Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142379 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marisa Az Zahra
"Program Wholesaler yang diadakan PT Garuda Indonesia dinilai KPPU merupakan penerapan praktek diskriminasi terhadap 301 PPIU lainnya karena dalam Program Wholesaler ini PT Garuda Indonesia hanya melayani reservasi kepada 6 PPIU saja. KPPU memutus bahwa PT Garuda Indonesia melanggar Pasal 19 huruf d UU No.5 Tahun 1999. Kemudian mengenai pokok permasalahan, Skripsi ini membahas mengenai tiga permasalahan. Pertama, Bagaimanakah menentukan cakupan Pasar Bersangkutan dan Penguasaan Pasar dalam pasar umroh ini, sebagai framework analisis dilakukannya Praktek Diskriminasi dalam Program Wholesaler yang diadakan PT Garuda Indonesia. Kedua, mengenai bagaimana tujuan dan mekanisme Program Wholesaler yang diadakan PT Garuda Indonesia sehingga KPPU memutuskan bahwa PT Garuda Indonesia melanggar ketentuan Pasal 19 huruf d UU No.5 Tahun 1999. Ketiga mengenai dampak yang ditimbulkan dari Program Wholesaler, apakah benar program ini menimbulkan Praktek Monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan Undang-Undang. Penulisan menggunakan bahan hukum primer, sekunder maupun tersier, dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa Program Wholesaler yang diadakan PT Garuda Indonesia tidak melanggar ketentuan Pasal 19 huruf d UU No.5 Tahun 1999 karena tidak adanya Praktik Diskriminasi yang menimbulkan Praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat. Saran dari penulis seharusnya KPPU lebih cermat menentukan cakupan pasar bersangkutan dalam perkara a quo, menurut pendapat penulis KPPU telah keliru dalam menentukan cakupan pasar bersangkutan karena tidak memperhitungkan seluruh pemain dalam pasar. Dengan adanya kekeliruan tersebut, maka penentuan penguasaan pasar juga tidak valid, sehingga mengakibatkan diragukannya pembuktian pelanggaran Pasal 19 huruf d UU No.5 Tahun 1999.

The Wholesaler Program held by PT Garuda Indonesia is considered by KPPU to be an application of discriminatory practices against other 301 PPIUs because in this Wholesaler Program PT Garuda Indonesia only serves reservations to 6 PPIUs. KPPU decided that PT Garuda Indonesia violated Article 19 letter d of Law No. 5 of 1999. Then regarding the main problem, this thesis discusses three problems. First, how to determine the scope of the relevant market and market control in this umrah market, as an analytical framework for the implementation of discriminatory practices in the wholesaler program held by PT Garuda Indonesia.Second, regarding the purpose and mechanism of the Wholesaler Program held by PT Garuda Indonesia so that KPPU decided that PT Garuda Indonesia violated the provisions of Article 19 letter d of Law No. 5 of 1999. Third, regarding the impact of the Wholesaler Program, is it true that this program causes Monopolistic Practices and/or unfair business competition. In writing this thesis using a normative juridical research method with a law approach. The writing uses primary, secondary and tertiary legal materials, with a qualitative approach. The results of the study found that the Wholesaler Program held by PT Garuda Indonesia did not violate the provisions of Article 19 letter d of Law No. 5 of 1999 because there were no Discriminatory Practices that gave rise to Monopolistic Practices and/or Unfair Business Competition. The suggestion from the author is that KPPU should be more careful in determining the scope of the relevant market in the a quo case, in the author's opinion KPPU has made a mistake in determining the scope of the relevant market because it does not take into account all players in the market. With this error, the determination of market control is also invalid, resulting in doubts about the proof of violation of Article 19 letter d of Law No. 5 of 1999."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Hariz
