Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132747 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Izhhar Jaka Ramadhani
"Perubahan iklim telah menjadi isu global yang genting. Isu tersebut mendorong para pemangku kepentingan untuk berpindah kepada opsi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Lembaga swadaya masyarakat (LSM), khususnya LSM lingkungan, memegang peran penting dalam advokasi lingkungan, tidak terkecuali di negara-negara Arab. Uni Emirat Arab (UEA) menjadi negara yang relevan untuk diteliti dikarenakan transformasinya dalam beberapa dekade menuju era globalisasi, serta tingkat modernitasnya yang tinggi. Penelitian ini akan mengkaji tentang Emirates Environmental Group (EEG), salah satu LSM lingkungan di UEA. Artikel ini akan membahas peran, strategi, dan pencapaian EEG dalam usahanya mengadvokasikan lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik studi pustaka. Artikel ini menggunakan teori LSM Lingkungan Princen. Studi ini menemukan bahwa upaya EEG berfokus pada isu-isu lingkungan seperti pemanfaatan sumber daya dan pengelolaan limbah. Karena reputasinya, EEG terakreditasi secara internasional. Dalam menjalankan misinya, EEG memiliki strategi bermitra dengan korporasi, pemerintah dan publik UEA. Strategi lain yang digunakan EEG adalah kampanye melalui program aksi dan edukasi. Melalui strategi tersebut, EEG telah mengurangi kerusakan lingkungan secara lokal, dan dalam prosesnya, membantu membimbing masyarakat UEA untuk menjadi lebih sadar akan lingkungan.

Climate change has become a critical global issue. It has encouraged stakeholders to opt for environmentally friendly and sustainable choices. Non-governmental organizations (NGOs), especially environmental NGOs, play an important role in environmental advocacy, and Arab countries are no exception. The United Arab Emirates (UAE) is a relevant country to study due to its transformation in the decades leading to the era of globalization, as well as its high level of modernity. This study will examine the Emirates Environmental Group (EEG), an environmental NGO in the UAE. This article will discuss EEG’s role, strategy, and achievements of its efforts to advocate for the environment. This study uses qualitative methods with literature study techniques. This article uses Princen's Environmental NGOs theory. The study found that EEG's efforts focused on environmental issues such as utilization of resources and waste management. Due to its reputation, EEG is internationally accredited. In carrying out its mission, EEG has a strategy of partnering with corporations, governments and the UAE public. Another strategy used by EEG is campaigning through action and education programs. Through those strategies, EEG has mitigated environmental damage locally, and in the process, helped guide the people of the UAE to become more environmentally conscious."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Naurah Nazifah
"Tulisan ini bertujuan menjelaskan proses modernisasi yang berlangsung di Uni Emirat Arab hingga saat ini (2023) dengan mengeksplorasi perubahan bidang ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya di negara tersebut dapat memengaruhi peran perempuan di masyarakat. Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengambilan data berupa studi pustaka dari menggali literatur, seperti buku, jurnal ilmiah, dan artikel internet. Dalam menganalisis sejarah perkembangan peran perempuan di Uni Emirat Arab, penulis menggunakan pemikiran tokoh emansipasi perempuan dari Mesir, Qasim Amin (1863-1908) dan teori perubahan sosial dari sosiolog asal Indonesia, Soerjono Soekanto (1922-2015). Penulis menemukan bahwa terdapat perubahan berkelanjutan mengenai perkembangan peran perempuan di Uni Emirat Arab. Perempuan UEA masa tradisional, banyak digambarkan berperan dalam rumah tangga saja. Faktanya, perempuan di masa sebelum ditemukannya minyak (tradisional), juga berperan dalam bidang ekonomi untuk membantu pendapatan keluarga. Proses modernisasi UEA sejak ditemukannya minyak hingga saat ini, membuat warga UEA lebih stabil secara finansial dan peran perempuan semakin terlihat tidak hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam publik sebagai administrator, politisi, pengusaha, dan banyak lagi. Di bawah konstitusi, Uni Emirat Arab menjamin hak dan status hukum yang setara antara laki-laki dan perempuan.

