Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130064 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luly Prastuty
"Sebagai film bertema persahabatan perempuan, Bebas (2019) merefleksikan realita kehidupan perempuan urban di Indonesia yang harus bertahan di tengah kuasa patriarki kapitalisme. Dengan teori representasi Stuart Hall, strategic sisterhood dan girlfriend gaze Alison Winch, teori film dan elemen mise-en-scne, tesis ini menguraikan bagaimana representasi strategic sisterhood yang melambangkan kebebasan dan fungsi strategic sisterhood bagi pengembangan diri perempuan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa film ini masih mengafirmasi kuasa-kuasa dominan patriarki dan kapitalisme. Meskipun telah mematuhi standar sosial, representasi perempuan saat dewasa tidak satu pun yang ditampilkan bahagia. Pada kondisi tersebut, perempuan melakukan upaya-upaya melalui solidaritas persahabatan perempuan. Wujud strategic sisterhood yang dilakukan yaitu solidaritas secara fisik dan materi. Di sini, perempuan dengan kelas sosial berbeda saling memberikan manfaat dengan cara yang berbeda. Namun di sisi lain, kelompok persahabatan menempatkan mereka yang mapan mendominasi. Inilah mengapa, sebagai perempuan, mereka harus bernegosiasi dan menempatkan diri agar kehidupan mereka lebih mudah. Bebas (2019) mengonstruksi perempuan yang bisa jauh lebih berdaya ketika tergabung dalam kelompok dan merana jika sendirian. Tesis ini merupakan kajian Cultural Studies karena menganalisis film sebagai produk budaya yang mengandung isu-isu terkait konstruksi citra perempuan dan relasi kuasa dalam realita perempuan urban Indonesia.

As a female friendship film, Bebas (2019) reflects the reality of urban women's lives in Indonesia, who have to survive amid the patriarchal power of capitalism. Using Stuart Hall's representation theory, strategic sisterhood and girlfriend gaze Alison Winch, film theory and mise-en-scne elements, this thesis describes how strategic sisterhood symbolizes freedom and the function of strategic sisterhood for women's self-development. The study results conclude that this film still affirms the dominant powers of patriarchy and capitalism. Despite complying with social standards, none of the female representations as adults are happy. In these conditions, women make efforts through women's friendship solidarity. The forms of strategic sisterhood are physical and material solidarity thus friendship groups highlight those who dominate. It is why, as women, they have to negotiate and position themselves to make their lives easier. Bebas (2019) constructs women who can be much more empowered when joined in a group and languish when alone. This thesis is a Cultural Studies research because it analyzes film as a cultural product that contains issues related to the construction of women's images and power relations in the reality of Indonesian urban women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Botutihe, Sukma Nurilawati
"Penelitian ini bertujuan untukmengetahui bagaimana perbedaan karakteristik peer yang dimiliki oleh mahasiswa pelaku coitus dan bukan pelaku coitus. Pemilihan pokok permasalahan dilandasi oleh kenyataan yang menunjukkan makin banyaknya perilaku seks bebas, yang ditandai dengan perilaku seks premarital di kalangan mahasiswa. Bahkan dalam hasil penelitiannya Pacard (dalam Biran, 1996) menunjukkan bahwa, revolusi seksual berawal dari dunia kampus (perguruan tinggi).
Perubahan minat pendidikan (perguruan tinggi) yang berkembang di kalangan masyarakat, mengakibatkan penundaan dalam memasuki jenjang perkawinan. Sementara dilain pihak kematangan seksual, menyebabkan meningkatnya dorongan seksual dalam diri mahasiswa. Penundaan usia perkawinan yang semakin panjang dan tingginya dorongan seksual pada mahasiswa, mengakibatkan mereka cenderung terlibat dalam perilaku seks premarital.
Selanjutnya mahasiswa sebagai individu yang aktif dalam berbagai aktifitas di luar rumah, tidak terlepas dari proses sosialisasi dengan lingkungan sosialnya, terutama teman bermain atau peer. Kecenderungan berkurangnya otoritas orang tua terhadap berbagai masalah yang menimpa mahasiswa (terutama saat mereka berada di luar rumah), mengakibatkan peranan peer sebagai teman bermain menjadi semakin besar, terutama dalam membentuk pengetahuan dan perilaku. Oleh karena itu nilai-nilai di luar rumah sebagian besar dibentuk oleh peer. Pengaruh peer ini dapat berdampak positif (seperti perilaku menolong), juga dapat berdampak negatif (seperti, perilaku seks bebas).
