Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159737 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natasya Davita
"Glikosaminoglikan (GAG) adalah komponen utama dari membran basal dan memiliki" "potensi sebagai penanda yang baik serta penentuan adanya disfungsi endotel pada tahap awal penyakit ginjal diabetes dan perkembangan penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar GAG pada pasien dengan terapi metformin dan kombinasi metformin-glimepirid pada penderita diabetes melitus tipe 2. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan metode consecutive sampling di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan Puskesmas Depok Jaya. Sampel darah dan urin subjek penelitian akan dikumpulkan untuk pengukuran HbA1c, estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG), perbandingan albumin-kreatinin urin, dan kadar GAG. Kadar GAG dapat dianalisis menggunakan 1,9-dimetilmetilen biru (GAG-DMMB). Total123 subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengguna terapi metformin (n=57) dan kombinasi metformin-glimepirid (n=66). Nilai koefisien korelasi dari hasil penelitian secara berturut-turut yaitu 0,9972; 0,9240; 0,9980; 0,9983; 0,9997; 0,9997; dan 0,9975. Terdapat perbedaan yang bermakna hanya pada karakteristik dasar usia (p=0,034) dan karakteristik dasar klinis yaitu HbA1c (p=0,037). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=1,000) pada hasil pengukuran glikosaminoglikan urin pada kelompok metformin (2,00 (0,17-8,09)) dan kombinasi metfonnin-glimepirid (2,07 (0,24-13,99)). Terdapat faktor lain yang signifikan dapat meningkatkan nilai GAG yaitu durasi menderita DMT2 >5 tahun dan komorbid. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan nilai GAG urin pada kelompok metformin dan kombinasi metformin­ glimepirid.

Glycosaminoglycans (GAGs) are major components of the basement membrane and have" "potential as good markers and determinations of endothelial dysfunction in the early stages of diabetic kidney disease and disease progression. The purpose of the study was to determine differences in GAG levels in patients treated with metformin and a combination of metformin-glimepiride in patients with type 2 diabetes mellitus. The study was conducted with a cross-sectional design with consecutive sampling method at Pasar Minggu Subdistrict Health Center and Depok Jaya Health Center. Blood and urine samples of research subjects will be collected for measurement of HbA1c, estimated glomerular filtration rate (eGFR), urine albumin-creatinine ratio, and GAG levels. GAG levels can be analyzed using 1,9-dimethylmethylene blue (GAG-DMMB). Total of 123 research subjects were divided into two groups, which are divided into users ofmetformin therapy (n=57) and metformin-glimepiride combinations (n=66). The value of the correlation coefficient from the results of the research in order is 0,9972; 0,9240; 0,9980;" "0,9983; 0,9997; 0,9997; and 0,9972. There was a significant difference only in the basic" "characteristics of age (p=0,034) and basic clinical characteristics, namely HbA1c (p=0,037). There was no significant difference (p=1,000) in the measurement results of urine glycosaminoglycans in the metformin (2.00 (0.17-8.09)) and metformin­ glimepiride combination (2.07 (0.24-13.99)). Patient with other comorbidities and have suffered by Diabetes Mellitus Type 2 >5 years can significantly increase the value of GAG. Therefore, it can be said that there was no difference in urinary GAG values in the metformin and metformin-glimepiride group."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Indah Pratiwi
"Homosistein (Hcy) adalah asam amino yang mengandung tiol dan memiliki potensi sebagai penanda biologis dari komplikasi terkait diabetes melitus tipe 2, seperti makrovaskular dan mikrovaskular. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan homosistein serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan terapi metformin dan kombinasi metformin-glimepirid. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan metode consecutive sampling di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan Puskesmas Depok Jaya. Sampel darah subjek penelitian dikumpulkan untuk pengukuran HbA1c dan kadar homosistein serum. Kadar homosistein serum diukur menggunakan Axis® Homocysteine EIA Kit. Total 125 partisipan dibagi menjadi dua kelompok yaitu pengguna terapi metformin (n=57) dan kombinasi metformin-glimepirid (n=68). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada karakteristik dasar dan klinis kedua kelompok kecuali regimen terapi (metformin) (p=0,003). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,163) pada hasil pengukuran kadar homosistein serum pada kelompok metformin (12,03±3,45) dan kombinasi metformin-glimepirid (13,08±4,69). Hiperhomosisteinemia (µmol/L) lebih banyak ditemukan pada kelompok kombinasi metformin-glimepirid dibandingkan dengan kelompok metformin, namun tidak bermakna secara statistik (p=0,113). Terdapat faktor yang dapat memengaruhi kadar homosistein yaitu jenis kelamin, durasi menderita DMT2, rutinitas olahraga, dan regimen terapi (glimepirid). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar homosistein serum pada kelompok metformin dan kombinasi metformin-glimepirid.

