Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wardhana Ardy Syahputra
"Operasi Tangkap Tangan (OTT) merupakan satu kegiatan KPK di bidang penindakan korupsi yang tersohor di kalangan masyarakat Indonesia. Kegiatan tersebut juga ditandai dengan konferensi pers yang secara garis besar menyebutkan profil tersangka dan kronologis penangkapan. Dalam melakukan tugasnya, KPK tidak dapat bekerja sendiri. Partisipasi aktif masyarakat tentu sangat membantu KPK dalam menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan efisien, salah satu bentuknya adalah dengan melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi. Penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh kegiatan OTT KPK terhadap partisipasi masyarakat dalam melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi. Data yang digunakan adalah data kegiatan OTT dan laporan pengaduan masyarakat KPK mulai tahun 2017 sampai dengan tahun 2021. Dengan menggunakan regresi data panel fixed effect model, penelitian ini menemukan: setiap kegiatan OTT yang dilanjutkan dengan penyebaran berita melalui konferensi pers, menjadi signal dalam meningkatkan jumlah pengaduan masyakarat ke KPK; OTT yang dilakukan di pulau Jawa memiliki andil yang cukup besar dalam meningkatkan jumlah pengaduan masyarakat dibandingkan OTT di luar jawa; analisa data tahunan menunjukkan bahwa mulai tahun 2019 hingga 2021, terjadi trend penurunan pengaduan masyarakat terutama pada tahun 2020 dan 2021. Hal ini sejalan dengan penurunan OTT yang sangat tajam dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. OTT yang dilaksanakan di tahun politik tidak berpengaruh terhadap peningkatan pengaduan masyarakat, namun sebaliknya, diluar tahun politik, OTT malah signifikan berpengaruh terhadap peningkatan pengaduan masyarakat; OTT yang dilakukan baik di tahun terjadinya pandemi Covid-19 maupun tahun sebelum pandemi, sama-sama tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah pengaduan masyarakat.

The Hand Arrest Operation (OTT) is an activity by the KPK in the field of cracking down on corruption that is well-known among the Indonesian people. The activity was also marked by a press conference which outlines the profile of the suspect and the chronology of the arrests. In carrying out its duties, the KPK cannot work alone. The active participation of the community is certainly very helpful for the KPK in carrying out its duties more effectively and efficiently, one form of which is by reporting suspected corruption crimes. The study was conducted to see how the OTT activities of the KPK affect public participation in reporting suspected corruption crimes. The data used are OTT activity data and KPK public complaints reports from 2017 to 2021. By using panel data regression ‘fixed effect model’, this study finds: every OTT activity followed by news dissemination through press conferences, becomes a signal in increasing the number public complaints to the KPK; OTT conducted on the island of Java has a significant contribution in increasing the number of public complaints compared to OTT outside Java; Annual data analysis shows that from 2019 to 2021, there is a downward trend in public complaints, especially in 2020 and 2021. This is in line with the very sharp decline in OTT compared to previous years. OTT that conducted in the political year did not affect the increase in public complaints, but on the contrary, outside the political year, the OTT had a significant effect on the increase in public complaints; The OTT that was carried out both in the year the Covid-19 pandemic occurred and the year before the pandemic, both had no effect on the increase in the number of public complaints."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zidni Robby Rodliyya
"Pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan partisipasi masyarakat agar lebih efektif dan efisien. Salah satu bentuk keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan korupsi adalah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi kepada aparat penegak hukum, termasuk kepada KPK. Aduan masyarakat sangat penting bagi KPK dalam mengungkap kasus Korupsi. Oleh karena itu mengetahui faktor-faktor apa yang berkorelasi dengan intensi masyarat untuk melapor adalah penting. Untuk menampung aduan masyarakat, KPK membentuk whistleblower system. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui korelasi antara penanganan korupsi yang dilakukan KPK dengan jumlah aduan masyarakat terkait tindak pidana korupsi kepada KPK di level Kota Kabupaten seluruh Indonesia. Penanganan kasus diproksikan dengan jumlah kasus yang sedang disidik KPK berbanding jumlah aduan yang diterima oleh KPK. Dengan menggunakan regresi panel system dynamic model GMM, hasil penelitian menemukan bahwa rasio penanganan kasus lag 1, rata-rata indeks demokrasi, tingkat pendidikan dan jumlah aduan lag 1 berkorelasi signifikan terhadap jumlah aduan masyarakat. Hanya variabel rasio korupsi lag 1 yang tidak berkorelasi signifikan terhadap aduan masyarakat.