Adapun peranan dan pengaruh peer terhadap individu, tidak terlepas dari karakteristik peer itu sendiri. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas diperkirakan karakrteristik peer meliputi : kedekatan peer dan karakteristik perilaku peer. Kedekatan peer dan karakteristik peer tersebut dilihat berdasarkan jumlah dan bentuk-bentuk peer (friendship, clique, crowds), frekuensi penemuan dengan peer, dan asal lingkungasn peer, atmosfir aktifitas seksual peer, dan orientasi kegiatan bersama peer.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 1998 sampai dengan Agustus 1998, terhadap mahasiswa pria dan wanita yang belum pernah menikah, dan merupakan pelaku coitus maupun bukan pelaku coitus. Subyek diambil secara incidental dengan menggunakan teknik non probability sampling. Subyek yang berhasil diambil dalam penelitian ini berjumlah 120 orang.
Penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari data kontrol dan data-data lainnya yang sesuai dengan tujuan penelitian. Metode analisa data menggunakan presentase dan tabulasi silang. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan dilakukan perhitungan chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran karakteristik peer pada subyek (mahasiswa) pelaku coitus relatif berbeda dengan karakteristik peer pada subyek bukan pelaku coitus. Pelaku coitus cenderung memiliki peer dengan kedekatan yang relatif lebih kuat dibandingkan subyek bukan pelaku coitus. Pelaku coitus cenderung memiliki peer, dengan atmostir aktifitas seksual yang lebih tinggi, dibandingkan peer yang dimiliki oleh subyek bukan pelaku coitus. Selanjutnya pelaku coitus, cenderung lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang berorientasi seksual yang tinggi bersama peer, dibandingkan subyek bukan pelaku coitus. Sebaliknya subyek bukan pelaku coitus, cenderung lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak berorientasi seksual yang tinggi bersama peer, dibandingkan pelaku coitus.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis mengajukan beberapa saran. Bagi remaja/mahasiswa yang tidak ingin terlibat dalam perilaku seks premarital perlu untuk memilih peer yang memiliki sikap yang sauna dan tidak terlibat secara aktif dalam perilaku seks premarital. Selain itu perlu untuk menghindari kegiatan-kegiatan bersama peer yang dapat mendorong dan merangsang untuk dilakukannya periiaku seks premarital. Bagi para orang tua diharapkan untuk menjalin hubungan dan komunikasi yang lebih terbuka dengan remaja, serta memberi dukungan pada mereka. Sehingga hal tersebut dapat menimbulkan perasaan aman dan nyaman bagi remaja bila berada di tengah-tengah orang tua dan keluarga."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2940
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Abdurrahman
"ABSTRAK
American History X adalah sebuah film Hollywood yang mengangkat tema mengenai konflik rasial antara ras kulit putih dan ras-ras minoritas di Amerika. Di dalam makalah ini, peneliti berfokus pada hubungan antara kakak-beradik laki-laki yang berperan sebagai karakter utama, hubungan mereka dengan sang ayah, serta bagaimana mereka menjalin persahabatan dengan anak lelaki lain di sekitar tempat tinggal mereka. Peneliti menemukan bahwa film ini menggambarkan perkembangan kepribadian remaja laki-laki yang menjadi rasis tidak hanya sebagai hasil dari pengaruh figur ayah di dalam keluarga, melainkan juga dari teman sepermainan yang menjadi pengaruh terbesar dalam pembentukan sikap mereka, terutama dalam berinteraksi dengan ras minoritas yang berada di lingkungan sekitar tempat mereka tinggal. Dalam fase remaja, umumnya mereka mencari sosok kuat yang berkarakter sehingga dapat dijadikan panutan bagi mereka. Remaja akan mengikuti apapun yang mereka anggap benar, tidak peduli apakah itu merupakan contoh yang baik ataupun buruk. Makalah penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam diskusi mengenai keterlibatan orang tua dalam membangun karakter anak mereka yang telah beranjak remaja, terutama di negara Amerika, sebuah negara dengan penduduk yang berasal dari berbagai bagian di seluruh dunia."
