Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84150 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitti Dafika Naricantya
"Seni bukanlah merupakan hal baru dalam hubungan internasional. Secara praktik, seni seringkali digunakan oleh negara dan aktor non-negara dalam agenda politiknya. Namun, secara akademik, pembahasan seni masih sangat minim terbahas, akibat terdominasinya studi oleh pendekatan tradisional. Dengan itu, tulisan ini bertujuan untuk melakukan tinjauan literatur terhadap seberapa jauh seni dilibatkan dan dibahas, baik secara praktik maupun dalam studi akademik hubungan internasional sejak periode perang dunia I hingga periode kontemporer (1914-2021). Penulis mengelompokan argumentasi menggunakan metode taksonomi yang mencakup i) seni visual 2D motionless pada periode great wars, ii) seni visual 2D motionless pada periode kontemporer dan iii) identifikasi aktor. Berdasarkan tinjauan literatur yang telah dilakukan, penulis menemukan 3 konsensus. Pertama, seni memiliki peran yang signifikan dalam hubungan internasional, baik secara praktik maupun akademik. Kedua, negara tetap mendominasi sebagai aktor utama dalam kajian seni dan hubungan internasional, meskipun begitu aktor non-negara juga memiliki beberapa peran yang perlu dipertimbangkan. Ketiga, apapun jenis yang digunakan berguna untuk pengembangan studi ilmu hubungan internasional. Berkait dengan hal tersebut, penulis menurunkan 4 sintesis terhadap signifikaansi seni dalam hubungan internasional, antara lain i) literatur seni dalam HI cenderung terbatas pada penekanan bahwa seni memiliki potensi untuk lebih lanjut dibahas dalam HI, ii) proses pembahasan seni dalam HI masih terdominasi melalui pendekatan positivis, iii) seni memiliki tendensi untuk diartikan secara berbeda, iv) terdapat tantangan dan potensi tersendiri untuk menggunakan seni dalam analisis HI.

Art is not a newly discovered topic in international relations. In practice, art is often used by state and non-state actors in their political agenda. However, academically– art is still very minimally discussed, due to the dominance of studies by traditional approaches in international relations. In regards to that, this paper aims to conduct a literature review on how far art is involved and discussed both in practice and in the studies of international relations from the period of world war I until the contemporary period (1914-2021). The author categorizes the arguments using taxonomy method which includes i) motionless 2D visual arts in the period of great wars, ii) motionless 2D visual arts in the period of contemporary and, iii) state actor and non-state identification. Through the literature review conducted, the author found that: first, art has a significant role in international relations, both in practice and academically. Second, state remains the main actor in regards of art in international relations field, but non-state actors also have a few roles that need to be considered. Third, whatever types of art used for analysis will be useful for the development of international relations studies. In that regards, the author derives 4 syntheses on the significance of art in international relations. First, art literature in IR tends to be limited to emphasizing that art has the potential to be further discussed. Second, the process of discussing art in IR is still dominated by positivist approach. Third, art has a tendency to be interpreted differently. Fourth, there are challenges and advantages of using art in IR analysis. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Linklater, Andrew
New York: Cambridge University Press,, 2006
327.1 LIN e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Basaina
"Meskipun banyak argumentasi yang menyatakan bahwa masih terlalu awal untuk menyimpulkan bahwa China bersama dengan BRICS mampu untuk menjadi kekuatan baru yang menandingi Amerika Serikat, akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa kekuatan yang dimiliki oleh China bersama dengan kerjasama tersebut merupakan suatu kekuatan yang harus diperhitungkan dengan baik. Selama beberapa tahun terakhir ini, semenjak akronim BRICS mengukuhkan diri dalam suatu ikatan kelompok kerjasama politik formal, kelompok kerjasama tersebut memperlihatkan konsistensi dalam menjalankan komitmennya. Sejumlah rencana kerja jangka panjang tercatat dilakukan oleh BRICS secara multilateral dan lebih jauh lagi, terdapat juga kerjasama antar negara anggota BRICS secara bilateral. Bersama dengan BRICS, muncul suatu kekuatan kerjasama kelompok baru yang memberikan peluang ekonomi bagi China, yang saat ini menjadi penanding terutama kekuatan Amerika Serikat. China sendiri juga mendapatkan keuntungan dari kerjasama BRICS karena memberikan stabilisasi bagi hubungan internasionalnya, pembangunan image dengan membantu negara berkembang lainnya, termasuk memperkuat identitas sebagai negara berkembang dan tidak boleh dilupakan kekuatan secara ekonomi dan posisi politik. Tulisan ini merupakan pemetaan geopolitik terhadap kerjasama multilateral yang dilakukan China bersama dengan BRICS dan implikasi dari hal tersebut terhadap Amerika Serikat yang menjadi kekuatan terbesar dalam hirarki masyarakat internasional.

