Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188035 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sofie Annisa Damayanti
"Latar belakang: Keluhan-keluhan fisik atau somatik yang mengganggu, yang tidak dapat dijelaskan secara medis, sering terjadi di masyarakat, termasuk juga kelompok mahasiswa. Mahasiswa kedokteran memiliki prevalensi gangguan psikosomatis yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi umum atau kelompok mahasiswa pada bidang akademis lainnya. Masalah kesehatan jiwa yang bermanifestasi dalam keluhan fisik dapat mengganggu kualitas hidup seorang mahasiswa. Penelitian ini menilai korelasi antara resiliensi dan gejala somatisasi pada mahasiswa kedokteran.
Metode: Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah potong lintang. Subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tingkat 3. Resiliensi dan gejala somatisasi pada subjek penelitian didapatkan melalui pengisian kuesioner secara daring. Penilaian resiliensi dilakukan dengan kuesioner CD-RISC. Sedangkan, penilaian gejala somatisasi dilakukan dengan kuesioner SCL-90. Data resiliensi dan gejala somatisasi dianalisis korelasinya menggunakan Uji Spearman.
Hasil: 116 responden dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tingkat 3 telah mengisi kuesioner secara daring. Dengan uji Kolmogorov-Smirnov, diketahui bahwa sebaran data resiliensi normal (p>0,05). Skor rata-rata dari resiliensi responden adalah 69,39 ± 14,11. Sedangkan, skor median dari gejala somatisasi adalah 3,5 (0 – 48). Didapatkan sebaran data gejala somatisasi tidak normal (p<0,05) dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya korelasi signifikan negatif secara lemah antara resiliensi dan gejala somatisasi (p<0,05 dan r= -0,371).
Kesimpulan: Terdapat korelasi signifikan negatif secara lemah antara resiliensi dan gejala somatisasi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tingkat 3. Semakin tinggi resiliensi, maka semakin rendah gejala somatisasi yang dialami.

Introduction: Disturbing physical or somatic complaints, which cannot be explained medically, often occur in the community, including college students. Medical students have a higher prevalence of psychosomatic disorders when compared to the general population or college students in other academic fields. Mental health problems that manifest in physical complaints can interfere with the quality of life of a student. This study assesses the correlation between resilience and somatic symptoms in medical students.
Methods: The design used in this study is cross-sectional. The research subjects are third level students of the Faculty of Medicine University of Indonesia. Resilience and somatic symptoms in the research subjects were obtained through filling out online questionnaires. Resilience assessment was carried out using the CD-RISC questionnaire. Meanwhile, the assessment of somatic symptoms was carried out using the SCL-90 questionnaire. Data on resilience and somatization symptoms were analyzed for correlation using Spearman's test.
Results: 116 respondents from third level of students of the Faculty of Medicine University of Indonesia have filled out online questionnaires. With the Kolmogorov-Smirnov test, it is known that the distribution of resilience data is normal (p>0.05). The average score of the respondents' resilience is 69.39 ± 14.11. Meanwhile, the median score of somatic symptoms is 3.5 (0 – 48). The data distribution of somatic symptoms is not normal (p<0.05) using the Kolmogorov-Smirnov test. The Spearman correlation test showed a weakly significant negative correlation between resilience and somatization symptoms (p<0.05 and r= -0.371).
Conclusion: There is a weakly significant negative correlation between resilience and somatic symptoms in third level students of the Faculty of Medicine University of Indonesia. The higher the resilience, the lower the somatic symptoms experienced.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christopher Christian
"Latar belakang: Dari beberapa penelitian sebelumnya, terdapat hubungan yang antara resiliensi dengan menurunnya frekuensi gejala depresi. Namun demikian, belum ada penelitian yang menguji hubungan antara resiliensi dan depresi pada mahasiswa fakultas kedokteran, khususnya di Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara resiliensi dengan gejala depresi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tingkat tiga (3) di masa pandemi COVID-19.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang pada mahasiswa FKUI tingkat tiga dengan menggunakan kuesioner CD-RISC25 untuk mengukur resiliensi dan CESD-R untuk mengetahui gejala depresi. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan Uji Spearman.
