Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140277 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riana Hapsari
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, kewenangan pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek termasuk Manajer Investasi hanya dapat dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun dalam kenyataannya, terdapat kasus permohonan pernyataan pailit yang diajukan selain oleh OJK dan diterima pengadilan. Terhadap Manajer Investasi yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, kemudian timbul permasalahan mengenai kewenangan pengelolaan Reksa Dana dari Manajer Investasi yang pailit. Kemudian OJK sebagai regulator pasar modal juga memiliki peranan yang besar namun hingga saat ini belum ada landasan hukumnya. Terkait permasalahan tersebut, bagi kasus permohonan pernyataan pailit kepada Manajer Investasi yang diajukan selain oleh OJK seharusnya tidak dapat diterima dan terhadap Manajer Investasi yang sudah dinyatakan pailit tidak memiliki kewenangan lagi untuk mengelola Reksa Dana. Sedangkan OJK harus segera membuat landasan hukum terkait peranan OJK dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek.

According to the law number 37 of 2004, the authority to file a petition for a bankruptcy declaration to securities companies including investment managers can only be exercised by the Financial Services Authority (OJK).  However, there are cases of bankruptcy declaration filing that were submitted other than by the OJK and accepted by the court.  For an investment manager who has been declared bankrupt by the court, then a problem arises regarding the authority to manage Mutual Funds from the bankrupt Investment Manager. Then, OJK as the capital market regulator also has a big role but there is no legal basis, until now. In relation to this problem, the case for a bankruptcy declaration to an Investment Manager that submitted by other than the OJK should not be accepted and an Investment Manager who has been declared bankrupt does not have the authority to manage Mutual Funds. Meanwhile, OJK has to immediately make a legal basis regarding its role in submitting a petition for a bankruptcy declaration for  securities company."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Famal
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pembebanan tanggung jawab hukum kepada Manajer
Investasi akibat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Anggota Direksi sehingga
menyebabkan Manajer Investasi tersebut dijatuhi sanksi administratif oleh Otoritas
Jasa Keuangan. Dalam tesis ini akan menggunakan studi kasus pencabutan izin usaha
Manajer Investasi PT. Eurocapital Peregrine Securities (PT EPS). Terdapat dua
pertanyaan utama dalam tesis ini, yaitu mengenai kesesuaian putusan OJK mencabut
izin PT EPS sebagai Manajer Investasi dengan peraturan di bidang pasar modal dan
mengenai ketepatan putusan Lembaga Peradilan yang menyatakan pelanggaran
Anggota Direksi PT EPS menjadi tanggung jawab pribadi Anggota Direksi dan bukan
tanggung jawab Manajer Investasi. Tesis ini menggunakan metode penelitian hukum
normatif untuk menunjukkan bahwa suatu Manajer Investasi dapat dibebankan
tanggung jawab akibat pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota Direksi
menggunakan Teori Badan Hukum Sebagai Kenyataan Yuridis (juridische
Realiteitsleer). Berdasarkan penelitian, ditemukan Putusan OJK yang mencabut izin
PT EPS sebagai Manajer Investasi telah sesuai dengan peraturan di bidang pasar
modal karena dalam UUPM pembebanan tanggung jawab atas pelanggaran yang
dilakukan oleh Anggota Direksi Manajer Investasi merupakan beban Manajer
Investasi. Sedangkan Putusan Lembaga Peradilan yang menyatakan pelanggaran
Anggota Direksi PT EPS menjadi tanggung jawab pribadi Anggota Direksi sehingga
menyatakan batal pencabutan izin usaha Manajer Investasi atas nama PT EPS adalah
kurang tepat. Hal ini dapat karena PT EPS sendiri lemah dalam pengawasan
kegiatannya. Namun, pembebanan tanggung jawab kepada Manajer Investasi bukan
berarti membebaskan tanggung jawab Anggota Direksi atas pelanggaran yang
dilakukannnya. Anggota Direksi bertanggung jawab secara pribadi kepada Manajer
Investasi yang telah dirugikannya.

