Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102090 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bilqis Kusuma Wardhani Anugrah Putri
"Hubungan yang tercipta antara hewan dengan manusia pada saat ini cenderung bertujuan untuk menciptakan rasa saling memahami, perasaan senang, dan persahabatan. Meskipun demikian, rasa sayang tersebut belum tentu memberikan manfaat bagi hewan itu sendiri, seperti halnya ketika X memanfaatkan hewan eksotis yang dipeliharanya untuk tujuan komersial demi mendapatkan keuntungan, yakni dengan cara mengunggah video yang mengandung unsur kelucuan, keindahan, keunikan, dan kesenangan ke media sosial Youtube. Namun, pada kenyataannya tindakan X yang pada awalnya bertujuan untuk menyelamatkan hewan eksotis dari kepunahan karena rusaknya alam liar dan maraknya perburuan, malah menjadi paradoks kejahatan lingkungan. Tulisan ini berfokus pada konten visual yang diunggah oleh X di media sosial YouTube selama tahun 2021. Kerangka pemikiran dan analisis pada tulisan ini dipayungi oleh pemikiran Goyes (2019) mengenai Southern Green Criminology, kemudian dijelaskan lebih lanjut melalui animal welfare dalam beberapa hal, yakni 1) kontrol reproduksi; 2) sifat buatan manusia; 3) perasaan afektif; 4) fungsi biologis; dan 5) fungsi alami, kriminologi visual untuk melihat visualisasi yang ditawarkan dalam konten X, dan menggunakan metode content analysis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya sentimen publik sehingga menciptakan paradoks kejahatan lingkungan, khususnya terkait pemeliharaan hewan eksotis. 

The relationship that was created between animals and humans at this time tends to aim to make sense of mutual understanding, feelings of pleasure, and friendship. However, this affection does not necessarily benefit the animals themselves, as is the case when X uses the exotic animals it keeps for commercial purposes for profit, namely by uploading videos that contain elements of cuteness, beauty, uniqueness, and fun to social media. YouTube. However, in reality, X's actions which initially aimed to save exotic animals from extinction due to the destruction of the wild and rampant hunting, have become a paradox of environmental crimes. This paper focuses on visual content uploaded by X on YouTube social media during 2021. The framework and analysis in this paper overshadowed by Goyes' (2019) thoughts on Southern Green Criminology, then explained further through animal welfare in several ways, namely 1 ) reproductive control; 2) human control; 3) affective feelings; 4) biological function; and 5) natural functions, as well as visual criminology to see the visualizations offered in X content, and using the content analysis method. The results of this study indicate the existence of public sentiment that creates a paradox of environmental crimes, especially related to the maintenance of exotic animal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Downer, John
New York: Sterling Pub. Co., 1999
R 591.5 DOW s
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Clark, Stephen R.L.
London : Routledge , 1997
179.3 CLA a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leondy Tristan
"Kemampuan orangutan untuk mengenali sumber pakan alaminya merupakan salah satu syarat yang perlu dipenuhi sebelum hewan tersebut dilepasliarkan kembali dari fasilitas rehabilitasi seperti Sintang Orangutan Center (SOC). Tujuan dari pengamatan terhadap kemampuan orangutan rehabilitan dalam mengenali pakan alaminya adalah untuk menilai kelayakan individu tersebut untuk dilepasliarkan. Pengamatan dilakukan dari pukul 08.30 sampai 15.30 WIB setiap hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat pada bulan Januari – Maret 2024 menggunakan metode focal animal sampling dan ad libitum untuk mengamati kemampuan orangutan rehabilitan dalam mengenali sumber pakan alaminya. Individu yang diamati merupakan orangutan kandidat rilis dengan nama Awin, Kingkong, Tom, dan Oli. Aktivitas harian dan penggunaan tajuk juga digunakan sebagai data penunjang. Individu Awin mengenali 27 jenis pakan dengan preferensi berupa buah kempilik (Lithocarpus lucidus), buah bungkang (Syzygium polyanthum), dan buah kayu (Muntingia calabura). Individu Kingkong mengenali 38 jenis pakan dengan preferensi buah kempilik, buah bungkang, dan kubal (Willughbeia angustifolia). Individu Tom mengenali 39 jenis pakan dengan preferensi serit (Scleria sp.), buah leban (Vitex pinnata), dan kempilik serta semut dengan jumlah yang sama. Individu Oli mengenali 20 jenis pakan dengan preferensi daun muda entelang (Garcinia parvifolia), semut, dan rayap. Standar internasional yang digunakan sebagai syarat pelepasliaran orangutan adalah mengenali setidaknya 25 jenis makanan lokal, dan tiga dari empat individu orangutan kandidat rilis sudah memenuhi syarat tersebut. Individu Awin, Kingkong, dan Tom sudah memenuhi salah satu syarat untuk dilepasliarkan, sedangkan individu Oli masih butuh waktu lebih banyak untuk pembelajaran di sekolah hutan.