Homocysteine (Hcy) is an amino acid that contains thiols and has the potential to be a biological marker of complications related to type 2 diabetes mellitus, such as macrovascular and microvascular. The purpose of this study was to determine the comparison of serum homocysteine in type 2 diabetes mellitus patients with metformin and metformin-glimepiride combination therapy. The study was conducted with a cross-sectional design with a consecutive sampling method at the Pasar Minggu Subdistrict Health Center and the Depok Jaya Health Center. Blood samples of the research subjects were collected for measurements of HbA1c and serum homocysteine levels. Serum homocysteine levels were measured using the Axis® Homocysteine EIA Kit. A total of 125 participants were divided into two groups, users of metformin therapy (n=57) and metformin-glimepiride combinations (n=68). There were no statistically significant differences in baseline and clinical characteristics among groups except for therapeutic regimen (metformin) (p=0,003). There was no significant difference (p=0,163) in the measurement results of serum homocysteine levels in the metformin (12,03±3,45) and metformin-glimepiride combination (13,08±4,69). Hyperhomocysteinemia (μmol/L) was more commonly found in the metformin-glimepiride combination group compared to the metformin group, but was no statistically significant difference (p=0.113). Gender, duration of T2DM, regular exercise, and therapeutic regimen (glimepiride) are factors that can affect homocysteine levels. Therefore, it can be said that there was no difference in serum homocysteine levels in the metformin and metformin-glimepiride groups.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulya Annisa Desiafitri
"Penyakit Ginjal Diabetes (PGD) merupakan salah satu bentuk komplikasi mikrovaskular dari penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metabolit urin yang berperan dalam progresifitas pasien PGD di Indonesia khususnya pada risiko sedang dan tinggi berdasarkan KDIGO 2022 beserta jalur metabolismenya. Desain studi yang digunakan adalah studi potong lintang dengan metode consecutive sampling yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan RSUD Jati Padang. Sampel darah diambil untuk pengukuran HbA1c dan Estimated Glomerulus Filtration Rate (eGFR) sedangkan sampel urin digunakan untuk mengukur nilai UACR (Urine Albumin Creatinine Ratio) dan dianalisis metabolitnya menggunakan LC-MS/QTOF. Analisis dan pengolahan data dilakukan menggunakan Metaboanalyst 5.0. serta berbagai database meliputi Human Metabolites Database (HMDB), METLIN, PubChem, dan Kyoto Encyclopedia of Genes and Genomes (KEGG). Total sebanyak 32 sampel penelitian yang terbagi menjadi dua kelompok yakni kelompok risiko sedang PGD (n=16) dan kelompok risiko tinggi PGD (n=16). Tidak terdapat perbedaan bermakna pada karakteristik dasar dan karakteristik klinis pada kedua kelompok sampel penelitian. Terdapat 28 metabolit yang berbeda signifikan antara kedua kelompok (Variable Importance in Projection (VIP) >1; fold change > 1,2; p-value < 0,05). Empat metabolit diantaranya berpontensi sebagai metabolit penanda progresifitas PGD (AUC>0,65), yakni phosphatidylcholine(24:1(15Z)/22:0), phosphatidylcholine(24:1(15Z)/24:0), sphinganine, dan estradiol. Terdapat empat jalur metabolisme yang teridentifikasi yaitu metabolisme sphingolipid, jalur metabolisme glycerophospholipid, dan jalur metabolisme steroid hormone. Oleh karena itu, diperlukan studi lebih lanjut untuk menganalisis keempat metabolit tersebut dalam keperluan diagnostik PGD.