ABSTRACT
This thesis discusses about legal liability assessed to an Investment manager due
to tort committed by its Member of Board of Directors, causing the Investment
Manager administrative sanctions by the Financial Services Authority. This thesis
will use case studies permit revocation Investment Manager PT. Eurocapital
Peregrine Securities (PT EPS). There are two main questions in this thesis,
regarding the suitability of the FSA's decision to revoke permit PT EPS as
Investment Manager with the capital market regulations and the suitability of the
Institute of Justice ruling stating tort of the member of the Board of Directors
(member of BOD) of PT EPS is the liability of the member of BOD in personal
and not the liability of Investment Manager. This thesis using normative legal
research methods to indicate that an Investment Manager can be charged with the
liability for tort committed by the member of BOD using the Theory of Legal
Entity In fact Juridical (Juridische Realiteitsleer). Based on the research, it was
found that the FSA verdict revoked the licenses of PT EPS as Investment Manager
in accordance with the regulations of the capital market since the imposition
UUPM liability for tort committed by the member of BOD of the Investment
Manager an Investment Manager burden. Meanwhile, the Institute of Justice
ruling stating tort of member of BOD of PT EPS is the liability of the member of
BOD to declare null and revocation of business licenses on behalf of the
Investment Manager PT EPS is less precise. This could be because PT EPS
themselves weak in monitoring activities. However, the imposition of liability to
the Investment Manager not absolve the liability of member of BOD for his tort.
The member of BOD is personally liable to the Investment Manager who has been
harmed., This thesis discusses about legal liability assessed to an Investment manager due
to tort committed by its Member of Board of Directors, causing the Investment
Manager administrative sanctions by the Financial Services Authority. This thesis
will use case studies permit revocation Investment Manager PT. Eurocapital
Peregrine Securities (PT EPS). There are two main questions in this thesis,
regarding the suitability of the FSA's decision to revoke permit PT EPS as
Investment Manager with the capital market regulations and the suitability of the
Institute of Justice ruling stating tort of the member of the Board of Directors
(member of BOD) of PT EPS is the liability of the member of BOD in personal
and not the liability of Investment Manager. This thesis using normative legal
research methods to indicate that an Investment Manager can be charged with the
liability for tort committed by the member of BOD using the Theory of Legal
Entity In fact Juridical (Juridische Realiteitsleer). Based on the research, it was
found that the FSA verdict revoked the licenses of PT EPS as Investment Manager
in accordance with the regulations of the capital market since the imposition
UUPM liability for tort committed by the member of BOD of the Investment
Manager an Investment Manager burden. Meanwhile, the Institute of Justice
ruling stating tort of member of BOD of PT EPS is the liability of the member of
BOD to declare null and revocation of business licenses on behalf of the
Investment Manager PT EPS is less precise. This could be because PT EPS
themselves weak in monitoring activities. However, the imposition of liability to
the Investment Manager not absolve the liability of member of BOD for his tort.
The member of BOD is personally liable to the Investment Manager who has been
harmed.]"
2015
T44248
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Khumaira
"ABSTRAK
Pembahasan dalam skripsi ini adalah kepailitan terhadap perusahaan efek yang diajukan oleh nasabah, dengan studi kasus PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas. Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah mengatur mengenai pihak yang berwenang mengajukan kepailitan terhadap perusahaan efek yaitu Otoritas Jasa Keuangan. Adanya ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga dalam hal ini nasabah perusahaan efek yang melakukan investasi melalui pasar modal. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah putusan majelis hakim pada tingkat pengadilan niaga yang mengabulkan permohonan kepailitan terhadap PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah dalam kepailitan PT AAA Sekuritas. Pada akhirnya, peneliti memperoleh kesimpulan bahwa putusan majelis hakim pada tingkat pengadilan niaga telah tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku yang menimbulkan dampak terhadap nasabah perusahaan efek.

ABSTRACT
This academic thesis is discussed about bankruptcy towards securities company filed by the client, with a case study of PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas. Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts in article 2 paragaraph 4 has been arranged the petition for securities company declaration of bankruptcy may only be filed by the Financial Services Authority. The existence of these provisions are intended to protect the interests of third parties in this case the clients of securities companies to invest through the capital market. This research is a normative juridical with a descriptive tipology. In this study, the subject matters are whether the decision of the judges of the commercial court on a bankruptcy petition of PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas in accordance with Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation for Payment of Debts and how legal protection of clients in PT Andalan Artha Advisindo Sekuritas bankruptcy. Eventually, the researchers came to the conclusion that the decision of the judges of the commercial court has not in accordance with the applicable law that have an impact on clients of securities company.
