwa pemegang saham harus mengajukan permohonan izin ke Pengadilan terlebih dahulu untuk dapat menyelenggarakan sendiri RUPS.

General Meeting of Shareholders GMS is an organ of a limited liability company which has all of the authorities that are not given to the Board of Directors and the Board of Commissioners, within the limits specified in The Company Law 2007 and the articles of association of the limited liability company. GMS holds an important position and role in the management of a limited liability company, thus, GMS is mandatory to be held. Shareholders, in this case, may submit an application to the Board of Directors to convene the GMS. However, the Board of Directors may refuse to do so, if the Board of Directors has a valid legal reason. Therefore, the Company Law 2007 has stipulated that the shareholders may submit a petition to the Chairman of the District Court to convene the GMS themselves. However, such settlement may take a long time and cost a lot of money. Due to the absence of regulations that specifically regulate the settlement of the petition for convening the GMS, it is inefficient from a business point of view.
Therefore, this thesis will discuss and analyze the comparison of regulations of the GMS convened by shareholders according to company law in Indonesia against other countries such as Netherlands, Spain, Germany, People 39 s Republic of China, United Kingdom and Australia, which hopefully will give correction and input to existing regulations in Indonesia. The research method used in this research is Juridical Normative, with descriptive research type.
The results of this study found that the GMS which convened by shareholders is regulated differently in each country, in terms of the requirements for shareholders to hold the GMS on their own, the procedures and resolutions of the GMS held by shareholders. In relation to the Court, this study also found that not all country stipulates that the shareholders must submit a petition to the Court for being able to convene the GMS on their own.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Kunisyahputra Pasha
"Skripsi ini menganalisis peraturan komite nominasi dalam kaitannya dengan praktik hak pemegang saham dalam pengangkatan direksi perusahaan terbuka di Indonesia dengan membandingkan peraturan di Singapura dan Jepang. Melalui penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan, penelitian ini menemukan bahwa peraturan komite nominasi di 3 (tiga) negara menetapkan bahwa komite nominasi berfungsi sebagai badan untuk membantu dewan dalam nominasi dan evaluasi direksi. Namun, pelaksanaan komite nominasi di Indonesia memberikan kewenangan yang terbatas untuk hanya memberikan rekomendasi kepada dewan mengenai pencalonan direksi. Sedangkan di Singapura dan Jepang, komite nominasi berwenang merekomendasikan pemberhentian direksi. Penelitian ini juga menemukan bahwa komite nominasi tidak mengalahkan hak pemegang saham dalam pengangkatan direksi karena 2 (dua) alasan. Pertama, isu yang disinyalir menyangkut kekuasaan komite nominasi yang terlalu kuat itu tidak benar. Hal ini dikarenakan POJK No.34/POJK.04/2014, Singaporean Code, dan Japan Companies Act secara jelas menyatakan ruang lingkup kewenangan komite nominasi pada perusahaan terbuka, dimana yang menjadi sorotan utama adalah kewenangan komite nominasi hanya sebatas “merekomendasikan” kepada dewan. Kedua, dalam pengangkatan direksi, pemegang saham memiliki hak yang tidak dapat diganggu gugat terhadap kewenangan komite nominasi yang meliputi hak untuk memperoleh keterbukaan informasi, hak untuk mencalonkan, dan hak untuk menolak calon yang dinominasikan oleh komite nominasi, dalam rapat umum pemegang saham.

This undergraduate thesis analyzes the regulation on nomination committee in regard to the practice of shareholder’s rights in the appointment of directors of listed companies in Indonesia by comparing it to the regulations in Singapore and Japan. Through conducting a juridical normative research with a statutory and comparative approaches, this research found that the regulation on nomination committees in all 3 (three) countries stipulates that the nomination committee functions as a body to assist the board in the nomination and evaluation of directors. However, Indonesia’s implementation of the nomination committee gives a limited authority to only make recommendations to the board regarding the nomination of directors. Whereas in Singapore and Japan, the nomination committee has the authority to recommend the dismissal of directors. This research also found that nomination committee does not defeat shareholder’s rights in the appointment of directors because of 2 (two) reasons. Firstly, the issue that presumably concerns the overpowering authority of the nomination committee is not correct. This is because POJK No.34/POJK.04/2014, Singaporean Code, and Japan Companies Act clearly state the scope of authority of the nomination committee in listed companies where the main highlight is that the authority of nomination committee is limited to only “recommending” the board. Secondly, in the appointment of directors, shareholders have undefeated rights against the authority of nomination committee which includes the right to obtain disclosure of information, right to nominate, and right to refuse candidates nominated by the nomination committee, in the general meeting of shareholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mafirdha Windyani
"Pemindahan hak atas saham yang dijadikan objek permohonan penitipan tidak dapat diajukan dengan permohonan penitipan melalui pengadilan layaknya permohonan menurut Pasal 1404 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, melainkan proses pemindahan hak atas saham harus dilaksanakan sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sebagaimana yang terjadi dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 46 PK/Pdt/2022. Penelitian ini menganalisis pelaksanaan perubahan pemegang saham perseroan dalam rangka mengakhiri perikatan antar pemegang saham serta peran dan tanggungjawab notaris dalam pelaksanaan pemindahan hak atas saham yang pembayarannya dilakukan dengan mekanisme penitipan. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal, adapun jenis data yang digunakan data sekunder melalui studi kepustakaan dan menggunakan metode analisis kualitatif. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa pelaksanaan perubahan pemegang saham perseroan dilakukan dengan cara melakukan pemindahan hak atas saham dengan menarik kembali saham sekaligus mengeluarkan saham pengganti untuk menghindari pengurangan modal. Adapun melalui forum Rapat Umum Pemegang Saham telah diputuskan bahwa pengembalian nilai saham dengan cara penawaran pembayaran tunai yang kemudian dititipkan kepada notaris. Peran notaris dalam pelaksanaan pemindahan hak atas saham tersebut ialah pembuatan akta autentik yakni akta pemindahan hak, risalah rapat dan akta pernyataan keputusan rapat pemegang saham di luar rapat. Sehubungan dengan peran tersebut, maka notaris bertanggungjawab atas memastikan dokumen lengkap, memverifikasi identitas, maupun memastikan prosedur telah sesuai dan benar. Adapun pertanggungjawaban notaris mengacu pada pelaksanaan dalam menjalankan jabatannya sekaligus pada akta yang dibuat, sehingga apabila terdapat kesalahan atau pelanggaran, notaris dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai ketentuan yang berlaku.