Diabetic Kidney Disease (DKD) is a form of microvascular complication of Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM). This study aims to determine the urinary metabolites that play a role in the progression of DKD patients in Indonesia, especially at moderate and high risk based on the 2022 KDIGO and its metabolic pathways. The study design used was a cross-sectional study with consecutive sampling methods conducted at the Pasar Minggu Primary Health Center and Jati Padang Hospital. Blood samples were taken to measure HbA1c and estimate glomerular filtration rate (eGFR), while urine samples were used to measure UACR (Urine Albumin Creatinine Ratio) values and their metabolites were analyzed using LC-MS/QTOF. Data analysis and processing were performed using Metaboanalyst 5.0. as well as various databases including the Human Metabolites Database (HMDB), METLIN, PubChem, and the Kyoto Encyclopedia of Genes and Genomes (KEGG). A total of 32 research samples were divided into two groups, namely the moderate risk group for DKD (n = 16) and the high risk group for DKD (n = 16). There were no significant differences in the basic characteristics and clinical characteristics for the two groups. There were 28 metabolites that differed significantly between the two groups (Variable Importance in Projection (VIP) > 1; fold change > 1.2; p-value < 0.05). Four of these metabolites have the potential to be the biomarkers of DKD progression (AUC>0.65), namely phosphatidylcholine(24:1(15Z)/22:0), phosphatidylcholine(24:1(15Z)/24:0), sphinganine, and estradiol. Also, there are four identified metabolic pathways, including sphingolipid metabolism, glycerophospholipid metabolism, and steroid hormone metabolism. Therefore, further studies are needed to analyze these four metabolites in the diagnostic purposes of PGD."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Yusrina
"Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah penyakit gangguan metabolisme yang menyebabkan regulasi insulin terganggu dan dapat mengakibatkan komplikasi penyakit ginjal diabetes (PGD). Saat ini, gold standard penilaian fungsi ginjal dilakukan berdasarkan parameter eGFR dan albuminuria, tetapi kedua parameter tersebut memiliki beberapa keterbatasan. Oleh karena itu, metode baru untuk deteksi dini fungsi ginjal dapat bermanfaat dalam upaya pencarian target terapi yang lebih tepat, salah satunya melalui pendekatan metabolomik. Tujuan penelitian ini yaitu melihat perbedaan profil metabolit serum pasien DMT2 risiko rendah (n=16) dan tinggi (n=16) PGD berdasarkan klasifikasi KDIGO 2022 yang mengonsumsi metformin-glimepirid. Desain penelitian cross-sectional dengan teknik consecutive sampling dilakukan di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan RSUD Jatipadang. Sebanyak total 32 partisipan yang memenuhi kriteria inklusi dibandingkan profil metabolitnya berdasarkan kategori risiko PGD. Sampel darah, urin, serta data karakteristik dasar dan klinis dikumpulkan untuk analisis metabolomik. Analisis untargeted metabolomics dilakukan menggunakan LC/MS-QTOF dengan metode yang sudah tervalidasi. Pengolahan data dilakukan menggunakan MetaboAnalyst 5.0 dan SPSS versi 24.0. Seluruh metabolit yang terdeteksi diidentifikasi oleh database Metlin, HMDB, PubChem, dan KEGG. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada seluruh karakteristik dasar dan klinis subjek penelitian. Terdapat perbedaan bermakna pada ekspresi metabolit antara dua kelompok sampel. Berdasarkan parameter VIP score >1; FC >1.2; p-value <0,05; AUC >0,65 yang ditetapkan, diperoleh tiga metabolit yang memiliki potensi sebagai senyawa biomarker dalam perkembangan PGD, yaitu acetyl-N-formyl-5-methoxykynurenamine (AFMK), phosphatydilinositol-4,5-bisphosphate (PIP2), dan cytidine diphosphate diacylglycerol (CDP-DAG). Berdasarkan ketiga metabolit tersebut, tiga jalur metabolisme berhasil terdeteksi dan berpotensi terlibat dalam perkembangan PGD yaitu metabolisme triptofan, metabolisme fosfatidilinositol, serta metabolisme gliserofosfolipid. 

Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a metabolic disorder causing insulin regulation to be disrupted and may lead to diabetic kidney disease (DKD) complication. The current gold standard for assessing kidney function based on eGFR and albuminuria have some limitations. Therefore, a new method for assessing kidney function may be useful for a better therapeutic target discovery, such as through metabolomics approach. This study aims to compare the serum metabolite profiles of T2DM patients consuming metformin-glimepiride with low (n=16) and high (n=16) risk of DKD based on KDIGO 2022. A cross-sectional study with consecutive sampling method was carried out at Puskesmas Pasar Minggu and RSUD Jatipadang. A total of 32 participants fulfilled the inclusion criteria were compared for their metabolite profiles. Blood, urine, baseline and clinical characteristics data were collected to perform untargeted metabolomics analysis using a validated LC/MS-QTOF method. Data processing was performed using MetaboAnalyst 5.0 and SPSS 24.0. Metabolites were identified by Metlin, HMDB, PubChem, and KEGG databases. There were no significant differences among all basic and clinical characteristics of the participants. There were significant differences of metabolite expression between two sample groups. Based on the applied parameters VIP score >1; FC>1.2; p-value <0.05; AUC >0.65, three metabolites were found to have potential as biomarker in the development of DKD, namely acetyl-N-formyl-5-methoxykynurenamine (AFMK), phosphatydilinositol-4,5-bisphosphate (PIP2), and cytidine diphosphate diacylglycerol (CDP-DAG). Based on these metabolites, three metabolic pathways were detected and found to be potentially involved in the development of DKD, namely tryptophan metabolism, phosphatidylinositol metabolism, and glycerophospholipid metabolism."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Rachman
"Obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan di Puskesmas Indonesia adalah metformin atau kombinasi metformin dan sulfonilurea. Studi tentang metformin telah menunjukkan berbagai dampak penurunan kognitif pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, sedangkan sulfonilurea telah terbukti mengurangi dampak ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dampak metformin dan metformin-sulfonilurea pada fungsi kognitif dan menentukan faktor apa yang mempengaruhinya. Studi potong lintang ini dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dengan melibatkan 142 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengonsumsi metformin atau metformin-sulfonilurea selama >6 bulan dan usia >36 tahun. Fungsi kognitif dinilai menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment versi bahasa Indonesia. Efek dari metformin dan metformin-sulfonylurea pada penurunan kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan setelah mengontrol kovariat (aOR = 1,096; 95% CI =  13.008px;">0,523–2,297; nilai-p = 0,808). Analisis multivariat menunjukkan usia (OR = 4,131; 95% CI = 1,271–13,428; nilai-p = 0,018) dan pendidikan (OR = 2,746; 95% CI = 1.196–6.305; nilai-p = 0,017) mempengaruhi fungsi kognitif. Pendidikan yang lebih rendah dan usia yang lebih tua cenderung menyebabkan penurunan kognitif, tenaga kesehatan didorong untuk bekerja sama dengan ahli kesehatan masyarakat untuk mengatasi faktor risiko fungsi kognitif ini.

The most prescribed antidiabetic drugs in Indonesian primary health care are metformin or a combination of metformin and sulfonylurea. Studies on metformin have shown various impacts on cognitive decline in patients with type 2 diabetes mellitus, whereas sulfonylurea has been shown to reduce this impact. This study aimed to compare the impacts of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive function and determine what factors affected it. This crosssectional study was conducted at Pasar Minggu Primary Health Care involving 142 type 2 diabetes mellitus patients taking metformin or metformin-sulfonylurea for >6 months and aged >36 years. Cognitive function was assessed using the validated Montreal Cognitive Assessment Indonesian version. The effects of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive decline showed no significant difference, even after controlling for covariates (aOR = 1.096; 95% CI = 0.523–2.297; p-value = 0.808). Multivariate analysis showed age (OR = 4.131; 95% CI = 1.271–13.428; p-value = 0.018) and education (OR = 2.746; 95% CI = 1.196–6.305; p-value = 0.017) affected cognitive function. Since a lower education and older age are likely to cause cognitive decline, health professionals are encouraged to work with public health experts to address these risk factors for cognitive function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradilla Eka Herastuti
"Diabetes melitus tipe 2 merupakan kasus diabetes yang paling umum terjadi dengan peningkatan prevalensi setiap tahun. Penyakit diabetes dapat menyebabkan biaya perawatan tinggi dan penurunan kualitas hidup. Terapi pengobatan diabetes yang beragam variasi dapat memberikan efektivitas dan biaya yang berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektivitas biaya terhadap kombinasi metformin-pioglitazon dan metformin-glimepirid pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan teknik pengumpulan data retrospektif. Data penelitian diambil dari rekam medis dan data biaya pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 dengan kombinasi metformin-pioglitazon dan metformin-glimepirid di RSUD Pasar Rebo tahun 2020-2022. Parameter untuk melihat efektivitas terapi adalah pencapaian target HbA1c <7,0% dengan minimal 3 bulan. Data biaya pengobatan pasien menggunakan biaya langsung medis dengan perspektif rumah sakit. Nilai efektivitas terapi yang dihasilkan menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok metformin-pioglitazon dengan metformin-glimepirid (p > 0,05). Berdasarkan hasil analisis, nilai inkremental efektivitas antara kedua kelompok terapi sebesar 8% dan nilai inkremental total biaya sebesar Rp350.170,00. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terapi kombinasi metformin-pioglitazon lebih efektivitas-biaya dibandingkan metformin-glimepirid dengan penambahan biaya sebesar Rp43.771,25 untuk berpindah dari terapi metformin-glimepirid menjadi metformin-pioglitazon pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Pasar Rebo.