"
2016
S61582
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marleen Josephine
"Skripsi ini membahas mengenai permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek yang diajukan oleh Krediturnya, dengan studi kasus Putusan Nomor 4/PDT.SUSPAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST. Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Adapun ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga untuk berinvestasi melalui pasar modal. Kemudian, Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa panitera harus menolak permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek yang diajukan oleh pihak selain Otoritas Jasa Keuangan. Namun, pada praktiknya masih terdapat banyak pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek yang tidak diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini dapat dilihat pada Putusan Nomor 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST, yang mengabulkan permohonan pernyataan pailit Perusahaan Efek (PT Brent Securities) yang diajukan oleh Kreditornya karena izin usahanya telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu Perusahaan Efek dan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam permohonan pernyataan pailit Perusahaan Efek dalam putusan Nomor 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST ditinjau dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek mutlak merupakan kewenangan khusus Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga negara yang melakukan pengawasan terhadap Perusahaan Efek, sekalipun izin usahanya telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Kemudian, putusan Majelis Hakim pada Putusan Nomor 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST, yang mengabulkan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek oleh Krediturnya, tidak sesuai dengan pengaturan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

This thesis discusses about bankruptcy against Securities Company filed by its Creditors, with a case study of Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST. Article 2 paragraph (4) of Law No. 37 year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment states that the petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company may only be filed by the Financial Services Authority. The existence of these provisions is intended to protect the interests of third parties to invest through the capital market. Then, Article 6 paragraph (3) of Law No. 37 year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment states that the principal registrar is required to reject a petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company if it’s filed by any other party besides the Financial Services Authority. However, in practice there are still many petitions for a declaration of bankruptcy against Securities Company that are not be filed by the Financial Services Authority. This can be seen on Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST, which granted the petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company (PT Brent Securities) that filed by its creditors due to its business license revoked by Financial Services Authority. This research aims to identify the mechanism of filing an application for a bankruptcy against Security Company and the authority of Financial Services Authority for the bankruptcy petition of Securities Company in Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST. based on Law No. 37 year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment. Type of research applied in this research is normative juridical approach with a descriptive typology. The result shows that the petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company is the exclusive power of Financial Services Authority as a state institution that supervises Securities Company, even though their business license has been revoked by Financial Services Authority. Then, the decision of The Judges on Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST which granted the application for bankruptcy declaration against the Securities Company by its Creditors, was not in accordance with the regulations in Article 2 paragraph (4) of Law No. 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Silvia Yoga
"Salah satu paradigma hukum kepailitan adalah adanya nilai keadilan sehingga hukum dapat memberikan tujuan yang sebenarnya yaitu memberikan manfaat, kegunaan, dan kepastian hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, dalam hukum kepailitan di Indonesia tidak dikenal adanya Insolvency Test terhadap permohonan kepailitan Debitor sehingga besarannya aset tidak dipertimbangkan untuk menolak ataupun menerima permohonan kepailitan, maka perusahaan yang masih solven dapat dipailitkan. Selain itu, Indonesia tidak mengenal adanya pembatasan jumlah nominal utang untuk pengajuan pailit, sedangkan Amerika Serikat, Singapura, dan Hongkong telah diatur pembatasan jumlah nilai nominal utang di dalam pengajuan permohonan pailit sehingga dapat melindungi perusahaan yang masih solven dari kepailitan.. Kedua, dari ketiga kasus, yaitu PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Abdi Persada Nusantara, dan PT Telekomunikasi Seluler yang diputus pailit dapat dilihat melalui putusan Pengadilan Niaga bahwa perusahaan yang solven begitu mudahnya dinyatakan pailit berdasarkan ketentuan syarat pailit yang terdapat pada Undang-Undang Kepailitan.
Berdasarkan hasil penelitian di atas disarankan sebaiknya perancang peraturan perundang-undangan tentang kepailitan sebaiknya memasukkan Insolvency Test sebelum permohonan pailit diperiksa oleh Hakim dan Hakim dalam memutus perkara kepailitan sebaiknya memperhatikan fakta-fakta hukum dari kedua belah pihak, yaitu Pemohon Pailit dan Termohon Pailit agar putusan yang dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak.