The transfer of rights to shares that are the object of a custody application cannot be submitted with a request for custody through the court like a request according to Article 1404 in the Civil Code, but the process of transferring rights to shares must be carried out in accordance with the Company's Articles of Association and Law Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies, as happened in the Study Verdict of Indonesian Supreme Court Number 46 PK/Pdt/2022. This research analyzes the implementation of changes in the company's shareholders in order to terminate the engagement between shareholders as well as the role and responsibility of notaries in the implementation of the transfer of rights to shares whose payment is made by a custody mechanism. This research was prepared using doctrinal research method, while the type of data used is secondary data through literature study and using qualitative analysis method. Through this research, it is found that the implementation of changes in the company's shareholders is carried out by transferring rights to shares by withdrawing shares while issuing replacement shares to avoid capital reduction. As for the forum of the General Meeting of Shareholders, it has been decided that the return of share value by offering cash payments which are then deposited with a notary. The role of a notary in the implementation of the transfer of rights to shares is the making of authentic deeds, namely the deed of transfer of rights, minutes of meetings and deeds of statement of shareholders' meeting resolutions outside the meeting. In connection with this role, the notary is responsible for ensuring that the documents are complete, verifying identity, and ensuring that the procedures are appropriate and correct. The notary's responsibility refers to the implementation in carrying out his/her position as well as the deed made, so that if there is an error or violation, the notary can be held accountable in accordance with applicable regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Faradinna
"PT. SHGW Bio-Tea Indonesia merupakan Perusahaan Penanaman Modal Asing yang berkedudukan di Kabupaten Bogor dan telah melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tertanggal 3 Januari 2013 (selanjutnya disebut RUPSLB) dengan agenda rapat 'mempertimbangkan usulan pergantian Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan'. RUPSLB tersebut diadakan di hotel Novotel Bogor dengan jumlah pemegang saham yang hadir/diwakili sebanyak 75% (tujuh puluh lima persen). RUPSLB tersebut dituangkan ke dalam Berita Acara RUPSLB PT. SHGW Bio-Tea Indonesia No. 1 yang dibuat oleh Richard Suwonodo, S.H., Notaris di Kabupaten Bogor. Adapun atas pergantian Direksi Perseroan tersebut Direksi lama yaitu Ir. Tri Kuntarto mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri Cibinong terhadap Dewan Komisaris dan Notaris bersangkutan atas dasar pelaksanaan RUPSLB PT. SHGW Bio-Tea Indonesia yang cacat hukum, yaitu: RUPSLB tidak dilaksanakan di tempat kedudukan perseroan dan status Direksi baru yang diangkat oleh PT. SHGW Bio-Tea Indonesia masih menjabat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Hal demikian telah melanggar Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 93 UUPT jo Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dengan terdapatnya cacat hukum dalam RUPSLB tersebut yang dituangkan dalam Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. SHGW Bio-Tea Indonesia No. 1 tanggal 3 Januari 2013, akta tersebut menjadi tidak sah dan batal demi hukum sehingga Notaris yang dalam hal ini telah lalai memperhatikan keabsahan jalannya RUPS ikut bertanggung jawab secara perdata berupa pengantian biaya atau ganti rugi kepada Penguggat.

PT. SHGW Bio-Tea Indonesia is a Foreign Investment Company domiciled in Bogor Regency and has convened an Extraordinary General Meeting of Shareholders dated 3 January 2013 (hereinafter is referred to as EGMS) which meeting agenda is 'to consider the proposal on the replacement of the Company's Board of Directors and Board of Commissioners'. The concerned EGMS was convened in Novotel Hotel, Bogor, with 75% (seventy five percent) shareholders being present/represented. The EGMS was stated into Minutes of EGMS of PT. SHGW Bio-Tea Indonesia No. 1 which was made by Richard Suwonodo, S.H., Notary in Bogor Regency. Whereas on the replacement of the Company's Board of Directors, the previous Board of Directors namely Ir. Tri Kuntaro, submitted a Tort Lawsuit to Cibinong District Court towards the concerned Board of Commissioners and Notary, on the basis of EGMS which was convened by PT. SHGW Bio-Tea Indonesia as legally defective in its implementation, namely: the EGMS was convened not in the company's domicile and the newly appointed Board of Directors was still having the status as Civil Servant. Such matters have violated Article 76 paragraph (1) of Act No. 40 of 2007 on Limited Liability Company (hereinafter is referred to as LLC Act) and Article 93 of LLC Act in conjunction with Article 4 of Government Regulation Number 53 of 2010 on Civil Servant Discipline. The legally defective matters in that EGMS which are stated in the Minutes of Extraordinary General Meeting of Shareholders of PT. SHGW Bio-Tea Indonesia No. 1 dated 3 January 2013, the deed is hereby considered as invalid and nullified by law therefore the Notary, who in this matter has negligent in considering the validation of the EGMS shall be civilly responsible in indemnifying or compensating the Plaintiff."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46525
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>