This writing aims to explain the ongoing process of modernization in the United Arab Emirates up to the present (2023) by exploring changes in the economic, educational, social, and cultural fields that may impact the role of women in society. The writing methodology employed in this research is qualitative, utilizing literature review as a data collection technique by examining literature such as books, scholarly journals, and internet articles. In analyzing the history of the development of women's roles in the United Arab Emirates, the author draws on the thoughts of the women's emancipation figure from Egypt, Qasim Amin (1863-1908), and the social change theory of the Indonesian sociologist, Soerjono Soekanto (1922-2015). The author finds that there has been continuous change regarding the development of women's roles in the United Arab Emirates. In traditional UEA society, women were often depicted as having roles primarily within the household. In reality, during the pre-oil discovery period (traditional), women also played a role in the economy to contribute to family income. The modernization process in the UEA since the discovery of oil until now has made UEA citizens more financially stable, and the role of women is increasingly visible not only in the economic sphere but also in the public domain as administrators, politicians, entrepreneurs, and more. Under the constitution, the United Arab Emirates ensures equal rights and legal status between men and women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miura Sekar Nurindra
"Artikel ini membahas tentang pariwisata halal di Uni Emirat Arab (UEA). Negara UEA adalah salah satu anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang mendapat peringkat ke-5 sebagai destinasi pariwisata halal terbaik dunia pada 2019. Sebagai negara di kawasan Timur Tengah, dengan mayoritas penduduk beragama Islam, bukankah kehalalan tidak perlu dinyatakan lagi? Demikian pertanyaan yang mendasari penelitian ini. Dengan menggunakan penelitian kualitatif melalui studi pustaka, artikel ini menjelaskan konsep pariwisata halal dalam perspektif UEA, potensi pariwisata yang dikembangkan dan penerapan pariwisata halal di UEA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pengembangan pariwisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pariwisata halal di UEA merupakan konsep standardisasi pelayanan dan sarana dalam menarik wisatawan muslim mancanegara. Adapun potensi yang dikembangkan adalah warisan kebudayaan Islam dalam kemasan modernitas.

This article discusses halal tourism in the United Arab Emirates (UAE). The UAE is a member of the Organization of Islamic Cooperation (OIC) which is ranked 5th as the world's best halal tourism destination in 2019. As a country in the Middle East region, with the majority of the population being Muslim, doesn't halal need to be declared again? These are the questions that underlie this research. By using qualitative research through literature study, this article explains the concept of halal tourism in the UAE perspective, the tourism potential that is developed and the application of halal tourism in the UAE. The theory used in this research is the tourism development theory. The results show that the concept of halal tourism in the UAE is a concept of standardization of services and facilities in attracting foreign Muslim tourists. The potential to be developed is Islamic cultural heritage in the packaging of modernity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Akbar Santoso
"ABSTRAK
Pacuan anjing Saluki merupakan salah satu cabang perlombaan olah raga tradisional tahunan pada festival-festival kebudayaan di Uni Emirat Arab. Pacuan anjing Saluki diselenggarakan karena tradisi berburu Arab badui kini tidak lagi dilakukan. Hal ini karena adanya kemajuan ekonomi melalui industrialisasi di Uni Emirat Arab dan dikeluarkannya hukum berburu oleh pemerintah setempat yang mengatur tentang kegiatan perburuan. Walaupun begitu, masyarakat Uni Emirat Arab yang merupakan keturunan dari suku-suku badui Arab turut menghidupkan kembali tradisi berburu dengan pacuan anjing Saluki. Pacuan anjing Saluki pun memiliki unsur-unsur yang sama, unsur-usur yang dimodifikasi, dan unsur-unsur yang dihilangkan dari tradisi Arab badui. Pacuan anjing Saluki dilakukan para pria, terutama dari keluarga para elit, dan dianggap memberikan kesenangan. Jurnal ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Teknik pengambilan data menggunakan kajian kepustakaan berupa buku-buku, media massa, situs web, dan pengamatan melalui video. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan pacuan anjing Saluki menjadi upaya pemertahanan tradisi berburu Arab badui.