Hasil: Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap data resiliensi menunjukkan bahwa data terdistribusi normal (p>0,05) dengan rerata nilai resiliensi sebesar 69,39 ± 14,11. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap data gejala depresi menunjukkan bahwa data terdistribusi tidak normal (p<0,05) dengan nilai median 9 (0-68). Hubungan korelasi antara resiliensi dan gejala depresi didapatkan melalui Uji Spearman yang menunjukkan hasil signifikan (p<0,05) dan hasil korelasi negatif (r=-0,525).
Diskusi: Resiliensi mahasiswa FKUI tingkat tiga tergolong lebih tinggi dibandingkan mahasiswa pada umumnya, sementara gejala depresi mahasiswa FKUI tingkat tiga tergolong rendah. Hal ini disebabkan korelasi negatif antara resiliensi dan gejala depresi dimana resiliensi dikaitkan dengan tipe kepribadian yang memiliki persepsi diri yang positif, optimisme yang tinggi, dan ketenangan diri sehingga menjadi faktor protektif dari gejala depresi.
Kesimpulan: Resiliensi memiliki korelasi negatif signifikan dengan gejala depresi pada mahasiswa fakultas kedokteran tingkat tiga."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakina Oktavianti
"Latar belakang: Angka sensitivitas interpersonal lebih tinggi terjadi pada mahasiswa kedokteran dibandingkan dengan mahasiswa pada umumnya, kejadian mental distress di mahasiswa kedokteran sangat tinggi, terlebih pada mahasiswa kedokteran tingkat 3. Sementara itu, resiliensi merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental. Penelitian ini bertujuan untuk menilai korelasi antara resiliensi dan sensitivitas interpersonal pada mahasiswa kedokteran.
Metode: Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah potong lintang. Subjek merupakan 116 mahasiswa FKUI tingkat 3. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah SCL-90 bagian sensitivitas interpersonal dan CD-RISC 25 untuk menilai tingkat sensitivitas interpersonal dan resiliensi. Data resiliensi dan sensitivitas interpersonal dianalisis korelasinya dengan Uji Spearman.
Hasil: Mayoritas dari subjek yaitu sebanyak 83 mahasiswa (71,6%) merupakan mahasiswa berjenis kelamin perempuan. Sebaran dari usia subjek berkisar antara 18 hingga 22 tahun dengan median 21 tahun. Sebagian besar subjek, yaitu sebanyak 90 mahasiswa (77,6%) berasal dari daerah Jabodetabek. Latar belakang sosioekonomi dari subjek dinilai berdasarkan pendidikan terakhir Ayah serta pendapatan bulanan, yang mana sebagian besar pendidikan terakhir Ayah dari subjek yaitu S1/D4 sebanyak 49 mahasiswa (42,2%) lalu pendapatan bulanan sebagian besar berkisar >Rp15.000.000,00 sebanyak 80 mahasiswa (69,0%). Sebagian besar subjek yaitu 107 mahasiswa (92,2%) saat ini tinggal bersama dengan orang tua atau wali serta mayoritas dari subjek memeluk agama Islam, yaitu 78 mahasiswa (67,2%). Rerata nilai resiliensi subjek adalah 69,39 ± 14,11, median dari nilai sensitivitas interpersonal adalah 8 dengan nilai minimal 0 dan maksimal 32. Hasil dari uji Spearman terhadap resiliensi dan sensitivitas interpersonal menunjukkan bahwa hasil signifikan (p<0,05) serta terdapat korelasi negatif yang sedang antara resiliensi dengan sensitivitas interpersonal (r = -0,462).
Kesimpulan: Resiliensi dan sensitivitas interpersonal memiliki korelasi yang sedang dan negatif, yaitu apabila resiliensi semakin tinggi maka sensitivitas interpersonal semakin rendah.

