Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203271 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Evan Merrill
"Skripsi ini membahas mengenai Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan (Ditjen PSDKP) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang memiliki kewenangan yang tumpang tindih dalam hal penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang perikanan, dimana Ditjen PSDKP dan Bakamla sama-sama mempunyai kewenangan untuk melakukan penegakan hukum dalam bentuk penindakan dan penyidikan terhadap tindak pidana di bidang perikanan. Untuk mempermudah pemahaman, skripsi ini mengambil contoh kasus tindak pidana di bidang perikanan yang dilakukan oleh Nguyen Van Hieu, seorang warga negara Vietnam yang terbukti mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) tanpa memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Pokok permasalahan dari skripsi ini adalah mengenai kewenangan yang tumpang tindih antara Ditjen PSDKP dan Bakamla dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang perikanan, dan bagaimana pelaksanaan dan pengaturan dari kewenangan yang tumpang tindih tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kewenangan Ditjen PSDKP dan Bakamla dalam hal penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang perikanan dan untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana di bidang perikanan dalam hal kewenangan yang tumpang tindih antara Ditjen PSDKP dan Bakamla. Hasil penelitian dari skripsi ini adalah walaupun antara Ditjen PSDKP dan Bakamla sudah terdapat beberapa mekanisme kerja sama antar lembaga, tetapi tetap diperlukan pengaturan lebih rinci untuk memberikan kerangka operasional yang lebih jelas dan meminimalisir dampak buruk dari tumpang tindih lingkup kewenangan antara kedua lembaga tersebut.

This thesis discusses the Directorate General of Marine and Fisheries Resources Surveillance (DGMFRS) and the Maritime Security Agency (MSA) which have overlapping authority in terms of law enforcement against criminal acts in the fisheries sector, where the DGMFRS and MSA both have the authority conduct law enforcement in the form of prosecution and investigation against criminal acts in the fishery sector. To facilitate the explanation, this thesis takes an example of a criminal case in the fisheries sector committed by Nguyen Van Hieu, a Vietnamese citizen who operated a fishing vessel of foreign origin in the Indonesian Exclusive Economic Zone (EEZ) without having secured a fishing permit from relevant authority. The main problem of this thesis is regarding the overlapping authority between the DGMFRS and MSA on law enforcement against criminal acts in the fisheries sector, and how the overlapping authority is implemented and regulated. The purpose of this research is to find out the authority of DGMFRS and MSA to conduct law enforcement against criminal acts in the fisheries sector and to find out the overlapping authority between the DGMFRS and MSA on conducting law enforcement against criminal acts in the fisheries sector. The result of this thesis is that although DGMFRS and MSA already have several cooperation mechanisms between the two institutions, more precise arrangements on this issue are still needed to provide a clearer operational framework and further minimize the possibility of negative excess of the overlapping field of authority between the two institutions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryat Dedie Susena
"Tujuan tesis ini dilakukan untuk mengetahui strategi pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan analisis menggunakan EFAS, IFAS serta SWOT. Pendekatan tersebut akan dipergunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis, merumuskan strategi, dan selanjutnya dibuatkan program pengembangan untuk direkomendasikan sebagai perbaikan.
Hasil dari penelitian ini adalah Strategi SO sebesar 3.85, Strategi WO sebesar 3.15, Strategi ST sebesar 2.27, Strategi WT sebesar 1.57. Strategi yang dipilih adalah strategi SO sebesar 3.85, yaitu strategi yang memanfaatkan kekuatan (strength) yang ada untuk menangkap atau mengoptimalkan faktor peluang (opportunity). Alternatif strategi SO terdiri dari pengembangan kapasitas SDM KP baik kualitas maupun kuantitas melalui sinergitas pendidikan, pelatihan dan penyuluhan (diklatluh); Memanfaatkan teknologi tinggi dan informasi dalam pengembangan industrialisasi untuk peluang investasi (pemanfaatan potensi); Meningkatkan jaringan kerja (networking) dengan lembaga terkait.
Dari ketiga komponen alternatif strategi pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan tersebut perlu adanya suatu revitalisasi pengembangan sumber daya manusia KP. Sementara untuk positioning matrik berada pada kuadran 1, strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).

The aims of this thesis conducted to determine the human resources development strategies Maritime Affairs and Fisheries. This research is a qualitative analysis using EFAS, IFAS and SWOT. The approach will be used to identify the various factors in a systematic, formulate a strategy, and then made a development program for the recommended improvements.
