Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155963 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raja Fanny Fatahillah
"Penelitian ini memberi fokus pada konflik Azerbaijan-Armenia di sebuah wilayah sengketa di kawasan Kaukasus, Nagorno Karabakh. Konflik ini menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia. Peperangan di Nagorno Karabakhmerupakan konflik geografis, sekaligus sosial politik, yang terjadi sejak 1870-Perang Dunia I, dan berulang pada 1988-1994. Gencatan senjata dilakukan pada 1994-2009. Pada 2009-2016 konflik memanas kembali, dan diikuti gencatan senjata pada 2016-2020. Peperangan periode ketiga terjadi sejak 2020 hingga saat ini. Peperangan di Nagorno Karabakh telah menyebabkan tewasnya 1.000 orang warga sipil, mengungsinya 40.000 orang etnis Azerbaijan dari Nagorno Karabakh, dan 90.000 orang etnis Armenia melakukan eksodus. Pertanyaan penelitian dalam penelitian yang pertam adalah mengapa konflik Armenia-Azerbaijan di Nagorno Karabakh berlangsung dalam periode yang lama dan menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia berat. Kedua, bagaimana upaya solusi perdamaian di Nagorno Karabakh dapat dicapai melalui perspektif keterlibatan aliansi keamanan kawasan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode riset kualitatif kritis. Analisis kritis digunakan untuk mengekspos dan menawarkan perspektif alternatif. Metode ini menggunakan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner untuk melihat lebih dalam realitas konflik yang terjadi. Penelitian ini mengoperasionalisasikan regional security complex theory (RSCT) oleh Barry Buzan sebagai teori penelitian.

This study focuses on the Azerbaijan-Armenian conflict in a disputed area in the Caucasus region, Nagorno Karabakh. This conflict gives rise to human rights violations. The war in Nagorno Karabakh was a geographical conflict, as well as a socio-political one, which had occurred since 1870-World War I, and repeated in 1988-1994. A ceasefire was carried out in 1994-2009. In 2009-2016 the conflict struck again, and was followed by weapons in 2016-2020. The period of the third war occurred from 2020 to the present. The war in Nagorno Karabakh has resulted in the death of 1,000 civilians, the displacement of 40,000 ethnic Azerbaijanis from Nagorno Karabakh, and an exodus of 90,000 ethnic Armenians. The research question in the first research is why the Armenian-Azerbaijan conflict in Nagorno Karabakh lasted for such a long period and resulted in serious human rights violations. Second, how the efforts for a peace solution in Nagorno Karabakh can be achieved through regional security partnership cooperation. The research method used is a critical qualitative research method. Critical analysis is used to expose and offer alternative perspectives. This method uses an interdisciplinary and multidisciplinary approach to take a deeper look at the reality of the conflicts that occur. This study operationalizes the regional security complex theory (RSCT) by Barry Buzan as a research theory."
Jakarta: Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S8160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azerbaijan: Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Azerbaijan, 2009
327.16 ARM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agus Widodo
"Upaya kemerdekaan Catalonia berawal dari rasa nasionalisme yang tumbuh dalam diri bangsa Catalonia berdasarkan kebangsaan, budaya dan bahasa yang dianggap berbeda dengan Spanyol. Self determination dan semangat primordial masyarakat Catalonia dipicu oleh rasa ketidakpuasan dan buruknya pola hubungan antara daerah, yaitu Catalonia, dengan Pemerintah pusat Spanyol di Madrid. Sehingga tujuan penelitian ini adalah, pertama, memvalidasi faktor-faktor yang menyebabkan Catalonia ingin memerdekakan diri dari Spanyol, dan merekonstruksi keterlibatan gerakan separatisme dalam upaya kemerdekaan Catalonia. Kedua, mengabstraksi prinsip-prinsip pertahanan-keamanan Spanyol dalam mempertahankan Catalonia, dan merinci berbagai upaya pertahanan-keamanan yang dilakukan oleh Spanyol, hasil penelitian menunjukan bahwa gerakan separatis Catalonia terlibat dalam semua aspek yang menghendaki referendum untuk memisahkan diri dari kerajaan Spanyol dan gerakan separatisme memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap stabilitas pertahanan dan keamanan di Catalonia.

