Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207736 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akbar Husaini Angkat
"Menurut data WHO 2018, angka kejadian stunted mencapai 21,9% yang berarti sekitar 140 juta anak di dunia mengalami kejadian stunted. Prevalensi stunted di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 30,8%. Artinya, kejadian stunted diderita oleh sekitar 7,3 juta anak Indonesia. Pandemi Covid 19 yang terjadi sejak 2020 menyebabkan banyak perubahan pola kondisi sosial ekonomi pada masyarakat, yang tentu saja mempengaruhi kemampuan orang tua menyediakan makanan yang bergizi untuk memenuhi kebutuhan asupan nutrisi anak. Jika kecukupan zat gizi inadekuat, proses metabolisme tubuh dapat terganggu dan akan menyebabkan terhambatnya proses pembentukan sel atau jaringan dalam tubuh yang selanjutnya menjadi stunted. Salah satu nutrisi yang harus tercukupi adalah zat besi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan asupan dan status besi pada anak stunted dan non stunted pada anak usia 24 – 35 bulan pada masa pandemi Covid-19 di Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang komparatif menggunakan data sekunder dari 77 anak usia 24 – 35 bulan di Puskesmas Kampung Melayu, Jakarta Timur pada bulan September sampai dengan Oktober 2020. Data karakteristik subjek diambil dengan kuesioner. Data asupan zat besi, kalori dan protein didapat dengan metode semikuantitatif Food Frequency Questionnaire. Dilakukan pemeriksaan antropometri dan laboratorium untuk kadar hemoglobin, ferritin dan hs–CRP. Analisis bivariat t tidak berpasangan digunakan untuk mengetahui perbedaan kadar Hb antara anak stunted dan non-stunted, dan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan asupan besi dan kadar ferritin antara anak stunted dan non-stunted, dengan batas kemaknaan p<0,05. Didapatkan perbedaan rerata yang bermakna kadar Hb (9,91±1,93 g/dL kelompok stunted dan 12,18±1,20 g/dL kelompok non-stunted, p<0,001) dan kadar ferritin (4,9 (1,5 - 67,4) μg/L kelompok stunted dan (26,8 (1,6 - 91,1) μg/Lkelompok non-stunted, p<0,001). Asupan besi tidak terdapat perbedaan bermakna di antara kedua kelompok (8,85 (1,5 -74) mg kelompok stunted dan 11,1 (1,9 - 118,6) mg kelompok non-stunted, p = 0,676). Hasil analisis menemukan Kadar Hb dan ferritin anak stunted lebih rendah dibandingkan pada anak non-stunted.

According to WHO 2018 data, the stunted incidence rate reached 21.9%, which means that around 140 million children in the world experienced stunted events. The prevalence of stunted in Indonesia in 2018 reached 30.8%. This means that around 7.3 million Indonesian children are stunted. Since 2020, the Covid 19 pandemi has caused many changes in the pattern of socioeconomic conditions in society, which, of course, affects parents' ability to provide nutritious food to meet the nutritional needs of their children. If nutrients are insufficient, the body's metabolic processes will be disrupted, and the process of forming cells or tissues in the body will be inhibited, causing growth to be stunted. Iron is one of the nutrients that must be met. The goal of this study was to see if there were any differences in iron intake and status between stunted and non-stunted children aged 24-35 months during the Covid-19 pandemi in Jakarta. From September to October 2020, 77 children aged 24-35 months were studied in a cross-sectional comparative study using secondary data at the Kampung Melayu Health Center in East Jakarta. A questionnaire was used to collect data on the subjects' characteristics. Data on iron, calorie and protein intake were taken using the semi-quantitative Food Frequency Questionnaire method. Anthropometric and laboratory examinations were performed for hemoglobin, ferritin and hs-CRP levels. Independent sample t-test was used to determine differences in Hb levels between stunted and non-stunted children, and the Mann-Whitney test to determine differences in iron intake and