Introduction: Number of interpersonal sensitivity in medical students is higher than common university students, mental distress occurrence is more common in medical students, especially in third-year medical students. Meanwhile, resilience is a factor that can affect mental health. This study was conducted to assess the correlation between resilience and interpersonal sensitivity among medical students.
Method: The design used in this study is cross-sectional. Subjects are 116 third-year students of FMUI. This study used interpersonal sensitivity section of SCL-90 and CD-RISC 25 questionnaire to evaluate interpersonal sensitivity and resilience. Resilience and interpersonal sensitivity data were analyzed for their correlation by Spearman’s test.
Result: The majority of the subjects are women (71,6%) with total 83 students. The age ranges from 18-22 years old with a median 21 years old. Most of the subjects, with total 90 students (77,6%) are from Jabodetabek. Meanwhile the socio-economic background of the subjects is based on their Father’s last education and income per month, with the majority is a bachelor’s degree/diploma (42,2%) with total 49 students and above >Rp15.000.000,00 (69,0%) with total 80 students. Most of the subjects (92,2%) are living with their parents or guardians and majority of the subjects are Muslim (67,2%). The mean of the subjects’ resilience is 69,39 ± 14,11, and the median of the subjects’ interpersonal sensitivity is 8 with minimum score 0 and maximum score 31. Based on Spearman’s test, resilience and interpersonal sensitivity are significantly correlated (p<0,05) and they are correlated moderately and negatively (r = -0,462).
Conclusion: Resilience and interpersonal sensitivity are correlated moderately and negatively (p<0,05) and (r<0). Therefore, the higher resilience score, the lower interpersonal sensitivity score.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daulima, Novy Helena Catharina
1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Ridwan Achmadi
"Latar belakang: Pendidikan kedokteran merupakan proses yang panjang dan memiliki banyak rintangan. Dalam menempuh pendidikan kedokteran yang menantang, mahasiswa kedokteran memerlukan suatu karakter yang disebut resilience sebagai suatu karakter yang dapat menentukan ketahanan seseorang terhadap suatu tekanan. Berdasarkan beberapa studi, resilience seseorang dikatakan memiliki hubungan dengan kepribadiannya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antar resilience dengan kepribadian sesuai dengan teori Big Five Personality pada mahasiswa kedokteran tingkat preklinik.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian cross sectional dengan sampel acak dari mahasiswa preklinik tingkat 1, 2, dan 3 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2019. Total sampel yang mengisi kuesioner CD-RISC dan Big Five Personality Test adalah 607 responden.
Hasil: Terdapat korelasi yang bermakna antara resilience dengan empat macam komponen kepribadian berdasarkan teori Big Five. Korelasi bermakna tersebut adalah ketika resilience dihubungkan dengan komponen extraversion (r=0,342, p<0,001), agreeableness (r=0,203, p<0,001), conscientiousness (r=0,251, p<0,001), dan openness (r=0,333, p<0,001). Sebaliknya, resilience tidak memiliki korelasi bermakna dengan satu komponen kepribadian berdasarkan teori Big Five, yaitu neuroticism (p>0,05).
Simpulan: Didapatkan hubungan antara resilience dengan kepribadian dengan konsep Big Five. Meski demikian, hubungan tersebut tidak seluruhnya merupakan korelasi yang signifikan. Korelasi signifikan didapatkan pada hubungan resilience dengan komponen kepribadian extraversion, agreeableness, dan conscientiousness. Sebaliknya, komponen kepribadian neuroticism tidak memiliki korelasi signifikan dengan resilience.

Background: Resilience is required for undergraduate medical students to bounce back from plausible adversities and to overcome challenges in their education. Studies show that resilience capacity is determined by multiple factors, including personality.
Aim: This study aims to assess relationship between resilience and students’ personality from the lens of Big Five Personality framework in preclinical year undergraduate medical students.