Diabetes mellitus type 2 is the most common case of diabetes with an increase in prevalence every year. Various diabetes treatment therapies can provide different effectiveness and costs. This study was performed to analyze cost-effectiveness of the combination of metformin-pioglitazone and metformin-glimepiride in patients with type 2 diabetes mellitus. This method was cross-sectional with retrospective data collection techniques. The research data was taken from medical records and cost data for type 2 diabetes with combination of metformin-pioglitazone and metformin-glimepiride at Pasar Rebo Hospital in 2020-2022. The parameter to see effectiveness of therapy is achievement of HbA1c target of <7.0% at least 3 months. Patient treatment cost data using medical direct costs with a hospital perspective. The resulting therapeutic effectiveness value showed no significant difference between the metformin-pioglitazone group and metformin-glimepiride (p > 0.05). Based on the results of the analysis, incremental value of effectiveness between the two therapy groups was 8% and total incremental value of cost was Rp350,170.00. Based on the results of this study, metformin-pioglitazone combination therapy is more cost-effective than metformin-glimepiride with additional cost of Rp43,771.25 by changing metformin-glimepiride therapy to metformin-pioglitazone in type 2 diabetes mellitus patients at RSUD Pasar Rebo."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiah Nur Rohmah
"Penyakit Ginjal Diabetes (PGD) merupakan salah satu komplikasi yang paling umum terjadi dari diabetes. Deteksi dini gangguan fungsi ginjal pada pasien diabetes melitus tipe-2 (DMT2) dapat mencegah progresivitas PGD. Tujuan penelitian ini adalah menilai perbedaan profil metabolit urin pasien DMT2 yang mengonsumsi metformin-glimepirid pada kelompok risiko rendah dan sedang PGD serta menganalisis pemetaan jalur biokimia yang terjadi. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan metode consecutive sampling di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan RSUD Jati Padang. Sampel urin dan darah dikumpulkan untuk pengukuran HbA1c, eLFG (estimasi laju filtrasi glomerulus), UACR (rasio albumin-kreatinin urin), dan analisis metabolomik berbasis LC/MS-QTOF. Total 32 subjek penelitian dibagi menjadi kelompok risiko rendah PGD (n=16) dan kelompok risiko sedang PGD (n=16) berdasarkan kategori prognosis KDIGO. Analisis data karakteristik dasar dan klinis dilakukan menggunakan software IBM SPSS Statistics Premium versi 24. Analisis hasil kromatogram dan spektra dari alat LC/MS-QTOF dianalisis menggunakan software Metaboanalyst 5.0. Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik pada karakteristik dasar dan klinis kedua kelompok, kecuali jenis kelamin (p=0,013) dan HbA1c (p=0,001). Terdapat metabolit urin yang berbeda signifikan (Variable Importance for the Projection (VIP)-score>1; fold change>1,2, dan p<0,05) antara kelompok risiko rendah dan sedang PGD, yaitu sphinganine, lysophospatidic acid, gamma-glutamylalanine, dan N-acetyl-Laspartic acid. Perubahan jalur biokimia yang berkaitan dengan metabolit penanda kerusakan ginjal pada kedua kelompok adalah metabolisme (1) sphingolipid, (2) gliserolipid, (3) gliserofosfolipid, (4) glutation, dan (5) alanin, aspartat, dan glutamat. Dengan demikian, disregulasi metabolisme lipid dan asam amino dapat menjadi biomarker (AUC>0,65) dalam perkembangan PGD pada tahap awal.

