Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131596 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annysa Ellycornia Silvyana
"Jerawat adalah penyakit kulit yang muncul ketika timbunan lemak berlebih menyumbat pori-pori kulit, menyebabkan tumbuhnya bakteri penyebab jerawat dan merangsang peradangan. Azadirachta indica merupakan tanaman obat yang dapat digunakan sebagai antibakteri. Berdasarkan beberapa penelitian daun mimba telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri, antijamur, antihipertensi, antijamur, antihiperglikemik, antioksidan dan aktivitas biologis lainnya. Pada penelitian sebelumnya telah diketahui ekstrak etanol daun mimba menunjukkan aktivitas terhadap P. acne. Belum ada penelitian yang melakukan dari ekstraksi hingga isolasi dan karakterisasi senyawa kimia. Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi ekstrak, fraksi dan isolat paling aktif dari daun mimba serta mengidentifikasi elusidasi senyawa aktif tersebut. Ekstraksi dilakukan secara bertingkat (n-heksan, etil asetat, metanol) dan dilanjutkan uji aktivitas bakteri P.acne. Ekstrak teraktif yang di dapat dilakukan fraksinasi dengan kromatografi kolom dan di uji aktivitas bakteri P.acne, fraksi teraktif yang didapat dilanjut pemurnian isolat dengan kromatografi kolom dan rekristaliasi, serta uji aktivitas bakteri P.acne, S.aureus dan S.epidermidis. Isolat teraktif yang didapat diidentifikasi menggunakan spektrometri FTIR, GCMS, 1H-NMR, 13C-NMR dan DEPT. Hasil ekstraksi bertingkat menunjukan bahwa ekstrak n-heksan (ENH) yang telah diuji anti-P.acne memiliki aktivitas pada konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan P.acne, dilanjutkan dengan ekstrak etil asetat (EEA) pada konsentrasi 10% dapat menghambat pertumbuhan P.acne. Kedua ekstrak tersebut kemudian difraksinasi dengan metode kromatografi kolom, menghasilkan 8 fraksi dari ENH, didapatkan fraksi teraktif adalah fraksi G dan 6 fraksi dari EEA, didapatkan fraksi teraktif adalah fraksi L. Selanjutnya dilakukan isolasi terhadap fraksi G didapat 1 isolat teraktif dan fraksi L didapat 1 isolat teraktif. Hasil identifikasi senyawa disimpulkan isolat 1 yang didapat dari ekstrak n-heksan adalah Ergosta-5,22-diene-2,3,14-triol dengan nilai penghambatan 50 ppm pada bakteri P.acne dan S.aureus, dan isolat 3 yang didapat dari ekstrak etil asetat adalah Stigmasterol dengan nilai penghambatan 100 ppm pada bakteri P.acne dan S.aureus.

Acne is a skin surface disease that appears when excessive fat deposits clogged the skin pores, causing growth of acne-causing bacteria and stimulates inflammation. Azadirachta indica is a medicinal plant which empirically used as antibacterial. Based on several studies, neem leaves have been known to have antibacterial, antifungal, antihypertensive, antifungal, antihyperglycemic, antioxidant and other biological activities. In previous studies, it was known that the ethanolic extract of neem leaves showed activity against P. acne. No research has been conducted from extraction to isolation and characterization of chemical compounds. A.indica leaves has been reported to exhibit activity against P. acne but are limited to ethanol extract. This study aims to identify the most active extracts, fractions and isolates from neem leaves and to identify these active compounds. Extraction was carried out in stages (n-hexane, ethyl acetate, methanol) and the activity of P.acne was tested. The most active extracts were fractionated using column chromatography and tested for P.acne bacteria activity, the most active fractions obtained were further purified by column chromatography and recrystallization, as well as activity tests for P.acne, S.aureus and S.epidermidis bacteria. The most active isolates obtained were identified using FTIR, GCMS, 1H-NMR, 13C-NMR, and DEPT spectrometry. The results of the stratified extraction showed that the n-hexane extract (ENH) had the antibacterial activity of P.acne at a concentration of 5% which could inhibit the growth of P.acne, followed by ethyl acetate extract (EEA) at a concentration of 10% which inhibited the growth of P.acne. The two extracts were then fractionated by column chromatography method, producing 8 fractions of ENH, obtained the most active fraction was fraction G and 6 fractions from EEA, obtained the most active fraction was fraction L. Then isolated the fraction G obtained 1 active isolate and fraction L obtained 1 active isolate. The results of the identification of compounds concluded that isolate 1 obtained from the n-hexane extract was Ergosta-5,22-diene-2,3,14-triol with an inhibitory value of 50 ppm on P.acne and S.aureus bacteria, and isolate 3 obtained from the ethyl acetate extract was Stigmasterol with an inhibitory value of 100 ppm on P.acn and S.aureus bacteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Fitria Apriani