Although many arguments stating that it was too early to conclude that China along with the BRICS able to become a new force rivaling the United States, but the cooperation must be considered as power to be reckon. Over the last few years, since the acronym BRICS strenghten the cooperation to a more formal political group, the cooperation has show a consistency in its commitment. A number of long-term working plan notably conducted by BRICS multilaterally and furthermore, there is also cooperation among BRICS states member on a bilateral basis. BRICS is also provides economic purposes opportunities for China, which currently United States number one competitor. For China, BRICS become stabilization for China’s international relations environment, giving good image by helping other developing countries, strengthening of identity as a developing country in the economic strength and political position. This thesis is a geopolitical mapping of the multilateral cooperation of China together with the BRICS and the implications of that for the United States became the greatest power in the hierarchy of the international community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hauser, Arnold
New York: Alfred A. Knopf , 1952
709 HAU s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Rahayu
"Anak merupakan entitas yang problematis dalam sistem internasional. TKA ini berupaya mengkaji keterkaitan yang tercipta antara anak dan migrasi dalam hubungan internasional. TKA ini mengelompokkan literatur menggunakan metode taksonomi. Terdapat tiga pembahasan utama dalam TKA ini, yakni: anak dalam kerangka ilmu hubungan internasional, anak dalam konteks migrasi, dan penawaran pendekatan HAM kritis untuk melihat keterkaitan anak dan migrasi dalam hubungan internasional. Penggunaan pendekatan HAM kritis ini merupakan upaya untuk menjembatani kekosongan yang tercipta dalam kajian hubungan internasional dan migrasi dalam membahas anak. Dalam ilmu HI, kerangka yang sudah ada dianggap belum mampu membahas anak dalam konteks yang spesifik. Sehingga, cenderung menggeneralisasi pengalaman dari anak. Sedangkan, kajian migrasi lebih berfokus pada perspektif dari orang dewasa. Maka dari itu, pendekatan HAM kritis digunakan untuk mengkaji anak dan migrasi dalam hubungan internasional karena pendekatan ini berupaya untuk melihat anak sebagai entitas yang secara natur berbeda dari orang dewasa dan perlu diangkat suaranya.

Children are a problematic entity in international system. This paper seeks to discuss relations between children and migration in international relations. This paper organizes the literature based on taxonomy method. Based on this method, writer divides this paper into three main discussions. First, discussion about children in international relations framework; second, discussion about children in the context of migration; and third, an offering of alternative approach, which is critical rights approach, to see the relations between children and migration international relations. The usage of critical right approach is an effort to bridge the gap between international relations and migration studies when discuss about children. In international relations, the theories that available still overgeneralize the experience of children. Even though, there's study that lead to recognize the rights and agency of children. Then, in migration studies, almost all of the discussion still using adult perspective when discuss children in the context of migration. So, from here, writer believes that, critical right approach can be use to discuss the relations between children and migration because this approach is trying to see children as an entity that naturally different from adult and need to be recognized."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kiara Putri Mulia
"Dalam dua dekade terakhir, konsep hedging berkembang dalam ranah kajian Ilmu Hubungan Internasional (HI). Sejak kemunculannya dalam Ilmu HI, hedging sering digunakan untuk menjelaskan dinamika politik internasional dan tingkah laku negara pasca Perang Dingin yang tidak lagi dapat dijelaskan dengan konsep-konsep dasar dalam Ilmu HI, seperti balancing dan bandwagoning. Selain itu, hedging pun kerap kali dikaitkan dengan respon negara-negara terhadap kebangkitan kekuatan Tiongkok. Beberapa akademisi pun melihat bahwa hedging merupakan salah satu konsep paling signifikan dalam menjelaskan dinamika hubungan internasional di abad ke-21. Tinjauan literatur ini bertujuan untuk memetakan dan menganalisis perkembangan kajian mengenai