Diabetic Kidney Disease (DKD) is one of the most common complications of diabetes. Early detection of impaired kidney function in type-2 diabetes mellitus (T2DM) patients can prevent the progression of DKD. The study aimed to compare the urine metabolites profile of T2DM patients who consumed metformin-glimepiride with low and moderaterisk groups of DKD and to analyze the mapping of the biochemical pathways that occur. The study was conducted using a cross-sectional design with a consecutive sampling method at Pasar Minggu District Health Center and Jati Padang Hospital. Urine and blood samples were collected for measurements of HbA1c, eGFR (estimated glomerular filtration rate), UACR (urine albumin-creatinine ratio), and LC/MS-QTOF-based metabolomics analysis. A total of 32 subjects were divided into low-risk (n=16) and moderate-risk groups of DKD (n=16) based on KDIGO prognosis category. The baseline and clinical characteristics of the subjects were analyzed using IBM SPSS Statistics Premium software version 24. The chromatogram and spectra results from the LC/MSQTOF were analyzed using Metaboanalyst 5.0 software. The results showed that there were no statistically significant differences in the baseline and clinical characteristics of the two groups, except for sex (p=0.013) and HbA1c (p=0.001). There are significant differences in urine metabolites (VIP-score>1; fold change>1.2, and p<0.05) between low and moderate-risk groups of DKD i.e. sphinganine, lysophosphatidic acid, gammaglutamylalanine, and N-acetyl-L-aspartic acid. Changes in biochemical pathways associated with markers of kidney damage in both groups are the metabolism of (1)sphingolipids, (2)glycerolipids, (3)glycerophospholipids, (4)glutathione, and (5) alanine, aspartate, and glutamate. Therefore, dysregulation of lipid and amino acid metabolism could be biomarkers (AUC > 0,65) for the progression of DKD in the early stage."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Mahdiyah
"Penyakit ginjal diabetes (PGD) merupakan komplikasi jangka panjang yang terjadi pada penderita diabetes. Parameter eLFG dan albuminuria untuk diagnosis PGD memiliki keterbatasan sehingga diperlukan biomarker baru untuk mendeteksi kerusakan ginjal pada stadium awal PGD. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan profil metabolitserum pada kelompok risiko sedang dan tinggi PGD berdasarkan kategori prognosis KDIGO 2022 yang mengonsumsi metformin-glimepirid. Desain penelitian observasional yang digunakan adalah cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling sesuai dengan kriteria inklusi yang dilakukan di RSUD Jati Padang dan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Jumlah subjek penelitian sebanyak 32 pasien DMT2 yang dikategorikan menjadi 2 kelompok risiko sedang dan tinggi PGD. Berdasarkan analisis karakteristik dasar dan klinis, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada seluruh karakteristik dasar dan klinis. Analisis metabolomik tidak tertarget dilakukan dengan menggunakan liquid chromatography-mass spectrometry quadrupole time-of-flight (LC/MS-QTOF) dan pengolahan data menggunakan MetaboAnalyst 5.0 serta identifikasi metabolit menggunakan beberapa database, seperti HMDB, Metlin, Pubchem, dan KEGG. Hasil analisis statistik ditampilkan dalam grafik Principal Component Analysis(PCA), Partial Least Squares-Discriminant Analysis (PLS-DA), dan heatmap. Beberapa parameter untuk menentukan metabolit yang signifikan dalam penelitian ini, yaitu nilai fold change (log2(FC)>1,2), variable improtance in projection (VIP>1), p value (p<0,05), dan nilai area under the curve (AUC>0,65), sehingga diperoleh 25 metabolit yang signifikan berbeda antara 2 kelompok subjek penelitian dan 3 metabolit potensial dijadikan sebagai biomarker PGD, yaitu lysoPC (18:2(9Z,12Z)/0:0 yang terlibat dalam jalur metabolisme gliserofosfolipid, linoleic acid yang terlibat dalam jalur metabolisme asam linoleat dan biosintesis tidak jenuh, dan myristic acid terlibat dalam jalur biosintesis asam lemak. 

