Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164715 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Louisa Ivana Utami
"Resistensi Neisseria gonorrhoeae terhadap antibiotika merupakan masalah global di dunia. Sulitnya pertumbuhan N. gonorrhoeae di laboratorium menyebabkan uji kepekaan antibiotika sulit dilakukan secara reguler. Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi N. gonorrhoeae dari spesimen endoserviks dan karakterisasi mutasi gen terkait resistensi terhadap sefiksim dan azitromisin sebagai antibiotika pilihan yang direkomendasikan WHO dan Kemenkes RI. Spesimen endoserviks dari wanita pekerja seks (WPS) dilakukan pewarnaan Gram, kultur, dan uji kepekaan antibiotika. Uji molekuler SYBR green real time PCR digunakan untuk mendeteksi N. gonorrhoeae, mutasi gen penA (Ala501Val/Pro, Gly545Ser) dan 23S rRNA (A2059G, C2611T). Resistensi 9 isolat N. gonorrhoeae terhadap sefiksim, levofloksasin, kanamisin sebesar 11,1%, 33,3%, 77,8% secara berurutan. Tidak ditemukan resistensi terhadap azitromisin dan seftriakson. Sedangkan resistensi terhadap penisilin, tetrasiklin, dan siprofloksasin ditemukan pada semua isolat. Uji SYBR green real time PCR berhasil mendeteksi N. gonorrhoeae dari spesimen endoserviks dan karakterisasi mutasi gen terkait resistensi terhadap sefiksim dan azitromisin. Dibandingkan pewarnaan Gram dan kultur, uji ini meningkatkan tingkat kepositifan sebesar 27% dan 15%. Tidak ditemukan mutasi pada gen penA dan 23S rRNA.

Antimicrobial resistance in Neisseria gonorrhoeae is a global problem in the world. Due to N. gonorrhoeae is difficult to grow in the laboratory, antimicrobial susceptibility testing cannot be performed regularly. The aim of this study is to detect N. gonorrhoeae from endocervical specimens and to characterize gene mutations associated with cefixime and azithromycin resistance as the drugs of choice recommended by WHO and the Indonesian Ministry of Health. Endocervical specimens from female sex workers (FSW) were examined using Gram staining, culture, and susceptibility testing. Molecular SYBR green real-time PCR were used to detect N. gonorrhoeae and mutations in penA (Ala501Val/Pro, Gly545Ser) and 23S rRNA (A2059G, C2611T). Resistance of 9 isolates N. gonorrhoeae to cefixime, levofloxacin, kanamycin, were 11,1%, 33,3%, 77,8%, respectively. Resistance to azithromycin and ceftriaxone were not found. Whereas resistance to penicillin, tetracycline, and ciprofloxacin were found in all isolates. SYBR green real time PCR was successfully detect N. gonorrhoeae from endocervical specimens and characterize gene mutations associated with cefixime and azithromycin resistance. Compared to Gram and culture, this method could increase positivity rates as much as 27% and 15%. Mutation in penA and 23S rRNA were not found."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Lendl Prayogo
"Latar belakang: Neisseria gonorrhoeae (NG) telah mengalami resistensi terhadap berbagai antibiotik. Setidaknya sepuluh negara telah melaporkan kegagalan pengobatan gonore dengan extended-spectrum cephalosporins (ESCs). Pengawasan berkelanjutan penting untuk menentukan pedoman pengobatan lokal.
Tujuan: Mengetahui prevalensi NG yang resisten terhadap penisilin, tetrasiklin, levofloksasin, sefiksim, dan seftriakson pada kelompok risiko tinggi di Jakarta serta mengidentifikasi berbagai faktor yang berhubungan.
Metode: Sebuah penelitian dengan desain potong lintang dilakukan di Jakarta pada September hingga November 2018. Terdapat 98 laki-laki dan perempuan berisiko tinggi yang memenuhi kriteria penelitian. Sediaan duh tubuh diambil dari uretra atau serviks, disimpan di media transport, kemudian diantarkan ke Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI untuk biakan dan identifikasi. Uji resistensi dilakukan dengan metode difusi cakram sesuai rekomendasi Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI).