The results of this study were 3.85 for SO Strategies, 3.15 for WO Strategies, 2.27 for ST Strategies, 1.57 for WT Strategies. The strategy chosen was 3.85 for SO strategy, a strategy that harnesses the power (strength) are there to capture or optimize the opportunity factor (opportunity). An alternative strategy consists of capacity building both quality and quantity through the synergy of education, training and extension (diklatluh); Utilizing high technology and information in the development of industrialization for investment opportunities (utilization of); improve networking (networking) with the relevant authorities.
Of the three components of an alternative strategy of human resource development and marine fisheries need for a revitalization of KP human resource development. As for positioning matrix is in quadrant 1, the strategy should be applied in this condition is to support aggressive growth policy (Growth oriented strategy).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Hartati
"Pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dan kelautan mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada saat dunia internasional mengalami krisis sumber daya alam perikanan akibat over penangkapan ikan di laut, perubahan iklim dan pencemaran, pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dianggap suatu cara untuk melakukan konservasi sekaligus sumber alternatif pangan. Sejak tahun 1950 sampai sekarang hasil pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dan kelautan telah menyumbangkan banyak hal untuk kehidupan manusia seperti obat-obatan, pangan alternatif dan kosmetik. Ancaman penurunan keanekaragaman hayati baik di laut maupun di darat semakin mendorong eksplorasi dan ekploitasi terhadap sumber daya genetik perikanan dan kelautan. Namun, pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dan kelautan masih banyak dinikmati oleh negara-negara maju. Negara Selatan yang sebagian besar kaya akan sumber daya genetik perikanan dan kelautan seperti Indonesia, Brasil, Filipina dan negara lain hanya dapat menonton dari jauh perkembangan teknologi yang semakin maju tanpa dapat menikmati keuntungan sumber daya genetik yang telah dimanfaatkan oleh negara lain. Oleh karena itu tuntutan akan adanya akses dan pembagian keuntungan terhadap pemanfaatan sumber daya genetik menguat sejak KTT Bumi. Upaya ?upaya untuk mewujudkan pengaturan internasional mengenai akses dan pembagian keuntungan berhasil diperjuangkan dengan ditegaskannya CBD dan Protokol Nagoya. Namun demikian, pelaksanaan akses dan pembagian keuntungan terutama pada pemanfaatan sumber daya genetik perikanan dan kelautan masih menemui banyak kendala mulai dari perbedaan konsep, ruang lingkup, akses dan kepatuhan. Oleh karena itu selama UNCLOS belum mengatur sumber daya genetik secara tegas maka negara-negara pihak sebaiknya melakukan penyusunan akses dan pembagian keuntungan terutama dalam hal pemanfaatan sumber daya genetik.

The utilization of marine and fisheries genetic resources is enhanced in line with the development of science and technology. When the world facing international crisis on fisheries resources due to overfishing, climate change and pollution, the utilization of fisheries genetic resources is considered as a means for conservation and alternative source of food. Since 1950 to present, the utilization of marine and fisheries genetic resources have contributed to human life namely for medicines, alternative food and cosmetics. Threats on reduction of sea and land biodiversity encourages the exploration and exploitation of marine and fisheries genetic resources. Nevertheless, the utilization of marine and fisheries genetic resources is enjoyed only by developed countries. The South countries who are rich in marine and fisheries genetic resources namely Indonesia, Brazil, Philippines and others do not possess advanced technology nor enjoy benefit sharing from the utilization of marine and fisheries genetic resources by other countries. Therefore, claims on access and benefit sharing on the utilization of genetic resources have increased since the Earth Summit. Efforts to realize international regulations on access and benefit sharing successfully achieved and confirmed on CBD and Nagoya Protocol. Nevertheless, the implementation of access and benefit sharing notably on marine and fisheries genetic resources remain to encounter issues concerning the concept, scope, access, benefit sharing, and compliance. Therefore, since UNCLOS does not clearly regulate genetic resources, state party must develop regulation on access and benefit sharing particularly on the utilization of genetic resources."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31230
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isak Rapang
"Tesis ini berupaya memberikan gambaran tentang penanggulangan IUU Fishing di Indonesia dalam mendukung ketahanan ekonomi nasional. Potensi sumber daya perikanan Indonesia yang diperkirakan sekitar 6,5 juta ton/tahun merupakan salah satu sumber roda penggerak perekonomian nasional. Namun sangat ironis sekali potensi tersebut belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat sehingga dimanfaatkan oleh asing melalui aktifitas IUU Fishing baik oleh KII dan KIA. Penelitian ini menyatakan faktor-faktor dan modus IUU Fishing di Indonesia, Penerapan Monitoring, Controling dan Survaillance dan dampak penanggulangan IUU Fishing bagi ketahanan ekonomi nasional.