Diabetic kidney disease (DKD) is a long-term complication that occurs in diabetics. The eGFR and albuminuria parameters for the diagnosis of DKD have limitations, so new biomarkers are needed to detect kidney damage in the early stages of DKD. The purpose of this study was to compare the serum metabolite profiles in the moderate and high risk groups of DKD based on the 2022 KDIGO prognosis category who consumed metformin-glimepiride. The observational research design used was cross sectional. The sampling technique used consecutive sampling technique according to the inclusion criteria at the Jati Padang Hospital and Pasar Minggu Public Health Center. The number of study subjects was 32 T2DM patients who were categorized into 2 groups of moderate and high risk of DKD. Based on analysis of basic and clinical characteristics, there were no significant differences in all of the basic and clinical characteristics. Non-targeted metabolomics analysis was performed using liquid chromatography-mass spectrometry quadrupole time-of-flight (LC/MS-QTOF), data processing using MetaboAnalyst 5.0, and identification of metabolites using HMDB, Metlin, Pubchem, and KEGG. The results of the statistical analysis are displayed in the Principal Component Analysis graph, Partial Least Squares-Discriminant Analysis, and heatmap. Several parameters to determine significant metabolites in this study, namely the value of fold change (log2(FC)> 1.2), variable improtance in projection (VIP> 1), p value<0.05, and area under the curve (AUC>0.65), resulting in 25 metabolites that were significantly different between the 2 groups and 3 potential metabolites used as PGD biomarkers, namely lysoPC(18:2(9Z,12Z)/0:0), linoleic acid, and myristic acid."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Nabihah
"Homosistein adalah asam amino yang dihasilkan dalam metabolisme metionin dan sistein. Berdasarkan bukti ilmiah, tingginya kadar homosistein berpotensi memiliki efek neurotoksik dan terkait dengan kemunculan penyakit neurodegeneratif. Konsumsi metformin jangka panjang oleh pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2) menyebabkan defisiensi vitamin B12 yang akan meningkatkan kadar homosistein. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis ada tidaknya hubungan antara hiperhomosisteinemia dengan penurunan fungsi kognitif pada pasien DMT2 yang mengonsumsi metformin dan metformin-glimepirid. Penelitian dengan desain potong lintang dan metode consecutive sampling dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dan Puskesmas Depok Jaya. Asesmen fungsi kognitif dilakukan dengan instrumen The Montreal Cognitive Assessment dalam Bahasa Indonesia (MoCA-Ina). Sampel darah subjek penelitian dikumpulkan untuk pengukuran HbA1c dan kadar homosistein. Total 116 subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu subjek penelitian dengan kadar homosistein normal (n=90) dan hiperhomosisteinemia (n=26). Tidak ada perbedaan bermakna (p<0,05) pada karakteristik dasar dan klinis kedua kelompok kecuali jenis kelamin (p=0,001). Secara keseluruhan, tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,307) pada skor MoCA-Ina kelompok kadar homosistein normal (23 (13-30)) dan kelompok hiperhomosisteinemia (21,5 (13-29)). Analisis lebih detail pada subdomain fungsi kognitif menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok kecuali pada subdomain bahasa (p=0,025). Kelompok kadar homosistein normal memiliki skor subdomain bahasa lebih tinggi (2,71±0,521) daripada kelompok hiperhomosisteinemia (1,86±0,877). Terdapat faktor lain yang mempengaruhi fungsi kognitif yaitu usia (p=0,022), waktu tempuh pendidikan (p=0,043), serta kebiasaan merokok (p=0,033). Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat petbedaan fungsi kognitif pada kelompok kadar homosistein normal dan kelompok hiperhomosisteinemia kecuali pada subdomain bahasa.

