Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198249 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arijani Lasmawati
"Penelitian ini berupaya mengubah perspektif umum terhadap kelompok remaja di fase usia
remaja akhir yang terlibat dalam tindak pidana terorisme dari non victim menjadi designated
victim. Merujuk pada Strobl, designated victim merupakan kondisi dimana seseorang yang
tidak menganggap dirinya sebagai korban, tetapi dianggap sebagai korban oleh
individu/kelompok lain (Strobl, 2010). Melalui in-depth interview, focus group discussion, dan
Analytical Hierarchy Process yang melibatkan informan utama, pendukung, dan pakar,
penelitian ini menemukan bahwa posisi remaja sebagai designated victim dapat dijelaskan
melalui relasi kerentanan, viktimisasi struktural, radikalisme dan terorisme, dan risk society.
Relasi keempat faktor ini terepresentasi dalam 8 konteks sosial yang menjadi latar masa
perkembangan remaja, yakni: konstruksi eksklusivitas beragama dalam sosialisasi primer dan
sekunder, kontribusi konflik keluarga, sifat altruisme sebagai perwujudan solidaritas in-group,
paparan konten radikal secara intensif dalam media sosial, keterlibatan kelompok radikal,
definisi situasi yang berbeda terhadap radikalisme dan terorisme, propaganda dalam peristiwa
politik lokal dan global, dan kebijakan yang bersifat intoleran. Relasi ini menempatkan para
remaja pada realitas berbeda dimana nilai dan norma yang diyakini oleh mereka berbeda
dengan nilai dan norma yang berlaku umum, sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka
adalah korban atau designated victim. Untuk itu, dibutuhkan strategi di level mikro, meso,
hingga makro dalam agenda pencegahan dan penanggulangan pelibatan remaja dalam
radikalisme dan terorisme di Indonesia kedepannya sebagai bentuk perlindungan hak remaja
sebagai individu yang masih dalam proses perkembangan.

This study aims to transform the general perception of late adolescent terrorist participants
from non-victims to designated victims. Referring to Strobl (2010), designated victim is a
situation where a person does not regard himself/herself as a victim but is regarded as a victim
by relevant others. Through in-depth interviews, focus group discussions, and the Analytical
Hierarchy Process involving key informants, supporters, and experts, this study found that
adolescents as designated victims can be explained through relations of vulnerability, structural
victimization, radicalism and terrorism, and risk society. The relationship between these four
factors is represented in eight social contexts that serve as the background in adolescent
development as follows: 1) the construction of religious exclusivity in primary and secondary
socialization; 2) the role of family conflict; 3) the altruism as an embodiment of in-group
solidarity; 4) high exposure to radical content on social media; 5) the involvement of radical
groups; 6) different definitions of situations against radicalism and terrorism; 7) propaganda in
local and global political events; and 8) intolerant policies. This relationship placed adolescents
in a different reality where their belief about values and standards are differ from generally
accepted values and standards, and as a result, they are unaware that they are victims or designated victims. In order to safeguard the rights of adolescents as individuals who are still
developing, strategies at the micro, meso, and macro levels are required in the agenda of
preventing and overcoming adolescent involvement in radicalism and terrorism in Indonesia in
the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Yusuf
"ABSTRAK
Tugas Karya Akhir ini membahas tentang bagaimana pemberian kompensasi dan restitusi bagi korban terorisme di Indonesia jika dilihat dari sudut pandang viktimologi kritis. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif serta menggunakan data yang bersifat sekunder dari literatur ilmiah, media online, dan laporan LPSK sebagai instansi pemerintah terkait. Hasil dari tulisan ini menjelaskan bahwa negara melakukan viktimisasi struktural kepada korban terorisme atas tidak diberikannya kompensasi dan restitusi yang merupakan hak korban terorisme. Melalui tulisan ini, penulis menyarankan agar pemerintah mempermudah birokrasi pemberian kompensasi dan restitusi serta menghapus syarat adanya putusan pengadilan agar korban mendapatkan apa yang menjadi haknya.