Methods: This was a cross-sectional study with total sampling approach. The study involved year 1-3 undergraduate medical students in Faculty of Medicine Universitas Indonesia. All respondents were required to complete CD-RISC and Big Five Personality questionnaires. The data collection was completed in January – February 2019. 607 responds are in this study.
Results: A total of 607 respondents voluntarily participated in the study (85,13% response rate). There were significant low correlations between resilience and four components of Big Five Personality: resilience and extraversion (r=0,342, p<0,001), agreeableness (r=0,203, p<0,001), conscientiousness (r=0,251, p<0,001), and openness (r=0,333, p<0,001). On the other hand, there was no significant correlation between neuroticism and resilience (p>0,05).
Conclusion: This study highlights that there is relationship between resilience and extraversion, agreeableness, conscientiousness and openness as part of Big Five Personality framework. The greater score of these personality aspects, the better the resilience. The low significant correlations suggest that personality is only one among multiple factors that may influence student’s resilience. Despite this, attention towards students’ personality and its relationship with resilience is relevant to optimize students’ adaptation and its support in medical schools.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Elsa Hedia
"Latar belakang: Mahasiswa kedokteran telah menunjukkan tingkat ansietas yang lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Hal ini memiliki berbagai implikasi negatif sehingga dibutuhkan usaha untuk menanggulanginya. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menilik resiliensi sebagai salah satu faktor protektif terhadap ansietas. Namun, belum ada penelitian yang menguji hubungan antara resiliensi dan ansietas pada mahasiswa kedokteran di Indonesia terkhususnya pada masa pandemi COVID-19. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara resiliensi dengan ansietas pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tingkat 3 di masa pandemi COVID-19.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada mahasiswa FKUI tingkat 3 dengan menggunakan kuesioner CD-RISC25 untuk menilai tingkat resiliensi dan kuesioner K10 untuk menilai ansietas subjek. Analisis hubungan kedua variabel dilakukan menggunakan uji Mann Whitney.
Hasil: Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap data resiliensi dibandingkan dengan faktor ansietas menunjukkan distribusi tidak normal (p<0,05), dengan rerata nilai 69,39 ± 14,11. Berdasarkan uji Mann Whitney, resiliensi dan ansietas menunjukkan hubungan yang signifikan (asymp. sig. (2-tailed) = 0,00) di mana tingkat resiliensi yang lebih rendah berhubungan dengan ansietas.
Kesimpulan: Resiliensi memiliki hubungan signifikan yang berbanding terbalik dengan ansietas pada mahasiswa FKUI tingkat 3.

Introduction: Medical students have shown higher anxiety levels compared to the general population. As this has many negative implications, so efforts are needed to overcome it. Previous studies have looked into resilience as one of the protective factors for anxiety. However, there have been no studies that examine the relationship between resilience and anxiety in medical students in Indonesia, especially during the era of COVID-19 pandemic. This study aims to determine the relationship between resilience and anxiety in third year medical students of the Faculty of Medicine Universitas Indonesia during the COVID-19 pandemic.
Method: This study used a cross-sectional design on third year medical students of the Faculty of Medicine Universitas Indonesia using CD-RISC25 questionnaire to see resilience and K10 questionnaire to see subject’s anxiety. Analysis of the two variables was conducted using the Mann Whitney test.
Result: The result of the Kolmogorov-Smirnov test for resilience data compared to the anxiety factors showed that the data is not normally distributed (p<0.05), with a mean score of 69,39 ± 14,11. According to the Mann Whitney test, resilience and anxiety showed a significant relationship (asymp. sig. (2-tailed) = 0.00) in which lower resilience level is correlated with anxiety.  