Beberapa teori pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori autopsi perikanan yang di sampaikan oleh Smith dan Link yang menyampaikan bahwa untuk mencegah terjadinya IUU Fishing maka perlu dilaksanakan pembedahan terhadap akar permasalahan dan kebijakan yang selama ini kurang tepat dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bidang perikanan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis bersifat deskriptif yang dilandasi dengan teori-teori yang relevan dan temuan dilapangan baik berdasarkan studi kepustakaan dan wawancara dengan pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, TNI AL dan Bakorkamla, untuk selanjtnya dilaksanakan reduksi data , display data dan pengambilan kesimpulan.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penanggulangan IUU Fishing di Indonesia yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI melalui mekanisme Monitoring, Controling dan Survaillance sesuai protapprotapnya serta penegakan hukum. Perlu dukungan sarana dan prasarana yang memadai serta dukungan anggaran sesuai kebutuhan dan kerjama sama dengan instansi pemerintah lainnya maupun negara-negara tetangga yang tergabung dalam organisasi perikanan regional dalam penanggulangan IUU Fishing di Indonesia sehingga sumber daya kelautan dan perikanan dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat dan berkonstribusi bagi ketahanan ekonomi nasional.

This thesis seeks to give an ilustration about prevention of IUU fishing in Indonesia to support the national economic resilience. The potential of fishery recources in Indonesia that has been estimated around 6,5 million tonnes per year which is one of driving wheels of the national economic. But, what an ironic that the potential have not been fully utilized for the welfare of people and has been used by the foreigners through IUU fishing activities neither KII nor KIA. This research state the factors and modus of IUU fishing in Indonesia, Monitoring using, Controling, survaillance, and the IUU fishing prevention impact for the national economic resilience.
Several of the supporting theory which have been used in this research is fishery autopsy theory which has been delivered by Smith and Link that said taht to prevent the happening of IUU fishing then it should be carried out surgery of the root causes and policies that have been less precise in solving all the problems at fishery subject. This research used the qualitative oncoming and descriptive analysis which have been based with the relevant theory that found neither in field nor the literature study and interview with the officer in archipelago and fishery minister of Indonesia, TNI AL, and Bakorkamla, for the next will continue the data reduction, data display, and take the conclution.
From this research, can conclude that the prevention of IUU fishing in Indonesia which have been done by directorate general supervision of marine resources and fishery, archipelago and fishery minister of Indonesia through the Monitiring mecanism, Controlling, and Survaillance, according to the protaps and law enforcement. Need a support of facilities and infrastructures that enough and budget support according to necessary and cooperation with the other goverment instantion nor neighbour countries that include in region fishery organization in IUU fishing prevention in Indonesia so that the archipelago and fishery recources can be utilized for people welfare and contribute for the national economic resilience."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T41881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antony Putra Abraham
"ABSTRAK
Salah satu bentuk penegakan hukum tindak pidana perikanan adalah penenggelaman kapal
asing. Pihak yang diberi kewenangan yaitu Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan,
Penyidik Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), dan/atau Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagaimana tercantum di dalam Pasal 69 ayat (4)
Undang-Undang Perikanan dapat dilakukan tindakan berupa pembakaran dan penenggelaman
kapal asing dalam kondisi memaksa (forced major), seperti adanya perlawanan dari Nakhoda
atau anak buah kapal (ABK) kapal asing yang dapat membahayakan keselamatan kapal
pengawas perikanan. Dalam perkembangan selanjutnya, penenggelaman kapal yang semula
bertujuan untuk memberikan efek jera dinilai kurang efektif karena proses peradilan selama
ini hanya menjerat Nahkoda dan awak mesin kapal namun tidak menjerat pemilik kapal.
Permasalahan lainnya yaitu pengawasan yang lemah serta proses hukum yang berlarut-larut.