"Asam azelat adalah obat anti jerawat yang bekerja dengan cara menghambat enzim thioredoxin reduktase dari Propionibacterium acnes P.acnes yang mempengaruhi penghambatan sintesis DNA bakteri yang terjadi di sitoplasma. Untuk dapat menjalankan aksinya, asam azelat harus menembus melalui stratum korneum ke jaringan sebasea dan masuk ke sitoplasma bakteri dengan melewati peptidoglikan P. acnes yang tebal. Dengan demikian asam azelat perlu diformulasikan dalam vesikel lipid bilayer seperti etosom. Penelitian ini menggunakan metode hidrasi lapisan tipis untuk membentuk suspensi etosomal dengan variasi konsentrasi etanol 30 , 35 dan 40 . Aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cair untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum KHM dan Konsentrasi Bunuh Minimum KBM . Aktivitas krim etosom asam azelat dibandingkan dengan krim Z. Etosom asam azelat dengan etanol 35 memberikan hasil terbaik dengan efisiensi penjerapan EE sebesar 94,48 0,14 . Aktivitas antibakteri terhadap P. acnes menunjukkan bahwa krim etosom asam azelat memberikan aktivitas lebih baik daripada krim Z. Nilai KHM dan KBM krim etosom asam azelat adalah 250 ?g/ml sedangkan krim Z memiliki KHM 250 ?g/ml dan KBM 500 ?g/ml.

Azelaic acid is an anti acne drug by inhibiting thioredoxin reductase enzyme of Propionibacterium acnes P.acnes that affects the inhibition of bacterial DNA synthesis which occurs in the cytoplasm. So, azelaic acid must be penetrate through the stratum corneum to the sebaceous tissue and into the cytoplasm by passing through the thick peptydoglican of P. acnes. Thus, it is necessary to increase the penetration of azelaic acid that formulated based ethosome. This study using thin layer hydration method to form an ethosomal suspension with variations concentration ethanol 30 , 35 and 40 . Antibacterial activity were conducted using broth dilution method to determine Minimum Inhibitory Concentration MIC and Minimum Bactericidal Concentration MBC . The antibacterial activity of azelaic acid based ethosome were compared with the Z cream. Azelaic acid ethosome with 35 ethanol has given best result with Entrapment Efficiency EE of 94.48 0.14 . Antibacterial activity to P. acnes shown that the azelaic acid cream based ethosome given better activity than Z cream. The value of MIC and MBC of azelaic acid cream based ethosome was 250 g ml while the Z cream were shown MIC of 250 g ml and MBC of 500 g ml. This study proved that the azelaic acid cream based ethosome given better antibacterial activity."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Hana Azzahra
"Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus yang tersusun seperti anggur dan dapat menyebabkan penyakit. Penggunaan antibiotik methicillin yang berlebihan menyebabkan bakteri menjadi resistan atau dikenal dengan Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Resistensi pada MRSA ditandai dengan keberadaan gen mecA dan femA. Salah satu penyebaran MRSA dapat melalui hewan ternak. Penyebaran patogen zoonosis MRSA diduga terjadi melalui ayam atau cross contamination dari talenan. Tujuan penelitian adalah mendeteksi gen mecA dan femA pada Staphylococcus aureus dari talenan dan ampela ayam mentah di penjual ayam pasar tradisional. Penelitian dilakukan dengan pengambilan 6 sampel talenan dan ampela ayam mentah di 3 pasar tradisional Kota Depok dengan metode swab dan menggunakan medium Mannitol Salt Agar (MSA). Isolat-isolat yang mengubah warna medium menjadi kuning akan dilakukan pendeteksian gen penanda MRSA, yaitu 16S rRNA (STPY), mecA, dan femA dengan metode multiplex PCR. Hasil penelitian mendapatkan 19 isolat MRSA dan 2 isolat Methicillin resistant Staphylococcus (MRS) dengan menggunakan primer 16S rRNA universal, yaitu Staphylococcus cohnii dan Staphylococcus gallinarum. Keberadaan gen resistan dari isolat yang diperoleh menunjukkan bahwa talenan dan ampela ayam mentah dapat berpotensi menjadi sumber transmisi MRSA.