One of the bankruptcy legal paradigms is a sense of justice so a law is able to reach its true purpose, that is, providing a benefit, usefulness, and legal certainty. The result of the research showed that, firstly, in an Indonesian bankruptcy law is not known that there is an Insolvency Test towards debitor?s bankruptcy petition so the asset quantity is not considered to reject or to accept a bankruptcy petition; therefore companies which are still solvents can be stated bankrupt. In addition, Indonesia does not recognize any limit of the nominal total of debts for a bankruptcy petition, while in the USA, Singapore, and Hongkong the limit of the nominal total of the debts has been regulated in the bankruptcy petition so this can protect solvent companies from bankruptcy. Secondly, of the three cases, namely, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Abdi Persada Nusantara, and PT Telekomunikasi Seluler which were verdicted bankrupt can be seen through the verdiction of the Trade Court that the solvent companies were so easily stated bankrupt based on the requirements of being bankrupt which exist in the Law of Bankruptcy).
Based on the research results above it is recommended that the lawmakers on bankruptcy should include the Insolvency Test before a bankruptcy petition is investigated by a judge, and the judge in verdicting a bankruptcy case should take into account of the legal facts of both parties, that is, the creditor as the party that states a company is bankrupt and the debitor as the party whose company needs to be stated bankrupt in order that the verdiction made is able to fulfill a sense of justice among different parties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39017
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Octaviany
"Setelah berlakunya Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian, permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengajukan pokok permasalahan yaitu: 1. Apa dasar pertimbangan hukum Otoritas Jasa Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi secara umum dan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya? 2. Bagaimana prosedur pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi oleh Otoritas Jasa Keuangan? 3. Apa upaya hukum terhadap ditolaknya permohonan kreditor kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi? Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif.
Pada akhirnya, penulis memperoleh kesimpulan bahwa dasar pertimbangan hukum Otoritas Jasa Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi secara umum salah satunya adalah pengenaan sanksi administratif terhadap perusahaan asuransi. Sedangkan dasar pertimbangan hukum Otoritas Jasa Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya salah satunya adalah kemampuan keuangan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya untuk membayar utang atau kewajiban.
Penulis menyarankan agar upaya hukum terhadap ditolaknya permohonan kreditor kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

After the enactment of Act No. 40 of 2014 concerning Insurance, the request for bankruptcy statement against insurance company may only be filed by the Financial Services Authority. Based on this, the author propose the main issues as 1. What is the basis of legal considerations of the Financial Services Authority in applying for bankruptcy statements against insurance companies in general and in applying for bankruptcy statement against PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya 2. What is the procedure for filing a bankruptcy statement against the insurance company by the Financial Services Authority 3. What are the legal stances against the rejection of a creditor 39 s application to the Financial Services Authority to apply for a bankruptcy statement against the insurance company This research uses the normative juridical approach with a descriptive typology.
In the end, the author conclude that the basic legal considerations of the Financial Services Authority in applying for bankruptcy statements against insurance companies in general one of them is the imposition of administrative sanctions against insurance companies. While the basis of legal considerations of the Financial Services Authority in applying for bankruptcy statement against PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya is one of them is the financial ability of PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya to pay debts or obligations.
The author suggests that the legal action against the rejection of the creditor rsquo s application to the Final Services Authority to apply for a bankcruptcy statement against the insurance company is clearly stipulated in the laws and regulation in the field of insurance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni’ma Ulinihayati
"Penelitian ini membahas mengenai peran Otoritas Jasa Keuangan dalam permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi. Permasalahan yang menjadi fokus penelitian yaitu peraturan di Indonesia yang mengatur tentang pengajuan permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi dan pertimbangan OJK dalam mengajukan atau tidak mengajukan permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi studi kasus PT AJ BAJ dan PT AJK. Metode penelitian tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan metode pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara. Hasil penelitian menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan di Indonesia mengatur permohonan pernyataan pailit perusahaan asuransi merupakan kewenangan dari Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh pihak selain OJK haruslah ditolak Pengadilan. OJK dalam mengajukan permohonan pailit PT AJBAJ dilandasi pertimbangan untuk melindungi konsumen dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap usaha perasuransian sehingga terhadap PT AJ BAJ yang memenuhi Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 dan melanggar peraturan di bidang perasuransian, OJK melakukan permohonan pailit. Sedangkan untuk PT AJK, OJK menolak mengajukan permohonan pailit dengan pertimbangan walaupun telah terpenuhi syarat untuk dipailitkan namun OJK mempertimbangkan dampak ekonomi dan kepercayaan masyarakat terhadap usaha perasuransian serta pertimbangan bahwa PT AJK sedang melakukan upaya penyehatan keuangan. Saran yang penulis ajukan bahwa kreditor, debitor dan pengadilan niaga harus memegang teguh bahwa kewenangan pengajuan permohonan pernyataan pailit merupakan kewenangan OJK dan hal tersebut tidak dapat disimpangi. Selain itu OJK seharusnya menetapkan batasan indikator mengenai dampak terhadap perekonomian dan menjaga kepercayaan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 55 ayat (1) huruf f angka 1 POJK No. 28 Tahun 2015. 