The ability of orangutans to recognize their natural food sources is one of the prerequisites for release into the wild from rehabilitation facilities like Sintang Orangutan Center (SOC). This study aims to observe the ability of rehabilitant orangutans to recognize their natural food sources and ultimately assess the suitability of said individual for release into the wild. Monitoring was conducted from 08.30 to 15.30 WIB four times a week on Mondays, Tuesdays, Thursdays, and Fridays of January through March in the year 2024 using focal animal sampling and ad libitum method to observe the ability of rehabilitant orangutans to recognize their natural food sources. Individuals used as subjects are release candidates Awin, Kingkong, Tom, and Oli. Daily activities and canopy preference were recorded as supplementary data. Awin recognized 27 kinds of food with preference for Lithocarpus lucidus, Syzygium polyanthum, and Muntingia calabura. Kingkong recognized 38 kinds of food with preference for Lithocarpus lucidus, Syzygium polyanthum, and Willughbeia angustifolia. Tom recognized 39 kinds of food with preference for Scleria sp., Vitex pinnata, and Lithocarpus lucidus as well as ants with the same eating frequency. Oli recognized 20 kinds of food with preference for Garcinia parvifolia, ants, and termites. The standard prerequisite for release into the wild used internationally stated that at minimum, the orangutan should be able to recognize at least 25 kinds of food, with at least half available year-round. Three of the four release candidates have met the requirement, with only Oli needing more time in the forest school."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Ayu Sudiro
"Tulisan ini membahas mengenai tindakan animal cruelty yang terjadi pada konten kekerasan di media sosial dalam perspektif green criminology. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bentuk animal cruelty dan tujuan pelaku melakukan animal cruelty. Berdasarkan data yang didapatkan dari artikel berita dan film dokumenter Narasi, dari tahun 2019 sampai dengan 2022 ditemukan 12 kasus konten kekerasan terhadap hewan yang diunggah di media sosial. Media sosial ini mencakup Instagram, Facebook, Youtube, dan Telegram. Dalam kasus-kasus tersebut, hewan yang menjadi korban adalah spesies kucing, biawak, owa, dan monyet. Dari hasil analisis ditunjukan bahwa, motivasi pelaku untuk melakukan kekerasan dan mengunggah konten kekerasan pada umumnya adalah untuk memerankan sadisme non-spesifik, menghibur orang lain, mengontrol hewan, dan memenuhi prasangka terhadap suatu spesies.  Disini hubungan yang dimiliki oleh manusia dengan hewan merupakan hubungan yang bersifat utilitarian, dominionistic, dan negativistic. Pelaku pembuat konten kekerasan di media sosial disini tergolong sebagai pelaku animal harm traditional criminal dan stress offender. Hal ini dapat dikatakan demikian karena pelaku pembuat konten kekerasan pada umumnya melihat hewan sebagai suatu objek yang dapat dan layak untuk disiksa demi memberikan keuntungan maupun kesenangan bagi manusia. Lebih lanjut, media sosial memiliki peran dalam kasus kekerasan terhadap hewan dengan menjadi fasilitator konten kekerasan terhadap hewan dengan memberikan tempat untuk mengunggah konten dan mempertemukannya dengan penonton.