Conclusion: Resilience has significant and inverse relationship with anxiety in third year medical students of Faculty of Medicine Universitas Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Shabrina Zatalini
"Pandemi COVID-19 mengubah dinamika hubungan antara manusia dan tempat melalui penerapan pembatasan sosial. Padahal, tempat merupakan hal yang krusial bagi komunitas untuk berkumpul dan berkegiatan. Hal tersebut mendorong pentingnya resiliensi bagi komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara place attachment dan resiliensi komunitas di masa pandemi COVID-19. Pengukuran place attachment menggunakan alat ukur dari Williams dan Vaske (2003), dan resiliensi komunitas diukur dengan CCRAM-28. Penelitian ini merekrut 152 partisipan yang merupakan anggota komunitas berbasis minat dan kegiatan yang memiliki tempat berkumpul. Ditemukan bahwa place attachment berkorelasi secara positif dan signifikan terhadap resiliensi komunitas, dan berkontribusi sebesar 25,8% terhadap varians resiliensi komunitas. Masing-masing dimensi dari place attachment juga ditemukan berperan dalam memprediksi resiliensi komunitas.

The COVID-19 pandemic is changing the dynamics between people and places through the application of social distancing. Meanwhile, place is crucial for the community to gather and execute their activity. This encourages the importance of resilience for the community. This study aims to look at the relationship between place attachment and community resilience during the COVID-19 pandemic. Measurement of place attachment used a measurement tool from Williams and Vaske (2003), and community resilience was measured by CCRAM-28. This study recruited 152 participants who were members of an interest and activity-based community that had a collective gathering place. It was found that place attachment was positively and significantly correlated with community resilience, and contributed 25.8% to the variance of community resilience. Each dimension of place attachment was also found to predicts community resilience."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Safira Salsabiela
"Emotional eating didefinisikan sebagai kecenderungan untuk mengonsumsi makanan yang umumnya tinggi gula, garam, dan lemak, secara berlebih, sebagai respons atas emosi negatif yang dirasakan. Emotional eating yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko terjadinya perilaku makan menyimpang seperti bulimia nervosa dan binge-eating disorder, obesitas, penyakit kardiovaskuler, serta diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara persepsi stres, kecemasan, stresor perkuliahan, penggunaan media sosial, riwayat terkonfirmasi positif COVID-19 pada individu dan anggota keluarga, serta mindfulness dengan kejadian emotional eating pada 106 mahasiswi tingkat akhir S1 Reguler Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia selama pandemi COVID-19. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20,8% responden mengalami emotional eating. Terdapat perbedaan rata-rata skor yang signifikan antara penggunaan media sosial (p-value = 0,029) dan observing facet (p-value = 0,032) terhadap emotional eating. Individu dapat lebih mengenali pemicu dan coping strategies yang tepat untuk mengatasi emosi negatif, menggunakan media sosial secara bijak, serta menerapkan mindful eating. Pemerintah dapat lebih meningkatkan dukungan dan kolaborasi untuk meningkatkan kepedulian terhadap isu gangguan perilaku makan di masyarakat. Departemen Gizi FKM UI diharapkan dapat mencantumkan skrining perilaku makan menyimpang dalam salah satu aspek pengkajian riwayat asupan pada “Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)”.

Emotional eating is defined as the tendency to excessively consuming food which often high in sugar, salt, and fat levels in response to negative emotions. Uncontrolled emotional eating will increase the risk of eating disorders such as bulimia nervosa and binge-eating disorder, obesity, cardiovascular diseases, and type II diabetes. This study aims to find out about the relationship between perceived stress, anxiety, academic stressors, social media engagement, COVID-19 infection history, and mindfulness with emotional eating among 106 final year undergraduate female students of the Faculty of Public Health Universitas Indonesia during the COVID-19 pandemic in 2021. This cross-sectional quantitative study shows that there are about 20,8% of respondents who has an emotional eating tendency. There are significant differences between social media engagement (p-value = 0,029) and observing facet (p-value = 0,032) with emotional eating. Young adults should discover more about their triggers and positive coping strategies, use social media wisely, and eat mindfully. The government should enhance their supports and collaborations to raise awareness about the disordered eating behavior in the population. The Nutrition Department of FPH UI is suggested to include the “eating disorders screening” in the dietary history assessment aspect of the “Nutrition Care Process (NCP)”."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Andini
"Pandemi COVID-19 merupakan fenomena yang memberikan dampak besar terhadap komunitas terutama sense of community (SOC) anggota komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara SOC terhadap resiliensi komunitas di masa pandemi COVID-19. Penulis berhipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara SOC dan resiliensi komunitas sehingga komunitas yang resilien mampu beradaptasi selama pandemi. Pengambilan data menggunakan CCRAM dan SCI-2 kepada 165 partisipan yang merupakan anggota dari komunitas berbasis minat dan kegiatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan (r=0,737) antara SOC dan resiliensi komunitas pada komunitas berbasis minat dan kegiatan di masa pandemi COVID-19.