"Persaingan merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dari dunia usaha, bagi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya tidak dapat terhindar dari persaingan diantara pelaku usaha. Persaingan dilakukan untuk memperoleh keuntungan dalam menjalankan usaha. Persaingan dalam dunia usaha dapat memberikan dampak positif bagi dunia usaha itu sendiri, hal ini dikarenakan persaingan dapat memicu pelaku usaha untuk memberikan inovasi dan kualitas terbaik dalam menjalankan usahanya, dan dampak positif bagi konsumen/masyarakat adalah terciptanya pilihan produk barang dan/atau jasa yang memiliki kualitas terbaik dengan harga yang bersaing di dalam pasar produk barang dan/atau jasa tersebut. Namun persaingan tidak hanya memberikan dampak positif bagi dunia usaha, pada prakteknya tidak sedikit pelaku usaha yang melakukan tindakan curang atau tidak dibenarkan dalam usahanya memperoleh keuntungan, seperti menguasai pasar sehingga iklim persaingan usaha menjadi tidak sehat dan dapat menghilangkan/mengeleminasi pesaing dalam bisnis dan/atau usahanya. Penelitian ini akan mengkaji mengenai pembuktian yang dilakukan KPPU dalam kasus praktek diskriminasi pada pemilihan mitra penjualan tiket umroh menuju dan dari Jeddah dan Madinah oleh PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk, pengenaan denda yang dijatuhkan KPPU kepada oleh PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk yang terbukti melakukan praktek diskriminasi pada pemilihan mitra penjualan tiket umroh menuju dan dari Jeddah dan Madinah telah tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa, Pembuktian yang telah KPPU lakukan dalam proses penyelesaian Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) yang dilakukan PT. Garuda Indonesia (Persero) dengan mengacu kepada Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2011 telah melewati tahapan-tahapan yang diatur dalam peraturan KPPU tersebut, mulai dari tahapan penentuan pasar bersangkutan hingga tahapan analisis pelanggaran yang kemudian dikorelasikan dengan alat-alat bukti yang didapatkan selama proses penelitian dan penyelidikan. Kemudian Pengenaan denda yang dijatuhkan KPPU dalam putusannya kepada PT. Garuda Indonesia (Persero) dirasa kurang tepat dalam hal besaran denda yang dijatuhkan, hal ini dikarenakan dalam berbagai macam pengaturan mengenai penjatuhan sanksi administratif dalam pelanggaran hukum persaingan usaha mengatur mengenai mekanisme dalam penghitungan besaran denda yang dijatuhkan KPPU kepada pelanggar hukum persaingan usaha.


Competition is an inseparable part of the business world, for business actors in running their business cannot avoid competition among business actors. Competition is carried out to gain profits in running a business. Competition in the business world can have a positive impact on the business world itself, this is because competition can trigger business actors to provide innovation and the best quality in running their business, and a positive impact for consumers/society is the creation of a choice of goods and/or services that have the best quality at competitive prices in the market for these goods and/or services. However, competition does not only have a positive impact on the business world, in practice there are not a few business actors who commit fraudulent or unjustified actions in their efforts to gain profits, such as controlling the market so that the business competition climate becomes unhealthy and can eliminate competitors in business and/or his efforts. This study will examine the evidence carried out by the KPPU in the case of discriminatory practices in the selection of partners selling Umrah tickets to and from Jeddah and Medina by PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk, the imposition of fines imposed by the KPPU on PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. who are proven to have practiced discriminatory practices in the selection of partners selling Umrah tickets to and from Jeddah and Medina have been in accordance with the applicable laws and regulations.

The results of this study state that, the evidence that KPPU has carried out in the process of completing the Alleged Violation Report (LDP) conducted by PT. Garuda Indonesia (Persero) with reference to KPPU Regulation Number 3 of 2011 has passed the stages regulated in the KPPU regulation, starting from the stage of determining the relevant market to the stage of analysis of violations which is then correlated with the evidence obtained during the research and development process. investigation. Then the imposition of fines imposed by KPPU in its decision to PT. Garuda Indonesia (Persero) is deemed to be inappropriate in terms of the amount of fines imposed, this is because in various regulations regarding the imposition of administrative sanctions in violation of business competition law, it regulates the mechanism in calculating the amount of fines imposed by KPPU on violators of business competition law."

Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaky Ismail Al Abyan
"Diskriminasi dapat diartikan sebagai setiap perlakuan yang berbeda yang dilakukan terhadap satu pihak tertentu. Dalam dunia usaha, pelaku usaha melakukan praktek diskriminasi dapat disebabkan karena berbagai hal. Praktek diskriminasi sangat erat kaitannya dengan pemilikan market power dan kekuatan pasar yang signifikan di pasar bersangkutan, yang dimana dikhawatirkan akan timbul persaingan usaha yang tidak sehat. Dengan demikian berdasarkan rumusan Pasal 19 huruf d Undang – Undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peratruan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No 3 Tahun 2011, untuk mengindikasikan apakah suatu tindakan diskriminasi tersebut termasuk ke dalam bentuk pelanggaran praktek diskriminasi perlu dibuktikan terlebih dahulu adanya penguasan pasar bersangkut yang mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di dalam pasar bersangkut. Namun di dalam Putusan Komisi Persaingan Usaha Republik Indonesia No 07/KPPU-I/2020, Majelis Komisis menyatakan perjanjian antara PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, dan PT Lion Express terbukti melakukan pelanggaran praktek diskriminasi. Walaupun, bentuk penguasan pasar bersangkut yang mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di dalam pasar bersangkut, tidak dapat dibuktikan. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sikap pendekatan Majelis Komisi telah sesuai dengan Hukum Persaingan Usaha dalam mempertimbangkan pembuktian dampak pada kasus nomor 07/KPPU-I/2020 dan untuk mengetahui serta memahami secara jelas apakah tindakan yang dilakukan para pihak dapat dikategorikan sebagai prakrek diskriminasi, walaupu tidak terciptanya penguasaan pasar yang berdampak pada persaingan usaha tidak sehat. Hasil penelitian yang diperoleh ialah, dalam melakukan pembuktian perkata tersebut Majelis Komisi tidak sesuai dengan apa yang di atur di dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia karena tidak dapat membahas secara komprehensif adanya hubungan dan / atau sebab - akibatnya dampak negatifnya dugaan Pasal 19 huruf (d) Undang – Undang No 5 Tahun 1999, yang mana seharunya tindakan yang dilakukan para pihak tidak dapat diindikasikan kedalam bentuk pelanggaran praktek diskriminasi, tetapi tindakan tersebut tercakup kedalam tindakan diskriminasi.

Discrimination means every privilege which confers towards other parties. In the business sector, entrepreneurs are conducting discriminatory practices for so many reasons. Discriminatory practices are closely related to the obvious market power control on the relevant market, which causes unfair business competition. Thus, based on the formulation of Article 19 letter d Law of Republic Indonesia No. 5 of 1999 concerning The Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and Regulation of Commission for the Supervision of Business Competition No. 3 of 2011, whether an act of discrimination, including discrimination in the form of practice violations. Controlling of the relevant market which results in monopolistic practices and unfair business competition must be evidenced first. Still, KPPU‟s verdict No. 07/KPPU-I/2020 the commission council stated that the agreement between PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, and PT Lion Express proved to unquestionably do the discriminatory practices, although the controlling of relevant markets results in monopolistic practices and unfair business competition could not be shown. Hereby juridical-normative method, this research aims to know about whether the commission board‟s expression has been corresponding towards Law of Business Competition in proving the impact regarding to verdict No. 07/KPPU-I/2020 and to genuinely comprehend whether acts of the parties could be considered as discriminatory practices, if the relevant market control had not formed and caused the monopolistic practices and unfair business competition. The research outcomes are, commission council did not comply with Law of Business Competition in Indonesia in doing the investigation to prove the impact of controlling of relevant markets which are formulated in Article 19 letter d Law of Republic Indonesia No. 5 of 1999 concerning The Ban on Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and regarding to that analysis, acts of the parties should not be indicated and categorized as violation of discriminatory practices. However, the act is dubbed as a discrimination."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Aurelie Eka Putri
"Urgensi dari hilirisasi komoditas tambang mineral khususnya nikel dimulai saat diundangkannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah terakhir dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang memiliki misi untuk mendorong terjadinya peralihan pengelolaan mineral, yaitu dari hulu ke hilir. Akibatnya, Pemerintah mendorong adanya percepatan pembangunan smelter dalam memfasilitasi hilirisasi nikel. Namun, yang menjadi permasalahan yaitu pada praktik tata niaga nikel masih terdapat perusahaan smelter yang melakukan transaksi bijih nikel di bawah Harga Patokan Mineral (HPM) Logam akibat dari selisih perbedaan hitungan kadar nikel yang dilakukan oleh perusahaan surveyor. Permasalahan tersebut diduga muncul akibat dari penunjukan langsung satu perusahaan surveyor, PT Anindya Wiraputra Konsult (Anindya), untuk perusahaan-perusahaan smelter di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Maka, penulis membahas fenomena tersebut dengan tujuan untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat terhadap adanya potensi praktik diskriminasi yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada penunjukan Anindya sebagai surveyor untuk perusahaan-perusahaan smelter di IMIP. Dalam menganalisis kasus tersebut, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif, di mana penulis menjabarkan kasus penunjukan Anindya sebagai surveyor, kemudian menganalisisnya berdasarkan ketentuan hukum persaingan usaha melalui unsur-unsur Pasal 19 huruf d UU No. 5 Tahun 1999, serta memberikan saran berupa rekomendasi agar dibuatnya pengaturan pedoman serta lembaga pengawasan pengadaan barang dan/atau jasa oleh perusahaan swasta. Hasil dari penelitian oleh penulis adalah terpenuhi dan terbukti adanya praktik diskriminasi sesuai Pasal 19 huruf d UU No. 5 Tahun 1999 terhadap penunjukan Anindya sebagai surveyor di kawasan IMIP.