ferritin levels between stunted and non-stunted children, using a significance limit of p < 0.05. There was a significant difference in Hb levels (9.91±1.93 g/dL in the stunted group and 12.18±1.20 g/dL in the non-stunted group, p<0.001) and ferritin levels (4.9 (1.5 - 67.4) μg/L in the stunted group and (26.8 (1.6 -91.1) μg/L in the non-stunted group, p<0.001) There was no significant difference in iron intake between the two groups (8.85 (1.5-74) mg in the stunted group and 11.1 (1.9 - 118.6) mg in the non-stunted group, p = 0.676. The results of the analysis found Hb and ferritin levels in stunted children were lower than in non-stunted children"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnayani
"Latar belakang dan tujuan: Area kumuh identik dengan permasalahan gizi pada anak. Salah satunya adalah masih terdapatnya anak pendek di daerah tersebut. Perawakan pendek dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya dikarenakan oleh dysbiosis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi mikrobiota pada anak pendek dan tidak pendek di daerah kumuh di Jakarta serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain comparative cross sectional study yang dilakukan di RW 9 dan 11, Kelurahan Kebon Bawang, Jakarta Utara. Subjek dalam penelitian ini adalah 21 anak pendek (HAZ £ -2SD) dan 21 anak tidak pendek (-1SD £ HAZ £ 3SD) usia 2-5 tahun. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik subjek dan keluarga, riwayat cara lahir, riwayat asi eksklusif, riwayat sakit serta higiene dan sanitasi. Selain itu juga dilakukan pengumpulan asupan zat gizi melalui Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). Analisis mikrobiota dilakukan dengan mengekstraksi DNA dari feses subjek kemudilan dilakukan sekuensing 16S rRNA menggunakan Next Generation Sequencing (NGS). Analisis bioinformatika dilakukan untuk membandingkan komposisi mikrobiota pada kedua kelompok. Uji Manova dan korelasi Spearman dilakukan untuk menganalisis kaitan antara faktor-faktor dan asupan zat gizi dengan komposisi mikrobiota.
Hasil: Berdasarkan asupan zat gizi, pada kelompok anak pendek, asupan energi, zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (Zn dan Fe) lebih rendah dibandingkan anak yang tidak pendek. Pada kelompok anak pendek terdapat kecenderungan jumlah anak yang dilahirkan secara Caesar lebih banyak, yang memiliki riwayat sakit lebih banyak, konsumsi air minum air isi ulang lebih banyak dan yang tidak mencuci tangan sebelum makan lebih banyak dibandingkan kelompok anak tidak pendek. Dilihat dari komposisi mikrobiota, terdapat perbedaan komposisi mikrobiota pada kedua kelompok, baik pada tingkat genus maupun spesies. Pada kelompok pendek terdapat kelimpahan yang lebih tinggi pada genus Mitsuokella and Alloprevotella serta spesies Providencia alcalifaciens. Sedangkan pada kelompok tidak pendek terdapat kelimpahan lebih tinggi pada genus Blautia, Lachnospiraceae, Bilophila, Monoglobus dan spesies Akkermansia municiphila, Odoribacter splanchnicus and Bacteroides clarus. Perbedaan komposisi mikrobiota ini dipengaruhi oleh riwayat cara kelahiran, riwayat ASI eksklusif, sumber air minum, sumber air untuk aktivitas lain, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan serta asupan energi, makronutrient dan mikronutrient.
Kesimpulan: Secara umum kelimpahan mikrobiota yang bersifat patogen pada anak pendek lebih tinggi dibandingkan kelompok tidak pendek. Hal ini dipengaruhi oleh asupan zat gizi serta faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor yang berpengaruh ini dapat diterapkan oleh anak pendek di daerah kumuh sebagai upaya perbaikan status gizi.

Background and objective: Slum areas are identic with nutritional problems in children including stunted children. Incidence of stunted can be caused by various factors, one of which is dysbiosis. This study aims to analyze the microbiota composition of stunted and non-stunted children in Jakarta slum areas and related contributing factors.
