Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190757 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andhi Ilham Permana
"Tesis ini membahas tentang Sifat Kerahasiaan sebuah nasihat dan pertimbangan (nastim) yang merupakan produk dari Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang dikaitkan dengan asas good governance. Tesis ini bermaksud menjawab pertanyaan mengenai sifat kerahasiaan nastim Wantimpres yang timbul dari tugas, fungsi dan kedudukannya apabila dilihat dari good governance, mengetahui sifat kerahasiaan nastim lembaga penasihat di beberapa negara dan bagaimanakah sifat dari nastim yang ideal dengan mengacu pada good governance. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan mengggunakan data sekunder. Berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) UU Wantimpres terkait kerahasiaan, memberi makna bahwa sifat pekerjaan Wantimpres itu selesai setelah memberi pertimbangan dan nasihat kepada Presiden. Dengan kata lain, selesailah kewajiban Wantimpres karena sifatnya yang rahasia. Di sisi lain, Indonesia merupakan negara yang demokratis yang berasaskan good governance, yaitu adanya transparansi, partisipasi masyarakat dan akuntabilitas. Idealnya sebuah nastim Wantimpres sejatinya bersifat rahasia, namun apabila nastim tersebut telah disampaikan kepada Presiden dan telah dilaksanakan menjadi sebuah kebijakan, maka dapat disampaikan kepada publik bahwa lahirnya/adanya kebijakan tersebut berasal dari nastim dari Wantimpres. Perwujudan good governance Wantimpres dapat tercermin dengan adanya pemberitaan berbagai kegiatan Wantimpres di Website Wantimpres dan Sosial Media Wantimpres. Selain itu, adanya mekanisme liputan media pada awal kegiatan seminar. Sebagai lembaga yang merupakan amanah Pasal 16 UUD 1945 yang memiliki tugas dan fungsi memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, maka Presiden dapat lebih memberdayakan Wantimpres dalam pengambilan kebijakan. Sifat kerahasiaan nastim Wantimpres tetap dijaga dengan pembatasan apabila dalam beberapa hal terdapat kesepakatan dengan Presiden maka nastim Wantimpres dapat dibuka kepada publik.

This thesis discusses the confidential nature of advice and considerations which is the product of the Presidential Advisory Council that is associated with the principle of good governance. This thesis aims to answer questions regarding the confidential nature of the advice and considerations of the Presidential Advisory Council arising from its duties, functions and positions when viewed from a good governance perspective, to find out the confidential nature of the advice and considerations of advisory bodies in several countries and understand the nature of the ideal advice and considerations with reference to good governance. The research method used is a normative juridical method using secondary data. Based on Article 6 Paragraph (1) of the Law on the Presidential Advisory Council regarding confidentiality, it means that the nature of the work of the Presidential Advisory Council is completed after giving consideration and advice to the President. In other words, the obligations of the Presidential Advisory Council have been completed because of their secret nature. On the other hand, Indonesia is a democratic country based on good governance, namely transparency, community participation and accountability. Ideally, the advice and considerations of the Presidential Advisory Council are confidential, however if the advice and considerations have been conveyed to the President and have been implemented into a policy, then it can be conveyed to the public that the existence of the policy comes from the advice and considerations of the Presidential Advisory Council. The realization of good governance of the Presidential Advisory Council can be reflected in the news of various activities of the Presidential Advisory Council on the official Website and