Catalonia's independence efforts began with a sense of nationalism that grew within the Catalonian nation based on nationality, culture and language which were considered different from Spain. The self-determination and primordial spirit of the Catalan people were triggered by the feeling and poor relationship pattern between the region, namely Catalonia, and the Spanish central government in Madrid. So the purpose of this study is, first, to validate the factors that caused Catalonia to want to be independent from Spain, and to reconstruct the involvement of the separatist movement in the pursuit of Catalonia's independence. Second, abstracting the principles of Spanish security in defending Catalonia, and detailing the various defense-security efforts carried out by Spain, the results of the study show that the Catalan separatist movement was involved in all aspects that the referendum wanted to secede from the Spanish empire and the separatist movement had an impact. of great significance to the defense and security of Catalonia."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yodha Adipradana
"Resolusi Uniting for Peace diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1950. Tujuannya adalah untuk memungkinkan Majelis Umum menanggapi suatu permasalahan yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia apabila Dewan Keamanan sedang buntu karena penggunaan hak veto oleh salah satu negara anggota tetapnya. Skripsi ini melihat bagaimana penggunaan Resolusi Uniting for Peace oleh Majelis Umum. Hal tersebut dilakukan dengan melihat kepada sejarah resolusi tersebut dan juga perkembangan penggunaan Resolusi Uniting for Peace. Pembahasan dalam skripsi ini juga akan melihat kepada praktik penggunaan Resolusi Uniting for Peace dalam dua kasus yaitu Krisis Suez pada tahun 1956 dan konflik Israel-Palestina dalam emergency special session ke-7. Untuk melaksanakan pembahasan tersebut, penelitian yang dilakukan akan menggunakan tipe penelitian normatif, yaitu dengan melihat kepada perihal seperti asas-asas hukum dan sejarah hukum. Analisis yang dilakukan akan melihat penggunaan Resolusi Uniting for Peace dalam konteks Piagam PBB dan sejarah PBB. Dari penelitian dan pembahasan tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa Resolusi Uniting for Peace diadopsi sebagai suatu upaya untuk memperkuat sistem collective security di Piagam PBB dan membantu PBB dalam mewujudkan perdamaian dan keamannan internasional. Tetapi perkembangannya menunjukkan bahwa hal tersebut mungkin sudah terlupakan, hal ini bisa terlihat dalam penggunaannya pada emergency special session ke-7.

The Uniting for Peace Resolution was adopted by the United Nations General Assembly in 1950. Its purpose was to allow the General Assembly to respond to a problem threatening international peace and security if the Security Council was frozen in place because of the use of the veto by a permanent member. This thesis looks into how the Uniting for Peace Resolution was used by the General Assembly. This is done by reviewing the history of the resolution and the development of its usage. This thesis also looks at how the Uniting for Peace Resolution is used in the Suez Crises of 1956 and in the Israeli-Palestinian Conflict, specifically during the 7th emergency special session. To conduct this discussion, the research will be carried out using the normative method where I will discuss it based on points such as the principles of law and the history of law. This analysis will be conducted by viewing the Uniting for Peace Resolution in the context of the UN Charter and the History of the UN. From that research and discussion, I have arrived at the conclusion that the Uniting for Peace Resolution was adopted as a means to strengthen the collective security system of the UN Charter and to aide the UN in realizing international peace and security. But its development shows me that that purpose might have been forgotten, this can be seen in its usage during the 7th emergency special session.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malya Nova Imaduddin
"Penelitian bertujuan untuk menganalisis bagaimana peran pemerintah dan mantan kombatan GAM dalam penyelesaian konflik pasca konflik Aceh. Hasil penelitian menemukan bahwa pertama, pemerintah sudah menjalankan perannya dalam menjaga perdamaian setelah pasca konflik Aceh sesuai dengan isi perjanjian dalam MoU Helsinski. Peran pemerintah dalam penyelesaian konflik dengan melakukan cara kolaborasi atau kerjasama dan kompromi terhadap pihak-pihak yang terlibat konflik. Namun demikian, masih ada beberapa program kegiatan dan bantuan dari pemerintah yang belum terealisasikan, masih ada beberapa pihak pemerintah yang mengunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi. Kedua, mantan kombatan juga sudah menjalankan perannya dalam menjaga perdamaian setelah pasca konflik Aceh sesuai dengan isi perjanjian dalam MoU Helsinski. Namun demikian, masih ada beberapa mantan kombatan yang menunjukkan adanya rasa ketidakpuasan akan peran pemerintah dalam hal penegakan hukum hak asasi manusia, lambang dan bendera dan ketidakadilan dalam pemerataan pembangunan. Ketiga, masih terjadi konflik-konflik kecil diantara pihak pemerintah dan mantan kombatan yang disebabkan oleh konflik internal dalam demokrasi pemerintahan Aceh. Oleh karena itu, Pemerintah Aceh perlu menerjemahkan secara operasional kerangka penyelesaian konflik dalam menjaga perdamaian dengan skema yang dipahami oleh seluruh stakeholder melalui workshop dan pelatihan-pelatihan guna memudahkan sinergi dan kolaborasi pada seluruh level pemerintahan di provinsi dan kabupaten/kota.