Method: This study used a comparative cross-sectional study design which was conducted in RW 9 and 11, Kebon Bawang Village, North Jakarta. The subjects in this study were 21 stunted children (HAZ£-2SD) and 21 non-stunted children (-1SD£HAZ£3SD) ages 2-5 years. The data collected included subject and family characteristics, mode delivery history, exclusive breastfeeding history, history of illness and hygiene and sanitation. In addition, nutrient intake was also collected through the Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQFFQ). Microbiota analysis was performed by extracting DNA from the subject's feces and then 16S rRNA sequencing using Next Generation Sequencing (NGS). Bioinformatics analysis was performed to compare the composition of the microbiota in the two groups. Manova test and Spearman correlation were performed to analyze the association between factors and nutrient intake with gut microbiota composition.
Results: Based on nutrient intake, in the stunted children, energy intake, macronutrients (carbohydrates, protein, and fat) and micronutrients (Zn and Fe) were lower than non-stunted children. In the stunted group there was a tendency for the number of children born by Caesarean section to be higher, to have a higher history of illness, to consume more refillable drinking water and not to wash their hands before eating than non-stunted group. There were differences in the composition of the microbiota in the two groups, both at the genus and species levels. In the stunted group there were higher abundance in the genera Mitsuokella and Alloprevotella and the species Providencia alcalifaciens. Whereas in the stunted group there was a higher abundance in the genera Blautia, Lachnospiraceae, Bilophila, Monoglobus and the species Akkermansia municiphila, Odoribacter splanchnicus and Bacteroides clarus.
Conclusion: In general, the abundance of pathogenic microbiota in stunted children was higher than in the non-stunted children. This is influenced by nutrient intake and other factors. These influencing factors can be applied by stunted children in slum areas as an effort to improve nutritional status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jessica Deborah Josephine
"
ABSTRAK
Stunting growth adalah pertumbuhan abnormal pada tinggi badan yang diklasifikasikan menurut standar pengukuran World Health Organization WHO yaitu tinggi badan menurut usia berada di bawah minus 2 SD. Defisiensi nutrisi yang umum terjadi pada stunting antara lain defisiensi besi. Besi merupakan salah satu komponen penyusun hemoglobin Hb . Hb mengisi eritrosit, dan mempengaruhi ukuran eritrosit MCV . Studi ini menilai hubungan kadar besi serum SI dengan MCV dan Hb. Di samping itu, studi ini juga menilai perbedaan kadar besi serum SI , Hb, MCV, dan TIBC pada kelompok stunting dan non stunting.Dalam pengolahan data, pertama-tama dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Uji korelasi nilai SI dengan MCV dilakukan dengan uji korelasi Spearman, diperoleh hasil korelasi lemah dan bermakna secara statistik r = 0,361 dan p = 0,002 . Uji korelasi nilai SI dengan Hb dilakukan dengan uji korelasi Spearman, diperoleh hasil korelasi sedang dan bermakna secara statistik r = 0,559 dan p < 0.001 . Uji perbedaan nilai SI, nilai Hb, dan nilai MCV pada kelompok stunting dan non stunting dilakukan dengan uji Mann Whitney dan diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan bermakna pada semua parameter antara kedua kelompok. SI p = 0,224 , Hb level p = 0,266 , MCV p = 0,576 , dan TIBC p = 0,266.