Hasil: Dari seluruh spesimen yang dibiakkan, 35 di antaranya menunjukkan pertumbuhan isolat NG. Prevalensi NG yang resisten terhadap penisilin, tetrasiklin, levofloksasin, sefiksim, dan seftriakson pada kelompok risiko tinggi di Jakarta adalah 97,1%; 97,1%; 34,3%; 0%; 0%. Usia, orientasi seksual, riwayat konsumsi antibiotik, berhubungan seksual secara komersial, dan berhubungan dengan pasangan seksual dari luar kota tidak berhubungan dengan NG yang resisten terhadap levofloksasin.
Kesimpulan: Tidak ditemukan isolat NG yang resisten terhadap sefiksim dan seftriakson. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sefiksim dan seftriakson efektif mengobati gonore di Jakarta. Tidak ada faktor yang berhubungan dengan resistensi pada penelitian ini.

Background: Neisseria gonorrhoeae (NG) has developed resistance to various antimicrobials. At least ten countries have reported treatment failures with extended-spectrum cephalosporins (ESCs). Continuous surveillance is important to determine local treatment guideline.
Objectives: To determine the resistance rates of NG to penicillin, tetracycline, levofloxacin, cefixime, ceftriaxone among the high-risk population in Jakarta, and identify the associated factors.
Methods: A cross-sectional study was conducted in Jakarta, Indonesia from September to November 2018. A total of 98 high-risk men and women fulfilled the studies’ criteria. The specimens were collected from urethral or endocervical swabs, put into Amies transport media, and then transported to the Laboratory of Clinical Microbiology Universitas Indonesia for culture and identification. Proven gonococcal isolates were examined for susceptibility to various antibiotics using the disk diffusion method according to Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI) recommendation.
Results: Among 98 specimens, 35 were confirmed to be NG. The NG resistance rates to penicillin, tetracycline, levofloxacin, cefixime, and ceftriaxone among high-risk population were 97,1%; 97,1%; 34,3%; 0%; 0%. Age, sexual orientation, history of antibiotic consumption, commercial sexual activities, and sexual activities with partners from other regions were not associated with the resistance to levofloxacin.
Conclusion: No resistance to cefixime and ceftriaxone was reported. This finding indicates that they are still effective to treat gonorrhea in Jakarta. There were no associated factors identified in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutri Handayani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan metode difusi cakram standar CLSI dan CDS dalam menentukan pola kepekaan Neisseria gonorrhoeae terhadap antibiotik. Pada metode difusi cakram standar CLSI dapat terjadi double zone inhibition yang dapat mempersulit dalam interpretasi zona hambat yang sesungguhnya. Dengan metode difusi cakram standar CDS diharapkan hal tersebut tidak terjadi. Penelitian ini merupakan uji kesetaraan antara hasil uji kepekaan antibiotik metode difusi cakram menurut standar CDS dan standar CLSI yang dibandingkan dengan Etest sebagai baku emas.
Dari penelitian ini didapatkan hasil metode difusi cakram standar CDS lebih sesuai dengan Etest daripada standar CLSI pada tiga antibiotik yaitu azitromisin (total agreement 96,7%), seftriakson (total agreement 80,0%) dan penisilin (total agreement 73,3%) sedangkan metode difusi cakram standar CLSI lebih sesuai dengan Etest daripada standar CDS pada dua antibiotik yaitu siprofloksasin (total agreement 73,3%) dan spektinomisin (total agreement 73,3%). Pola kepekaan Neisseria gonorrhoeae terhadap antibiotik di RSCM dan pelayanan kesehatan jejaring menurut metode difusi cakram yang paling sesuai dengan Etest yaitu: dengan standar CDS didapatkan azitromisin 86,7%, seftriakson 76,7%, penisilin 16,7% dan dengan standar CLSI didapatkan siprofloksasin 0% dan spektinomisin 70%. Pola kepekaan Neisseria gonorrhoeae terhadap sefiksim yaitu 46,7% yang hanya diujikan dengan standar CLSI. Pemberian sefiksim dan seftriakson yang merupakan terapi pilihan untuk gonore harus diberikan secara bijak, untuk menghindari kejadian resistensi yang lebih luas.

