Ditemukan 76125 dokumen yang sesuai dengan query
Jacelyn Liwandi
"Peralihan hak atas tanah melalui hibah seharusnya dilakukan dengan akta autentik untuk kepentingan dalam pendaftaran tanah pertama kali. Jika tanah tersebut merupakan tanah warisan harus dengan persetujuan ahli waris dan apabila hibah diperoleh paska perkawinan sebaiknya dipisahkan perolehan terhadap tanah dan bangunannya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum tentang keabsahan hibah dan status hibah yang diperoleh paska perkawinan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah terkait keabsahan hibah dibawah tangan yang objek tanahnya merupakan hasil warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris dalam putusan Nomor 2859 K/Pdt/2019 dan status hibah yang diperoleh paska perkawinan menurut pertimbangan hakim dalam putusan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan studi dokumen. Selanjutnya analisis secara kualitatif dilakukan untuk mengolah data sekunder yang didapat. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun hibah dibawah tangan diperbolehkan (SEMA 3/1963). Namun akta PPAT tetap dibutuhkan untuk melakukan pendaftaran tanah pertama kali guna memperoleh kepastian hukum. Akan tetapi, peralihan hibah dalam perkara tidak memenuhi syarat materiil dan formil karena objek sengketa masih merupakan tanah warisan yang belum dibagikan kepada ahli waris sehingga peralihan hak atas tanah melalui hibah tersebut tidak sah menurut hukum. Adapun status hibah yang diperoleh paska perkawinan tidak dapat dinyatakan sepenuhnya sebagai harta bersama ataupun harta bawaan. Terkait bangunan di atas tanah hibah, oleh karena dibuat dari hasil kerja keras bersama merupakan harta bersama. Sedangkan tanah yang diperoleh berdasarkan hibah merupakan harta bawaan.
The transfer of land rights through grants should be carried out with an authentic deed concerns for the first timer land registration. If the land is inherited land, of course, it must be with the approval of the heirs and if the grant is obtained after marriage, it should be separated among the land and the building. This intended to provide legal certainty regarding the validity of the grant and the status of the grant obtained after marriage. The main issues in this study associate to the validity of the provate grant letter whose land object is an inheritance that has not been distributed to the heirs based on the verdict of Supreme Court Rulings Number 2859 K/Pdt/2019 and the status of the grant obtained after the marriage according to the judge's consideration by this rullings. In order to elucidate the issues, a normative juridical research is carried out by conducting a document study. Furthermore, qualitative analysis was carried out to process the secondary data obtained. This study found that the transfer of land rights through private grant letter was allowed under SEMA 3/1963. However, the PPAT deed is still needed to register the land for the first time in order to obtain legal certainty. The transfer of the grant in this case doesn’t meet the material and formal requirements because the object of the dispute is still inherited land that has not been distributed to the heirs, so that the transfer of land rights through the grant is not legally valid. The status of grants obtained after marriage cannot be fully declared as joint property or personal property. Regarding the building on the land of the grant was built by the results of joint hard work, then it shuld be a joint property. Meanwhile, the land acquired based on a grant was a personal property."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nurul Hudia
"Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun pada kenyataannya banyak terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya. Salah satunya adalah perkawinan yang hanya dilakukan secara hukum agama dan tidak dicatatkan. Dimana suatu perkawinan yang hanya dilakukan menurut hukum agama atau biasa disebut dengan perkawinan di bawah tangan tentunya tidak memiliki kepastian hukum karena tidak memiliki bukti autentik berupa akta nikah. Apabila harta yang diperoleh dalam masa perkawinan di bawah tangan (dalam hal ini tanah dan bangunan) dan harta tersebut ingin dialihkan melalui jual beli dimana perbuatan hukum tersebut memerlukan persetujuan pasangan kawin, hal ini akan menimbulkan masalah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai akibat hukum pengesahan perkawinan yang dilakukan setelah salah satu pihak meninggal dunia, keabsahan jual beli tanah yang dilakukan tanpa persetujuan istri dalam perkawinan yang dicatatkan setelah suami meninggal dunia, dan pertimbangan hakim terhadap jual beli tanah tanpa persetujuan istri dalam perkawinan di bawah tangan yang kemudian dicatatkan setelah suaminya meninggal dunia. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa jual beli yang dilakukan tanpa persetujuan istri dalam perkawinan di bawah tangan adalah sah. Pengesahan perkawinan dapat dilakukan meskipun salah satu pasangan kawin telah meninggal dunia, setelah mendapatkan pengesahan perkawinan dari Pengadilan Agama maka wajib dicatatkan di Kantor Urusan Agama agar perkawinan tersebut menjadi sah dan diakui oleh negara dan timbul akibat hukum atas pencatatan perkawinan tersebut, dan terdapat kekurangan pada pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2394 K/Pdt/2019