ABSTRAK
According to World Health Organization WHO , stunting is an impaired growth in children whose height for age below minus two standard deviations. Stunted children are most likely to also suffer malnutrition. One of the most common malnutrition is iron deficiency. Iron is the component of hemoglobin Hb and its presence can affect the size of the erythrocytes MCV . The aim of this study was to, 1 evaluate the relationship of serum iron SI and MCV also SI and Hb level 2 compare the differences between SI, Hb, MCV, and TIBC in stunting children and non stunting children.To asses the normality of the data, Kolmogorov Smirnov test for normality were performed. The correlation between SI and MCV was assessed using Spearman correlation and there was statistically significant weak correlation between SI and MCV r 0.361 p 0.002 . Spearman correlation test between SI and Hb level gave a statistically significant moderate correlation between SI and Hb level r 0.559 p 0.001 . Furthermore, the Mann Whitney comparison test of SI, Hb level, MCV and TIBC proved to be not significant between stunting children and non stunting children in each of the parameters SI p 0.224 , Hb level p 0.266 , MCV p 0.576 , and TIBC p 0.266 ."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahma Farihah
"Stunting adalah masalah gizi serius di mana anak memiliki tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia mereka. Prevalensi stunting di Kabupaten Jombong, Jawa Timur, tahun 2022 masih tinggi sebesar 22,1%. Penelitian ini bertujuan untuk menguji beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting, yaitu pengetahuan, riwayat pendidikan, profesi atau pekerjaan orangtua, jenis kelamin, ASI eksklusif, kepemilikan jamban sehat, akses air bersih, status ekonomi keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo Jombang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross-sectional. Sampel adalah seluruh orangtua balita di wilayah kerja puskesmas yang memenuhi syarat inklusi dan eksklusi, dengan total sampel 73.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian stunting di wilayah kerja puskesmas Tambakrejo Kabupaten Jombang sebesar 55%. Hal tersebut dipicu oleh 8 faktor yaitu pengetahuan ibu, riwayat pendidikan, status kerja, jenis kelamin anak, ASI ekslusif, kepemilikam jamban sehat, kesediaan air bersih, dan status ekonomi keluarga memiliki hubungan dengan stunting. oleh karena itu sebaiknya puskemas dapat melakukan tindakan yang lebih serius terhadap 8 faktor yang telah disebutkan seperti memberikan penyuluhan tentang pendidikan ibu hamil dan menyusui, pentingnya gizi yang cukup pada anak, penyuluhan kebersihan toilet dan air bersih serta pola asuh yang tepat bagi bayinya.

Stunting is a serious nutritional problem where children have a height that is not appropriate for their age. The prevalence of stunting in Jombong Regency, East Java, in 2022 is still high at 22.1%. This study aims to examine several factors related to the incidence of stunting, namely knowledge, educational history, parental profession or work, gender, exclusive breastfeeding, ownership of healthy latrines, access to clean water, family economic status in the working area of the Tambakrejo Jombang Health Center. This study uses a quantitative approach with a cross-sectional design. The sample is all parents of toddlers in the work area of the health center who meet the inclusion and exclusion requirements, with a total sample of 73.The results of the study show that the incidence of stunting in the work area of the Tambakrejo health center, Jombang Regency is 55%. This is triggered by 8 factors, namely maternal knowledge, educational history, work status, gender of the child, exclusive breastfeeding, ownership of healthy latrines, availability of clean water, and family economic status have a relationship with stunting. Therefore, it is better for the Health Center to take more serious action against the 8 factors that have been mentioned, such as providing counseling on the education of pregnant and lactating women, the importance of adequate nutrition for children, counseling on the cleanliness of toilets and clean water, and the right parenting style for their babies.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Amalia Fajarini
"Prevalensi status kurang gizi/ kurus pada remaja masih tinggi dan meningkat pada negara berkembang. Permasalahan status gizi kurang lebih banyak terjadi pada remaja laki-laki daripada remaja perempuan. Hal ini juga terjadi di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2007 dan 2013. Status gizi kurang pada remaja akan memengaruhi produktivitas dan prestasi baik saat remaja maupun dewasa nanti. Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah asupan energi dan zat makronutrien. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang untuk mengetahui hubungan antara status gizi kurang pada remaja laki-laki usia 16-18 tahun dengan asupan energi dan makronutrien. Jumlah subjek penelitian adalah sebesar 50 remaja laki-laki usia 16-18 tahun di Jakarta. Data status gizi diperoleh melalui pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan usia yang diplot pada tabel Z-Score. Data mengenai asupan energi dan makronutrien diperoleh menggunakan metode 24 hour food recall dan food record selama 3 hari, kemudian diambil rerata dari keduanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 22% subjek mengalami status gizi kurang/kurus. Sebagian besar subjek memiliki persentase asupan yang kurang (<80%AKG), yaitu 94% untuk asupan lemak dan energi, 90% untuk asupan karbohidrat, 74% untuk asupan protein. Analisis uji Fisher menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan zat gizi makro dengan status gizi kurang (nilai p>0,05). Penelitian ini tidak memperhatikan beberapa faktor yang juga dapat mempengaruhi status gizi kurang yaitu aktifitas fisik, lingkungan, status pubertas, pola makan, gaya hidup, status psikologi, pengetahuan dan pola hidup dari orang tua.