The urgency of downstream mineral mining commodities, especially nickel, began with the enactment of Law no. 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining, which was last amended by Law no. 11 of 2020 on Job Creation, which has a mission to encourage a shift in mineral management, namely from upstream to downstream. As a result, the Government encourages the acceleration of smelter construction in facilitating nickel downstream. However, the problem is that in the practice of nickel trading, there are still smelter companies that carry out nickel ore transactions below the Metal Mineral Reference Price (HPM) due to differences in the calculation of nickel levels carried out by surveyor companies. The problem is suspected to have arisen because of the direct appointment of a surveyor company, PT Anindya Wiraputra Konsult (Anindya), for smelter companies in the Indonesian Morowali Industrial Park (IMIP). Therefore, the author discusses this phenomenon with the aim of providing knowledge to the public about the potential for discriminatory practices that are prohibited by Law no. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition on the appointment of Anindya as a surveyor for smelter companies at IMIP. In analyzing the case, the author uses analytical descriptive research with a qualitative approach, in which the author describes the case of Anindya's appointment as a surveyor, then analyzes it based on the provisions of business competition law through the elements of Article 19 letter d of Law no. 5 of 1999, as well as providing suggestions in the form of recommendations for the establishment of guidelines and supervisory agencies for the procurement of goods and/or services by private companies. The results of the research by the author are fulfilled and proven there is discriminatory practices in accordance with Article 19 letter d of Law no. 5 of 1999 on the appointment of Anindya as a surveyor in the IMIP area."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Diandra Putri Sandiya
"Keppres No. 33 Tahun 2000 telah memberikan perizinan pengoperasian bagi maskapai penerbangan, sehingga memunculkan berbagai perusahaan maskapai penerbangan berjenis Low-Cost Carrier yang menawarkan jasa angkutan penumpang dan kargo. Hal ini berimbas pada peningkatan persaingan di pasar bersangkutan. Persaingan tersebut acap kali dijadikan alasan bagi pelaku usaha untuk melakukan tindakan anti persaingan untuk dapat mempertahankan penguasaan pangsa pasar bersangkutan, dimana salah satunya dilakukan melalui praktik diskriminasi untuk menghalangi atau menyingkirkan pelaku usaha pesaing. Maka, melalui Penelitian ini Penulis memiliki tujuan untuk menganalisis pembuktian praktik diskriminasi serta pelaksananaan denda yang ditetapkan oleh KPPU terhadap pelanggar Hukum Persaingan Usaha. Permasalahan tersebut terdapat pada Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-I/2020, yang sejatinya mencoba membuktikan keterlibatan PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, PT Wings Abadi, dan PT Lion Express dan penangguhan pelaksanaan sanksi denda bagi Terlapor yang memang terbukti melakukan tindakan praktik diskriminasi akibat kesepakatan perjanjian pemberian kapasitas kargo eksklusif sebesar 40-ton per hari kepada PT Lion Express pada rute Bandara Hang Nadim ke Bandara Soekarno- Hatta, Bandara Halim Perdana Kusuma, Bandara Juanda dan Bandara Kualanamu. Pada pokoknya, UU No. 5 Tahun 1999 tidak mengatur mengenai penangguhan pelaksanaan denda, melainkan hanya pemberian kelonggaran proses pembayaran denda saja. Dalam menganalisis permasalahan ini, Penulis melakukan penelitian yuridis normatif melalui pendekatan kualitatif dengan memberikan pemahaman mengenai praktik penetapan kapasitas kargo, dan menganalisis syarat pembuktian Pasal 19 huruf D UU No. 5 Tahun 1999 terhadap kasus tersebut, serta memberikan saran agar pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 lebih ditingkatkan dan
Presidential Decree No. 33 of 2000 has given operating permission for Airlines in Indonesia, which resulted in bringing out plenty of new Low-Cost Carrier Airlines that offer passenger and cargo transportation services. This matter has caused an impact on the increase of competition in the relevant market. The competition itself frequently being used as a reason for the company to conduct an anti-competition practice to maintain control of the relevant market shares, one of them is through discrimination practice in order to prevent or to eliminate competitors. Therefore, in this research, the writer aims are to analyze the proof of discrimination practices and the implementation of fines that have been settled by KPPU against the violators of