This article discusses animal cruelty in violent content on social media through a green criminology perspective. This research aims to know the type of animal that becomes the victim of animal cruelty content and the purpose of the perpetrators. Based on data obtained from news articles and the Narasi documentary film, from 2019 to 2022, 12 cases of animal violence content were found uploaded on social media. These social media include Instagram, Facebook, Youtube, and Telegram. In these cases, the animals that became victims were cats, monitor lizards, gibbons, and monkeys. From the results of the analysis, it is shown that, the common motivation for animal cruelty in this case is to act out non-specific sadism, entertain others, to gain control of animals, and fulfill prejudices against a certain species. In this case the relationship that human and animal have is a relationship that based on utilitarian, dominionistic, and negativistic value. The perpetrators of violent content creation on social media are classified as animal harm, traditional criminal, and animal harm stress offenders. The perpetrator here seems to commit animal cruelty to gain benefits in both material and non-material forms. They see animals as creatures that are not equal to humans and deserve to be hurt. Furthermore, social media has a role in animal cruelty by becoming a facilitator. Social media, in this case, has provided a place for the perpetrator to upload dan distribute animal cruelty content to the audience."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
""Copper accumulation and development of nephrocyte in the gill of the shrimp Penaeus japonicus.
The effect of sublethal concentrations of copper on the gills copper accumulation and the development of nephrocytes has been studied in juvenile Penaeus japonicus. The copper concentration increased in the gills according to the external copper concentration and the exposure time. The high development of nephrocytes was occurred in the gills of shrimps exposed to 100 ug Cu L-1. In the gills of shrimps exposed to 500 and 1000 ug Cu L-1. The size of nephrocyte was bigger than that of the controls.
""
JKL 1:1 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Al Rosamund
"Tugas Karya Akhir ini membahas fenomena eksploitasi dan penyalahgunaan satwa dilindungi di Indonesia, dengan fokus pada praktik bestiality. Bestiality merupakan tindakan seksual antara manusia dan hewan, yang dianggap sebagai bentuk eksploitasi dan penyalahgunaan hewan. Untuk memahami dan menganalisis dampak dari fenomena ini, Green Criminology digunakan sebagai perspektif kritis yang melihat praktik bestiality sebagai kejahatan terhadap satwa liar yang melanggar hak-hak kesejahteraan hewan. Penelitian ini menggunakan pendekatan Green Criminology yang mencakup dua kategori utama, yaitu animal abuse (penyalahgunaan hewan), di mana tindakan tersebut menyebabkan penderitaan, cedera, bahkan kematian pada hewan, dan wildlife crime (kejahatan terhadap satwa liar), yakni tindakan ilegal yang mengancam keberlangsungan spesies satwa liar. Analisis dalam penelitian ini juga dilakukan dengan perspektif antroposentrisme dan species justice. Perspektif antroposentrisme mengungkapkan dominasi manusia atas hewan, di mana kebutuhan manusia sering diutamakan diatas hak dan kesejahteraan hewan. Sementara itu, perspektif species justice menekankan pentingnya mengakui hak-hak intrinsik setiap spesies untuk hidup bebas dari eksploitasi dan penyiksaan. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak eksploitasi satwa dilindungi serta pentingnya penegakan hukum yang ketat untuk melindungi kesejahteraan hewan.

The Final Assignment discusses the phenomenon of exploitation and abuse of protected wildlife in Indonesia, focusing on the practice of bestiality. Bestiality is a sexual act between humans and animals, regarded as a form of exploitation and abuse of animals. To understand and analyze the impact of this phenomenon, Green Criminology is employed as a critical perspective, viewing bestiality as a crime against wildlife that violates animal welfare rights. This study uses a Green Criminology approach that encompasses two main categories: animal abuse, where actions cause suffering, injury, or even death to animals, and wildlife crime, which involves illegal activities that threaten the survival of wildlife species. The analysis in this study is also conducted from the perspectives of anthropocentrism and species justice. The anthropocentrism perspective reveals human dominance over animals, where human needs are often prioritized over animal rights and welfare. Meanwhile, the species justice perspective emphasizes the importance of recognizing the intrinsic rights of every species to live free from exploitation and abuse. This research is expected to contribute to raising public awareness about the impact of exploiting protected wildlife and the importance of strict law enforcement to protect animal welfare."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sharp, David
Kensington: Bay Books, 1984
R 591.7 SHA a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sharp, David
Kensington: Bay Books, 1984
R 591.7 SHA a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sharp, David
Kensington: Bay Books, 1984
R 591.7 SHA a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>