The prevalence of poor nutrition status / underweight in adolescents remains high and is rising in developing countries. Malnutrition/underweight is more common in boys than girls. This phenomena is also occurs in Indonesia based on data Riskesdas 2007 and 2013. Malnutrition/underweight among adolescents will affect both productivity and achievement in adolescence and adulthood. One of factors that affect nutritional status is energy and macronutrients intake. This study uses a cross-sectional study to determine the association of malnutrition status in adolescent males aged 16-18 years with energy and macronutrient intake. The number of research subjects is 50 adolescent males aged 16-18 years in Jakarta. Data obtained through the measurement of nutritional status Body Mass Index (BMI) by age and is plotted on the chart Z-Score. Data on energy intake and macronutrient obtained using 24-hour food recall and a food record for 3 days, then take the average of the two. The results showed that 22% of subjects experienced poor nutrition status / underweight. Most of the subjects had less percentage of intake (<80% AKG), 94% for fat and energy intake, 90% for the intake of carbohydrates, 74% for protein intake. Fisher test analysis showed that there was no association between energy intake and macronutrient with ppor nutritional status (p values> 0.05). This study did not determinedi several factors that can affect the nutritional status ie physical activity, environmental, pubertal status, diet patterns, lifestyle, psychological status, knowledge and lifestyle of the parents."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teshalonica Mellyfera Irania
"Di Indonesia, defisiensi makronutrien (stunting, wasting, dan underweight) masih menjadi salah satu masalah kesehatan. Salah satu penyebab dari stunting, wasting, dan underweight adalah kurang beragamnya diet yang dikonsumsi, yang dapat diukur dengan indikator dietary diversity score. Penelitian cross- sectional ini meneliti data sekunder, yang melibatkan sebanyak 85 subjek usia 24—36 bulan di kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Riwayat asupan makan didata menggunakan 24-hour recall, yang akan digunakan untuk menghitung dietary diversity score. Status gizi diukur berdasarkan nilai skor Z dari height- for-age, weight-for-age, dan weight-for-height. Pada hasil, didapatkan mayoritas subjek memiliki DDS sedang (54,1%). Prevalensi subjek dengan stunting, underweight, dan wasting, secara berturut-turut adalah 36,5%, 29,4%, dan 7,1%. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara DDS dengan stunting, underweight, ataupun wasting. Melalui analisis multivariat, terdapat dua faktor yang berhubungan secara signifikan dengan stunting, yakni jenis kelamin (p=0,025) dan tingkat pendidikan ibu (p=0,047). Sebagai kesimpulan, selain keragaman pangan, terdapat beberapa faktor lain yang memengaruhi status gizi anak, seperti jenis kelamin dan tingkat pendidikan ibu. Oleh sebab itu, pemberian edukasi kepada ibu terhadap diet anak yang sehat dapat menjadi suatu bentuk tindakan pencegahan terhadap undernutrition.