competition law. The issues can be found in KPPU's Verdict Number 07/KPPU-I/2020, which are trying to prove the involvement of PT Lion Mentari, PT Batik Air Indonesia, PT Wings Abadi, and PT Lion Express and the suspension of execution of fines towards the companies that are found guilty of discrimination practice as a result of the agreement to give exclusive cargo's capacity as much as 40-ton per days to PT Lion Express on the route from Hang Nadim Airport heading to Soekarno-Hatta Airport, Halim Perdana Kusuma Airport, Juanda Airport, and Kualanamu Airport. Fundamentally, Law No. 5 of 1999 doesn't accommodate rules about the suspension of fines execution, however, it does regulate of giving some loose in terms of how the payment process will be conducted. In the analysis of these issues, the author uses normative-juridical based research through a qualitative approach by giving further understanding about cargo capacity determination and analyzing the evidentiary requirement of Article 19 letter D Law No. 5 of 1999 on the verdict, as well as providing suggestions to enhance the implementations of Law No. 5 of 1999 and maintains a deterrent effect through the imposition of fines"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Natasha
"Tesis ini membahas mengenai tindakan diskriminasi oleh distributor utama dalam rantai pendistribusian kendaraan bermotor, khususnya dalam kasus ini adalah motor merek Yamaha di Sulawesi Selatan. Bahwa dalam rantai pendistribusian, distributor utama memiliki hubungan vertikal dengan para sub distributornya dimana distributor utama yang memiliki perjanjian distributor dengan prinsipal memiliki hak untuk membuat perjanjian distribusi dengan pihak lain dimana perjanjian distribusi tersebut mencantumkan bahwa dalam pendistribusian harus mengikuti pelatihan dan program dari distributor utama. Hubungan vertikal tersebut apabila tidak diawasi dapat menimbulkan terjadinya perjanjian vertikal yang dilarang berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999. Posisi distributor utama tersebut juga memberikan penguasaan pasar dan posisi dominan untuk mengatur mendistribusian barang dan/atau jasa yang didistribusikan. Dalam kasus pendistribusian motor Yamaha di Sulawesi Selatan sebagaimana diuraikan dalam Keputusan KPPU Nomor 04/KPPU-L/2006, Suraco selaku main dealer menerbitkan instruksi kepada sub dealer yang melarang sub dealer untuk menjual motor Yamaha kepada mixed channel dan mixed channel diharuskan untuk membuka faktur untuk membeli motor Yamaha dari sub dealer dimana hal tersebut tidak diberlakukan untuk channel murni. Penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam analisis data. Hasil penelitian ini menyarankan adanya amandemen terhadap perjanjian distribusi antara Suraco dengan YIMM dan evaluasi peraturan perundang-undangan di bidang persaingan usaha terutama mengenai diskriminasi yang tercantum dalam Pasal 19 huruf (d) demi menjamin tidak terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam suatu rantai distribusi barang dan/atau jasa.

This thesis discusses the act of discrimination by main distributor in a chain of distribution of motor vehicles, particularly in this case, is Yamaha motorcycle in South Sulawesi. That in the chain of distribution, main distributor has a vertical relationship with the sub-distributors whereas the main distributor has an agreement with the principal has the right to enter into an agreement with another party whereas the distribution agreement provides that the distribution shall be in accordance with the training and other programs from the main distributor. If the above vertical relation is not supervised, it can lead to a vertical agreement which is prohibited under Law Number 5 of 1999. The main distributor have the position which can control the market share and dominant position to control the distribution of goods and/or services distributed. In the case of the distribution of Yamaha motorcycles in South Sulawesi as described in the KPPU decision number 04/ KPPU-L/2006, Suraco as the main dealer has issued an instruction to the sub-dealer which prohibited the sub dealer to sell the motorcycles to mixed channel and the mixed channel are required to open an invoice to purchase the Yamaha motorcycles from the sub dealer whereas this does not apply to the pure channel. The research in this thesis is a normative legal research using a qualitative approaches in the data analysis. This thesis suggested that the distribution agreement between Suraco and YIMM to be amended and evaluation to the provisions stipulated under Article 19 (d) to ensure the non-occurrence of monopoly and unfair business competition in a chain of distribution of goods and/or services."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42623