This study aimed to evaluate the use of CLSI and CDS standard disc diffusion method in determining the sensitivity patterns of Neisseria gonorrhoeae to antibiotics. In the CLSI standard disc diffusion method can occur double inhibition zone that can complicate the interpretation of the actual inhibition zone. With the CDS standard disc diffusion method expected it does not happen. This study was a test of equivalence between the results of antibiotic susceptibility test disc diffusion method according to CLSI standards and standardized CDS compared with the Etest as gold standard.
From this study, compared with Etest, the results of the standard disc diffusion method in accordance with CDS over the CLSI standard than three antibiotics, namely azithromycin (total agreement 96.7%), ceftriaxone (total agreement 80.0%) and penicillin (total agreement 73.3%) whereas the standard disc diffusion method according to CLSI more than CDS standard on the two antibiotics are ciprofloxacin (total agreement 73.3%) and spectinomycin (total agreement 73.3%). Neisseria gonorrhoeae patterns of sensitivity to antibiotics in RSCM and health care networks by disc diffusion method that best suits the Etest are with the standard CDS obtained azithromycin 86,7%, ceftriaxone 76.7%, penicillin 16,7% and with the CLSI standards obtained ciprofloxacin 0% and spektinomisin 70%. Neisseria gonorrhoeae pattern of sensitivity to cefixime is 46.7 % which is only tested with the CLSI standard. Cefixime and ceftriaxone as the drug of choice for gonorrhea should be given prudently to prevent the occurrence of resistance more extensive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T55721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisya Mutiara Dewi
"Defisiensi enzim 6-pyruvoyl tetrahydropterin synthase PTPS menyebabkan terjadinya hambatan dalam proses biosintesis tetrahydrobiopterin BH4 yang merupakan kofaktor berbagai jenis enzim, termasuk phenylalanine hydroxylase PAH. Enzim PAH tidak dapat diaktivasi tanpa adanya senyawa BH4, sehingga menyebabkan timbulnya penyakit langka yang disebut dengan hyperphenylalaninemia HPA. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis mutasi yang terjadi pada ekson 2 dan 5--6 gen PTS di Indonesia. Analisis mutasi dilakukan pada 3 penderita defisiensi enzim PTPS dan 50 individu normal asal Indonesia.
Tahapan analisis mutasi pada penelitian ini diawali dengan melakukan desain primer spesifik dan penentuan suhu annealing optimal dengan menggunakan PCR gradien. Sequencing kemudian dilakukan dengan metode automated Sanger sequencing yang dilanjutkan dengan analisis hasil sequencing untuk mengetahui mutasi yang terdapat pada ekson 2 dan 5--6 gen PTS di Indonesia. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu, tiga mutasi novel pada ekson 2 yaitu c.123G>A, c.127T>G, serta c.155A>T, serta tidak ditemukan mutasi pada ekson 5--6.

Deficiency of 6 pyruvoyl tetrahydropterin synthase PTPS enzyme can interrupt biosynthesis of tetrahydrobiopterin BH4 , which is a cofactor of various enzymes, including phenylalanine hydroxylase PAH. The PAH enzyme can not be activated in the absence of BH4 compounds, leading to the occurrence of a rare disease called hyperphenylalaninemia HPA. This study was conducted to analyze the mutations that occurred in exon 2 and 5 6 of the PTS gene in Indonesia. The mutation analysis was performed on 3 patients with PTPS enzyme deficiency and 50 normal individuals from Indonesia.
Stages of mutation analysis in this study is began by performing specific primer design and optimal annealing temperature determination using PCR gradient. Sequencing is then performed by automated Sanger sequencing method followed by sequencing analysis to find out the mutations found in exon 2 and 5 6 of the PTS gene in Indonesia. The results obtained in this study are three novel mutations in exon 2 which are c.123G A, c.127T G, and c.155A T, and no mutations found in exon 5 6.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Calista Putri
"Defisiensi enzim 6-pyruvoyl tetrahydropterin synthase PTPS merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh aktivitas enzim PTPS. Enzim PTPS memiliki peran dalam proses biosintesis tetrahydrobiopterin BH4. Defisiensi enzim PTPS menyebabkan gangguan untuk proses biosintesis BH4 sehingga, tidak dapat mengubah senyawa fenilalanin menjadi senyawa tirosin, disebut hyperphenylalanemia HPA. Defisiensi enzim PTPS terjadi akibat adanya mutasi pada gen PTS, dapat mengubah struktur dan fungsi dari asam amino yang dihasilkan.
Penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisis mutasi gen PTS ekson 1 dan ekson 3--4 yang terjadi pada penderita defisiensi enzim PTPS di Indonesia. Sampel DNA yang digunakan adalah hasil isolasi DNA darah pada tiga penderita defisiensi enzim PTPS di Indonesia dan 50 individu normal 25 laki-laki dan 25 perempuan. Sekuens gen PTS pada ekson 1 dan ekson 3--4 dari sampel tersebut diamplifikasi menggunakan metode PCR.
Hasil dari proses PCR divisualisasikan menggunakan elektroforesis gel, kemudian disekuensing menggunakan metode automated Sanger sequencing. Hasil yang didapat dalam peneltian ini adalah tidak ditemukan mutasi pada penderita defisiensi enzim PTPS di ekson 1 dan ekson 3--4, namun ditemukan adanya mutasi di intron 4, yang bersifat novel yaitu IVS4 5T>C dan IVS4 6G>T.

The 6 pyruvoyl tetrahydropterin synthase PTPS enzyme deficiency is one of the diseases caused by the activity of enzyme PTPS. The PTPS enzyme has a role in the biosynthesis of tetrahydrobiopterin BH4, when the enzyme is disturbed, it can not convert phenylalanine into a tyrosine, called hyperphenylalanemia HPA. The PTPS enzyme deficiency caused a disruption BH4 biosynthesis so, can not convert phenylalanine into a tyrosine, called hyperphenylalanemia HPA. PTPS enzyme deficiency occurs due mutations in the PTS gene, can changed the structure and function of the amino acids produced.
This aim of this research are for analyze the mutation of exon 1 and exon 3 4 in PTS gene of patients with PTPS enzyme deficiency in Indonesia. DNA samples were extracted from the blood three patients with PTPS enzyme deficiency in Indonesia and 50 normal individuals 25 male and 25 female. The DNA samples were amplified using PCR method.
The results of the PCR process were visualized using gel electrophoresis, then were sequenced using the automated Sanger sequencing method. This study figure of that were no mutations found in patients with PTPS enzyme deficiency in exon 1 and exon 3 4, but two novel mutation found in intron 4 which are IVS4 5T C and IVS4 6G T.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Ita Margaretha
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Analisis susunan polimorfisme pada situs enzim restriksi dalam gugus gen globin-B (haplotipe-B) dapat digunakan untuk mempelajari kejadian suatu mutasi pada gen globin-B dan menelusuri asal usul alel mutan tersebut. Mutasi IVS 1-nt5 (G-C) merupakan mutasi pada gen globin-0 yang mendasari penyakit thalassemia-B. Mutasi ini umum ditemukan di Indonesia dan daerah lain di dunia. Untuk mengetahui berapa kali mutasi ini muncul selama proses evolusi manusia dan dari mana asal alel mutan yang ada di Indonesia ini, maka pada penelitian dilakukan analisis haplotipe-B pada alel gen globin-B yang membawa mutasi IVS 1-nt5 (fiIvs!-m5). Penentuan haplotipe-0 dilakukan dengan teknik PCRRFLP pada 8 situs enzim restriksi yang polimorfik dalam kluster gen globin-B.