Eradication of corruption in Indonesia requires public participation to be more effective and efficient. One form of community involvement in eradicating corruption is to report suspected criminal acts of corruption to law enforcement officials, including the KPK. Public complaints are very important for the KPK in uncovering corruption cases. Therefore, knowing what factors are correlated with the community's intention to report is important. To accommodate public complaints, the KPK established a whistleblower system. This study aims to determine the correlation between the handling of corruption by the KPK and the number of public complaints related to corruption to the KPK at the City and Regency level throughout Indonesia. Case handling is proxied by the number of cases being investigated by the KPK compared to the number of complaints received by the KPK. By using the panel system dynamic regression model GMM, the results of the study found that the ratio of handling cases of lag 1, the average democracy index, education level and number of public complaints lag 1 were significantly correlated with the number of public complaints. Only the lag 1 corruption ratio variable is not significantly correlated with public complaints."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Oktavianto
"Pelaksanaan Operasi tangkap tangan (OTT) sebagai salah satu strategi yang digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindak kasus korupsi di Indonesia menimbulkan pro dan kontra. Kubu kontra menilai OTT KPK tidak berdampak signifikan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia, ilegal dan mengancam privasi. Sementara kubu pro menilai OTT KPK mampu mengungkap kasus korupsi dengan cepat dan menghasilkan bukti konkret. Dengan menggunakan 6 (enam) kriteria evaluasi dari Dunn, artikel ini berusaha menjadi penengah diantara dua kubu tersebut dengan melakukan studi evaluatif terhadap pengimplementasian operasi tangkap tangan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penulis menemukan bahwa kebijakan pemberantasan korupsi menggunakan metode OTT yang gencar dilakukan KPK selama periode 2015-2018 efektif dan efisien meringkus koruptor, serta meningkatkan keterlibatan publik dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hanya saja, masifnya operasi tangkap tangan yang dilakukan di tingkat nasional hingga daerah belum berdampak signifikan terhadap penurunan angka korupsi di Indonesia. Oleh karenanya, upaya memberantas korupsi tidak bisa dari segi penindakan saja,tapi juga perlu diperkuat sisi pencegahannya."
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Purbasanda Woro Mandarukmidia
"Permasalahan korupsi merupakan sebuah permasalahan yang sudah menjadi musuh besar bagi negara ini. Telah 73 tahun berdiri namun belum juga dapat secara tuntas menyelesaikan permasalahan yang telah mengakar sejak lama di Indonesia. Melihat banyaknya pilihan perumusan kebijakan yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi, penelitian ini membahas tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi lembaga KPK dalam merumuskan kebijakan terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivis dengan instrumen wawancara mendalam dengan masyarakat, akademisi dan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun sumber data-data yang diperoleh berasal dari data primer dan sekunder dari buku-buku, naskah ringkas dan hasil wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor perumusan kebiajakan di KPK telah sesuai dengan teori yang ada dan faktor pengaruh dari luar merupakan salah satu faktor yang cukup kuat atau cukup besar pengaruhnya terhadap proses perumusan kebijakan di KPK.