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ratu Kusuma Hakim
"Kartel merupakan jenis perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang anti terhadap persaingan. Proses pembuktian adanya dugaan praktik perjanjian kartel diantara para pelaku usaha menjadi suatu masalah bagi KPPU dalam menyelesaikan perkara persaingan usaha tidak sehat, dan untuk menyimpulkan adanya perjanjian atau kesepakatan diperlukan adanya dukungan suatu bukti. Dalam perilaku kerja sama, bukti dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Direct Evidence dan Indirect Evidence Circumstantial Evidence . KPPU dipertanyakan dasar dalam menggunakan indirect evidence sebagai alat bukti. Tesis ini mengkaji dan membahas mengenai penggunaan indirect evidence khususnya bukti ekonomi dalam pembuktian perkara-perkara kartel dengan membandingkan Putusan KPPU Nomor 08/KPPU-I/2014, Putusan KPPU Nomor 02/KPPU-I/2016, dan Putusan KPPU 04/KPPU-I/2016. Penelitian ini adalah penulisan hukum yuridis normatif yang memusatkan perhatiannya pada kajian tentang peraturan perundang-undangan termasuk putusan pengadilan sebagai tolak acuan pembahasan. Hasil penelitian menyimpulkan indirect evidence khususnya bukti ekonomi dibutuhkan dalam pembuktian atas pelanggaran persaingan usaha, karena karakter perilaku di dunia usaha berbeda jenis maupun bentuknya. Dari ketiga putusan KPPU disebutkan di atas, bahwa terdapat dua 2 putusan yang dikuatkan oleh Pengadilan Negeri dan 1 satu putusan yang dibatalkan oleh Hakim Pengadilan Negeri. Hal tersebut menjelaskan bahwa penggunaan indirect evidence khususnya bukti ekonomi mampu membantu KPPU dalam mengungkapkan terjadinya kartel. Penulis menyarankan untuk menempatkan pasal terkait indirect evidence sebagai lsquo;bukti tersendiri rsquo; dalam amandemen Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Cartel is a type of agreement by business actors who are anti of competition. The proofing process of the alleged practice of cartel agreement among business actors remains an issue for The Business Competition Supervisory Commission KPPU in solving unfair business competition cases, moreover, to conclude the existence of deal or agreement, the supporting evidence are needed. In cooperative behavior, the evidence can be divided into two types Direct Evidence and Indirect Evidence Circumstantial Evidence . The utilization of indirect evidence as an instrument of validation by KPPU is questionable. This thesis examines and discusses the use of indirect evidence, especially economic evidence in cartel cases by comparing KPPU Decision Number 08 KPPU I 2014, KPPU Decision Number 02 KPPU I 2016, and KPPU Decision Number 04 KPPU I 2016. This research is the writing of normative juridical law which focus its attention on the study of legislation including court decision as reference. The result of the research concludes that indirect evidence, especially economic evidence is needed in the verification of business competition violation, because the behavioral character in the world of business varies in types and forms. Of the three KPPU decisions mentioned, there are two 2 decisions enforced by the District Court and 1 one decision annulled by the District Court Judge. This explains that the use of indirect evidence, especially economic evidence, is able to assist KPPU in revealing the occurrence of cartel. The author suggests to put articles related to indirect evidence into ldquo separated evidence rdquo in the amendment of Act No. 5 of 1999.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo Bimo
"Tesis ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, bagaimana pandangan KPPU mengenai tender pengadaan e-KTP berdasarkan Hukum Persaingan Usaha? Kedua, mengapa putusan KPPU dibatalkan di tingkat Pengadilan Negeri? Dan ketiga, bagaimana kendala membuktikan perkara Persekongkolan Tender dalam Hukum Persaingan Usaha? Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan KPPU mengenai tender pengadaan e-KTP berdasarkan Hukum Persaingan Usaha, mengapa putusan KPPU dibatalkan di tingkat Pengadilan Negeri, dan bagaimana kendala membuktikan perkara Persekongkolan Tender dalam Hukum Persaingan Usaha. KPPU menilai telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha dalam bentuk persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan persekongkolan (horizontal dan vertikal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU masih memiliki kendala dalam membuktikan persekongkolan tender diantaranya adalah ketersediaan menjadi pelapor dan saksi, mendapatkan bukti tertulis, faktor internal dan eksternal KPPU serta kewenangan untuk menggeledah yang tidak dimiliki KPPU.