Selain itu, penerapan Pasal 69 ayat (4) dalam pelaksanaan di lapangan menimbulkan distorsi
dan banyak kritik dari berbagai pihak karena terkait dengan ketentuan-ketentuan hukum
internasional khususnya Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982). Dengan
demikian, isi dari Pasal 69 Ayat (4) Undang-Undang Perikanan yang mengatur ketentuan
penenggelaman kapal asing dengan didasarkan bukti permulaan yang cukup ke depannya
menjadi sulit untuk dilaksanakan. Tindakan penenggelaman kapal ikan berbendera asing yang
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum memerlukan uji materiil terhadap Pasal 69 ayat
(4) Undang-Undang Perikanan

ABSTRAK
One form of criminal law enforcement in law of the sea is an act of sinking foreign vessels.
Parties whom authorized to do that action are Civil Servant Investigators Fisheries,
Investigators Navy officer, and / or Investigator of the Indonesian National Police. Until now,
there is no other better way in handling vessels that allegedly used in the crime of fisheries.
As stipulated in Article 69 paragraph (4) Indonesia Fisheries Act when in a state of forced
major, such as the resistance of the captain or crew of foreign vessels that may endanger the
safety of fishery patrol ship, then it could be the reason to burn and sink them. On further
developments, sinking ship that was originally intended to provide a deterrent effect,
considered less deterrent for the vessels owner. Legal sanction has been given to the captain
and chief of engine room crew, but have not been able to ensnare the ship owner because
proceedings for the perpetrators of illegal fishing has not ensnare vessel owner and is still
constrained weak supervision and a dragged on legal process. In addition, the application of
Article 69 paragraph (4) the implementation of a practice cause a lot of distortion and get
criticism from various parties including countries that are victims of sinking as in the case of
foreign vessel sinking associated with the provisions of international law, especially the UN
Convention on the law sea (UNCLOS 1982). Thereby, the content of Article 69 Paragraph (4)
Fisheries Act provisions governing foreign vessel sinking with sufficient evidence based on
the future becomes difficult to implement. In order for sinking action of foreign fishing vessel
could be accounted for by law then it required judicial review of Article 69 paragraph (4) of
the Fisheries Act"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silfani Eka Rastia
"Motivasi kerja merupakan salah satu unsur penting dalam diri seorang pegawai. Motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu dari dalam diri sendiri ataupun dari lingkungan disekitarnya. Untuk meningkatkan motivasi kerja diberikan kompensasi kepada pegawai yaitu, kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi non finansial dapat berupa motivasi pegawai dalam bentuk tindakan maupun ucapan. Selain itu, lingkungan kerja yang kondusif akan mendukung pengembang karir pegawai. Hal?hal tersebut merupakan poin penting untuk memotivasi pegawai. Meskipun tidak ada satuan yang dapat mengukurnya dan terkadang mungkin bersifat subjektif. Akan tetapi, hal-hal tersebut dapat memberikan kesan yang mendalam dan bertahan lama untuk memotivasi pegawai.
Penelitian ini bertujuan untuk membahas hubungan kompensasi non finansial dengan motivasi kerja PNS Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dijadikan sampel dengan jumlah 48 orang pegawai Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan dengan skala Likert. Dari hasil analisis tersebut terdapat hubungan yang kuat antara kompensasi non finansial dengan motivasi kerja PNS Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan.

Work motivation is one important element in for an employee. Work motivation is influenced by two factors, which from ourselves or the environment. To enhance work motivation, the employee is given compensation, financial compensation and non-financial compensation. Compensation can be either nonfinancial employee motivation in the form of action or utterance. In addition, a good working environment will support career development of employees. These are important points to motivate employees. However, there is unit that can be used to measure it, and sometimes can be subjective. These things might give a deep impression and enduring to motivate employees.
This study aims to discuss the non-financial compensation relations with the working motivation of civil servants in Directorate Marine and Aquatic Resources Conservation. This research was conducted with quantitative approach. Population sampled by the number of 48 people officials at the Directorate Marine and Aquatic Resources Conservation with Likert scale. From the results of this analysis can be informed that there is a strong relationship between non-financial compensation with the motivation of civil servants working Directorate Marine and Aquatic Resources Conservation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Muhammad Zainuddin
"Detects the sound frequency range of fish, the intensity of the sound amplitude, sound fluctuations, and shape the sound patterns of the fish. Passive acoustic methods used to monitor marine mammals expressed. In general, the signal obtained from the animal record sounds is poor and difficult to determine from which directions it is produced, therefore it requires that require amplification strengthening. Bioacoustic research is needed to identifies the communication language (Acoustic communication) in mammals. Bioacoustic detect mammal produced frequency ranges of sound, amplitude intensity of sound, voice fluctuation, and form sound patterns of mammals. Studying bioacoustic is inseparable from the science of underwater acoustics, biology of mammals, and the study of mammalian behavior: Generally bioacoustic include physiology of mammals organ that produce sound, earning voice mechanism, sound characteristics of mammals, mammals sound approaching mechanism, the hearing capacity of fish, and the evolution of the auditory system, and to obtain the fequency range of each sound produced by the dolphins (mammals). Environmental conditions and parameters (salinity and temperature) will greatly affect the value of the intensity and frequently generated the target, the more extreme the environmental conditions, the lower value of the intensity and frequency generated."
Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI, 2016
575 OSEANA 41:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Amalia Pusparani
"ABSTRAK
Pada tahun 2016, nilai Indeks Kepuasan Masyarakat yang diperoleh Direktorat Perizinan dan Kenelayanan adalah 74,30 dari target 80,00. Tidak tercapainya target ini mengindikasikan pelayanan yang diberikan belum berhasil memuaskan masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan ini disebabkan oleh bermasalahnya aplikasi perizinan penangkapan ikan, salah satunya adalah e-services. Hal ini yang membuat peneliti ingin mengetahui strategi apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan e-services. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif mixed method . Penelitian ini menggunakan kerangka 8 delapan langkah hybrid Quality Function Deployment-Analytical Network Process QFD-ANP untuk menentukan prioritas dari technical requirement TR . Kuesioner yang digunakan untuk penelitian memiliki 4 empat dimensi kualitas layanan e-services, yaitu: reliability, security and privacy, user support, dan design and operation. Hasil dari pengolahan data kuesioner ini adalah gap antara harapan dan yang dirasakan oleh pengguna. Hasil gap negatif ditranlasikan ke dalam QFD-ANP sebagai kebutuhan pengguna KP . Pada penelitian ini, seluruh dimensi menghasilkan nilai gap negatif. Tahap akhir dari kedelapan langkah QFD-ANP menghasilkan urutan prioritas TR. Sebagai hasil akhir dari penelitian, strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan e-services terdiri dari 7 tujuh langkah sebagai berikut: 1 pelatihan aplikasi e-services bagi penyedia layanan, 2 menetapkan standar kompetensi petugas layanan, 3 penyederhanaan fitur, 4 membuat SOP penyedia layanan, 5 pembaruan panduan penggunaan, 6 memperbaiki SOP penerima layanan, dan 7 menyediakan fasilitas komunikasi melalui fitur khusus di e-services.

ABSTRACT
In 2016, the Customer Satisfaction Index obtained by the Directorate of Licensing and Fisheries is 74,30 from the target 80,00. This not achieving target indicates that the services provided have not succeeded in satisfying the customer. One of the factors that influence the satisfaction is caused by the problem of fishing license application, one of which is e-services. This is what makes researcher want to know what strategies should be done to improve the quality of e-services. The research method used is quantitative and qualitative mixed method. This research uses 8 eight steps hybrid Quality Function Deployment Analytical Network Process QFD ANP framework to determine priority of technical requirement TR. The questionnaire used for the study has 4 four dimensions of e service quality, namely reliability, security and privacy, user support, and design and operation. The result of this questionnaire data processing is the gap between expectations and perceived by the user. Negative gap results are transformed into QFD ANP as user requirements KP. In this study, all dimensions get negative values. The final stage of the eight steps QFD ANP generates a TR priority order. As the final result of the research, the strategies to be taken to improve the quality of e-services consists of 7 seven steps as follows 1 e-services application training for service providers, 2 set the competency standards of service personnel, 3 features simplification, 4 make the service provider 39 s SOP, 5 update user manual, 6 improve the service recipient 39 s SOP, and 7 provide communication facilities through special features in e-services."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anjari
"Jutaan manusia di seluruh dunia menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan sebagai penyedia sumber makanan yang penting, lapangan kerja, sumber pendapatan dan rekreasi. Bagi Indonesia yang merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut sebesar 5,8 juta km2, perikanan memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Sayangnya, pendayagunaan sektor perikanan terhambat oleh maraknya tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi, akibatnya Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar. Tindak pidana di bidang perikanan sebenarnya telah menjadi isu yang sangat penting dalam manajemen perikanan dunia, oleh karena itu Food and Agriculture Organization (FAO) mengeluarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dengan mandat utama dalam hal penyediaan kerangka pengelolaan bagi pemanfatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan baik dalam tatanan global, regional maupun nasional.