In Indonesia, macronutrient deficiency (stunting, wasting, and underweight) is still a health problem. One of the causes of stunting, wasting, and underweight is the lack of variety in the diet consumed, which can be measured by an indicator called dietary diversity score. This cross-sectional study examined a secondary data, involving 85 subjects aged 24—36 months in Kampung Melayu sub-district, East Jakarta. Food intake history was recorded using 24-hour recall, which will be used to calculate the dietary diversity score. Nutritional status was measured based on the Z score of height-for-age, weight-for-age, and weight-for- height. As a result, majority of subjects had medium DDS (54.1%). The prevalence of subjects with stunting, underweight, and wasting was 36.5%, 29.4%, and 7.1%, respectively. There is no significant relationship between DDS and stunting, underweight, or wasting. Through multivariate analysis, there were two factors that were significantly associated to stunting, which are gender (p=0.025) and mother's education level (p=0.047). In conclusion, in addition to food diversity, there are many other factors that influence the nutritional status of children, such as gender and maternal education. Therefore, providing education to mothers about a healthy child's diet can be used as a form of preventive action against undernutrition."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Adhi Darmawan
"Gangguan tidur pada bayi atau anak merupakan masalah yang sering didapatkan orang tua. Sekitar 20-30 % bayi di dunia mengalami gangguan pada tidurnya. Gangguan tidur pada anak dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak baik dalam aspek fisik, sosial, kognitif, dan perilaku anak. Hal ini penting karena perkembangan dan pertumbuhan memegang peranan penting hingga usia lima tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mencari prevalensi gangguan tidur dan hubungan antara gangguan tidur dengan perkembangan dan pertumbuhan anak usia usia 6 sampai 36 bulan di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan April 2014 hingga Juli 2015 terhadap 62 anak usia 6-36 bulan di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive dan merupakan studi analitik seksi silang. Pengambilan data pada sampel dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner yang telah di uji coba dan BISQ.
Hasil analisis bivariate menunjukkan P-value >0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi gangguan tidur sebanyak 17,7% dari 62 subjek terdiri dari 33 anak laki-laki dan 29 anak perempuan. Dari tingkat pendidikan ayah dan ibu sebagian besar masuk ke dalam kategori menengah dengan 63,4 % dan 59,6%. Sebanyak 59,6 % anak minum ASI pada variabel perilaku anak sebelum tidur dan 38,7 % mengaku biasa saja pada kategori kesulitan menidurkan anak. Pada status gizi dan status perkembangan, 72,7 % anak dikelompokkan ke kategori status gizi normal dan 58% anak dikelompokkan ke kategori status perkembangan sesuai. Setelah dilakukan uji hipotesis Fisher, tidak ditemukan hubungan bermakna secara statistik antara gangguan tidur dengan pertumbuhan dan perkembangan (P>0,05).

Sleep disorder on kids is a problem that is often faced by parents. Around 20 to 30% babies have sleep disorder worldwide. Sleep disorder can cause disturbance to children?s growth and development. This issue needs to be addressed well, considering this particular age is the golden period that determines the children?s future growth and development. This research aims to seek for the relation between sleep disorder with growth and development on children aged 6 to 36 months in Kampung Melayu, East Jakarta. This research is a cross-sectional study, and the data is taken through anthropometry measurement and filling two sets of questionnaires, general questionnaires regarding growth and development and BISQ. Data is then analyzed in bivariate, which the result shows p value > 0,05. This means that there is no statistically relevant relation between sleep disorder with nutritional status and development.