ABSTRACT
This thesis discusses about how state provides compensation and restitution for the victims of terrorism in Indonesia from the point of view of Critical Victimology. The method used in this thesis is qualitative approach with descriptive design and using secondary data from the scientific literature, online media, and LPSK`s reports as the related government agency. The result of this paper explains that the state conducts structural victimization to the victims of terrorism for not providing compensation and restitution which is the right of victims of terrorism. As a recommendation, the author suggests that the government should simplify the bureaucracy of providing compensation
and restitution, and also remove the court decision as a requirement in order for the victims to get their rights."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Prasetyo
Depok: Rajawali Press, 2022
320.53 DED r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Ashabul Fiqhi
"Penelitian Tugas Karya Akhir ini berupaya memaparkan berbagai aspek terkait tahapan identifikasi individu maupun kelompok radikal di masyarakat oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT. Tahapan identifikasi ini merupakan bagian dari program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT dengan pendekatan strategi soft approach. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data literatur dan data sekunder lainnya yang kemudian dianalisis dengan beberapa teori, diantaranya efficiency assumption, teori stigma dan social bond.
Hasil studi ini kemudian menyimpulkan bahwa BNPT telah melakukan proses identifikasi dalam rangka deradikalisasi dengan pendekatan soft approach dengan baik, meskipun tidak sepenuhnya diterima dengan positif oleh masyarakat luas. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam program deradikalisasi.

Current research paper seeks to explain various aspects related to identification stage of radical individuals or groups within society by National Agency of Terrorism Prevention BNPT. Identification stage is a part of deradicalization program implemented by BNPT utilizing lsquo soft approach rsquo strategy. In this research, qualitative approach using literature and other secondary data, subsequently analyzed with theories such as efficiency assumption, stigma and social bond theory.
Result of this study concludes, despite of well executed identification process as part of deradicalization program with lsquo soft approach rsquo strategy, BNPT still lack of positive response. Proven by low community involvement in deradicalization programs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Satya Dharma
"Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi lembaga yang memberi perhatian pada terorisme sebagai akibat dari paham radikalisme. Berdasarkan keterangan dari BNPT, dari sekitar 600 orang mantan narapidana teroris (Napiter) yang sudah bebas, beberapa diantaranya kembali melakukan aksi terorisme. Hal ini menjadi perhatian khusus aparat keamaan, khususnya Badan Intelijen Negara (BIN), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam mencegah aksi-aksi terorisme. Selain itu terdapat beberapa daerah yang menjadi lokasi terealisasinya aksi terorisme, salah satunya di provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan kegiatan penggalangan kepada mantan narapidana terorisme (Napiter) oleh pihak terkait dalam mencegah penyebaran paham radikalisme yang berujung kepada tindakan terorisme di wilayah Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan teori penggalangan, teori deradikalisasi, dan teori sinergitas. Data yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi kemudian dianalisis menggunakan Nvivo sebagai alat bantu untuk mengkategorikan dan mempermudah dalam mendeskripsikan permasalahan serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggalangan kepada mantan narapidana terorisme sudah bekerjasama dengan beberapa pihak dalam penyelenggaraan intelijen negara di daerah, meliputi BIN, TNI, Polri, dan pemerintah daerah setempat. Dalam pelaksanaannya, para napiter diberikan penyuluhan dan sosialisasi terkait nasionalisme, wawasan kebangsaan, keagamaan dan kewirausahaan. Kegiatan tersebut dilaksanakan ketika di dalam Lembaga Permasyarakatan (LP) oleh pihak LP dan kepolisian maupun setelah keluar LP dengan pemantauan dari BIN, TNI, Polri dan pemerintah daerah. Selain itu, proses penggalangan ketika napiter sudah bebas tetap diberikan perhatian khusus melalui silaturahmi ke rumah-rumah napiter dengan komunikasi persuasif oleh aparat setempat. Selanjutnya juga diberikan pendampingan kewirausahaan dan usaha mandiri oleh pemerintah daerah, serta sosialisasi terkait bahaya hoaks dalam dunia digital baik dari gadget ataupun media lain. Deradikalisasi secara mendasar sudah dilaksanakan oleh pihak BNPT dengan mensinergikan semua pihak dari lembaga- lembaga lain. Berdasarkan kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan tersebut menjadikan satu pertimbangan dan contoh nyata bahwa penggalangan dapat mencegah menyebarnya paham radikalisme dan aksi terorisme di masyarakat."