Marriage in Indonesia is regulated within Law Number 1 Year 1974 regarding Marriage. However, in practice, a lot of problems arise in its implementation. One of which is a marriage which is only conducted according to religious law and is not registered. Whereas, within a marriage which is only conducted based on religious law or often known as private marriage (perkawinan di bawah tangan) surely does not have any legal certainty due to the absence of an authentic evidence in the form of a marriage deed. If the asset(s) obtained during the private marriage (in this case land and building) are going to be transferred through sale and purchase, whereas such legal action requires a spousal consent, this will give rise to a problem. Within this thesis, the problem being discussed is regarding the legal consequence for ratification of a marriage which is conducted after one party is deceased, validity of sale and purchase of land which is conducted without spousal (wife) consent within a private marriage which is then registered after the spouse (husband) is deceased. To answer such problem, the juridical normative research method is used, complemented with secondary data in the form of primary and secondary legal material. The conclusion drawn from this research is that a sale and purchase conducted without a spousal (wife) consent within a private marriage is legitimate. Ratification of marriage may be conducted despite the fact that one of the spouse had passed away, and after obtaining a marriage ratification from the Religious Court, such marriage shall be registered within the Office of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama) so that such marriage will be legitimate and recognized by the state as well as giving rise to legal consequences pertaining to such marriage and that there is a shortfall within the judge’s consideration in the Supreme Court Verdict Number 2394 K/Pdt/2019."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Audilia Hany Azura
"Salah satu bentuk akta yang berhubungan dengan tanah yang juga diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah akta hibah. Sesuai Pasal 1682 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa dilakukannya pembuatan dari akta hibah harus di depan pejabat yang mempunyai wewenang terkait hal tersebut. Peran serta fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah memberikan adanya jaminan kepastian, ketertiban, serta adanya perlindungan hukum dengan suatu alat bukti hukum tertulis yang mempunyai sifat autentik. Bahwa segala sesuatu yang termuat dan ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berasal dari teori-teori maupun ketentuan-ketentuan pasal yang mampu dibuktikan kebenarannya, dapat dipercaya serta dapat dijadikan perlindungan hukum untuk pihak-pihak dengan berbagai latar belakang permasalahan. Maka dari itu peran dari PPAT pada pembuatan akta menjadi sesuatu yang krusial dan jika terdapat suatu penyimpangan akan hal tersebut seperti adanya kesalahan, kekeliruan, penipuan dan lain-lain akan mengakibatkan adanya suatu sengketa dimana akan terjadi kerugian oleh salah satu pihaknya baik pihak pada perjanjian ataupun luar perjanjian. Adapun permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai (1) konsekuensi hukum PPAT terhadap adanya indikasi permufakatan jahat dalam pembuatan akta hibah; (2) pengaturan perlindungan hukum bagi ahli waris terhadap pemberian hibah kepada orang lain. Untuk menjawab permasalahan-permasalah tersebut, penelitian ini mempergunakan metode studi doctrinal dengan studi bersifat analisis. Data yang digunakan yakni berbentuk data sekunder. Hasil analisis (1) Sanksi terhadap Notaris/PPAT dilaksanakan secara bertingkat selaras terhadap kebijakan melalui Pasal 85 UUJN yakni mulai dari teguran lisan hingga adanya pemberhentian secara tidak hormat; (2) Perlindungan hukum bagi ahli waris akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris/PPAT akan jadi batal demi hukum, tidak sah serta menjadi tidak berkekuatan hukum.