This study examines the function of the Financial Services Authority in the application for bankruptcy statements of insurance companies. The focus of this research is related to the regulations in Indonesia that regulate the filing of applications for bankruptcy statements for insurance companies and the OJK's considerations in the application submission related to bankruptcy statements for insurance companies by using the case studies of PT AJ BAJ and PT AJK. Normative legal research uses library research and interview data collection methods utilized as a research method. The study's findings indicate that Indonesia's Financial Services Authority has jurisdiction over the laws, rules, and court rulings concerning applications for bankruptcy declarations for insurance companies. As a result, the Court must reject the application for a bankruptcy declaration made by partakers other than the OJK. To protect consumers and preserve public confidence in the insurance industry, OJK filed a petition for bankruptcy on behalf of PT AJ BAJ, which complies with Article 2 Paragraph 1 of Law No. 37 of 2004 and violates the insurance industry rules. As for PT AJK, OJK declined to file for bankruptcy though the bankruptcy requirements are met, OJK considers the economic impact, public confidence in the insurance business, and the fact that PT AJK is undergoing financial restructuring measures. According to the author, the OJK's jurisdiction grants an inviolable petition for bankruptcy, which creditors, debtors, and commercial courts must uphold. Furthermore, as mentioned in the explanation of Article 55 paragraph (1) Letter F Number 1 POJK Number 28 of 2015, OJK should define indicator limitations while keeping the economy in mind and upholding trust."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisie Andrisa Macallo
"ABSTRAK
Semakin meningkatnya perekonomian dan semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, telah menjadi pasar yang sangat potensial untuk industri asuransi. Faktor tersebut mendorong banyaknya perusahaan yang ingin bergerak di bidang perasuransian, Salah satunya PT. Asuransi Prisma Indonesia. adapun syarat untuk mendirikan perusahaan asuransi adalah berbentuk Perseroan Terbatas, dalam perjalanan waktu adakalanya usaha tersebut menemukan kegagalan ataupun kerugian, hal ini juga dialami oleh perusahaan yang bergerak di industri perasuransian, kerugian yang terus menerus mengakibatkan perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi rasio kecukupan modal sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan Menteri Keuangan. Menteri Keuangan bertindak sebagai pemberi ijin usaha kepada perseroan yang bergerak di bidang perasuransian sekaligus bertindak sebagai pengawas. Hal ini dikarenakan Perusahaan asuransi menghimpun dana masyarakat yang sangat besar, dengan demikian diperlukan satu instrumen yang memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada para pelaku usaha asuransi dan pemegang polis asuransi. Apabila perusahaan terus menerus merugi yang mengakibatkan jumlah hutangnya lebih besar daripada jumlah asetnya, maka ditempulah langkah hukum yaitu likuidasi atau kepailitan untuk mempercepat pendistribusian sisa hasil harta kekayaan kepada para kreditornya. Hal inilah yang dialami oleh PT Asuransi Prisma Indonesia yang mengalami kesulitan untuk memenuhi syarat rasio kecukupan modal, sehingga izin usahanya dicabut oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, adapun tujuan utama proses kepailitan terhadap perseroan terbatas adalah untuk mempercepat proses likuidasi dalam rangka pendistribusian aset perseroan.