ABSTRACT
Saluki race is one of the traditional sports competition at cultural festivals in the United Arab Emirates. Saluki race is held because the Bedouin tradition for hunting is no longer done nowadays. This is because United Arab Emiretes has a development in economic through industrialization issues law for hunting in the region. The people of United Arab Emirates who are descendants of Bedouin tribes then revive the tradition of hunting with Saluki through Saluki race. Saluki race has the elements which are same, modified, and removed from the Bedouin tradition of hunting with Saluki. Saluki race is performed by men, especially from the ruling families, and it becomes a leisure activity to them. This journal uses a descriptive qualitative approach and taking data from literature sources, such as books, mass media, website, and observation through video. The result shows that the existence of the Saluki race is an effort to preserve the Bedouin tradition of hunting with Saluki. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
London: Trident Press , 2004
R. 330.953 57 UNI (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
London : Trident Press, 2006
R. 330.953 57 UNI (1)
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
London: Trident , 1997
R 953.57 UNI
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhri Pratama
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan selama memimpin Uni Emirat Arab pada periode 1971 hingga 2004. Landasan teori yang digunakan adalah teori kebijakan negara serta teori modernisasi dan teori kekuasaan untuk memahami tentang kekuatan dari kebijakan yang sangat berpengaruh bagi kehidupan negaranya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah dengan jenis penelitian deskriptif. Berakhirnya perjanjian antara Inggris dengan emirat di Teluk Arab memunculkan keinginan membentuk sebuah negara yang berdaulat. Pada 2 Desember 1971, enam emirat di kawasan Teluk Arab bersatu dan mendirikan negara federasi yaitu Uni Emirat Arab. Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan didaulat menjadi presiden pertama. Selama memimpin UEA, Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan melakukan modernisasi melalui kebijakan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Kebijakan politik memberlakukan dua sistem pemerintahan yaitu sistem federal dan sistem tradisional. Kebijakan Ekonomi yaitu tidak diberlakukannya pajak. Kebijakan Sosial berupa pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis. Kebijakan Budaya yaitu dengan mendirikan institusi-institusi kebudayaan di setiap emirat. Kebijakan-kebijakan tersebut memberi dampak yang positif bagi kehidupan Uni Emirat Arab.

ABSTRAK
This thesis aimed to discuss about Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan?s policies since led the United of Arab Emirate in the period 1971 to 2004. The analysis was performed using the theory of state policy and the theory of modernization as well as the theory of power to understand about the power of the most influential policies to his country life. This thesis used historical research method with descriptive research. The overall of data were obtained by the author through literatures in the form of books, scientific articles, journals, research reported, magazines and related newspaper. The result of this analysis showed the end of agreement between the British with Emirate in the Arabia Gulf which emerged the eagerness to establish a sovereign state. In december 2, 1971, six emirate in the Arabian Gulf were coalesced to establish federal state, namely the United Arab Emirates. Zayed bin Sultan Alnahyan became the first president of the United of Arab Emirates. During leading the UAE, Zayed bin Sultan Alnahyan had modernized through policies in the political, economic, social, and culture fields. The political policy enforced two administration system, namely federal and traditional system. The economic policy enforced no taxation. The social policy given education and health serving freely. The culture policy was such as establishing cultural institutes in the every emirates. The policies given positive impact for the United of Arab Emirates life.