One form of deed relating to land which is also issued by the Land Deed Making Officer (PPAT) is a grant deed. In accordance with Article 1682 of the Civil Code which explains that the making of a gift deed must be carried out in front of an official who has authority regarding this matter. As stated in Article 1682 of the Civil Code which explains that the making of a gift deed must be done in front of an official who has authority regarding this matter. The role and function of the Land Deed Drafting Officer (PPAT) is to provide guarantees of certainty, order, and legal protection with written legal evidence that is authentic. That everything contained and determined by the Land Deed Making Official (PPAT) comes from theories and provisions of articles which can be proven to be true, can be trusted and can be used as legal protection for parties with various problem backgrounds. Therefore, the role of PPAT in making deeds is crucial and if there is a deviation from this, such as errors, mistakes, fraud, etc., it will result in a dispute in which there will be losses for one of the parties, both parties to the agreement or outside the agreement. The issues that will be raised in this research are regarding (1) the legal consequences of PPAT regarding indications of malicious conspiracy in making grant deeds; (2) legal protection arrangements for heirs against giving gifts to other people. To answer these problems, this research uses a doctrinal study method with an analytical study. The data used is in the form of secondary data. Results of the analysis (1) Sanctions against Notaries/PPATs are implemented in stages in line with policy in Article 85 UUJN, starting from verbal warnings to dishonorable dismissal; (2) Legal protection for heirs as a result of acts of legal resistance carried out by the Notary/PPAT will be null and void, invalid and have no legal force.>"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Novia Dwi Cahyani Fauzal
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam membuat Akta jual Beli (AJB) walaupun hanya bertanggung jawab atas kebenaran formil, namun masih kerap terkena permasalahan terkait kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Dalam tesis ini terdapat kasus, pemilik objek yang sah tidak pernah mengetahui dan menghadap PPAT untuk membuat AJB, namun telah dicatutkan nama pemilik objek sebagai penjual dalam akta. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu akibat hukum atas pembuatan akta jual beli yang dibuat oleh PPAT tanpa persetujuan pemilik objek dan pertanggungjawaban PPAT atas pembuatan akta jual beli yang yang dibuat tanpa persetujuan pemilik objek. Pembahasan penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan analisis Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1337 K/Pdt/2019. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian preskriptif dan metode analisis data kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa akibat hukum atas akta yang tidak memenuhi syarat subjektif dan objektif perjanjian, serta syarat materiil jual beli yaitu batal demi hukum. Kemudian, PPAT dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, pidana, dan administratif atas perbuatannya. Saran yang dapat diberikan yaitu perlunya PPAT untuk hati-hati, cermat, dan teliti dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, perlu pengaturan lebih jelas terkait penyalahgunaan identitas dalam proses pembuatan akta PPAT.
The Land Deed Making Official (PPAT) in making the Sale and Purchase Deed (AJB) although only responsible for the formal truth, is still often exposed to problems related to the material truth of the deed he made. In this thesis there is a case where the legal owner of the object has never known and faced PPAT to make an AJB, but the name of the owner of the object as the seller has been included in the deed. The problem in this study is the legal consequences of making a deed of sale and purchase made by PPAT without the consent of the object owner and PPAT's responsibility for making a deed of sale and purchase made without the consent of the object owner. The discussion of this research was carried out by means of a literature study and analysis of the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1337 K/Pdt/2019. To answer these problems, normative juridical research methods are used with prescriptive research types and qualitative data analysis methods. The results of the analysis show that the legal consequences of the deed that do not meet the subjective and objective requirements of the agreement, as well as the material requirements of the sale and purchase, are null and void. Then, PPAT can be held accountable in civil, criminal, and administrative ways for their actions. Suggestions that can be given are the need for PPAT to be careful, thorough, and thorough in carrying out their duties. In addition, clearer regulation is needed regarding the misuse of identity in the process of making the PPAT deed.Kata kunci: PPAT, the sale and purchase deed, unlawful act"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Novia Yuli Enty
"Tesis ini membahas mengenai keabsahan pendaftaran tanah atas objek tanah yang telah dihibahkan dikaitkan dengan pembatalan akta hibah secara sepihak oleh pemberi hibah. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu akibat hukum terhadap akta hibah yang dibatalkan secara sepihak oleh pemberi hibah dan keabsahan pendaftaran tanah terhadap objek tanah yang telah dialihkan dengan diterbitkannya akta hibah. Penulisan tesis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif analitis melalui pendekatan kualitatif. Sebagai hasil penelitian dalam tesis ini dapat diketahui bahwa akibat hukum terhadap akta hibah yang dibatalkan secara sepihak oleh pemberi hibah yaitu tidak berakibat batal terhadap isi perjanjian yang dituangkan dalam akta hibah tersebut, karena selama dan sepanjang akta autentik tidak dibatalkan atau dimintakan pembatalan, maka akta tetap sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Terkait dengan keabsahan pendaftaran tanah terhadap objek tanah yang telah dialihkan dengan diterbitkannya akta hibah, maka terhadap pendaftaran tanah tersebut dapat dinyatakan tidak sah karena adanya cacat hukum administratif yang dilakukan dalam proses pendaftaran tanah dan bila Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bandung mengetahui adanya peralihan hak melalui Akta Hibah Nomor 1417/BE/1997 tanggal 12 September 1997, maka konsekuensi terhadap penerbitan Sertifikat Hak Milik Nomor 326 dapat dimohonkan pembatalannya pada Pengadilan Tata Usaha Negara dalam daerah hukumnya.
