Pada industri terutama industri pengolahan minyak bumi, katalis yang banyak digunakan adalah katalis berbasis nikel salah satunya NiO/Al2O3. Di Pertamina Balongan RU VI untuk proses hydrotreating, limbah katalis yang dihasilkan mencapai angka 1000 ton per tahunnya. Padahal limbah katalis ini merupakan salah satu isu lingkungan karena termasuk kedalam golongan limbah B3. Kandungan nikel yang terdapat dalam limbah katalis hydrotreating mencapai angka 72438,59 mg/kg dan hal ini menyebabkan perlunya tindakan perolehan kembali atau recovery. Selain untuk kepentingan lingkungan, logam nikel juga dikategorikan berharga dengan harga per kilogramnya sebesar Rp 239.132. Metode yang dilakukan untuk memperoleh kembali logam nikel dari limbah yaitu dengan proses leaching dan dilanjutkan dengan ekstraksi cair-cair, karena metode ini dikenal sebagai metode yang efektif dalam me-recovery logam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses leaching mencapai nilai optimum dengan menggunakan asam sitrat 1.5 M dan suhu 80°C selama 2 jam dengan persentase leaching sebesar 82,06%. Sedangkan kondisi optimum yang diperoleh dari proses ekstraksi cair-cair menggunakan 40% LIX 84-ICNS, rasio fasa ekstraktan/fasa internal: 1/1, pH 7 dan kecepatan pengadukan 750 rpm selama 10 menit mampu menghasilkan persentase ekstraksi sebesar 89,29%
In industry, especially in oil and gas industry, catalyst is widely used in order to enhance the process and optimize the production. One of the commonly used catalyst nickel-based catalyst, which is NiO/Al2O3. In Pertamina RU VI Balongan, this catalyst is used for the hydrotreating process, and it annually generates 1000 tons per year. This catalyst is being one issues since nickel is categorized as B3 waste. The nickel contained in hydrotreating spent catalyst is 72438,59 mg/kg and this led us the need to recover nickel metal from catalyst waste. In addition, nickel is also considered as valuable metal with a price per kilogram of Rp 239,132. The effective method used to recover nickel metal from waste is by leaching and continued with liquid-liquid extraction. The results showed that the leaching process reached the optimum value by using 1.5 M citric acid and 80°C for 2 hours resulting a leaching percentage of 82.06%. While the optimum conditions obtained from the liquid-liquid extraction process using 40% LIX 84-ICNS, the extraction phase / internal phase: 1/1, pH 7 and stirring speed of 750 rpm for 10 minutes were able to produce an extraction percentage of 89,29%.
"Bio Metal-organic Framework (MOF) adalah bahan berpori yang terbentuk dari kombinasi ion logam dan ligan organik. Asam sitrat adalah senyawa organik lemah yang dapat ditemukan dalam daun dan buah jeruk. MOF memiliki banyak fungsi, salah satunya bertindak sebagai bahan adsorben. Kami telah mensintesis dan mengkarakterisasi MOF berdasarkan ligan logam kromium nitrat dan asam sitrat. Sintesis dilakukan melalui metode reaksi hidrotermal menggunakan KOH dan Etanol serta dengan rasio logam terhadap ligan 0.6:1; 1:2; 1:2.5 dan 1:3. Sintesis dilakukan pada suhu puncak 120 oC selama 30 menit dan ditahan pada suhu tersebut selama 48 jam. Karakterisasi MOF dilakukan dengan Brunauer-EmmettTeller (BET), X-ray difraksi (XRD), scanning electron microscope (SEM), analisis termogravimetri (TGA), dan analisis Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR). Dalam percobaan ini diperoleh luas permukaan paling besar 49 m2/g. Pengujian adsorpsi dilakukan pada suhu 27oC, 40 oC dan 55 oC dengan variasi tekanan 5, 10, 15, 20, 30, dan 40 bar. Hasil adsorpsi paling besar terjadi pada suhu 27oC pada tekanan 40bar. Korelasi adsorpsi dilakukan dengan menggunakan persamaan Langmuir, Toth, dan Dubinin-Astakhov. Persamaan Dubinin-Astakov dengan nilai deviasi paling rendah (8.9%) digunakan untuk pergihitungan panas adsorpsi. Semakin tinggi suhu adsorpsi, semakin tinggi panas adsorpsi yang dihasilkan. Semakin besar jumlah adsorbat yang terserap, panas adsorpsi yang dihasilkan semakin rendah. Dengan semakin rendahnya nilai panas adsorpsi, maka semakin rendah juga biaya regenerasi material tersebut dan semakin tinggi nilai penghematan energi pada proses adsorpsi.