2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Ulfah
"Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang berisiko mengalami masalah kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi sebaya terhadap perubahan perilaku pencegahan anemia gizi besi pada remaja putri (10-19 tahun). Metode yang dipakai quasi experiment yang terdiri dari dua kelompok 41 remaja putri sebagai kelompok intervensi dan 41 kontrol. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling yang dilanjutkan dengan simple random sampling. Hasil penelitian menunjukkan edukasi sebaya berpengaruh secara signifikan terhadap pengetahuan (p=O,OOO), sikap (p=O,OOO), dan keterampilan (p=O,OOO) pencegahan anemia gizi besi. Hasil uji MANCOV A menunjukkan edukasi sebaya dipengaruhi oleh lamanya menstruasi (p=O,OOO). Edukasi sebaya dapat digunakan sebagai salah satu upaya mengubah perilaku remaja putri yang bisa diintegrasikan dalam pelayanan keperawatan di sekolah

Female adolescent is one of the aggregate who risk of having health problems. This study aimed to determine the effect of peer education on the change of behavior of iron deficiency anemia prevention in female adolescent (1 0-19 years). The research design was quasi experiment with two groups involving 41 female adolescent as the intervention group and 41 in control groups. The sampling technique used was stratified random sampling, followed by simple random sampling. The result showed that peer education significantly affects the knowledge (p=O,OOO, attitude (p=O,OOO), and skills (p=O,OOO) of iron deficiency anemia prevention. MANCOVA test showed that peer education is affected by duration of menstruation (p=O,OOO). Peer education can be used as an attempt to change the behavior of female adolescent, which could be integrated in the school nursing service."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T46089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salimah Syamilah Rahman
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh intensitas interaksi peer group terhadap tingkat literasi digital pada remaja. Studi-studi terdahulu yang membahas interaksi teman sebaya menemukan pengaruh yang signifikan, tetapi studi ini hanya berfokus pada intensitas lama penggunaan internet ataupun pengelolaan privasi. Berangkat dari hal tersebut, penelitian ini ingin mengembangkan studi sebelumnya dengan menggunakan tingkat literasi digital sebagai variabel yang mencakup informasi dan literasi data, komunikasi dan kolaborasi, dan pembuatan konten digital. Selain itu, variabel intensitas interaksi peer group juga dianalisis untuk melihat hubungannya dengan tingkat literasi digital apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin. Penelitian terdahulu menemukan bahwa perempuan memiliki tingkat literasi yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Di sisi lain, terdapat juga penelitian yang menemukan laki-laki memiliki tingkat literasi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Namun, apabila dikaitkan dengan interaksi peer group yang dimiliki individu, perempuan cenderung memiliki tingkat literasi digital yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner di lokasi studi kasus, yaitu SMPIT Ummu’l Quro Depok secara langsung. Selain itu, dilakukan juga wawancara terhadap 2 responden yang dipilih berdasarkan tinggi-rendahnya intensitas interaksi peer group dan tingkat literasi digital. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh hubungan yang signifikan antara intensitas interaksi peer group dengan tingkat literasi digital dengan arah hubungan yang positif dan kekutan hubungan sedang. Namun, ketika dikaitkan dengan jenis kelamin, terdapat hubungan yang signifikan pada kedua jenis kelamin di mana laki-laki dan perempuan sama-sama signifikan dengan arah hubungan yang positif.