hedgingdalam Ilmu HI. Guna mencapai tujuan tersebut, tulisan ini meninjau 53 literatur berakreditasi internasional yang membahas hedging dalam Ilmu HI. Dengan penggunaan metode taksonomi, penulis membagi tinjauan pustaka ini menjadi tiga sub bahasan, yaitu: (1) dasar konseptual hedging; (2) motivasi hedging; dan (3) implementasi hedging. Melalui analisis yang dilakukan terhadap literatur yang ditinjau, penulis menemukan berbagai perdebatan, konsensus, serta sintesis dalam topik mengenai hedging. Secara umum, tinjauan pustaka ini menemukan bahwa pemaknaan hedging dalam Ilmu HI mengalami perluasan. Perluasan tersebut merujuk pada munculnya ragam interpretasi hedging, pembahasan sektor-sektor non-keamanan dalam penggunaan hedging, serta isu empirik dan kebijakan luar negeri kawasan tertentu yang dibahas. Dalam konteks paradigmatik, tinjauan pustaka ini menyingkap bahwa hedging merupakan konsep yang multi-paradigmatik. Meskipun begitu, pembahasan mengenai hedging didominasi oleh pendekatan Neorealisme dan Realisme Neoklasik dalam Ilmu HI, serta pendekatan Analisis Kebijakan Luar Negeri. Meskipun hedging lahir dari cabang Realisme dalam Ilmu HI yang menekankan asumsi hubungan konfliktual antarnegara, penulis menemukan bahwa hedging pada umumnya berkaitan erat dengan pembentukan berbagai kerangka kerjasama internasional. Pada bagian akhir, tulisan ini merekomendasikan kajian mengenai hedging di masa depan untuk membahas tentang perbedaan konsep hedging dengan konsep sentral dalam Ilmu HI, parameter keberhasilan dan kesuksesan hedging sebagai respon negara, serta implikasi perilaku hedging suatu negara terhadap negara lain dan struktur internasional secara umum.  Penulis juga menyajikan catatan reflektif mengenai hedging dalam konteks kebijakan luar negeri Indonesia.

In the last two decades, the concept of hedging has developed in the realm of International Relations (IR) studies. Since its appearance in IR, hedging has often been used to explain the dynamics of international politics and post-Cold War state behavior which can no longer be explained by basic concepts in IR, such as balancing and bandwagoning. In addition, hedging is often associated with states’ responses to the rise of China. Some academics deem hedging as one of the most significant and novel concepts in explaining the dynamics of IR in the 21st century. This literature review aims to identify and analyze the development of studies on hedging in IR. To achieve this goal, this paper reviews 53 internationally accredited literature that discusses hedging in IR. By using the taxonomic method, the author divides this literature review into three sub-cateogires, namely: (1) the conceptual basis of hedging; (2) hedging motivation; and (3) implementation of hedging. Through the analysis conducted on the reviewed literature, the author finds various ideas, consensus, and synthesis in the overall discussion of hedging in IR. In general, this literature review finds that the central discussion of hedging in IR is expanding. This expansion refers to the emergence of various interpretations of hedging, discussion of non-security sectors in the use of hedging, as well as empirical issues and certain regional contexts that are discussed. In a paradigmatic context, these literature review reveals that hedging is a multi-paradigmatic concept. Nevertheless, the discussion on hedging is dominated by the Neorealism and Neoclassical Realism approaches in International Relations, as well as the Foreign Policy Analysis approach. Although hedging was born from the Realism branch of IR which assumes conflictual relations between countries, the authors find that hedging is generally closely related to the formation of various international cooperation frameworks. At the end, this paper recommends studies on hedging in the future to discuss and delve deeper into the differences between the concept of hedging and central concepts in IR, the parameters of the success and success of hedging as a state response, and the impacts of hedging towards other states’ behavior and international structure in general. The author also presents a reflective note on hedging in the context of Indonesia's foreign policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim Abduh