This study shows that the prevalence of sleep disorder is 17,7% out of 62 subjects, which consist of 33 boys and 29 girls. The education status shows that 63,4% of fathers and 59,6% of mothers are in average category. 59,6% of children are breastfed before sleep and 59,6% of parents don?t undergo significant problems while putting their children to sleep. For the categories of nutritional status and development, 72,7% of children have normal nutritional status and 58% have appropriate development. Through Fisher test, there is no statistically relevant relation between sleep disorder and growth and development (p>0,05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Cahya Rahmadiyah
"Stunting dipengaruhi oleh faktor keluarga dan rumah tangga, yang akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam melakukan pemenuhan gizi balita, yang tentunya tidak lepas dari peran keluarga. Keluarga berperan sebagai penyedia sumber daya baik fisik maupun psikis yang dapat mencegah timbulnya masalah kesehatan, sehingga keluarga memiliki peran yang signifikan dalam pencegahan stunting. Ketahanan keluarga dimediasi oleh fungsi keluarga. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggali ketahanan keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi anak stunting. Studi ini melibatkan wawancara mendalam dengan 23 keluarga anak stunting usia 24–59 bulan. Melalui analisis isi, kami mengidentifikasi 3 tema: 1) ketahanan keluarga termasuk keyakinan keluarga bahwa penyebab stunting adalah karena faktor keturunan dan 2) stunting dapat “disembuhkan”, dan 3) kurangnya komunikasi dalam keluarga tentang stunting pada anak . Penelitian selanjutnya sebaiknya membahas model intervensi untuk meningkatkan resiliensi dan mencegah stunting pada anak di bawah usia lima tahun.

Stunting is influenced by family and household factors, that will affect the ability of families to practice fulfilling toddler nutrition, which certainly cannot be separated from the role of the family. Family has a role as a provider of both physical and psychological resources that can prevent the health problems, so that the family has a significant role in preventing stunting. Family resilience is mediated by family functioning. A qualitative descriptive study aimed to explore family resilience in fulfilling the nutritional needs of stunted children. This study involved in-depth interviews with 23 families of stunted children aged 24–59 months. Through content analysis, we identified 3 themes: 1) the family resilience including the family belief in the causes of stunting are due to heredity and 2) stunting can be “cured”, and 3) lack of communication within the family about the child's stunting. Future studies should discuss intervention models to increase resilience and prevent stunting in children under five years of age."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Tri Rahmi
"Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita yang diakibatkan karena kekurangan gizi kronis dan terjadi dalam jangka waktu panjang ditandai dengan tinggi/panjang badan anak terhadap usia <-2 SD kurva pertumbuhan WHO. Prevalensi Stunting di Indonesia pada tahun 2022 adalah 21,6%. Provinsi NTB merupakan salah satu provinsi yang mengalami kenaikan prevalensi stunting dari dari 31,4% pada tahun 2021 menjadi 32,7% pada tahun 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu faktor risiko penyebab stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi NTB. Desain dalam penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan data SSGI 2022. Sampel dalam penelitian ini anak anak usia 24-59 bulan di Provinsi NTB yang terpilih menjadi responden SSGI 2022. Analisis data dilakukan menggunakan chi-square dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah balita dalam keluarga, sumber air minum, dan kepemilikan jamban berhubungan dengan kejadian stunting (p<0,05). Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Provinsi NTB adalah sumber air minum setelah dipengaruhi oleh variabel jenis kelamin anak dan pendidikan ibu (OR : 1,399 ; 95% CI : 1,168-1,675).