This study aims to explain the influence of peer group interaction intensity on adolescents' digital literacy level. Previous studies examining peer interaction have found significant effects, but these studies have only focused on the intensity of internet use or privacy management. Based on this, this study aims to develop previous studies by using digital literacy level as a variable that includes information and data literacy, communication and collaboration, and digital content creation. In addition, the variable of peer group interaction intensity is also analyzed to see its relationship with digital literacy level when viewed based on gender. Previous studies have found that women have higher literacy levels than men. On the other hand, there are also studies that find that men have higher literacy levels than women. However, when associated with the peer group interaction that individuals have, women tend to have higher digital literacy levels than men.This study uses a quantitative method by distributing questionnaires directly at the case study location, namely SMPIT Ummu'l Quro Depok. In addition, interviews were also conducted with 2 respondents selected based on the high and low intensity of peer group interaction and digital literacy level. The results of the study showed that there was a significant relationship between peer group interaction intensity and digital literacy level with a positive and moderate relationship strength. However, when linked to gender, there was a significant relationship in both genders where both males and females were significant with a positive direction of relationship."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzura Salsabilla Puspariyan Putri
"Selain membentuk identitas diri, remaja juga mulai membentuk social identity yang dapat diperoleh dengan bergabung dalam peer group. Social identity dalam peer group menjadi salah satu penentu psychological well-being bagi remaja untuk mengatasi stres dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, masih sedikit penelitian yang secara khusus menyoroti social identity pada remaja akhir dalam konteks peer group. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah social identity dalam peer group memiliki hubungan positif yang signifikan dengan psychological well-being pada remaja akhir. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Social Identity Scale (SIS) untuk mengukur social identity dalam peer group dan Ryff’s Psychological Well-being Scale (RPWBS) untuk mengukur psychological well-being. Partisipan penelitian ini adalah Warga Negara Indonesia (WNI) berusia 18–20 tahun (M = 19,03, SD = 0,74). Hasil Spearman Correlation menunjukkan bahwa social identity dalam peer group dan psychological well-being memiliki korelasi yang signifikan dengan rs(160) = .138, p = .041, one-tailed. Artinya, semakin tinggi tingkat social identity dalam peer group pada remaja akhir, maka semakin tinggi tingkat psychological well-being.

In addition to forming their self identity, adolescents also begin to form a social identity that can be obtained by joining peer groups. Social identity within peer groups is one of the determinants of psychological well-being for adolescents to cope with stress in daily life. However, there is still limited research that specifically highlights social identity in late adolescents in the context of peer groups. Therefore, this study aims to investigate whether social identity within peer groups has a significant positive relationship with psychological well-being in late adolescents. The research instruments used were the Social Identity Scale (SIS) to measure social identity within peer groups and the Ryff's Psychological Well-being Scale (RPWBS) to measure psychological well-being. The participants in this study were Indonesian citizens aged 18–20 years old (M = 19,03, SD = 0,74). The results of the Spearman Correlation showed that social identity within peer groups and psychological well-being had a significant correlation with rs(160) = .138, p = .041, one-tailed. This means that the higher the level of social identity within peer groups in late adolescents, the higher the level of psychological well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
"Seni gerak dalam pertunjukan wayang sering disebut dengan sabetan. Dalam seni gerak wayang dikandung aturanaturan,
norma-norma atau wewaton yang merupakan konvensi yang dianut dan diacu oleh para seniman dalang ketika
menggerakkan wayang-wayangnya. Salah satu konvensi seni gerak dalam pertunjukan wayang yakni udanagara.
Udanegara yakni tatacara bertutur kata, bersikap, dan bertingkahlaku seorang tokoh dalam pertunjukan wayang, yang
di dalamnya dikandung etika dan estetika. Yang dimaksud gerak wayang meliputi, antara lain: menyembah, berjalan,
berlari, menari, terbang, dan perang. Gerak wayang tersebut berprinsip pada status sosial, tua-muda (usia), klasifikasi,
dan wanda tokoh-tokoh wayang. Dalam seni gerak wayang memperhatikan pula prinsip wiraga (benar dan tepatnya
action dalam gerak), wirasa (benar dan tepatnya penghayatan dalam gerak), dan wirama (benar dan tepatnya irama
dalam gerak). Langkah kerja penelitian ini dilakukan secara bertahap, yakni: pengumpulan data (menyaksikan
pergelaran wayang langsung, baik di televisi, live, wawancara kepada para dalang: studi kepustakaan; pengolahan data;
dan laporan penelitian. Penelitian ini menyimpulkan: gerak wayang terdiri dari dua pengertian, “luas” (totalitas gerak
tokoh) dan “sempit” (perang); gerak wayang dibatasi oleh konvensi (norma) yang disepakati para dalang (udanegara);
prinsip gerak wayang mengacu pada status sosial, usia (tua-muda), klasifikasi, dan wanda tokoh wayang; gerak wayang
dewasa ini telah banyak penggarapan, dinamis (tidak terlihat kendor). Perkembangan gerak wayang tersebut seiring
dengan pola pikir masyarakat yang semakin maju, kritis, dan dinamis.