This thesis discusses the validity of land registration for land objects that have been granted in connection with the cancellation of the grant deed unilateral by the grantor. The problem in this study is the legal consequences of the canceled deed unilateral by the grantor and the validity of land registration for the object of land that has been transferred by the issuance of the grant deed. The writing of this thesis uses a normative juridical method with secondary data as the data source. The data which used in this analysis is descriptive analytical through a qualitative approach. As a result of the research in this thesis, it can be seen that the legal consequences of unilaterally canceled grant deeds that there is no cancellation of the contents of the agreement as outlined in the grant deed, because as long as the authentic deed is not canceled or requested for cancellation, then the deed will still be valid as a law for the parricipants made it. Related to the validity of land registration for the object of land that has been transferred by the issuance of a grant deed, then the land registration can be declared invalid because of an administrative legal defect in the land registration process and if the Bandung Regency National Land Agency is aware of the transfer of rights through the Grant Deed Number 1417 / BE / 1997 on 12 September 1997, then the consequences for the issuance of Property Rights Certificate Number 326 can be requested for cancellation at the State Administrative Court in its jurisdiction."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53016
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fanny Nurpadaniah
"Penelitian ini menganalisis tentang akibat hukum dan tanggung jawab PPATS yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat menyebabkan kerugian kepada pihak. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini berdasarkan Putusan Nomor 970 K/Pdt/2019 mengenai akibat hukum dan tanggung jawab PPATS terhadap pembatalan akta hibah. Salah satu cara seseorang mengalihkan haknya secara hukum yaitu dengan hibah dengan dibuatkan akta hibah di hadapan PPAT dalam hal ini PPATS. Pemberian hibah dapat diberikan apabila tidak melanggar bagian ahli waris yang telah ditentukan dalam undang-undang, yang dimana bagian ahli waris menurut undang-undang memiliki bagian mutlak (legitieme portie) dan jika dilanggar maka ahli waris dapat menuntut haknya. Dalam hal ini, PPATS tidak membacakan akta, hanya dihadiri oleh satu orang saksi, tidak ditandatangani oleh PPATS pada saat itu juga dan tidak ada persetujuan dari para ahli waris yang menyebabkan melanggar peraturan perundang-undangan jabatan PPAT. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif analitis dengan data sekunder. Akta hibah yang dibuat PPATS yang mengalami cacat secara hukum yang menyebabkan aktanya batal demi hukum. Perbuatan PPATS ini dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan secara perdata dengan sanksi berupa teguran tertulis dan ganti kerugian
This study analyzes the legal consequences and responsibilities of temporary land deeds that violate the provisions of laws and regulations and can cause parties losses. The issues raised in this study are based on Decision Number 970 K /Pdt/ 2019 regarding the legal consequences and responsibility of temporary PPAT for the cancellation of grant deeds. One of the ways a person transfers his rights legally is by a grant by making a grant deed before the PPAT in this case a temporary PPAT. Grants may be granted if they do not violate the share of heirs specified in the statute, whereby the statutory share of the heirs has an absolute share (legitime portie) and if violated then the heirs can claim their rights. In this case, the PPAT temporarily did not read out the deed, was only attended by one witness, was not signed by the temporary PPAT at that time and there was no approval from the heirs which led to the violation of the laws and regulations of the PPAT position. This research uses normative juridical research methods that are descriptive and analytical with secondary data. The legal materials used in this study are divided into three: primary legal sources consisting of civil law books, secondary legal sources consisting of legal journals, and tertiary legal sources consisting of legal dictionaries. The data analysis method used in this study is qualitative, namely data compiled in the form of narratives. A grant made by a temporary PPAT that is legally flawed causes the deed to be null and void. The actions of this temporary PPAT can be held administratively and civilly liable with sanctions in the form of written reprimands and compensation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Aria Indra Darmawan