"
2015
S60419
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Al-Suwaidi, Jamal Sanad
Abu Dhabi: Jamal Sanad Al-Suwaidi, 2018
953.57 ALS u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adies Caesarian
"Produk hukum yang bersumber dari aktivitas organisasi internasional banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan sumber hukum internasional. Kebanyakan instrumen ini hadir sebagai pelengkap dari perjanjian konstitutifnya dengan sifat yang tidak mengikat, tetapi tidak dipungkiri memiliki signifikansi sebagai sumber hukum. Berkaitan dengan ini, Committee on the Elimination of Racial Discrimination (CERD) merupakan badan ciptaan dari International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD) yang secara khusus diberikan mandat untuk mengawasi implementasi kewajiban Negara pihak yang lahir dari ICERD. Untuk menjalankan mandatnya, CERD dapat mengeluarkan General Recommendationsebagai panduan bagi Negara pihak dalam memahami ketentuan ICERD sehingga Negara dapat melaksanakan kewajibannya dengan lebih baik. Selain bagi Negara pihak, General Recommendation juga digunakan oleh organ yudisial, seperti International Court of Justice (ICJ) sebagai pertimbangan untuk memahami suatu ketentuan Konvensi. Hal ini tercermin dari praktik ICJ dalam pertimbangan Putusan Diallo, Belgia melawan Senegal, Wall Advisory Opinion, dan IFAD Advisory Opinion. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif dan data sekunder, penelitian ini berusaha untuk mengetahui posisi General Recommendation sebagai sumber hukum internasional, mengamati praktik ICJ sebelumnya dalam menggunakan General Recommendation sebagai bahan pertimbangan, serta menganalisis pertimbangan ICJ terhadap General Recommendation No.30 Tahun 2004 dari CERD dalam perkara Qatar melawan UEA. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ICJ tidak menggunakan General Recommendation No.30 Tahun 2004 untuk menginterpretasikan ketentuan dalam ICERD tanpa mengelaborasikan alasannya. Meskipun hal ini dapat dilakukan oleh ICJ karena ICJ tidak wajib mengikuti interpretasi dari CERD ataupun preseden sebelumnya, hal ini menyimpang dari praktik-praktik ICJ sebelumnya. Sehubungan dengan itu, penggunaan General Recommendation sebagai sarana interpretasi oleh ICJ dapat dilihat sebagai supplementary means of interpretation dalam kaitannya dengan posisi General Recommendation sebagai sumber hukum subsider. Penelitian ini menyarankan General Recommendation diberikan pertimbangan yang besar terhadap suatu pertimbangan interpretasi ketentuan perjanjian HAM internasional. Pun ketika ICJ memilih untuk menyimpang dari interpretasi General Recommendation, hendaknya memberikan justifikasinya demi menjaga konsistensi putusannya.

Sources of law originating from the activities of international organizations contribute a lot to the development of sources of international law. Most of these instruments are complements to the constitutive agreement with a non-binding nature, but it is undeniable that they have a certain legal significance as a source of law. In this regard, the Committee on the Elimination of Racial Discrimination (“CERD”) is an organ created by the International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (“ICERD”) which is specifically mandated to monitor the implementation of obligations of ICERD States parties. To carry out its mandate, CERD can issue General Recommendations as a guide for States parties in understanding the provisions of ICERD so that States can carry out their obligations better. In addition to State parties, the General Recommendation is also used by judicial organs, such as the International Court of Justice (“ICJ”) as considerations to interpret International Human Rights Law Convention’s certain provisions. This is reflected in ICJ's practices such as Diallo Judgement, Belgium v. Senegal Judgement, Wall Advisory Opinion, and IFAD Advisory Opinion. By using juridical-normative methods and secondary data, this study aims to locate General Recommendation as a source of international law, observe previous ICJ practices in using General Recommendations as considerations, and further analyse ICJ's considerations on CERD’s General Recommendation No. 30 (2004) in the Qatar v. UAE Judgement. This study concludes that ICJ does not use General Recommendation No. 30 of 2004 to interpret the provisions in ICERD without providing its justification. While this is a common and reasonable practice by the ICJ—as they are not obliged to follow the interpretation of the CERD nor ICJ’s previous precedents—this Judgement deviates from previous ICJ practices. The relation of General Recommendation as a means of interpretation by the ICJ can be seen as a supplementary means of interpretation as this closely relates to the General Recommendation position as a subsidiary source of international law. This study suggests that the General Recommendation is given great weight to the consideration of the interpretation of International Human Rights treaties. In a situation where ICJ chooses to dismiss the interpretation of the General Recommendation, ICJ should provide its justification in doing so to maintain the consistency of ICJ’s jurisprudence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>