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk kokus yang tersusun seperti anggur dan dapat menyebabkan penyakit. Penggunaan antibiotik methicillin yang berlebihan menyebabkan bakteri menjadi resistan atau dikenal dengan Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Resistensi pada MRSA ditandai dengan keberadaan gen mecA dan femA. Salah satu penyebaran MRSA dapat melalui hewan ternak. Penyebaran patogen zoonosis MRSA diduga terjadi melalui ayam atau cross contamination dari talenan. Tujuan penelitian adalah mendeteksi gen mecA dan femA pada Staphylococcus aureus dari talenan dan ampela ayam mentah di penjual ayam pasar tradisional. Penelitian dilakukan dengan pengambilan 6 sampel talenan dan ampela ayam mentah di 3 pasar tradisional Kota Depok dengan metode swab dan menggunakan medium Mannitol Salt Agar (MSA). Isolat-isolat yang mengubah warna medium menjadi kuning akan dilakukan pendeteksian gen penanda MRSA, yaitu 16S rRNA (STPY), mecA, dan femA dengan metode multiplex PCR. Hasil penelitian mendapatkan 19 isolat MRSA dan 2 isolat Methicillin resistant Staphylococcus (MRS) dengan menggunakan primer 16S rRNA universal, yaitu Staphylococcus cohnii dan Staphylococcus gallinarum. Keberadaan gen resistan dari isolat yang diperoleh menunjukkan bahwa talenan dan ampela ayam mentah dapat berpotensi menjadi sumber transmisi MRSA."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diza Tazkiya
"Penggunaan methicillin yang tidak terkendali dapat menyebabkan munculnya strain resistan S. aureus, yaitu Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dengan gen utama pengode resistansi mecA dan femA. Terdapat tiga strain MRSA: Healthcare-associated (HA-MRSA), Livetock-associated (LA-MRSA) dan Community-associated (CA-MRSA). Salah satu media yang berpotensi untuk mentransmisikan mikroorganisme patogen MRSA di masyarakat adalah aliran udara mesin pengering tangan di pusat perbelanjaan. Bakteri dari aliran udara tersebut diisolasi dengan medium Mannitol Salt Agar (MSA) menggunakan metode settle plate. Isolat yang tumbuh terpisah dan mengubah warna medium dari merah menjadi kuning kemudian dikonfirmasi dengan multiplex PCR menggunakan primer gen mecA dan femA serta 16S rRNA (STPY). Hasil penelitian mendapatkan sembilan isolat MRSA karena positif terhadap gen 16S rRNA (STPY) dengan gen resistan mecA atau mecA dan femA. Tiga isolat lainnya dianalisis dengan metode singleplex PCR menggunakan gen 16S rRNA universal (27F dan 1492R) dan kemudian dilakukan sekuensing DNA sehingga terdeteksi sebagai S. cohnii dan S. saprophyticus. Keberadaan kedua bakteri tersebut menandakan bahwa aliran udara mesin pengering tangan di pusat perbelanjaan berpotensi memaparkan mikroorganisme patogen resistan antibiotik karena intensitas pemakaian dan pemaparan langsung melalui udara ke tangan pengguna (komunitas).

The uncontrolled use of methicillin can lead to the emergence of resistant strains of S. aureus, specifically Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), characterized by the presence of the primary resistance-coding genes mecA and femA. There are three MRSA strains: Healthcare-associated (HA-MRSA), Livestock-associated (LA-MRSA), and Community-associated (CA-MRSA). One potential medium for transmitting MRSA pathogenic microorganisms in the community is the airflow from hand dryers in shopping centers. Bacteria from this airflow were isolated using Mannitol Salt Agar (MSA) through the settle plate method. Isolates that grew separately and changed the color of the medium from red to yellow were then confirmed using multiplex PCR with mecA, femA, and 16S rRNA (STPY) genes as primers. The research results revealed nine MRSA isolates that tested positive for the 16S rRNA (STPY) gene, with either mecA or both mecA and femA resistance genes. Three other isolates were analyzed using the singleplex PCR method with universal 16S rRNA genes (27F and 1492R) and then underwent DNA sequencing, identifying them as S. cohnii and S. saprophyticus. The presence of these two bacteria indicates that the airflow from hand dryers in shopping centers has the potential to expose antibiotic-resistant pathogenic microorganisms to users' hands in the community due to the intensity of usage and direct exposure through the air."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Nirmala Sari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai optimum temperatur dan waktu ozonasi minyak kelapa, mengetahui daya hambat dan konsentrasi hambat minimum cocozone terhadap Propionibacterium.acne, kestabilan produk serta kelayakan krim cocozone secara ekonomi. Proses ozonasi dilakukan secara batch selama 96 jam dan pengambilan sampel dilakukan setiap 12 jam. Parameter untuk menetukan kondisi optimum adalah FT-IR, bilangan peroksida, bilangan iodin, bilangan asam, diameter daya hambat terhadap bakteri P.acne dan kestabilan produk. Temperatur optimum ozonasi dicapai pada 27 0C, dengan waktu ozonasi selama 72 jam. Konsentrasi hambat minimum terhadap Propionibacterium acne yaitu sebesar 21,43 g/L. Krim cocozone menunjukan kestabilan fisik yang sangat baik. Analisis keekonomian produksi krim cocozone skala industri rumah tangga menunjukan tingkat pengembalian modal internal (IRR) sebesar 21% dengan nilai sekarang bersih (NPV) positif.