"Permasalahan harta bersama dalam perkawinan tidak mudah untuk diselesaikan. Meskipun, pembagian harta bersama telah diatur dalam Undang-Undang Perkawinan namun hal itu dirasa belum cukup. Terkadang dalam penyelesaian sengketa harta bersama di kehidupan masyarakat ditemukan masalah yang beragam dan kompleks. Salah satu permasalahan tersebut adalah harta bersama yang diperoleh dari usaha dan dana pribadi istri yang diperoleh selama masa perkawinan dan terhadap harta tersebut diputuskan sebagai harta pribadi istri. Penulis merasa tertarik untuk meneliti pembagian harta bersama yang diperoleh dari istri dalam masa perkawinan. Berdasarkan latar belakang tersebut, bagaimanakah penyelesaian sengketa harta bersama yang diperoleh dari istri dalam perkawinan. Metode penelitian yang digunakan Penulis adalah yuridis normatif yang menekankan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku disertai sumber literatur lainnya. Undang-Undang Perkawinan menganut asas seimbang dalam perkawinan sehingga pada pembagian harta bersama tidak membedakan pihak mana yang memperolehnya. Dengan tidak adanya perjanjian perkawinan dalam perkawinan seseorang, pembagian harta bersama dibagi secara rata antara mantan istri dan mantan suami. Namun, pembagian harta bersama tersebut tidaklah mutlak melainkan juga mempertimbangkan kontribusi masing-masing pihak dalam memperolehnya.
The issue of joint property in marriage is not easy to resolve. Although, the division of joint property has been regulated in the Marriage Law, it is not enough. Sometimes in the settlement of joint property disputes in community life, diverse and complex problems are found. One of these problems is joint property obtained from the wife's personal efforts and funds obtained during the marriage period and the property is decided as the wife's personal property. The author is interested in examining the division of joint property obtained from the wife during the marriage period. Based on this background, how is the settlement of disputes over joint property obtained from wives in marriage. The research method used by the author is normative juridical which emphasises the applicable laws and regulations accompanied by other literature sources. The Marriage Law adheres to the principle of balance in marriage so that the division of joint property does not distinguish which party obtains it. In the absence of a marriage agreement in a person's marriage, the division of joint property is divided equally between the former wife and the former husband. However, the division of joint property is not absolute but also considers the contribution of each party in obtaining it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Husnul Muasyara
"Permasalahan dari penelitian ini bermula adanya sengketa kepemilikan hak atas tanah antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dengan Masyarakat berstatus Warga Negara Indonesia (Dan dim 0810) mengenai sebidang tanah diatasnya berdiri 2 (dua) bangunan rumah yaitu 1 (satu) bangunan rumah induk dan 1 (satu) bangunan rumah pavilion terletak jalan RA. Kartini No. 36 RT. 004 RW. 001 Kabupaten Nganjuk terjadi tumpang tindih status kepemilikan tanah antara pemegang hak atas tanah yang bersertifikat dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dengan kepemilikan bukti nomor registrasi okupasi. Adapun penelitian ini terdiri 2 (dua) pokok pembahasan yakni bagaimana peralihan tanah eks
Eigendom Verponding dan Pendaftaran konversi, Analisis hukum bahwa tanah-tanah okupasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat menjadi tanah hak milik atas nama perorangan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Untuk menganalisa permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis kualitatif. Simpulan dari penelitian ini adalah Masyarakat berstatus Warga Negara Indonesia (Dan dim 0810) diberikan izin oleh Pemerintah untuk membeli rumah dan tanah milik Warga Negara Belanda dengan keperluan khusus sebagai Pejabat Militer penghuni rumah yang belum memiliki rumah serta berhenti sebagai pegawai dengan hak pensiun. Sertifikat Hak Milik hasil konversi
Eigendom Verponding adalah sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan merupakan tanda bukti hak yang bersifat kuat, sehingga status tanah okupasi tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan atas suatu tanah karena status hak atas tanah okupasi hanya dikuasai tidak dimiliki secara sah.