ABSTRAK
The growing of economy and the increasing number of Indonesian population have become a potential market for the insurance industry. Those factors are the reason of many companies to move in the area of insurance, one of them is PT. Prisma Indonesian Insurance. As for the requirement to establish an insurance company is a limited liability, in the course of time the business sometimes find a failure or loss, it is also experienced by companies which involved in the insurance industry. As the result, in continuous losses the company is not able to meet the capital adequacy ratio as determined in the Menteri Keuangan, as a conduit to the business license of the company engaged in the field of insurance while simultaneously acting as a guide. This is because the insurance company collects very large amount of public funds. So it requires an instrument that provides protection and legal certainty to the perpetrators insurance and business policyholders of insurance. If the company continued to incur losses resulting in the amount of the debt is greater that the amount of its assets, then liquidation or bankruptcy will be done to accelerate the distribution of the property to the creditors. These problems experienced by PT Asuransi Prisma Indonesia which has a problem to qualify the capital adequacy ratio, so the operating license revoked by Menteri Keungan. The main purpose of bankruptcy proceedings is to expedite the liquidation in order to distribute the assets of the company."
2013
T34850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Naufal Dimasyah
"Tulisan ini membahas mengenai Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam hal ini PT. Indonesia Power (Persero) dalam hukum kepailitan. Analisis didasari oleh Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia seperti Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2016, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan peraturan-peraturan terkait lainnya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode analisis datanya adalah metode kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini adanya penerapan yang tidak sesuai dengan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dalam Putusan Pengadilan Nomor 35/Pdt.Sus-Pailit /2021/Pn. Niaga. Jkt. Pst. Antara Konsorsium Kinarya Liman Margaseta sebagai Pemohon Pailit VS PT. Indonesia Power sebagai Termohon Pailit. Penerapan Pasal 2 ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007 oleh Majelis Hakim belum dapat dikatakan diterapkan secara sempurna. Hasil penelitian menyarakan diperlukannya pedoman akan kepailitan Anak Perushaan BUMN. Kemudian perlu adanya peraturan yang mengatur khusus tentang kepailitan Anak Perusahaan BUMN dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang agar terjadi kepastian hukum.

This Paper discusses the Subsidiary of State-Owned Enterprises (BUMN) in this case PT. Indonesia Power (Persero) from the perspective of Bankrupcy Law. The analysis is based on the current laws and regulations in Indonesia such as Government Regulation No. 72 of 2016, Law No. 40 of 2007, Law No. 19 of 2003 concerning State-Owned Enterprises (BUMN) and other related regulations. The research method used in this paper is a normative judicial approach, while the data analysis method is a qualitative method. The conclusion of this research is that the application of Artice 2 paragraph (5) of Law Number 40 of 2007 in Putusan Pengadilan Nomor 35/Pdt.Sus-Pailit /2021/Pn. Niaga. Jkt. Pst. is not properly applied. The application of article 2 paragraph (5) of Law No. 40 of 2007 by the Judges cannot be said to be implemented perfectly. The results from this paper suggest the need for Bankruptcy guidance for subsidiaries of State-Owned Enterprise. Also there is a need for a specific regulations regarding the Bankruptcy of subsidiaries of State-Owned Enterprise in Law No. 40 of 2007 to ensure legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Suseno
"Dalam proses penanganan perkara kepailitan di Indonesia dewasa ini perkara kepailitan PT Telkomsel, sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut karena Telkomsel merupakan perusahan besar yang ada di Indonesia yang juga dimiliki oleh Pemerintah. Hanya saja patut disayangkan, bahwa Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak memberikan penjelasan secara rinci mengenai bentuk perbuatan hukum yang dapat dibuktikan secara sederhana. Sehingga dalam hal ini muncul permasalahan apa saja bentuk perbuatan hukum yang dapat dibuktikan secara sederhana dalam kepailitan.
Untuk memberikan jawaban masalah tersebut maka penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitan deskriftif. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa adanya inkonsistensi putusan majelis hakim Pengadilan Niaga dan majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa permohonan pailit, terutama dalam mengartikan terbukti secara sederhana (sumir) tersebut.

In the process of handling bankruptcy cases in Indonesia today bankruptcy case PT Telkomsel, is very interesting to study further because Telkomsel is a big company in Indonesia which is also owned by the Government. It's just unfortunate, that the Act on Bankruptcy and Suspension of Payment does not provide a detailed explanation as to form a legal action can be proved simple. So in this case any problems arise form of legal action can be proved simply in bankruptcy.
To provide answers to these problems the research conducted using the normative method of descriptive research type. From the research that has been done, the result that there was an inconsistency decision of the judges of the Commercial Court and the panel of judges of the Supreme Court in checking for bankruptcy, especially in deciphering proven simpler (vague) is.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>