Movement art in the puppet performances is often mentioned as sabetan. Puppet movement art, that contains rules,
norms, guidance (orientation) is convention that is observed and referred to guidance the dalang artists when they move
the puppets. One of the convention of movement in the puppet performance is udanagara. Udanegara, that contains
ethics and aesthetic, is the rules of speaking, attitude, and action for actors in the puppet performance. Puppet
movement include among others paying homage, walking, running, dancing, flying and fighting. That puppet
movement is based on social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet.
Therefore, the movement art of the puppet adopts basic wiraga (true or false action in the puppet movement), wirasa
(true or false feeling of puppet movement), and wirama (true or false rhythm in the puppet movement). Method in this
research will be conducted step by step: collection data (to watch of puppet performance on television, live
performance, dialogue with dalang artist), analysis of data, literary research, conclusion and reporting of the research.
This research concludes: puppet movement has of two meanings, large (totality of puppet movement) and narrow
(fighting); puppet movement refers to the conventions (norms), oriented by dalang artists (udanegara); basic of puppet
movement refers to social class of puppet, age of puppet, class of puppet, and mood of expression of puppet; now,
puppet movement becomes more and more creative and dynamic. The development of puppet movement in line with
the way of thinking of society that is more improved, critical, and dynamic."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Curtis, Charles W.
New York: John Wiley & Sons, 1981
512.2 CUR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Dwi Harsono
"Penelitian ini berupaya memberikan penjelasan tentang bagaimana ekonomi dalam konteks upaya atau metode untuk memenuhi kebutuhan, melekat pada perilaku kelompok-kelompok teroris di Indonesia disandarkan pada komitment terhadap kekerasan yang bersembunyi dibalik dogma ideologi religius. Keterlekatan ekonomi sebagaimana dikemukakan oleh Karl Polanyi, mendefinisikan ekonomi sebagai produk dari relasi sosial berbasis pada nilai-nilai kebijaksanaan dan relasi timbal balik yang saling mencukupi antar individu dan kelompok dibawah naungan kearifan lokal. Ternyata ada atribut lain yang melekat pada eksistensi keterlekatan (embedded) ekonomi selain dari nilai-nilai etika, yaitu komitment kelompok sosial pada jalan kekerasan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif bersifat analisa secara kritis mengenai permasalahan aktual yang terjadi di masyarakat, yaitu adanya modus ekonomi dalam gerakan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia. Adapun hasil penelitian ditemukan bahwa motif ekonomi berperan dalam tindakan yang dilakukan oleh kelompok terorisme, dalam konteks JI, mata uang sosial digunakan dalam pertukaran ekonomi. Pemerintah Indonesia telah menerapkan prinsip redistribusi dengan pendekatan multidimensi dalam penanggulangan terorisme, salah satunya adalah pendekatan Keterlekatan Ekonomi Karl Polanyi yang melibatkan redistribusi sumber daya dan integrasi kelompok teroris ke dalam masyarakat yang lebih luas, serta pemutusan pendanaan terorisme.