Stunting is a condition of failure to grow in toddlers due to malnutrition over a long period of time characterized by the height/length of the child's body for age <-2 SD on the WHO growth curve. The prevalence of stunting in Indonesia in 2022 is 21.6%. NTB Province is one of the provinces that has experienced an increase in the prevalence of stunting from 31,4% in 2021 to 32,7% in 2022. This research aims to determine the risk factors that cause stunting in children aged 24-59 months in NTB Province. The design of this study was cross-sectional using SSGI 2022 data. The sample in this study was children aged 24-59 months in NTB Province who were selected as respondents to the SSGI 2022. Data analysis was carried out using chi-square and multiple logistic regression. The results of the study showed that gender, maternal education, maternal occupation, the number of children under five in the family, drinking water sources, and ownership of toilet were related to the incidence of stunting (p<0.05). The dominant factor associated with the incidence of stunting in children aged 24-59 months in NTB Province is drinking water sources which is influences by the sex of the child and maternal education (OR : 1,399 ; 95% CI : 1,168-1,675)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmi Handayani
"Latar belakang: Etiologi dari Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai penelitian terus dilakukan untuk menemukan etiologi sebenarnya dari GPP. Berbagai kemungkinan telah dipikirkan mengenai etiologi dari GPP, mulai dari faktor genetik sampai faktor-faktor risiko eksternal yang berperan untuk terjadinya GPP. Mengingat dampak buruk yang dapat terjadi apabila anak dengan GPP tidak diintervensi secara dini dan data mengenai faktor-faktor risiko eksternal sampai saat ini belum ada di Indonesia, maka penulis berminat untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor risiko yang terkait dengan GPP sehingga dapat dilakukan beberapa tindakan prevensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan GPP pada saat kehamilan, proses kelahiran, keadaan saat anak lahir, riwayat medis anak dan riwayat keluarga dengan GPP.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian cross sectional terhadap anak dengan GPP dan anak NonGPP yang bcrobat jalan kc poliklinik psikiatri anak dan remaja RSUPNCM yang meincnuhi kriteria penelitian. Instrwnen yang digunakan adalah DSM IV untuk mendiagnosis GPP pada anak dan daftar isian dari faktor-faktor risiko selama kehamilan, kelahiran, riwayat medis anak dan riwayat keluarga dengan GPP.
Hasil : Telah didapatkan 57 anak yang diteliti terdiri dari 41 anak dengan GPP dan 16 anak dengan NonGPP. Dan berbagai faktor risiko yang diteliti terdapat dua faktor yang signifikan secara statistik yaitu faktor ibu yang mengkonsumsi ikan sewaktu hamil (p 0,01 ; OR 4,54 ; 95%C11,33-15,48) dan faktor keluarga lain (kakak/sepupu) yang menderita GPP (p 0,04 ; OR 4,13 ; 95%CI 1,02-16,68).
Simpulan: Hasil dari penelitian ini tidak seluruhnya mendukung penelitian penelitian sebelumnya. Interpretasi dari hasil penelitian ini cukup sulit mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan penelitian yang muncul. Faktor-faktor risiko yang kemungkinan berperan adalah adanya hubungan antara riwayat keluarga lain (kakak/sepupu) yang menderita GPP dan faktor risiko makan ikan laut pada ibu hamil. Faktor risiko makan ikan laut pada ibu hamil mungkin berperan, namun penelitian selanjutnya diperlukan untuk meneliti waktu yang tepat saat makan ikan laut, dan jumlah makanan ikan laut yang dimakan untuk mendapatkan hubungan yang lebih bermakna.

Background: The exact etiology of Pervasive Developmental Disorder (PDD) is still unknown although genetics and external risk factors have been associated with it. There are ongoing studies investigating the etiology of PDD. Early intervention is necessary due to its enormous negative impact on the child. The researcher would like to investigate the external risk factors associated with PDD since there are potentially modifiable. The purpose of this study is to find risk factors associated with PDD that may be present during pregnancy, birth, development of the child and family history associated with PDD.
Methods: This is a cross sectional study conducted at the child and adolescent psychiatric outpatient unit at RSUPN-CM. DSM IV criteria is used to establish the diagnosis of children with PDD and a questionnaire addressing parental characteristic during pregnancy, birth, child condition, development of the child and family history with PDD.
Result: A total of 41 subjects with PDD and 16 subjects with NonPDD are involved. From a number risk factors that has been studied only two factors were significantly correlated with PDD: maternal consumption of ocean fish during pregnancy with p=0,01;OR 4,54 ; 95%C1 1,33-15,48 and family history associated with PDD with p-0,04; OR 4,13; 95%CI 1,02-16,68 .
Conclusion: Our result do not support the findings of previous studies although' it is difficult to interpret present result due to many limitations. External risk factor such as maternal fish consumption during pregnancy may be a predisposing factor to the development of PDD. However, further studies are necessary to investigate the precise timing and amount of exposure to ocean fish that will cause eventual PDD in the child.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21268
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>