Sebagai pelaksanaan dari CCRF, FAO mengeluarkan panduan yang dinamakan International Plan of Action (IPOA). Sejalan dengan tuntutan dunia internasional dan kebijakan FAO tersebut, Pemerintah Indonesia berusaha untuk memperbaiki pengelolaan perikanan nasional, termasuk dalam hal penegakan hukum yang selama ini dirasa lemah. Salah satu usaha peningkatan penegakan hukum adalah dengan mengeluarkan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam penegakan hukum melalui sarana penal, penyidik merupakan instansi penegak hukum yang memegang peranan penting untuk menciptakan suatu sistem peradilan pidana terpadu. Dalam pembahasan Rancangan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan muncul ide untuk memberikan kewenangan penyidikan kepada satu instansi penyidik (penyidik tunggal) yaitu PPNS Perikanan, namun ide tersebut ditolak oleh Perwira TNI AL dan penyidik POLRI.
Pada akhir pembahasan, disepakati suatu kompromi politis untuk memberikan kewenangan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan kepada tiga instansi penyidik, yaitu perwira TNI AL, PPNS Perikanan dan penyidik POLRI, kesepakatan tersebut dituangkan dalam Pasal 73 Undang - Undang Nomor 31Tahun 2004. Keberadaan tiga instansi penyidik dengan posisi sejajar dan kewenangan yang sama dalam penyidikan tindak pidana di bidang perikanan memungkinkan terjadinya tumpang tindih penyidikan. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme koordinasi dalam menjalankan tugas dan wewenang masing - masing penyidik sehingga tercipta suatu mekanisme penyidikan yang akuntabel. Dengan mekanisme koordinasi maka tugas dan wewenang ketiga instansi penyidik tidak tumpang tindih dan justru akan mendorong peningkatan kinerja para penyidik secara umum, dengan demikian tujuan dari Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 untuk menimalisir tindak pidana di bidang perikanan dapat tercapai."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya
"ABSTRAK
Penyelundupan narkotika ke Indonesia dalam jumlah yang besar biasanya dilakukan melalui jalur laut. Kondisi geografis Indonesia dan tingginya intensitas kapal yang melintasi laut Indonesia telah menyediakan peluang penyelundupan narkotika melalui jalur laut dengan modus dan rute yang beragam. Salah satu upaya pemerintah dalam menanggulangi penyelundupan narkotika melalui jalur laut adalah melalui lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DJBC . Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana sistem pengawasan laut DJBC dalam mencegah penyelundupan narkotika melalui jalur laut. Tulisan ini menggunakan teori pencegahan kejahatan situasional untuk menjelaskan bagaimana sistem pengawasan laut DJBC dapat mereduksi peluang penyelundupan narkotika melalui jalur laut. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sistem pengawasan laut DJBC memiliki fungsi yang strategis dalam mereduksi peluang penyelundupan narkotika melalui jalur laut. Namun, terdapat beberapa kelemahan pada sistem pengawasan laut DJBC dalam mencegah penyelundupan narkotika melalui jalur laut. Maka dari itu, tulisan ini merekomendasikan DJBC untuk segera mengimplementasikan Custom Integrated Maritime Surveillance System CIMSS yang dilengkapi dengan serangkaian teknologi pengawasan maritim yang komprehensif dan sistem komando dan pengendalian yang terintegrasi.

ABSTRACT
Narcotics Smuggling into Indonesia in a huge amount usually done by going through sea route. Indonesia`s geographic conditions and the high intensity of ships that cross the Indonesian seas has provided opportunities for the narcotics smuggling through by sea with various modes and routes. One of the goverment`s efforts in handling the narcotics smuggling is through with the Directorate General of Customs and Excise DGCE. This paper aims to explain how DGCE`s maritime surveillance system prevents the narcotics smuggling by sea route. This paper uses the theory of situational crime prevention to explain how DGCE rsquo s maritime surveillance system can reduce the opportunity of the narcotics smuggling through by sea routes. The analysis result shows that DGCE maritime surveillance system has a strategic function in reducing the opportunity of the narcotics smuggling through by sea route. However, there are some disadvantages to DGCE`s maritime surveillance system in preventing narcotics smuggling through by sea routes. Therefore, this paper recommends DGCE to immediately implement a Custom Integrated Maritime Surveillance System CIMSS equipped with a comprehensive set of maritime surveillance technologies and an integrated command and control system. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>