Corruption is a problem that has become a major enemy to this country. The Corruption Eradication Commission (KPK) has been founded for 73 years but has not been able to completely resolve this problem that have been rooted for a long time in Indonesia. Considering the many policy formulation choices that can be made in eradicating corruption, this study discusses factors tha influence the KPK in formulating policies towards eradicating corruption. This study used a post positivist approach using in-depth interviews with the community, academics, and the Corruption Eradication Commission (KPK). The source of the data obtained from primary and secondary data from books, concise texts, and the results of in-depth interviews. It is found that the factors of the policy formulation in the Corruption Eradication Commission were in accordance with existing theories, and the external influencing factors are one of the most influential factors on the policy formulation process in the KPK.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Widyaningrum
"Penyidik KPK dapat melakukan penyitaan tanpa surat izin ketua pengadilan negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, namun ketentuan ini tidak sesuai dengan aturan umum yang diatur dalam KUHAP. Dalam penulisan tesis ini terdapat tiga pertanyaan penelitian, yaitu: Mengapa KPK diberikan kewenangan untuk melakukan penyitaan tanpa izin dari Ketua Pengadilan Negeri? Bagaimanakah batasan terhadap kewenangan penyidik KPK untuk melakukan penyitaan aset tersangka tindak pidana korupsi? dan Apa akibat hukumnya jika penyidik KPK melampaui batasan kewenangan ketika melakukan penyitaan aset tersangka tindak pidana korupsi? Penelitian ini merupakan penelitian yang menelaah dan menganalisis data sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan, literatur, artikel, jurnal, dan sebagainya. Sebagai pendukung penelitian ini, maka digunakan juga data primer yang didapatkan melalui wawancara dengan akademisi dan praktisi hukum. Hasil analisa tersebut ditarik kesimpulan secara induktif.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa dasar pemikiran dari pengaturan penyitaan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 berdasarkan 2 (dua) alasan, yakni: 1. Alasan Penegakan Hukum Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang luar biasa, 2. Alasan tentang pemberantasan korupsi yang harus efektif. Syarat sebagai batasan penyidik KPK untuk melakukan penyitaan harus disertai surat perintah penyidikan untuk melakukan penyitaan, benda sitaan harus diseleksi kembali dalam 2 tahap (penyidikan dan prapenuntutan) sebagai pelaksanaan dari prinsip kehati-hatian oleh penyidik KPK. Kedua syarat tersebut dinilai masih memiliki kekurangan sehingga ketentuan mengenai kewenangan penyitaan oleh penyidik KPK harus dilengkapi dengan ketentuan yang jelas dan tegas. Dengan demikian, perlu adanya SOP (Standard Operational Procedure) untuk melengkapi kekurangan dari ketentuan yang telah ada. Jika batasan tersebut dilanggar, maka KPK memberikan sanksi berdasarkan tingkat pelanggarannya yang didasarkan pada temuan pengawas internal. Akan tetapi, temuan pelanggaran tersebut sulit diketahui oleh pengawas internal karena tidak adanya kewajiban penyidik KPK untuk menyerahkan berita acara/ resume penyitaan kepada pengawas internal. Oleh karena itu, KPK agar mewajibkan penyidik KPK untuk menyerahkan berita acara/resume singkat penyitaan kepada pengawas internal dan tetap menjaga profesionalitas, kredibilitas, integritas, dan kesadaran hukum yang tinggi sebagai upaya memberikan perlindungan terhadap hak tersangka.

Seizure By Investigator of Indonesian Corruption Eradication Commission can be done without the permission of the Chairman of the District Court, as stipulated in The Law No. 30 of 2002, but this provision is not in accordance with the general rules set out in the Criminal Procedure Code (KUHAP). Therefore, the implementation poses problems. In this thesis, There are three research questions, namely: Why the Commission is given the authority to expropriate without the permission of the Chairman of the District Court? How limits The Authority of The Investigators of Indonesian Corruption Eradication Commission When The Seizure of Assets suspected of Corruption? And what legal consequences in terms of Indonesian Corruption Eradication Commission?s Investigator transcend The limits of Authority when The seizure of Assets suspected of Corruption? This research is the study and analyze secondary data in the form of legislation, literature, articles, journal, and so on. As a supporter of this research, it is also used primary data obtained through interviews with academics and legal practitioners.