The study aims to analyze how the role of government and GAM ex combatants in conflict resolution post conflict Aceh. The results of the study found that firstly, the government has performed its role in maintaining peace after the post Aceh conflict in accordance with the content of the agreement in the Helsinski MoU. The role of government in resolving conflicts by way of collaboration or cooperation and compromise on the parties to the conflict. However, there are still some programs of activity and assistance from the government that have not been realized, there are still some government parties that use the authority for personal interests. Secondly, ex combatants have also exercised their role in maintaining peace after the post Aceh conflict in accordance with the content of the agreement in the Helsinski MoU. Nevertheless, there are still some ex combatants demonstrating a sense of dissatisfaction with the role of the government in terms of human rights law enforcement, symbols and flags and injustices in the equitable distribution of development. Third, there are still small conflicts between the government and ex combatants caused by internal conflicts in Aceh 39 s democratic government. Therefore, the Aceh Government needs to translate operational conflict resolution framework in keeping peace with a scheme understood by all stakeholders through workshops and trainings to facilitate synergy and collaboration at all levels of government in provinces and districts.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afra Khumairra Rahmadhanti
"Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana peran yang dimiliki oleh Ali Alatas dalam membantu upaya penyelesaian konflik Kamboja kurun waktu 1988-1991. Penulis berargumen sikap optimis dan semangat yang dimiliki Ali Alatas dalam mengarahkan pertemuan untuk mendapat hasil yang diinginkan merupakan salah satu kunci sukses penyelesaian konflik Kamboja. Berbeda dengan kajian-kajian sebelumnya yang pada umumnya membahas peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Kamboja secara umum, penelitian ini akan berfokus pada inisiatif dan langkah yang ditempuh oleh Ali Alatas dalam upaya mencari jalan keluar dari permasalahan yang terjadi di Kamboja. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa Ali Alatas memiliki peran yang penting dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa di Kamboja. Dengan mengangkat tema sejarah diplomasi, data dalam artikel ini diperoleh melalui studi pustaka dan beberapa dokumen sezaman.
This research will explain how the role owned by Ali Alatas in helping efforts to resolve the Cambodian conflict in the period 1988-1991. The author argues that the optimistic attitude and enthusiasm of Ali Alatas in directing the meeting to get the desired results is one of the keys to successful resolution of the Cambodian conflict. Different from previous studies which generally discussed the role of Indonesia in resolving the Cambodian conflict in general, this research will focus on the initiatives and steps taken by Ali Alatas in an effort to find a way out of the problems that occur in Cambodia. The results of this study explain that Ali Alatas has an important role in reconciling the disputing parties in Cambodia. With the theme of historical diplomacy, the data in this article was obtained through literature studies and some contemporary documents."