"Konsep perbatasan dalam hubungan internasional telah mengalami transformasi signifikan dari pembahasan marjinal ke sentral. Awalnya, perbatasan dipahami secara sempit sebagai garis batas negara berdaulat dalam kerangka geografis-politis, dipengaruhi oleh dominasi pendekatan Realis dan Positivis. Namun, pemahaman ini mulai ditantang oleh akademisi dari disiplin lain seperti geografi, antropologi, dan sosiologi yang melihat perbatasan sebagai fenomena sosial-kultural yang kompleks. Perbatasan telah termasuk dalam pembahasan HI sejak awal mula disiplin, namun hanya pada akhir abad ke-20, perbatasan menjadi pembahasan tersendiri. Memasuki era 2000-an, kemunculan Studi Perbatasan Kritis oleh akademisi HI menunjukkan momentum pergeseran dalam pembahasan konsep perbatasan dalam HI. Perbatasan kini dibingkai ulang sebagai proses, wacana, dan praktik yang dinamis dan diperebutkan, meluas ke isu-isu seperti migrasi, identitas, hak asasi manusia, dan relasi kuasa. Perspektif kritis ini tidak hanya mendekonstruksi ‘perbatasan’, tapi juga merekonstruksi perbatasan sebagai proses dalam ‘memperbatasi’ sebagai tindakan etis-politis. Tulisan ini akan menelusuri transformasi konsep perbatasan dari masa awal hingga kini, dengan memetakan tema, perdebatan, dan kontribusi kunci di setiap periode. Tujuannya adalah merefleksikan bagaimana pergeseran cara pandang terhadap perbatasan mencerminkan dan membentuk pergeseran dalam memahami hubungan internasional secara luas.

The concept of borders in international relations has undergone a significant transformation from marginal to a central. Initially, borders were narrowly understood as the boundary lines of sovereign states within a geographical-political framework, influenced by the dominance of Realist and Positivist approaches. However, this understanding is increasingly challenged by scholars from other disciplines, such as geography, anthropology, and sociology who view borders as complex socio-cultural phenomena. Whilst borders have been incorporated into IR discussions since the field’s inception as an academic discipline, it was only in the late 20th century that borders emerged a topic of discussion in their own right. Since the 2000s, the emergence of Critical Border Studies by IR scholars marked a discursive shift of borders in the discipline. Borders are now reframed as dynamic and contested processes, discourses, and practices, reaching into multifaceted issues such as migration, identity politics, human rights, and power relations. This critical perspective not only deconstructs borders, but also reconstructs processes of ‘bordering’ as an ethical-political act. This paper will trace the transformation of the concept of border from its early days to the present, mapping out the key themes, debates, and contributions in each period, aiming to reflect on how the transformation shapes the broader understanding of international relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Athilla Fachran
"Hubungan Hukum Internasional dan ilmu Hubungan Internasional HI yang terdisintegrasi dalam waktu yang cukup lama mulai menunjukkan keterkaitan satu sama lain dalam mengkaji fenomena-fenomena hubungan internasional. Dinamika hubungan internasional kontemporer yang menunjukkan terproliferasinya berbagai kerangka formal atau hukum serta berbagai macam aktor yang aktif dalam mendorong pembentukan norma-norma baru melatarbelakangi munculnya pandangan-pandangan baru dari berbagai perspektif Ilmu HI mengenai fenomena tersebut. Tugas Karya Akhir TKA ini bertujuan untuk menemukan relevansi antara Hukum Internasional dan ilmu HI. TKA ini mengelompokkan literatur-literatur berdasarkan perspektif realisme, perspektif liberalisme, perspektif konstruktivisme, dan perspektif institusionalisme dengan menggunakan taksonomi sebagai metode. Perspektif realisme menekankan bahwa baik itu perumusan maupun penegakan hukum internasional tidak terlepas dari peran dan kepentingan negara. Sementara itu, dalam mengkaji hukum internasional, perspektif liberalisme lebih berfokus kepada proses yang terjadi dalam level domestik dan level sistem sehingga peran aktor-aktor domestik juga relevan. Perspektif konstruktivisme berfokus pada signifikansi norma dan agen-agennya dalam membentuk norma baru. Terakhir, perspektif institusionalisme lebih berfokus kepada pandangan yang fungsionalis mengenai signifikansi institusi dan kerangka hukum sebagai dasar untuk mewujudkan kepentingan negara sebagai aktor rasional. Berdasarkan kajian literatur tersebut, teridentifikasi bahwa kedua disiplin saling terkait secara substansial dan kontekstual. TKA ini menemukan bahwa perspektif konstruktivis merupakan perspektif HI yang membuka peluang untuk pengembangan kajian antardisiplin Hukum Internasional dan HI oleh karena kemampuannya dalam mengkaji signifikansi norma dalam hubungan internasional.