social media of the Presidential Advisory Council. In addition, there is a media coverage mechanism at the beginning of the seminar. As an institution that is mandated by Article 16 of the 1945 Constitution which has the task and function of providing advice and considerations to the President, the President can further empower the Presidential Advisory Council in making policy. The confidential nature of the advice and considerations of the Presidential Advisory Council is maintained with restrictions whether in some cases there is an agreement with the President, the advice and considerations of the Presidential Advisory Council may be disclosed to the public."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Kamajaya
"Sebab atau alasan halal adalah salah satu persyaratan hukum perjanjian dan merupakan kondisi obyektif di mana jika ini tidak terpenuhi akan menghasilkan perjanjian nol dan batal. Penyebab atau alasan halal (Sebab yang Diizinkan) perlu dikaitkan dengan pasal 1335 KUH Perdata yang menyatakan bahwa ketika suatu sebab dilarang, salah, dan tidak ada, sehingga perjanjian tidak memiliki kekuatan hukum di negara lain kata-kata tidak mengikat. Artikel 1337 KUH Perdata menjelaskan tentang yang dilarang sebab, yaitu sebab yang bertentangan dengan aturan pemerintahan, kesopanan dan publik memesan. Mengenai kata sebab, hukum, kesopanan, dan ketertiban umum, itu tidak lebih jauh diuraikan, oleh karena itu adalah tugas yurisprudensi untuk mengklarifikasi, tetapi bisa saja terlihat bahwa ada perbedaan pendapat di antara para sarjana hukum. Selain itu, kata-kata aturan pemerintahan, kesopanan dan ketertiban umum tidak banyak dibahas oleh ahli hukum. Makalah ini akan menganalisis elemen-elemen ini berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia Indonesia. Metode penelitian ini adalah yuridis-normatif dan deskriptif

Halal reason or reason is one of the legal requirements of the agreement and constitutes objective conditions where if this is not met it will produce zero agreement and cancel. Halal causes or reasons (Permitted Causes) need to be linked article 1335 of the Civil Code which states that when a cause is prohibited, wrong, and no, so the agreement does not have legal force in another country words are not binding. Article 1337 of the Civil Code explains what is prohibited cause, which is a cause that is contrary to government rules, politeness and the public order. Regarding the words of cause, law, politeness, and public order, it is not further outlined, therefore it is the duty of jurisprudence to clarify, but it is possible There seems to be differences of opinion among legal scholars. Other than that, the words of government, politeness and public order are not much discussed bylawyer. This paper will analyze these elements based on court decisions in Indonesia Indonesia. This research method is juridical-normative and descriptive."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritno Nursakti
"Skripsi ini memberikan gambaran mengenai perwujudan good governance di Indonesia khususnya dalam Dewan Pertimbangan Presiden. Indikator terwujudnya good governance secara umum adalah dipenuhinya asas transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam setiap hal yang berhubungan dengan kepentingan umum. Implementasi ketiga asas ini diwujudkan dengan keterbukaan penerimaan aspirasi publik sebagai bahan pengambilan isi nasihat dan pertimbangan hukum serta publikasi nasihat dan pertimbangan hukum Dewan Pertimbangan Presiden. Di sisi lain tindakan ini berbenturan dengan kerahasiaan isi nasihat dan pertimbangan hukum Dewan Pertimbangan Presiden. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskripsi analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara implementasi asas transparansi, akuntabilitas dan partisipasi dengan tindakan penyebarluasan isi nasihat dan pertimbangan hukum Dewan Pertimbangan Presiden.