The results of this analysis conclude inductively. The results of this study indicate that the rationale of seizure provision in Law No. 30 of 2002 considered on the nature of the crime of corruption by 2 reason: 1. Reason of law enforcement which is use extraordinary methods. 2. Reason on Eradication Corruption should effectively. Requirement as a limit for Indonesian Corruption Eradication Commission?s Investigator to conduct a seizure must be accompanied by an investigation warrant for the seizure, the seized objects should be selected again in 2 phases (investigation and Pre-Prosecution) as the implementation of the prudential principle by Indonesian Corruption Eradication Commission's Investigator. Both of these requirement are still considered to have a lack so that the provisions of seizure powers by Indonesian Corruption Eradication Commission?s Investigator must be equipped with a clear and unequivocal. Thus, the need for SOP (Standard Operational Procedure) to complement the lack of the existing provisions. If these limits are violated, investigator given sanction by the offense level as seen from the findings of an Internal Controller. However, the findings are difficult to detect violations by Internal Controller because are Indonesian Corruption Eradication Commission's Investigator are not required to submit an official report/resume seizure to an Internal Controller. Therefore, the Commission requires that Indonesian Corruption Eradication Commission?s investigator to submit an official report/resume seizure to Internal Controller and still maintain professionalism, credibility, integrity, and high awareness of the law as an effort to protect the rights of suspects.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiki Novian Ardiansyah
"Fenomena globalisasi telah berdampak pada perubahan modus operandi dari para pelaku korupsi sehingga menjadi bersifat transnasional. Contoh kasusnya adalah perkara suap di PT. Garuda Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengulas proses kerja sama internasional KPK dalam penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang transnasional beserta tantangan dan hambatan yang dihadapi KPK ketika melakukan kerja sama internasional dalam penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang transnasional. Analisisnya menggunakan teori globalisasi, teori penegakan hukum, teori kerja sama internasional dalam penanganan tindak pidana korupsi, konsep faktor penghambat kerja sama internasional dalam penegakan hukum, konsep penyidikan, teori yurisdiksi, konsep kejahatan transnasional, serta pengertian tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Metode penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus yaitu perkara suap di PT. Garuda Indonesia. Lokasi penelitian dilakukan di Direktorat Penyidikan KPK melalui teknik pengumpulan data berupa wawancara dan studi kepustakaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kerja sama internasional yang dilakukan KPK dengan agensi asing yaitu SFO dan CPIB menggunakan format parallel investigations. Dasar kerja sama internasional yang dilakukan KPK tersebut menggunakan MoU bilateral maupun multilateral serta perjanjian ASEAN MLAT dengan mengacu pada instrumen internasional yaitu United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Praktik kerja sama internasionalnya adalah melalui pertukaran informasi/data/dokumen secara intelijen basis. Media yang digunakan adalah email, teleconference call, telepon, dan pertemuan tatap muka. Ketika masing-masing agensi membutuhkannya dalam format barang bukti untuk persidangan, agensi tersebut perlu mengajukan permintaan melalui MLA. Walaupun sudah ada platform kerja sama internasional, KPK masih menghadapi tantangan dan hambatan dalam pelaksanaan kerja sama internasional. Tantangan dan hambatan tersebut terkait dengan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum baik yang ada di Indonesia maupun di negara-negara yang diajak kerja sama dalam penanganan kasus ini.