The relations between International Law and International Relations HI, which had been disintegrating for some time, have begun to show their linkages to study the phenomena of international relations. The dynamics of the contemporary international relations that signify the proliferation of various formal or legal frameworks as well as various actors who actively build the formation of new norms develop the emergence of new views from various perspectives of IR of the phenomenon. This paper aims to find the relevance between International Law and IR. This paper classifies the literatures based on realist, liberalist, constructivist, and institutionalist perspective by using taxonomy as method. Realism emphasizes that both law-making and law-enforcement can rsquo;t be separated from the role and the interest of state. Meanwhile, in examining international law, liberalism focuses more on the process occur both in domestic and system level so that the role of domestic actors are also significant. Constructivism focuses on the significance of norm and the agents in generating new norms. Lastly, institutionalism focuses on the functionalist view of the significance of institution and legal frameworks as the basis to manifest the interest of state as rational actor. Based on the literatures rsquo; substantial findings, it is identified that both discipline are interrelated both substantially and contextually. Hence, this paper argues that constructivist perspective reveals the opportunities for further development of an interdisciplinary study of International Law and IR due to its ability in explaining the significance of norms in international relations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Watson, Adam
London ; New York: Routledge, 1992
327.09 WAT e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Akia Kevin Muliansyah Athallah
"Ilmu Hubungan Internasional telah berkembang pesat sejak Aberystwyth dan semakin banyak ditawarkan sebagai program studi di universitas-universitas di seluruh penjuru dunia. Sebagai kegiatan utama di dalam diseminasi Ilmu Hubungan Internasional, kegiatan belajar mengajar belum mendapat perhatian yang sesuai dalam pembahasan Ilmu Hubungan Internasional arusutama. Untuk membuka ‘kotak hitam’ kegiatan ini, penulis mengkaji 70 artikel dalam jurnal internasional yang terkait dengan pedagogi ilmu Hubungan Internasional. Dengan menggunakan metode taksonomi, penulis membagi badan kajian menjadi empat kategori yaitu (1) desain pedagogi ilmu Hubungan Internasional, (2) strategi pedagogi ilmu Hubungan Internasional, (3) konteks pedagogi ilmu Hubungan Internasional, dan (4) kehidupan keilmuan Hubungan Internasional. Dalam tinjauan pustaka ini, penulis mengidentifikasi bahwa tiap aspek tersebut saling terhubung satu sama lain. Sebagai sintesis, penulis menyusun rantai kausal desain dan strategi pedagogi ilmu Hubungan Internasional dan memberikan kerangka pemikiran untuk memahami signifikansi pedagogi dalam ilmu Hubungan Internasional. Penulis juga memberikan refleksi atas kajian mengenai pedagogi ilmu Hubungan Internasional. Tulisan ini ditutup dengan rekomendasi untuk kajian pedagogi ilmu Hubungan Internasional di masa depan.

International Relations has developed rapidly since its conception in Aberystwyth, and it is increasingly being offered as a course at universities worldwide. Even though pedagogy is the main avenue to disseminate International Relations knowledge, it has not received appropriate attention in the mainstream International Relations discourse. To open this ‘black box’, the author reviews 70 articles in international journals related to the pedagogy of International Relations. The author divides the body of knowledge by using the taxonomic method, resulting in four categories: (1) the pedagogical design of International Relations, (2) the pedagogical strategies of International Relations, (3) the pedagogical context of International Relations, and (4) the intellectual activities of International Relations. In this literature review, the author identifies that these aspects are interconnected. As a synthesis, the author compiles causal chains of pedagogical design and strategy in International Relations and provides a framework to understand the significance of pedagogy in International Relations. The author also reflects on the current state of literature in International Relations pedagogy. This paper concludes with recommendations for future research in International Relations pedagogy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>