This thesis provides an overview of good governance in Indonesia, especially in President's Advisory Council. Indicator of good governance in general is the fulfillment of the principles of transparency, accountability and public participation in any matters related to the public interest. Those principles are realized by the openness of public acceptance as the material on the taking of the contents and the publication to legal advice and consideration of the President's Advisory Council. On the other hand, these actions conflict with confidentiality in the content of legal advice and consideration of the President's Advisory Council. This study is a qualitative research design with an analytical description. The results showed that there was no correlation between the implementation of the principles of transparency, accountability and participation with the content dissemination actions legal advice and consideration of the President's Advisory Council."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S52462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pertimbangan moral yang dapat menyeimbangkan kecerdasan intelek, emosi, dan rohani akan meningkatkan potensi kepimpinan individu. Kecerdasan individu yang didorong oleh pertimbangan moral merupakan fitrah kejadian manusia. Pertimbangan moral yang mempengaruhi ketiga-tiga kecerdasan menjadi asas terbina kerangka konsep kepemimpinan Islam iaitu kepemimpinan Rabbani melalui pertimbangan pembangunan professional, keinsanan, dan ketuhanan. Kepemimpinan Rabbani merupakan gambaran kepemimpinan ulamak yang memiliki keilmuan dan kepakaran bidang tertentu dalam berorganisasi. Kemampuan pemimpin menyeimbangkan ketiga-tiga kecerdasan tersebut berasaskan kepada pertimbangan ketuhanan akan dapat menyalurkan tiap amalan kepemimpinannya untuk member sumbangan kepada keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Pemimpin akan sentiasa mempengaruhi pengikutnya bekerja di atas kerangka kebaikan dengan menyeimbangkan hak Allah dengan hak manusia, dan kehidupan persekitarannya. Proses mengembangkan pertimbangan moral yang seiring dengan tuntutan fitrah kejadian manusia akan dapat melahirkan kepimpinan yang akan menjadi tunjang pembangunan sosial mapan menurut cita rasa Al-Qur’an dan As-Sunnah."
JBSD 1:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah Saniyya Kesuma Wardhana
"

Ketentuan dalam Pasal 1175 KUH Perdata telah membatasi objek jaminan hipotek, yakni hanya diperuntukkan atas benda-benda yang sudah ada sehingga menjadi permasalahan apabila debitur memberikan jaminan berupa kapal sedang dibangun. Kreditur selaku penerima hipotek merupakan pihak yang semestinya memperoleh perlindungan hukum jika sewaktu-waktu debitur cidera janji, terlebih jaminan hipotek atas kapal yang diberikan sedang dibangun. Oleh karena penelitian ini membutuhkan bahan-bahan hukum tertulis yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan, maka Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dilengkapi dengan wawancara kepada pihak terkait. Berdasarkan metode penelitian yang digunakan oleh Penulis, diperoleh hasil bahwa dalam hukum positif telah memperbolehkan pembebanan hipotek atas kapal yang sedang dibangun, mengacu pada Pasal 314 ayat (3) KUH Dagang yang merupakan konsideran dari Pasal 14 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 39 Tahun 2017. Kapal yang sedang dibangun dikatergorikan sebagai benda yang sudah ada apabila kapal tersebut sudah terdaftar dan pembangunan kapal paling sedikit secara fisik telah mencapai tahap penyelesaian bangunan lambung, geladak utama, dan seluruh bangunan atas. Meskipun telah diatur dalam hukum positif, dalam prakteknya kurang memberikan perlindungan hukum kepada kreditur jika mengharuskan eksekusi benda jaminan mengingat kapal bukan merupakan benda yang likuid sehingga tidak mudah untuk dicairkan. Rendahnya nilai jaminan berupa kapal yang sedang dibangun dan adanya hak retensi yang dimiliki oleh galangan kapal juga merupakan hal yang harus dipertimbangkan kreditur ketika akan memberikan fasilitas kredit kepada debitur. 


Article 1175 of the Civil Code limits the object of collateral mortgage, that is only for existing objects therefore it becomes a problem if the debtor provides collateral in the form of an under-construction vessel. The creditor as the recipient of the mortgage is the party that should get legal protection if at any time the debtor breaches the contract, especially when the collateral mortgage is on an under-construction vessel. Because this research requires written legal materials that refer to legal norms in legislation, the author uses normative juridical research method equipped with interviews with related parties. Based on the research method used by the author, the results show that positive laws have allowed the imposition of mortgages on under-construction vessel, referring to Article 314 paragraph (3) of the Commercial Code which is a consideration of Article 14 of the Regulation of The Minister of Transportation Number 39 of 2017. Under-construction vessel is categorized as an existing object if the ship has been registered and construction of the ship has at least physically reached the completion stage of the hull, main deck, and the entire upper structure. Although it has been regulated in positive law, in practice it doesn’t provide enough legal protection to creditors if it requires the execution of collateral objects considering the ship is not a liquid object so it’s not easy to be disbursed. The low value of collateral in the form of an under-construction vessel and the existence of retention rights owned by shipyards is also a matter that must be considered by creditors when providing credit facilities to debtors.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Herlambang Perdana Wiratraman
Salaya, Nakornpathom : Office of Human Rights Studies and Social Development, Mahidol University , 2007
342.085 HER g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abnan Pancasilawati
Depok: Rajawali Pers, 2023
340.59 ABN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mas Achmad Santosa
Jakarta: ICEL, 2001
344.046 MAS g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Lucinda PM
"Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117IM-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilainilai etika.