Globalization has influenced changes in the methods of corruption actors, causing them to become transnational in nature. An example of a case is the bribery case at PT. Garuda Indonesia. The purpose of this research is to review the process of the KPK's international cooperation in investigating transnational corruption and money laundering crimes, as well as the challenges and obstacles faced by KPK when carrying out international cooperation in investigating transnational corruption and money laundering crimes. The analysis uses globalization theory, law enforcement theory, and international cooperation theory in dealing with corruption crimes, the concept of inhibiting factors of international cooperation in law enforcement, investigation concepts, jurisdiction theory, the concept of transnational crime, and the notion of corruption and money laundering. The method used is a qualitative one with a case study approach. The research was carried out at KPK’s Investigation Directorate through data collection techniques in the form of interviews and literature studies. The results show that the international cooperation carried out by KPK with foreign agencies, namely SFO and CPIB, uses a parallel investigation format. The basis for the KPK’s international cooperation uses bilateral and multilateral MoUs and the ASEAN MLAT agreement with reference to international instruments, namely the United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). The practice of international cooperation is the exchange of information, data, and documents on an intelligence basis. The media used are e-mail, teleconference calls, telephone, and face-to-face meetings. When each agency requires it in evidencial format, the agency submits a MLA request. Even though there is already an international cooperation platform, KPK still faces challenges and obstacles in implementing international cooperation. The challenges and obstacles are related to the substance of the law, legal structure, and legal culture both in Indonesia and in the cooperating countries on handling this case."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Sholekhatun Nisa
"ABSTRAK
Kebijakan pemerintah dalam mewujudkan Good Governance dengan komitmen
pakta integritas sebagai landasan bekerja belum terlaksana dengan baik di
kalangan instansi pemerintah. Salah satunya Kementerian Pemuda dan Olahraga
yang menghadapi tantangan ketahanan lembaga akibat pelanggaran pakta
integritas. Terjadinya operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
terkait Suap Dana Hibah KONI pada tahun 2018 di Kemenpora, berdampak pada
citra buruk instansi sekaligus menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap
integritas Kemenpora. Penelitian ini bertujuan untuk menganalis strategi
pemulihan citra yang diterapkan oleh Kemenpora pasca terjadinya OTT KPK,
menentukan faktor-faktor yang menentukan strategi pemulihan citra, dan
menganalisis efektivitas strategi-strategi yang dilakukan oleh Kemenpora dalam
pemulihan citra publik. Teori Pemulihan Citra oleh Benoit (1995) digunakan
sebagai landasan analisis strategi dengan metode campuran kualitatif-kuantitatif
bertahap sebagai pendekatan untuk mencapai tujuan penelitian. Berdasarkan hasil
penelitian, pihak Kemenpora menggunakan Strategi Pemulihan Citra berupa
Reducing Offensiveness, Evading of Responsibility, Denial, Mortification,
Corrective Action, dan satu temuan strategi berdasarkan hasil analisis faktor yaitu
Strategi Pencitraan Profesional dalam usaha pemulihan citra publik. Sedangkan
hasil pengujian regresi linear berganda menunjukkan secara simultan keenam
strategi yang diterapkan oleh Kemenpora tersebut berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan kepercayaan publik pada citra Kemenpora. Pihak
Kemenpora menggunakan Strategi utama Reducing Offensiveness sedangkan
penelitian kepada masyarakat, Strategi Evading of Responsibility yang paling
efektif dan berpengaruh dalam pemulihan citra publik. Sementara itu, penerapan
Strategi Pencitraan Profesional oleh Kemenpora justru berdampak buruk pada
kepercayaan publik.

ABSTRACT
Government policies in realizing Good Governance with the commitment of the
integrity pact as the basis for work have not been well implemented among
government institutions. One of them is the Ministry of Youth and Sports which
faces the challenges of institutional resilience due to violations of the integrity
pact. The occurrence of sting operation by Komisi Pemberantasan Korupsi for
KONI Grant Funding Bribery in 2018 at the Ministry of Youth and Sports, has an
impact on the instituions bad image while reducing the level of public trust in the
integrity of the Ministry of Youth and Sports. This study aims to analyze the
image repair strategy adopted by the Ministry of Youth and Sport after the sting
operation by KPK, finding the factors that determine the image repair strategy,
and analyze the effectiveness of the strategies carried out by the Ministry of
Youth and Sports in restoring public image. The Image Repair Theory by Benoit
(1995) is used as the basis for strategy analysis with a qualitative-quantitative
mixed method as an approach to achieving research objectives. The results, the
Ministry of Youth and Sports uses the Image Repair Strategy such as Reducing
Offensiveness, Evading of Responsibility, Denial, Mortification, Corrective
Action, and one strategy finding based on the results of factor analysis, namely
the Professional Imaging Strategy in the effort to restore public image. While the
results of multiple linear regression testing show simultaneously the six strategies
implemented by the Ministry of Youth and Sports have a significant effect on
increasing public trust in the Ministry of Youth and Sportss image. The Ministry
of Youth and Sports uses Reducing Offensiveness as the main strategy while
research to the public, the most effective and influential strategy in restoring
public image is Evading of Responsibility. Meanwhile, the application of the
Professional Imaging Strategy by the Ministry of Youth and Sports actually has a
negative impact on public trust.