Hasil dan kesimpulan : Dari hasil analisis haplotipe-f3, diduga bahwa mutasi 1VS I -nt5 muncul sebanyak 2 kali (multiple independently origins), yaitu dengan latar belakang haplotipe 1 (+ + + + /framework 1) dan haplotipe 2 (+ - - - - + -- +/framework 3). Berdasarkan perbandingan frekuensi haplotipe-P yang ada di populasi, alel mutan dengan latar belakang haplotipe 1 kemungkinan besar muncul di populasi Indonesia bagian Barat (local mutation), sedangkan alel mutan dengan latar belakang haplotipe 2 kemungkinan besar berasal dari populasi India."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T5163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Fadilla Purwanto
"Mukopolisakaridosis tipe II MPS II merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh defisiensi enzim iduronat 2-sulfatase I2S yang dikode oleh gen iduronat 2-sulfatase IDS. Mutasi pada gen IDS dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi dari enzim I2S yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis mutasi gen iduronat 2-sulfatase IDS ekson 4 dan 7 pada penderita MPS II di Indonesia. Sampel DNA diekstraksi dari darah 9 individu penderita MPS II dan 50 individu normal 25 laki-laki dan 25 perempuan. Sekuens gen IDS ekson 4 dan 7 dari sampel-sampel tersebut diamplifikasi menggunakan metode PCR.
Hasil dari proses PCR divisualisasi menggunakan Agarose Gel Electrophoresis AGE, kemudian disekuensing menggunakan metode automated sequencing. Hasil penelitian menunjukkan adanya mutasi delesi c.435_440delTACCGA yang merupakan varian likely pathogenic dan mutasi silent c.489G>A yang merupakan varian likely benign pada ekson 4, serta satu mutasi missense yang merupakan varian pathogenic pada ekson 7, yaitu c.998 C>T.

Mucopolysaccharidosis type II MPS II is a syndrome which is caused by deficiency of iduronate 2 sulfatase enzyme, coded by iduronate 2 sulfatase IDS gene. Mutation in IDS gene can alter structure and function of the resulting I2S enzyme. This study was conducted to analyze IDS gene mutations of exon 4 and 7 in mucopolysaccharidosis type II patients in Indonesia. DNA samples were extracted from the blood of 9 MPS II patients males and 50 normal individuals which consists of 25 males and 25 females. The sequence of IDS gene exon 4 and 7 from those samples were amplified using PCR method.
PCR results were visualized using Agarose Gel Electrophoresis AGE, and were sequenced using automated sequencing. The results showed one deletion c.435 440delTACCGA which is classified as likely pathogenic variant and one silent mutation c.489G A which is a likely benign variant on exon 4, and one missense mutation of pathogenic variant on exon 7, c.998 C T.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anantya Pustimbara
"Mukopolisakaridosis tipe II MPS II atau Sindrom Hunter merupakan salah satu kelainan penyimpanan lisosomal yang disebabkan oleh mutasi atau perubahan susunan basa nitrogen pada gen Iduronat 2-Sulfatase gen IDS. Mutasi tersebut dapat terjadi di berbagai lokasi ekson yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya mutasi yang terjadi pada ekson 2 dan 5 gen IDS pada penderita MPS II, khususnya di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan 9 sampel DNA penderita MPS II asal Indonesia dan 50 kontrol yang terdiri atas 25 individu normal berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Analisis dilakukan dengan melewati tahapan isolasi DNA, amplifikasi Polymerase Chain Reaction PCR, visualisasi elektroforesis dan sekuensing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen IDS dari keseluruhan sampel yang digunakan berhasil dianalisis namun tidak ditemukan adanya mutasi yang terjadi pada daerah ekson 2 dan 5 penderita MPS II di Indonesia.