ABSTRACT
The present study aims to obtain optimum values of temperature and ozonation time of coconut oil, inhibition and minimum inhibitory concentration of cocozone for Propionibacterium acne, the stability of the product and to determine economic feasibility study of cocozone cream. Ozonation process is done in batch for 96 hours and sampling was conducted every 12 hours. Parameters to determine the optimum conditions are FT-IR, peroxide value, iodine value, acid value, diameter of inhibition against the bacteria P.acne and product stability. Ozonation achieved the optimum temperature at 27 0C, with ozonation time for 72 hours. The minimum inhibitory concentration is 21.43 g/L. Cocozone cream showed excellent physical stability. Economics analysis of cocozone produced in cottage level industry shows that internal rate of return is 21% with positive net present value (NPV)."
2016
T45759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masayu Siti Gumala Sari
"Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang berperan sebagai flora normal sekaligus patogen penting pada manusia. Asam galat atau 3,4,5-asam trihidroksibenzoat merupakan senyawa polifenol yang memiliki banyak kegunaan seperti pada industri, makanan antioksidan, serta industri farmasi. Asam galat juga memiliki potensi untuk menjadi agen antimikroba berspektrum luas. Modifikasi gugus karboksil maupun hidroksil pada asam galat akan menghasilkan senyawa turunan asam galat yang diharapkan lebih aktif sebagai antimikroba dibandingkan asam galat.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas antimikroba senyawa turunan asam galat terhadap Staphylococcus aureus. Pengujian dilakukan secara duplo pada asam galat dan 10 turunan asam galat dengan antibiotik amoksisilin sebagai kontrol positif menggunakan metode makrodilusi dan uji konfirmasi pada agar darah.
Hasil penelitian diambil dari nilai KHM Konsentrasi Hambat Minimum pada uji plat agar darah yang menunjukkan bahwa lima senyawa turunan asam galat yaitu senyawa 2-fenil-etil galat 4, benzil galat 6, amil galat 8, isoamil galat 9, dan sekunder amil galat 10 memiliki aktivitas antimikroba yang lebih baik dibandingkan asam galat dengan KHM masing-masing 989 g/mL, 983,5 g/mL, 455,5 g/mL, 972 g/mL, dan 1089 g/mL. Aktivitas antimikroba kelima senyawa turunan ini dipengaruhi oleh panjang rantai alkil ester yang optimal, struktur gugus alkil lurus, dan adanya gugus aromatik benzena.

Staphylococcus aureus is a gram positive bacteria that acts both as a normal flora and as an important human pathogens. Gallic acid or 3,4,5 trihydroxybenzoic acid is a polyphenol compounds that have many uses such as in industry, for antioxidant foods, and pharmaceutical industries. In addition, gallic acid has the potential to be a broad spectrum antimicrobial agents. Modification of carboxyl and hydroxyl groups on the gallic acid will generate gallic acid derivative compounds which are expected to be more active as an antimicrobial agent than gallic acid.
This study aimed to examine the antimicrobial activity of gallic acid derivatives against Staphylococcus aureus. The test was done in duplicate on gallic acid and 10 gallic acid derivative compounds with antibiotic amoxicillin as a positive control with macrodilution tube method and confirmation test by blood agar.