The COVID-19 pandemic is a phenomenon that has a major impact on the community, especially the sense of community (SOC) of community members. This study aims to investigate the relationship between SOC and community resilience during the COVID-19 pandemic. Researchers hypothesize that there is a positive and significant relationship between SOC and community resilience therefore resilient communities are able to adapt during a pandemic. There are 165 participants who are members of community of practice and interest that was carried out using CCRAM and SCI-2. The results showed that there was a positive and significant relationship (r=0,737) between SOC and community resilience in community of practice and interest during the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninis Cantika Asriningati
"Latar Belakang: Adanya perubahan pada metode pembelajaran akibat Covid-19 meningkatkan waktu yang dihabiskan untuk menatap layar (screen-time) yang berpotensi mengganggu kualitas tidur mahasiswa kedokteran gigi yang sebelum pandemi ini telah dilaporkan memiliki persentase kualitas tidur buruk yang cukup tinggi. Bedasarkan penelitian sebelumnya, kualitas tidur yang buruk juga dikaitkan dengan insidens TMD. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kualitas tidur dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin dan screen-time terhadap kualitas tidur dan TMD. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 110 mahasiswa Program Pendidikan Kedokteran Gigi dan Program Profesi Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan Indeks Diagnostik – Temporomandibular Disorder (ID-TMD) secara daring melalui google form. Hasil Penelitian: Uji Chi-Square menujukkan kualitas tidur memiliki hubungan bermakna dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19 (p=0.035). Hubungan yang bermakna juga ditunjukkan antara screen-time dengan kualitas tidur (p=0.027), namun tidak dengan TMD (p=0.489). Jenis kelamin juga tidak memiliki hubungan bermakna, baik dengan kualitas tidur (p=0.974) maupun TMD (p=0.902). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan TMD pada mahasiswa kedokteran gigi selama pandemi Covid-19.Terdapat pula hubungan antara screen-time dengan kualitas tidur. Namun tidak terdapat hubungan antara screen-time dengan TMD, serta jenis kelamin dengan kualitas tidur maupun TMD.

Background: Changes in learning methods and increased screen-time due to Covid-19 pandemic may lead dental students to poor sleep quality. Based on previous studies, poor sleep quality also associated with the incidence of TMD. Objectives: The aim of this study is to analyze the relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 pandemic. This study also aims to analyze the influence of gender and screen-time to sleep quality and TMD. Method: Cross-sectional study was conducted on 110 pre-clinical and clinical year students of Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. Sleep quality was evaluated using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) questionnaire and TMD was evaluated using Indeks Diagnostik – Temporomandibular Disorder (ID-TMD) questionnaire. Retrieval of data using questionnaires distributed and collected online. Result: The result of Chi-Square test showing there is relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 pandemic (p=0.035). Significant relationship was also showed between screen-time and sleep quality (p=0.027), but not with TMD (p=0.489). There is no relationship between gender and sleep quality (p=0.974) as well as TMD (p=0.902). Conclusion: This study shows that there is relationship between sleep quality and TMD in dental students during Covid-19 Pandemic. Significant relationship was also found between screen-time and sleep quality. However, no relationship was found between screen-time and TMD along with gender and sleep quality as well as TMD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>