Bogor: Universitas Pertahanan, 2020
355 JDSD 10:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Jainuri, 1971-
Malang: Intrans Publishing, 2016
320.53 ACH r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Penitentiary, on one side is a vulnerable place for inmates? deradicalization. On the other side, it plays an important role as positive transformation incubator for the inmates. It is truly depends on inmates? coaching model, especially terorism inmates? coaching. Radicalization here, is a flourishing and spreading process of radical values brought by terorism inmates to the others. This research has done in Cipinang class I penitentiary, using qualitative methods. The goal of this research is to know the terorism inmates? coaching pattern in order to deradicalize them and what kind of problems that occurs during the process. In implementation of terorism inmates? deradicalization, Cipinang class I penitentiary is cooperates with MUI, Depag and NGO. There are obstacles, which are inadequate facilities and infrastructure, ?hard? character of the terorism inmates, coaching staff?s condition which still needs for quality and quantity upgrades, and lack of goverment and society?s support."
[Departemen Kriminologi. FISIP UI, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia], 2011
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Mas Jerry indrawan
"Terorisme, yang berakar dari gerakan-gerakan radikal pasca peristiwa 9/11 di Amerika Serikat, mulai berkembang pesat juga di Indonesia. Gerakan radikal, terutama yang berlandaskan agama, berkembang menjadi gerakan teror yang mengancam keamanan dan pertahanan negara. Bela negara adalah bagian dari penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara. Radikalisme, baik sebagai gerakan maupun ideologi atau paham yang berkembangan di tengah masyarakat Indonesia, adalah ancaman bagi negara yang bersifat non-konvensional. Untuk itu, bela negara dapat menjadi progam yang dapa mengubah budaya masyarakat agar menempatkan cinta bangsa dan negara sebagai hal yang terutama, dengan demikian dapat mencegah berkembangnya gerakan dan ideologi radikal di Indonesia. Unsur-unsur religiusitas (agama) juga dapat berperan penting dalam menangkal ancaman radikalisme juka diintegrasikan ke dalam kurikulum bela negara. Tulisan ini akan melihat bagaimana progam bela negara dapat digunakan sebagai sarana mencegah ancaman radikalisme di Indonesia. "
Bogor: Universitas Pertahanan, 2017
345 JPUPI 7:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Rizky Reza
"Tulisan ini menjelaskan proses radikalisasi yang terjadi di dunia maya, dengan melihat bagaimana dan mengapa masyarakat Indonesia rentan menjadi target organisasi teroris khususnya dalam hal perekrutan melalui dunia maya. Teroris tidak hanya memanfaatkan akses internet sebagai sarana komunikasi, tetapi juga memanfaatkannya sebagai sarana dalam menyembunyikan identitas dan lokasi saat menyebarkan ideologi radikal. Konsep yang digunakan dalam tulisan ini adalah cyber radicalization, yang merupakan konsep baru yang terbentuk dari konsep ancaman cyber dan radikalisasi. Adapun hasil dari tulisan ini menunjukkan bahwa pengguna internet Indonesia memliliki potensi yang besar untuk melawan radikaslisasi di dunia maya dan memilki kapasitas dalam mendukung agenda counter terrorism di dunia maya. Namun, hal tersebut masih menghadapi beberapa tantangan, sehingga diperlukan pemanfaatan pengguna internet oleh pemerintah secara maksimum dalam agenda counter-cyber radicalization."
Bogor: Universitas Pertahanan Indonesia, 2017
345 JPUPI 7:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Rizky Reza
"This paper discusses the process of radicalization in cyberspace. It will look at how and why Indonesia are vulnerable in society and targeted by terrorist organizations in an attempt to recruit them, especially in cyberspace. The terrorists have become expert, not only using the latest tools of internet communications, but to do it in a way that can shield their identities and even their locations when spreading the radical ideology. The concept that used in this paper is cyber-radicalization, which is the new concept that merged from cyber threat and radicalization. The result from this paper shown that Indonesia netizens (internet users) had great potency to fight radicalization in the cyberspace and thecapacity for supporting government counter-cyber radicalization agenda. However, fighting cyber radicalization in that way faced several challenges. Therefore Indonesia’s government should benefited the netizens to reach the optimum point on counter-cyber radicalization agenda."
Bogor: Universitas Pertahanan Indonesia, 2017
345 JPUPI 7:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>