Dilingkungan BUMN, Kementerian BUMN menerbitkan Keputusan yang mewajibkan kepada Perusahaan BUMN untuk menerapkan praktek-praktek GCG secara konsisten dan atau menjadikan GCG sebagai landasan operasionalnya. PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), sebuah Perusahaan Asuransi kerugian milik BUMN yang didirikan oleh Pemerintah berdasarkan PP No.1/1971 tanggal 11 Januari 1971 dimana modal dasar berasal dari Pemerintah Indonesia cq. Menteri Keuangan RI dan Bank Indonesia, sejak akhir tahun 2002 telah menerapkan GCG.
Tesis ini membahas langkah-langkah yang telah dilaksanakan dalam persiapan hingga penerapannya serta evaluasi terhadap hal-hal apa saja dampak positif yang sudah dicapai termasuk hal apa saja yang masih harus diperbaiki dikemudian hari. Dari hasil penerapan tersebut terlihat bahwa pengelolaan kegiatan usaha PT Asknindo pada umumnya telah dilakukan berdasarkan Prinsip-prinsip GCG serta juga telah ada perbaikan dalam berbagai aspek khususnya dalam analisa Seleksi Risiko dari Kredit dimana dengan telah dibentuknya Unit Khusus Managemen Risiko."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Muhammad Faisal
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai Prinsip Good Co-operative Governance dalam Pengaturan mengenai badan usaha koperasi dan pengelolaanya di Indonesia, Permasalahan paling krusial yang dihadapi oleh koperasi di Indonesa saat ini adalah berkaitan dengan pengelolaanya yang kurang baik. Dengan demikian Penerapan Good Co-operative Govenrnance menjadi sangat lah penting dalam mendorong keberhasilan Badan Usaha koperasi dimasa yang akan datang, hasil penelitian menunjukan bahwa dari berbagai regulasi yang ada, baik Undang-Undang Perkoperasian No. 25 Tahun 1992 ataupun peraturan pelaksanaan yang dibuat oleh Mentri Kopersi dan UKM, belum sepenuhnya dapat mengakomodir penerapan prinsip-prinsip Good Co-operative Governance pada koperasi di Indonesia. Untuk itu kedepan sangat perlu adanya perbaikan terhadap undang-undang koperasi ditunjang dengan dibuatnya Pedoman Pelaksanaan yang mengakomodir semua prinsip dari Good Co-operativer Governance.

ABSTRACT
This thesis will discuss Good Co operative Governance Principles in the Regulation on co operative enterprise and its management in Indonesia. The most crucial issue currently faced by co operatives in Indonesia is related to poor management of co operatives. This means that the Implementation of Good Co operative Governance becomes extremely vital in encouraging the success of Co operative Enterprises in the future. The results of this research show that some existing regulations in Indonesia, both the Law Number 25 Year 1992 on Cooperatives and the regulation of implementation issued by the Minister of Cooperatives and Small and Medium Enterprises, have not fully accommodated the implementation of Good Co Operative Governance principles at co operatives in Indonesia. Thus, it is absolutely necessary to make an improvement in the law on cooperatives in the future, supported by the development of implementation guidelines that can accommodate all Good Co operative Governance principles. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>