"
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Satria Pratama Hartono Putra
"Fenomena korupsi di Indonesia saat ini bukanlah sebuah hal baru. Telinga masyarakat Indonesia seringkali mendengar kata tersebut baik melalui media sosial, cetak, dan berita. Korupsi di Indonesia dapat ditelusuri jejaknya ketika masa pemerintahan kolonial masih bertahan dan warisannya seolah “dibudayakan” hingga saat ini bahkan mencapai pada level pemerintahan terendah. “Warisan” tersebut terus diturunkan hingga pada masa Orde Baru muncul sebuah istilah KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) yang dilakukan oleh elit dan pemerintahan pada saat itu. Memasuki era reformasi perlahan regulasi mengenai tindakan korupsi mulai disahkan dan tetap dilaksanakan hingga saat ini. Namun nyatanya korupsi tidak berangsur turun bahkan cenderung semakin bertambah, khususnya pada tingkat pemerintah daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat salah satu kasus korupsi yang unik dan cukup jarang terjadi di Indonesia, yaitu korupsi yang melibatkan tiga Walikota Cimahi (secara berurutan). Pada tahun 2018, KPK menunjuk Kota Cimahi sebagai percontohan dari program Rencana Aksi Penegahan Korupsi Terintegrasi (RAPKT) sebagai upaya dalam menyelamatkan keuangan dan aset daerah. Akan tetapi 1 hingga 2 tahun setelah program berjalan, Walikota Ajay Muhammad Priatna tersandung kasus korupsi suap atas Rumah Sakit Kasih Bunda. Secara umum, hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kegagalan pelaksanaan RAPKT di Kota Cimahi dipengaruhi oleh beberapa faktor sesuai dengan landasan teori yang digunakan, diantaranya: pengukuran target yang tidak pasti, keterkaitan antara target evaluasi dengan target penilaian RAPKT, dan hubungan patronase antara pihak swasta dan Walikota Cimahi. Maka dari itu, penulis menyimpulkan bahwa RAPKT berjalan secara tidak efektif di Kota Cimahi meskipun pelaksanaan secara teknis dapat berjalan dengan baik. Metode yang digunakan di dalam skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan riset- riset terdahulu sebagai sumber data primer.