Mucopolysaccaridosis Type II MPS II or Syndrome Hunter is one of lysosomal storage disorder caused by mutation or changes of nitrogen base arrangement in IDS gene. This mutation can occur in various different exon locations. This research is aimed to recognize the presence of mutation that occur at exon 2 and 5 of gen IDS of MPS II patient, especially in Indonesia. Analysis was conducted by using 9 DNA MPS II patient samples of Indonesia origin and 50 controls that consists of 25 normal individual of male or female. Analysis was done by going through steps of DNA isolation, amplification by Polymerase Chain Reaction PCR, electrophoresis visualization, and sequencing. Research result shows that IDS gene from the whole samples used were successfully analysed, however there is no mutation found that occurred at exon 2 and 5 MPS II patients in Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Jasmine
"Kasus kontaminasi daging haram seperti babi hutan (Sus scrofa) dan babi domestik (Sus scrofa domesticus) dalam makanan yang beredar di Indonesia menyebabkan perlu dilakukannya verifikasi halal. Pengaplikasian real-time PCR telah mempermudah proses verifikasi halal untuk mendeteksi kandungan DNA babi sebab metode tersebut memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Studi analisis sekuensing gen 12S rRNA terdahulu menunjukkan bahwa gen 12S rRNA dapat membedakan spesies hewan yang berkerabat dekat sehingga gen tersebut memiliki potensi sebagai gen target dalam studi deteksi halal. Namun, adanya kekurangan pada desain primer pada studi deteksi halal sebelumnya mendorong perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut terkait potensi primer gen 12S rRNA sebagai dasar pengembangan halal kit. International Organization of Standardization (ISO) telah menetapkan metode standar untuk deteksi babi, yaitu ISO/TS 20224-3:2020(E) menggunakan primer Porcine-97 bp sebagai primer standar yang spesifik terhadap gen ACTB pada Sus scrofa. Penelitian ini bertujuan untuk merancang primer spesifik terhadap gen 12S rRNA Sus scrofa, menganalisis sensitivitas dan spesifisitas primer rancangan dalam mendeteksi gDNA babi, serta mengevaluasi potensi primer rancangan untuk dijadikan sebagai primer alternatif dalam deteksi halal. Penelitian ini dilakukan dengan merancang primer menggunakan gen 12S rRNA sebagai gen target. Primer 12S rRNA (SS12S-120bp) divalidasi dengan menganalisis spesifisitas secara in silico dan menguji sensitivitas primer menggunakan metode real-time PCR. Analisis perbandingan kualitatif antara primer 12S rRNA dengan primer ACTB ISO juga telah dilakukan. Uji sensitivitas dan linieritas dilakukan dengan melakukan dilusi bertingkat terhadap gDNA babi pada konsentrasi 10.000, 1000, 100, 10, 5, dan 1 pg/uL sebanyak 2 replikat. Hasil validasi spesifisitas in silico menunjukkan bahwa primer 12S rRNA (forward: 5’-GGT CCT GGC CTT TCT ATT AAT TCT TAA-3’; reverse: 5’-CCG TTA TAG GTG TGC TTG ATA CC-3’; dan probe: 5’-[FAM]-CCC GGT GAG AAT GCC CTC CAG ATC-[BHQ1]-3’) bersifat spesies spesifik terhadap gen 12S rRNA Sus scrofa. Analisis qPCR menunjukkan bahwa primer 12S rRNA dapat mendeteksi gDNA babi hingga konsentrasi paling rendah, yaitu 1 pg/uL dengan suhu 56 derajat celcius sebagai suhu optimal annealing primer. Nilai efisiensi dan nilai linieritas yang diperoleh adalah 85% dan 0,995. Berdasarkan analisis perbandingan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa primer 12S rRNA bersifat lebih sensitif dan spesies spesifik dalam mendeteksi gDNA babi dibandingkan dengan primer ACTB ISO.