This thesis is deal with three major problems. First, views on how KPPU considering the tender of procurement of E-KTP based on competition law? Second, why the decision of KPPU being annulled in district court? And third, how to prove a tender conspiracy in Competition Law? The research is conducted by method of juridical normative, with the aim of this research is to find out how KPPU considering the tender of procurement of E-KTP based on competition law, why the decision of KPPU being annulled ins district court, and to prove a tender conspiracy in Competition Law. KPPU considering that there has been violation of article 22 Law Number 5 Year 1999 of Competition Law specifically the horizontal conspiracies, vertical conspiracies, and the combination (horizontal and vertical). The result showed that KPPU still has constraint in proving a tender conspiracy, which is the availability of a rapporteur and witnesses, obtain the written evidence, internal and external factors of KPPU and the authority to investigate that KPPU has not owned."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Diyana Theresia Berlian
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perkara dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012 yang memberikan sanksi denda sebesar Rp 4.600.000.000,00 kepada PT. Mitra Pinasthika Mustika atas keterlambatannya melakukan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham. Penelitian ini juga membahas sistem pemberitahuan pengambilalihan saham di Indonesia yang dilakukan setelah pengambilalihan berlaku efektif secara yuridis atau yang biasa disebut pemberitahuan pasca akuisisi (post merger notification). Penelitian ini menganalisis efektivitas dan efisiensi kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham di Indonesia yang menganut sistem pemberitahuan pasca akuisisi dengan contoh kasus keterlambatan pelaksanaan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham oleh PT. Mitra Pinasthika Mustika dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 09/KPPU-M/2012. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang mengggunakan metode eksplanatoris. Dari hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa kewajiban pemberitahuan di Indonesia hanya dilakukan oleh pelaku usaha yang akuisisinya menyebabkan nilai aset dan/atau nilai perusahaan melebihi batas tertentu setelah akuisisi; didapatkan juga hasil bahwa pengaturan kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia adalah tidak efektif dan efisien; dan didapatkan hasil bahwa PT. Mitra Pinasthika Mustika sesuai dengan peraturan mengenai kewajiban pemberitahuan di Indonesia terbukti terlambat melakukan kewajiban pemberitahuan akuisisi, namun ketentuan di Indonesia sendiri tentang kewajiban pemberitahuan pengambilalihan saham perusahaan tidak tepat.

ABSTRACT
This thesis explains about the case in the Decision of Business Competition Supervisory Comission Number 09/KPPU-M/2012 which sentenced Rp 4.600.000.000,00 amount fine to PT. Mitra Pinasthika Mustika for its delay to fulfill its acquisition notification duty. This research also explains the system of acquisition notification duty in Indonesia which set to be done after the acquisition legally valid or usually called post merger notification. This research is aimed to analyzes the effectiveness and efficiency of explains the system of acquisition notification duty in Indonesia which applies the post merger notification system with the delay of acquisition notification duty did by PT. Mitra Pinasthika Mustika in the Decision of Business Competition Supervisory Comission Number 09/KPPU-M/2012 as the case example. This research is a normative juridical research using exlanatory method. From the reult of this research, found that acquisition notification duty in Indonesia only have to be done by entrepreneur whose acquisition caused his company?s sell value and/or asset value has more value than the threshold after the acquisition done; from the result also found that the regulation of acquisition notification duty in competition law in Indonesia is ineffective and inefficient; and found the result that PT. Mitra Pinasthika Mustika was proved belated in submission of its acquisition notification according to the regulation of acquisition notification duty in Indonesia, but the regulation of acquisition notification duty in Indonesia itself is not appropriate."
Lengkap +
2013
S45898
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Armiwulan S.
"Negara Republik Indonesia sejak awal kemerdekaan sesungguhnya telah memiliki komitmen untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini dapat dipahami dari UUD Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasar pada paham kedaulatan rakyat, negara yang berdasar pada hukum serta sistem Konstitusi. Artinya berdasarkan ketiga pilar tersebut maka adanya jaminan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia adalah salah satu prinsip dari Demokrasi, Negara Hukum dan Sistem Konstitusi yang harus diwujudkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Konsekuensinya Negara mempunyai kewajiban untuk menjamin kebebasan, kesetaraan dan prinsip non diskriminasi bagi semua orang yang harus tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan. Mengenai hal ini telah ditentukan dalam Pasal 28 I Ayat (4) dan Ayat (5) UUD Negara RI Tahun 1945. Namun sepanjang perjalanan kehidupan ketatanegaraan Indonesia ternyata masih ada praktik-praktik penyelenggaraan negara yang tidak mencerminkan adanya jaminan terhadap kebebasan, kesetaraan dan prinsip non diskriminasi yang merupakan esensi dari perlindungan hak asasi manusia. Salah satu contoh adalah praktik diskriminasi rasial yang tetap menjadi current issue di semua rezim pemerintahan di Indonesia, bahkan di era Reformasi yang menyatakan sebagai pemerintahan yang lebih demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia justru praktik diskriminasi rasial yang berujung pada konflik horisontal terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Persoalan diskriminasi rasial sangat potensial terjadi di Indonesia, mengingat jumlah penduduknya yang sangat banyak dengan berbagai suku bangsa, ras dan etnis (multi etnis) serta tingkat pendidikan yang relatif masih rendah. Sementara harus diakui bahwa sampai saat ini upaya yang dilakukan belum dapat menghentikan praktik-praktik diskriminasi rasial. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dan berbagai peraturan perundang-undangan tidak cukup menjawab persoalan mengenai diskriminasi ras dan etnis. Studi tentang etnis Tionghoa yang dilakukan secara komprehensif diharapkan mampu untuk memetakan problematika diskriminasi ras dan etnis di Indonesia sekaligus membangun kesadaran bagaimanakah wujud perlindungan hukum yang tepat untuk menghentikan praktik diskriminasi rasial di Indonesia. Etnis Tionghoa adalah salah satu etnis yang secara terus menerus menyuarakan perlawanan terhadap praktik diskriminasi rasial yang dialami oleh etnis Tionghoa, namun di sisi yang lain dominasi ekonomi oleh etnis Tionghoa juga disebut sebagai sebab praktik diskriminasi rasial yang dilakukan oleh etnis Tionghoa terhadap etnis yang lain. Model pendekatan hukum hak asasi manusia dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk menghentikan praktik diskriminasi rasial di Indonesia. Hukum hak asasi manusia menjamin kebebasan setiap orang namun disisi yang lain juga diperlukan adanya pembatasan kebebasan dengan tujuan untuk menghormati kebebasan tersebut. Hukum hak asasi manusia memuat larangan diskriminasi atas dasar apapun termasuk larangan diskriminasi rasial, namun untuk mewujudkan prinsip kesetaraan diperlukan juga langkah-langkah khusus (tindakan affirmatif) yang ditujukan untuk kelompok masyarakat tertentu. Tindakan affirmatif adalah pembedaan yang tidak boleh dinilai sebagai perbuatan diskriminatif. Selain itu untuk sampai pada penyelesaian akar masalah diskriminasi rasial maka memaknai keadilan yang diwujudkan dalam sistem hukum yang intergratif dan tersedianya mekanisme penegakan yang komprehensif adalah sebuah keharusan dalam paham konstitusionalisme.

Since the beginning the Republic of Indonesia in fact, already had commitment to respect and uphold human rights. This could be understood from Constitution of Republic Indonesia 1945 which stated that Indonesia is a country based on the understanding of sovereignty, which is based on Rule of Law and Constitution system. That is based on three pillars guarantees the recognition and protection of human rights is one of the principles of Democracy, Rule of Law and Constitution System should be realized in Constitutional law system. This brought a consequence for the State, which has obligation to guarantee freedom, equality and the principle of non-discrimination for all people that should be reflected in governance. This matter has been specified in Paragraph I of Article 28 (4) and (5) the Constitution of Republic Indonesia 1945. However, throughout as long as the experiences of Indonesia, the lack of state enforcement practices that do not reflect a guarantee of liberty, equality and non-discrimination principles which is the essence of the protection of human rights. One example is the practice of racial discrimination that remains as current issue in all regimes of governance in Indonesia, even in reformation era that states as a more democratic government and respect for human rights is precisely the practice of racial discrimination that leads to horizontal conflicts occur in various areas Indonesia. The issue of potential racial discrimination occurred in Indonesia, considered the vast amount of people from different ethnic, racial and ethnic groups (multi-ethnic) and educational level is still relatively low. While it must be admitted that so far, the efforts have not been able to end the practice of racial discrimination. The motto Unity in Diversity and the various laws and regulations do not adequately addressed the question of racial and ethnic discrimination. The study of ethnic Chinese that has been done, hopefully will be able to comprehensively map the problem of racial and ethnic discrimination in Indonesia as well as build awareness on how to form the legal protection to end the practice of racial discrimination in Indonesia. Ethnic Chinese is one of the ethnic that continually active engaged in opposition to practice of racial discrimination faced by ethnic Chinese, but on the other hand by the Chinese economic dominance also mentioned as the reason for the practice of racial discrimination committed by the Chinese against other ethnic groups. Model approach to human rights law can be used as an analytical knife to stop the practice of racial discrimination in Indonesia. Human rights law guarantees freedom of every person, but on the other also required the restriction of freedom in order to respect these freedoms. Human rights law includes the prohibition of discrimination on any ground, including the prohibition of racial discrimination, but to embody the principle of equality is also required special measures (affirmative action) aimed at specific communities. Affirmative action is a distinction that should not be considered as discriminatory acts. In addition to the completion of the root of the problem of racial discrimination, therefore to make sense of justice embodied in the legal system integrative and the availability of a comprehensive enforcement mechanism is a necessity in understanding of constitutionalism.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>