The problem of this research stems from the existence of a dispute over land rights between the Indonesian National Army (TNI) in the Army and the Indonesian Citizen (Dan 0810) regarding a plot of land on which stands 2 (two) houses, namely 1 (one) main house building. and 1 (one) pavilion building located on Jalan RA. Kartini No. 36 RT. 004 RW. 001 Nganjuk Regency, there is an overlap in the status of land ownership between certified land rights holders and the Indonesian Army (TNI) Army with proof of occupation registration number. The research consists of 2 (two) main discussions, namely how to transfer the land of the former Eigendom Verponding and conversion registration, legal analysis that the land occupied by the Indonesian Armed Forces (TNI) of the Army becomes freehold land in the name of individuals according to Law Number 5 Year 1960 concerning Basic Agrarian Regulations. To analyze these problems, this study uses a normative juridical research method with qualitative analysis. The conclusion of this research is that people with the status of Indonesian citizens (Dan 0810) are given permission by the Government to buy houses and land belonging to Dutch citizens with special needs as Military Officials who live in houses who do not have a home and stop as employees with pension rights. Ownership Certificate resulting from the conversion of Eigendom Verponding is a land title certificate issued by the Regency / City Land Office and is a proof of strong rights, so that the status of occupied land cannot be used as proof of ownership of a land because the status of rights to occupied land is only controlled not legally owned."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Nur Azizah
"Kegiatan yang timbul dalam hubungan antar masyarakat pada dasarnya selalu dikaitkan atau didahulukan dengan adanya pembuatan perjanjian. Salah satunya merupakan perjanjian hutang pihutang dimana dalam hal ini pihak kreditur harus menjamin kepastian agar objek tersebut tidak berada atas penguasaan orang lain. Berdasarkan kepada putusan Mahkamah Agung Nomor 804 K/PDT/2019 dalam hal ini pihak penyewa meminta penundaan atas pelaksanaan lelang eksekusi atas kredit macet oleh pihak yang menyewakan selaku pemilik dari objek sewa tersebut. Penelitian ini mengangkat masalah perihal akibat hukum pembebanan hak tanggungan terhadap perjanjian sewa menyewa dan hak yang seharusnya dipertahankan oleh penyewa dalam hal dilaksanakannya eksekusi. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian penelitian preskriptif yang bertujuan menggambarkan masalah hukum dan memberikan solusi atau saran sebagai penyelesaiannya dalam mengatasi suatu permasalahan. Hasil penelitian ini adalah akibat hukum dari adanya pembebanan Hak Tanggungan yang diadakan kemudian setelah mengikatnya perjanjian sewa menyewa harus didahulukan pelaksanaannya hingga masa perjanjian sewa menyewa tersebut berakhir. Perjanjian yang sah mengikat bagi para pihak sebagai undang-undang dimana dalam hal ini perjanjian sewa menyewa mengikat terlebih dahulu daripada adanya pembebanan hak tanggungan terhadap objek sewa sehingga dalam hal ini pelaksanaan atas perjanjian sewa menyewa harus didahulukan. Perpanjangan perjanjian sewa menyewa sebagaimana tertuang dalam akta notaris Nomor 01 tertanggal 01 Maret tahun 2017 yang mana para pihak dalam hal ini sepakat terhadap klausul Pasal 5 perjanjian pihak yang menyewakan selaku pemilik atas objek tersebut menyatakan bahwa pada saat dilakukan perpanjangan perjanjian terhadap objek sewa tidak berada atas suatu jaminan hutang dari pihak yang menyewakan. Bentuk pelindungan hukum bagi pihak penyewa dapat mengajukan gugatan wanprestasi atas dasar pihak yang menyewakan melalaikan dan/atau tidak dipenuhinya prestasi sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya disertai dengan meminta ganti kerugian yang diperoleh selama perjanjian sewa menyewa masih berlangsung. Apabila perjanjian sewa menyewa telah berakhir, maka dalam hal ini bentuk pelindungan yang dapat diajukan oleh pihak penyewa dapat berupa gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum terhadap pihak yang menyewakan.