The phenomenon of corruption in Indonesia today is not a new thing. The ears of Indonesian people often hear this word through social media, print, and news. Corruption in Indonesia can be traced back to when the colonial government still survived and its legacy seems to have been "cultured" to this day, even reaching the lowest level of government. This "inheritance" continued to be passed down until during the New Order era the term KKN (Corruption, Collusion, Nepotism) was introduced by the elite and the government at that time. Entering the reform era, regulations regarding acts of corruption slowly began to be passed and are still being implemented today. But in fact, corruption does not gradually decrease and even tends to increase, especially at the local government level. In this regard, there is one unique and quite rare corruption case in Indonesia, namely corruption involving three Mayors of Cimahi (sequentially). In 2018, the KPK appointed Cimahi City as a pilot for the Integrated Corruption Prevention Action Plan (RAPKT) program in an effort to save regional finances and assets. However, 1 to 2 years after the program started, Mayor Ajay Muhammad Priatna stumbled on a bribery corruption case at Kasih Bunda Hospital. In general, the results of the study show that several factors influenced the failure of the implementation of the RAPKT in Cimahi City according to the theoretical basis used, including uncertain target measurements, the link between the evaluation target and the RAPKT assessment target, and the patronage relationship between the private sector and the Mayor of Cimahi. Therefore, the authors conclude that the RAPKT is running ineffectively in Cimahi City even though the technical implementation is running well. The method used in this thesis is a qualitative research method using previous research as the primary data source."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Gismadiningrat Sahid Wisnuhidayat
"Kerugian negara akibat korupsi di Indonesia pada tahun 2022 bernilai signifikan, namun KPK RI sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi dinilai belum maksimal dalam mengembalikan kerugian negara dibandingkan POLRI dan Kejaksaan RI. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan pengembalian aset khususnya pada penyidikan tindak pidana korupsi di Direktorat Penyidikan KPK. Melalui penerapan metode penelitian kualitatif dan studi kasus, hasil penelitian ini menemukan bahwa, pelaksanaan penyidikan tindak pidana korupsi masih berfokus pada upaya memenjarkan pelaku yang dipengaruhi oleh adanya celah hukum pada Undang-Undang Korupsi, polemik dalam perampasan aset, keterbatasan sumber daya manusia dan menurunnya nilai aset yang telah dirampas. Untuk meningkatkan pelaksanaan pengembalian aset, diperlukan strategi pendekatan perdata (in rem) melalui Kemungkinan (Balanced Probability Principle) dan Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan (Non Conviction-Based Asset Forfeiture) melalui pembaharuan regulasi dan peningkatan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia Direktorat Penyidikan KPK RI.

State’s losses as the result of corruption in Indonesia, 2022, have a significant value, but KPK RI as a special institiution againts the corruption is considered not optimal in it’s efforts to returning the State losses rather than Indonesian National Police and The Office of the Attornety of The Republik of Indonesia. This articels aims to answer the problems regarding the implementation of asset recovery especially in the investigation of corruption at KPK RI Investigation Division. Through qualitative research methods and case studies, the result the results of this study found that the implementation of the investigation was still focused on efforts to imprison the perpetrators who were influenced by legal loopholes in the Corruption Law, polemics over asset confiscation, limited human resources and the decline in the value of assets that had been confiscated. To increase the amount of assets returned, a civil approach strategy is needed through the Balanced Probability Principle and Non-Conviction-Based Asset Forfeiture."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nena Esse Nurasifa
"ABSTRAK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah sebuah lembaga yang dibentuk
oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2010 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi, karena perlunya suatu upaya luar biasa untuk untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Apabila melihat kinerja
dari Komisi Pemberantasan Korupsi di beberapa kasus tindak pidana korupsi yang
ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi seperti kasus Djoko Susilo, Jaksa
Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam dakwaannya juga mendakwakan Pasal
Tindak Pidana Pencucian Uang kepada para terdakwa. Skripsi ini akan membahas
lebih lanjut terkait dengan bagaimana kewenangan penyidikan KPK atas tindak
pidana pencucian uang sebelum adanya tindak pidana korupsi simulator sim yang
didakwakan kepada Djoko Susilo didasarkan pada Undang-Undang Tindak
Pidana Pencucian Uang dan apakah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 77/PUUXII/
2015 telah tepat dalam memberikan kewenangan penuntutan tindak pidana
pencucian uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

ABSTRACT
Corruption Eradication Commission (KPK) is an institution established by Act
No. 32 of 2010 on the Corruption Eradication Commission, because the need for
an extraordinary effort to to cope with, overcome, and eradicate corruption in
Indonesia. When looking at the performance of the Corruption Eradication
Commission in some cases of corruption handled by the KPK as the case of Djoko
Susilo, KPK prosecutor, the indictment also accuse Money Laundering Section to
the defendant. This paper will discuss more related to how the authority of KPK
investigation on money laundering before the driving licence simulator corruption
of which the accused to Djoko Susilo based on the Law on Money Laundering
and whether the Constitutional Court Decision No. 77/PUU-XII/2015 has the
right to authorize the prosecution of money laundering to the Corruption
Eradication Commission."
2015
S61106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>