Cases of haram meat contamination such as wild boar (Sus scrofa) and domestic pig (Sus scrofa domesticus) in foods circulating in Indonesia cause the need for halal verification. The application of real-time PCR has facilitated halal verification process to detect the content of pig DNA down to the smallest concentration. The 12S rRNA gene has previously been used in several species identification studies and is known to have potential as a target gene in halal detection studies. However, some deficiencies in the primer design from the previous research prompted the need for further research regarding the potential of the 12S rRNA gene primers as the basis for halal kit development. ISO/TS 20224-3:2020(E) has established primer Porcine-97 bp as the standard primer used to detect the ACTB gene in Sus scrofa. This study aims to design a specific primer for the 12S rRNA Sus scrofa gene, analyze the sensitivity and specificity of the designed primer in detecting pig gDNA, and evaluate the potential of the designed primer to serve as an alternative primer for halal detection. This research was done by designing primers using Sus scrofa 12S rRNA gene as the target gene. Designed 12S rRNA primers (SS12S-120bp) was validated by analyzing in silico specificity and primer sensitivity test using real-time PCR method. Qualitative comparisons between 12S rRNA and ACTB ISO primers was also analyzed. Sensitivity test was carried out by conducting serial dilution of porcine gDNA at 10,000, 1000, 100, 10, 5, and 1 pg/uL in duplicates. In silico specificity results showed that the designed 12S rRNA primer (forward: 5’-GGT CCT GGC CTT TCT ATT AAT TCT TAA-3’; reverse: 5’-CCG TTA TAG GTG TGC TTG ATA CC-3’; and probe: 5’-[FAM]-CCC GGT GAG AAT GCC CTC CAG ATC- [BHQ1]-3’) was species specific to 12S rRNA Sus scrofa gene. qPCR analysis showed that 12S rRNA primer could detect pig gDNA down to the lowest concentration of 1 pg/uL at 56 degree celcius as its optimum annealing temperature. The efficiency and linearity value obtained was 85% and 0,995. Based on the conducted qualitative comparison analysis, it can be concluded that primer 12S rRNA is more sensitive and species specific in detecting pig gDNA compared to ACTB ISO primer."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paulina Rosa Evriarti
"Latar Belakang : Kasus difteri yang disebabkan oleh C. diphtheriae masih terus terjadi sampai saat ini. Variasi level ekspresi toksin yang dipengaruhi oleh diphtheria toxin repressor dan tox promoter/operator diduga sebagai salah satu penyebabnya. Oleh karena itu, dilakukan karakterisasi genetik untuk mengetahui kemungkinan adanya mutasi pada gen repressor dan promoter/operator tersebut.
Metode : Isolasi DNA dilakukan pada sepuluh isolat yang telah terkonfirmasi sebagai penghasil toksin. DNA tersebut diamplifikasi menggunakan primer spesifik untuk gen dtxR (681 bp) dan toxPO (320 bp) untuk mendapatkan fragmen target. Selanjutnya, urutan nukleotida sekuen DNA diperoleh melalui DNA sekuensing dan dianalisis menggunakan analisis bioinformatika.
Hasil : Berdasarkan analisis mutasi, sekuen dtxR menunjukkan adanya mutasi DNA namun asam amino tidak berubah. Sementara itu, sekuen toxPO menunjukkan adanya insersi satu nukleotida pada 60% isolat bakteri. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa isolat Indonesia tersebar menjadi 3 clade berdasar dtxR dan 4 clade berdasar sekuen toxPO dengan 2 clade unik Indonesia.
Kesimpulan : Promoter toksin yang mengalami insersi diduga berperan penting dalam mekanisme patogenisitas C. diphtheriae dalam menyebabkan penyakit. Namun, perlu dilakukan uji laboratorium untuk melihat pengaruh insersi terhadap toksigenisitas bakteri menggunakan metode kultur sel atau pengukuran level mRNA.

Background : Nowadays, The diphtheria cases caused by C. diphtheriae still exist. The variation of toxin expression level influenced by diphtheria toxin repressor (dtxR) and tox promoter/operator (toxPO) was considered as one of the causes for diphtheria existence. Therefore, a genetic characterization was performed to determine a mutation in both sequences.
Methode : DNA isolation was performed to ten isolates that have been confirmed as toxin producers. The DNA was amplified using a specific primer for the dtxR (681 bp) and toxPO (320 bp) genes to obtain the target fragment. Further, nucleotides sequences of DNA sequence was obtained through DNA sequencing to be analyzed using bioinformatics analysis.
Result : Based on the mutation analysis, the dtxR sequence showed the presence of DNA mutations but it did not change the amino acid. Meanwhile, the toxPO sequence showed the insertion in 60% bacterial isolates. The results of phylogenetic analysis showed that Indonesian isolates spread into 3 clade based on dtxR and 4 clade based on toxPO sequence with 2 unique Indonesian clade.
Conclusion : The insertions in the toxin promoter area are indicated taking an important role in the mechanism of C. diphtheriae pathogenicity. However, a laboratory examination is necessary to investigate the influence of the insertion towards bacterial toxigenicity by using cell culture method or mRNA level measurement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>