This research seeks to provide an explanation of how economics, in the context of efforts or methods to meet needs, is embedded in the behavior of terrorist groups in Indonesia based on a commitment to violence that hides behind the dogma of religious ideology. As Karl Polanyi proposed, economic embeddedness defines the economy as a product of social relations based on wisdom values and mutually sufficient mutual relations between individuals and groups under the auspices of local wisdom. It turns out that other attributes are attached to embedded economics apart from ethical values, namely the commitment of social groups to the path of violence. This research uses a qualitative approach that is a critical analysis of actual problems occurring in society, namely the existence of an economic mode in the movement of the terrorist group Jemaah Islamiyah (JI) in Indonesia. The research results found that economic motives play a role in the actions carried out by terrorist groups, in the context of JI, social currency is used in economic exchange. The Indonesian government has implemented the principle of redistribution with a multidimensional approach in dealing with terrorism, one of which is Karl Polanyi's Economic Embeddedness approach which involves the redistribution of resources and integration of terrorist groups into wider society, as well as the termination of terrorism funding."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meiynana
"Tesis ini membahas tentang Evaluasi Proses Pelaksanaan Program Indonesia Pintar sebagai salah satu Nawacita dalam bidang pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan akses layanan pendidikan bagi anak usia 6-21 tahun yang berasal dari keluarga tidak mampu. Lokasi penelitian adalah SMA yang berada di Kecamatan Babakan sebagai representasi pelaksanaan PIP terbaik di Kabupaten Cirebon. Penelitian ini dilakukan menggunakan jenis penelitian evaluasi menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data melalui wawancara, studi literatur, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Pelaksanaan PIP di Kecamatan Babakan terdapat keterkaitan komponen input atau sumber daya yang mendukung yaitu adanya pelaksana PIP yang memiliki kompetensi dan jumlah sesuai dengan kebutuhan di setiap unsur yang terlibat, adanya sarana dan anggaran yang mendukung pelaksanaan seperti pemberian insentif pada petugas PIP, serta adanya pedoman pelaksanaan PIP yang digunakan. Sumber daya tersebut mendukung adanya tahapan mekanisme pelaksanaan yang sesuai dengan petunjuk pelaksanaan PIP yang berjalan pada setiap jenjang serta pada tiap tahapan mekanisme saling berkaitan dan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan PIP. Mekanisme berawal dari adanya sosialisasi dan koordinasi mengenai pelaksanaan PIP oleh Kemdikbud kepada seluruh unsur yang terlibat. Selanjutnya proses pengusulan data calon penerima PIP yang sesuai dengan kriteria yaitu pemilik KIP dan Non-KIP yang terdaftar dalam sumber data kemiskinan, proses penyaluran PIP yang dilaksanakan sesuai dengan perjanjian dan waktu yang tepat, proses pencairan yang dilakukan oleh penerima PIP di BNI Losari yang berjalan dengan lancar, dan adanya proses pemantauan yang dilakukan oleh Direktorat SMA serta Cabang Dinas Wilayah X. Rekomendasi dari penelitian ini yaitu meningkatkan komitmen dan tanggung jawab pada setiap unsur yang terlibat sesuai dengan peran dan fungsi pada pelaksanaan PIP, adanya proses perencanaan penyusunan program yang lebih baik sumber daya untuk mendukung pelaksanaan PIP agar mencapai tujuan, serta pelaksanaan PIP pada jenjang SMA yang baik di Kecamatan Babakan dapat menggunggah daerah-daerah lainnya untuk mengikuti dan menerapkan.
This thesis discusses the evaluation of the Program Indonesia Pintar (PIP) as one of the Nawacita program in the field of education which aims to increase access to education services for school-age children who come from underprivileged families. The research location is a high school located in Babakan subdistrict which based on premliminary observations shows an indication of successful PIP implementation. This research uses a evaluation type research with qualitative approach. The data is collected through document review by analizing the PIP report data and in-depth interviews with relevant stakeholders. The results showed that in the implementation of PIP in Babakan subdistrict there was a linkage of supporting resources, namely the existence of PIP implementers who had a sufficient number and competence to the needs of each element involved, the facilities and budgets that supported implementation such as providing incentives to PIP officers, and the usage of PIP implementation guidelines. These resources support the stages of the coordination and socialization implementation mechanism that runs at each level and at each stage whichare interrelated and influence the achievement of PIP goals. The mechanism begins with the socialization and coordination of the implementation of PIP by the Ministry of Education and Culture to all elements involved. Furthermore, the process of proposing data for potential PIP recipients that is in accordance with the criteria, namely ownership of Kartu Indonesia Pintar and Non-KIP owners who are registered in the poverty data source. The PIP distribution process is carried out according to the agreement in timely manner, the disbursement process carried out by PIP recipients at BNI Losari is running smoothly, and there is a monitoring process carried out by the Direktorat SMA and Cabang Dinas Pendidikan Wilayah X. The recommendations of this study are to increase the commitment and responsibility of each element involved in accordance with the roles and functions in the implementation of PIP, a better program resources planning process to support the implementation of PIP in order to achieve goals, as well as the implementation of PIP at the SMA level which is well-implemented in Babakan subdistrict and could motivate other areas to follow and implement."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>