Homocysteine is an amino acid produced in the metabolism of methionine and cysteine. Based on scientific evidence, high levels of homocysteine have the potential to have neurotoxic effects and are associated with the emergence of neurodegenerative diseases. Long-term consumption of metformin by patients with type 2 diabetes mellitus (DMT2) causes vitamin B12 deficiency which will increase homocysteine levels. The purpose of this study was to analyze whether there is a relationship between hyperhomocysteinemia and decreased cognitive function in T2DM patients taking metformin and metformin-glimepiride. The study with a cross-sectional design and consecutive sampling method was conducted at Pasar Minggu and Depok Jaya Public Health Center. Cognitive function assessment was carried out using The Montreal Cognitive Assessment in Indonesian (MoCA-Ina) instrument. Blood samples of research subjects were collected for measurement of HbA1c and homocysteine levels. A total of 116 research subjects were divided into two groups, namely research subjects with normal homocysteine levels (n=90) and hyperhomocysteinemia (n=26). There was no significant difference (p<0.05) in the basic and clinical characteristics of the two groups except for gender (p=0.001). Overall, there was no significant difference (p=0.307) in the MoCA-Ina scores in the normal homocysteine group (23 (13-30)) and the hyperhomocysteinemia group (21.5 (13-29)). A more detailed analysis of the cognitive function subdomain showed that there was no significant difference between the two groups except for the language subdomain (p=0.025). The normal homocysteine level group had a higher language subdomain score (2.71±0.521) than the hyperhomocysteinemia group (1.86±0.877). There are other factors that affect cognitive function, namely age (p=0.022), length of formal education (p=0.043), and smoking habits (p=0.033). It can be concluded that there is no difference in cognitive function in the normal homocysteine level group and the hyperhomocysteinemia group except for the language subdomain."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Syawalia Naisya Buri
"Obesitas dan resistensi insulin pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat menyebabkan hiperlipidemia dan komplikasi pada sistem kardiovaskular. Metformin digunakan sebagai lini pertama terapi diabetes melitus tipe 2 dan dapat diberikan secara tunggal maupun kombinasi dengan golongan sulfonilurea. Namun beberapa studi menyatakan adanya peningkatan risiko penyakit kardiovaskular pada penggunaan terapi kombinasi metformin-sulfonilurea sedangkan penggunaan terapi kombinasi ini cukup tinggi. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh pengunaan terapi metformin maupun terapi kombinasi metformin-sulfonilurea terhadap profil lipid pasien DM tipe 2 yang berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik pengambilan sampel yakni consecutive sampling. Seluruh subjek yang diikutsertakan telah mengonsumsi metformin n=38 atau kombinasi metformin-sulfonilurea n=51 selama minimal 1 tahun dan berpuasa selama 8 jam sebelum pengambilan darah untuk pengujian profil lipid. Profil lipid yang terdiri dari kadar kolesterol total, kadar HDL, kadar trigliserida dan kadar LDL diukur dari sampel darah subjek. Alat pengukur profil lipid menggunakan metode enzimatik. Hasil pengujian kolesterol total, kadar HDL, kadar trigliserida dan kadar LDL menunjukkan bahwa rata-rata pada kelompok metformin lebih baik dibandingkan dengan kelompok terapi kombinasi metformin-sulfonilurea namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna p>0,05 untuk tiap komponen yang diukur. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan metformin dapat menghasilkan profil lipid yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan terapi kombinasi metformin sulfonilurea, meskipun tidak berbeda secara statistik.

Obesity and insulin resistance in type 2 diabetes mellitus patients can cause hyperlipidemia and complications in the cardiovascular system. Metformin is used as a first line therapy of type 2 diabetes mellitus and can be administered only or in combination with sulfonylurea group. However, some studies suggest an increased risk of cardiovascular disease in the use of combination metformin sulfonylurea therapy while the use of combination therapy is quite high. This study conducted to determine the effect of metformin therapy and metformin sulfonylurea combination therapy on lipid profile of type 2 DM patients which relate to cardiovascular disease. The study design was cross sectional with sampling technique is consecutive sampling. All subjects who were enrolled had taken metformin n 38 or a combination of metformin sulfonylurea n 51 for at least 1 year and fasted for 8 hours prior to blood sampling for lipid profile testing. Lipid profile consisting of total cholesterol level, HDL level, triglyceride level and LDL level were measured from blood samples of the subjects. Lipid profile was analyzed by enzymatic methods. Results of total cholesterol, HDL levels, triglyceride levels and LDL levels testing showed that the average in the metformin group was better than the metformin sulfonylurea combination therapy group but did not show a significant difference p 0.05 for each measured component. Therefore it can be concluded that the use of metformin can produce a better lipid profile compared with the use of a combination of metformin and sulfonylurea, although not statistically different."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>