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelia Chairunnisa Harahap
"Skripsi ini membahas peran sentral dari pemasaran berbentuk viral marketing dalam mendorong keterlibatan dari Generasi Z dalam gerakan konservasi budaya berbasis digital yang diinisiasi oleh Swara Gembira, khususnya kain tradisional Indonesia atau wastra. Selanjutnya, pembahasan akan difokuskan pada penggunaan call-to-action hashtag yakni #BerkainBersama dan #BerkainGembira yang dimaksudkan untuk mendorong komunitas online di Instagram agar kembali mengenakan kain tradisional pada kehidupan sehari-hari. Teori terkait marketing communication, cultural awareness, dan intention to wear digunakan untuk memahami isu yang akan diteliti. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan campuran dengan alat bantu berupa kuesioner tertutup yang disebarkan secara online melalui Google Form dan wawancara semi terstruktur. Data yang didapatkan dari survei online lalu dianalisis menggunakan structural equation modeling (SEM) pada software SmartPLS 4 sedangkan data hasil in-depth interview dianalisis menggunakan analisis tematik.

This thesis discusses the central role of marketing in the form of viral marketing in encouraging the involvement of Generation Z in the digital-based cultural conservation movement initiated by Swara Gembira, especially for Indonesian traditional cloth or wastra. Furthermore, the discussion will focus on the use of call-to-action hashtag, namely #BerkainBersama and #BerkainGembira which is intended to encourage the online community on Instagram to return to wearing traditional clothing in everyday life. Theories related to marketing communication, cultural awareness, and intention to wear are used to understand the issue at hand. The research was conducted using a mixed method approach with tools in the form of closed questionnaires distributed online via Google Forms and semi-structured interviews. Data obtained from online surveys were then analyzed using structural equation modeling (SEM) on SmartPLS 4 software, while data from in-depth interviews were analyzed using thematic analysis.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Rahmawati
"Saat pertama kali disahkan sebagai sebuah Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tahun 2000, Agenda Perempuan dalam Perdamaian dan Keamanan merupakan sebuah terobosan yang diharapkan mampu mengubah pemahaman mengenai keamanan internasional secara masif sehingga mampu memperbaiki taraf hidup perempuan dalam konflik dan perang. Meskipun begitu, setelah 22 tahun berlalu, terlihat bahwa pada nyatanya agenda ini masih belum bisa membawa perubahan yang signifikan. Berangkat dari premis tersebut, maka tulisan ini berkomitmen untuk meninjau bagaimana Agenda Perempuan dalam Perdamaian dan Keamanan ini sebenarnya dimaknai dan diimplementasikan semenjak dua dekade terakhir. Menggunakan 121 literatur serta metode taksonomi, tinjauan ini mengidentifikasi tiga kategori bahasan utama dalam kajian mengenai Agenda Perempuan dalam Perdamaian dan Keamanan, yaitu: 1) konseptualisasi agenda; 2) implementasi agenda; serta 3) evaluasi agenda. Ditemukan bahwa terlepas dari kandungan serta visi yang dianggap revolusioner, masih banyak permasalahan yang belum dibahas dengan baik oleh agenda ini. Selain itu, pemaknaan sekaligus pengimplementasian dari agenda ini juga dapat dikatakan eksklusif, terbatas pada kelompok-kelompok atau entitas-entitas tertentu saja. Dengan begitu, masih banyak evaluasi yang perlu dilakukan terhadap pemaknaan sekaligus pengimplementasian agenda tersebut, baik secara normatif maupun pragmatis.

When first adopted as a UN Security Council Resolution in 2000, the Women in Peace and Security (WPS) Agenda was a breakthrough that was expected to massively change the understanding of international security as well as to improve the standard of living of women in conflict and war. Even so, after 22 years, it appears that in fact this agenda has not been able to bring about significant changes. Departing from this premise, this paper is committed to reviewing how the WPS Agenda has been interpreted and implemented since the last two decades. Using 121 literature and taxonomic methods, this review identifies three main discussion categories in the study of the WPS Agenda, namely: 1) conceptualization of the agenda; 2) agenda implementation; and 3) agenda evaluation. It was found that apart from the revolutionary content and vision, there are still many issues that have not been properly addressed by this agenda. In addition, the interpretation and implementation of this agenda can also be said to be exclusive, limited to certain groups or entities. In this way, there are still many evaluations that need to be carried out regarding the interpretation as well as the implementation of this agenda, both normatively and pragmatically."
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>