Activities that arise in intersociety relations are frequently accompanied by or preceded by the formation of agreements. One of these is a debt contract, wherein the creditor must guarantee that the object is not in the possession of another party. Based on Supreme Court Decision Number 804 K/PDT/2019, the tenant in this case requested a delay in the execution auction for bad credit by the renting party as the owner of the rental object. This study raised questions about the legal implications of encumbering mortgage rights on lease agreements and the rights that tenants should retain in the event of execution. The research method utilized was a normative juridical research method with a prescriptive research type that aimed to describe legal problems and provide solutions or suggestions for problem resolution. The result of this research is that the legal consequences of the encumbrance of Mortgage Rights held after the binding of the lease agreement must take precedence over its implementation until the lease agreement's term expires. A valid agreement binds the parties as a law; in this case, the lease agreement binds prior to the encumbrance of mortgage rights against the lease agreement object, so the lease agreement must be implemented first. The extension of the lease agreement as stated in notarial deed No. 01, dated 1 March 2017, in which the parties agreed to the clause of Article 5 of the agreement of the renting party as the owner of the object, stating that at the time of the extension of the agreement, the object of the lease is not subject to a debt guarantee from the renting party. The form of legal protection for the tenant is to file a lawsuit for default on the grounds that the renting party has neglected and/or failed to perform as previously agreed, along with a demand for compensation, while the lease is still in effect. If the lease agreement has expired, the tenant may file a tort lawsuit against the renting party as a form of protection."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Jessica
"Tesis ini membahas tentang kedudukan akta hibah dan akta hibah wasiat yang dibuat dengan akta autentik maupun dibawah tangan untuk suatu objek yang sama. Ketentuan mengenai kekuatan pembuktian dari kedua akta tersebut dan syarat-syaratnya agar akta dapat berlaku dan sah menurut hukum. Jika penghibahan atau hibah wasiat dibuat tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka dapat timbul masalah dan akta dapat diancam batal. Salah satu permasalahannya adalah pada satu objek tertentu dibuat akta hibah dibawah tangan dan akta hibah wasiat untuk orang yang berbeda, sehingga terdapat dua pihak yang merasa memiliki objek tersebut. Seperti pada Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan No. 371/PDT.2017/PT.DKI dimana alm. Janda Augustha Alexandra Johanna Lumanauw pada masa hidupnya memiliki sebidang tanah, dan sebidang tanah tersebut ia berikan kepada keponakannya Charlotte Meity Wairisal Lumanauw pada tahun 1996 dengan akta hibah dibawah tangan. Kemudian pada tahun 1999 tanah yang sama diberikan juga kepada Johanna V. Lumanauw dan Novie Mandas yang merupakan keponakannya yang lain dengan akta hibah wasiat. Metode penulisan yang digunakan yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis, dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata menunjukan akta hibah yang dibuat dibawah tangan pada kasus ini batal demi hukum, karena tidak memenuhi ketentuan yang ditentukan oleh undang-undang. Sedangkan akta hibah wasiat yang dibuat pada tahun 1999 merupakan akta autentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, sehingga akta tersebut sah dan memiliki kekuatan pembuktian yang kuat.
This thesis aimed to review deed of grant and deed of testamentary grant that was made with authentic deed or privately made for the same object. The provision on the strength of proof from the two deeds and the requirements for the deed to be valid and lawful. If the grant or the testamentary grant was made not in accordance with the applicable provisions then it can cause problem and the deed can be threatened void. One of the problems is that on one particular object is created privately made deed of grant and deed of testamentary grant for different person, so there are two parties who feel that they own the object. As in the High Court rsquo s Verdict of South Jakarta Number 371 PDT.2017 PT.DKI where deceased widow Augustha Alexandra Johanna Lumanauw in her lifetime had a plot of land, and she gave that plot of land to her niece Charlotte Meity Wairisal Lumanauw on 1996 with privately made deed of grant. Then, on 1999 the same land also given to Johanna V. Lumanauw and Novie Mandas who is her other niece with the deed of testamentary grant. The writing method that was used by the author to discuss and review this writing more deeply is judicial normative approach method. The result of this research is based on Indonesian Civil Code, the privately made deed of grant on this case is void ab initio, because it doesn rsquo t meet the provision prescribed by the law. While the deed of testamentary estate that was made on 1999 is the authentic deed made by authorized official, so the deed is legitimate and has a strong evidentiary power."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51078
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library