The results were taken from MIC Minimum Inhibitory Concentration on blood agar plate test which showed that five gallic acid derivative compounds, 2 phenyl ethyl gallate 4, benzyl gallate 6, amyl gallate 8, isoamyl gallate 9, and the secondary amyl gallate 10 has antimicrobial activity better than gallic acid with MIC of each is 989 g mL, 983.5 g mL, 455.5 g mL, 972 g mL and 1089 g mL. The antimicrobial activity of the fifth derivatives is influenced by optimum long chain alkyl ester, the straight structure of alkyl groups, and the presence of benzene aromatic group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70349
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marshal
"Penelitian ini membahas viabilitas bakteri Staphylococcus aureus terhadap pajanan gelombang audiosonik sebesar 7kHz selama 10 dan 30 detik. Proses penelitian ini dimulai dengan pembuatan kultur bakteri Staphylococcus aureus pada media agar nutrisi kemudian dipindahkan dalam media Brain Heart Infusion (BHI) untuk diberikan pajanan gelombang audiosonik. Setelah selesai diberi pajanan bakteri di inkubasi dan dipindahkan ke media Plate Count Agar (PCA) untuk dinilai viabilitasnya dengan metode Total plate Count. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan viabilitas Staphylococcus aureus sebesar 97,8% pada pajanan 10 detik bila dibandingkan dengan kontrol dan 288% pada pajanan 30 detik. Hasil ini menunjukkan bahwa pajanan gelombang audiosonik memberikan pengaruh positif terhadap viabilitas Staphylococcus aureus.

This study discuss about the effect of sonification using 7 kHz audiosonic wave within two different duration 10 and 30 seconds to viability of Staphylococcus aureus. This bacteria first cultured in nutrition agar and then transferred to another media, Brain Heart Infusion (BHI) before exposed to the audiosonic waves. After exposure to the wave the bacteria transferred again to Plate Count Agar (PCA) media, for the counting purpose using the Total Plate Count. This study shows that Staphylococcus aureus viability is increased by 97,8% in the 10 seconds exposure and 288% in 30 seconds exposure. This results show that exposure to audisonic waves will give positive effect to Staphylococcus aureus viability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Nurleni
"ABSTRAK
Asam azelat secara klinis telah terbukti efektif sebagai anti jerawat dengan cara menghambat regulasi sintesis DNA dan RNA bakteri Propionibacterium acnes P.acnes sehingga dapat menurunkan produksi protein yang dibutuhkan bakteri untuk bertahan hidup. Akan tetapi, untuk mencapai efek terapi tersebut asam azelat memiliki keterbatasan dalam kemampuan penetrasi ke kelenjar sebasea di dermis kulit. Sehingga, untuk meningkatkan kemampuan penetrasi dapat dilakukan dengan diformulasikan asam azelat dalam bentuk vesikel etosom. Penelitian ini menggunakan metode hidrasi lapisan tipis untuk membuat suspensi etosom dengan berbagai variasi konsentrasi etanol yaitu 30 , 35 dan 40 . Etosom dengan konsentrasi etanol 35 memberikan hasil terbaik dengan efisiensi penjerapan EE sebesar 94,48 0,14 dan ukuran partikel terkecil 179,3 2,23 nm. Untuk profil pelepasan obat sediaan Krim Etosom KE lebih baik bila dibandingkan dengan Krim Non Etosom KNE sebesar 1334,074 g/cm-2 jam-1dan 491,032 g/cm-2 jam-1. Hal ini juga linier dengan profil kecepatan penetrasi, dimana KE lebih cepat berpenetrasi bila dibandingkan dengan KNE dan BK dengan nilai sebesar 14,24 m/hr, 3,90 m/hr dan 0,99 m/hr.

ABSTRACT
Clinical of azelaic acid to be effective as an anti acne to inhibiting the regulation of DNA and RNA synthesis for bacterial Propionibacterium acnes P.acnes to decreases protein production needed bacteria to survive. However, to achieve the therapeutic effect of azelaic acid has limited to penetrated the sebaceous glands in skin dermis. So, to enhance the penetration capability can be formulated azelaic acid in vesicles ethosom. This research uses thin layer hydration method to create ethosomal suspension with various ethanol concentration 30 , 35 and 40 . The ethosome with a 35 ethanol concentration gives the best results with an Entrapmen Efficiency EE of 94,48 0,14 and smallest particle size of 179,3 2,23 nm. For drug release profiles preparations of Cream Ethosome CE better when Cream Non Ethosome CNE as 1334,074 g cm 2.jam 1and 491,032 g cm 2 jam 1, and than to penetration speed profile CE penetrated to faster when compared with CNE and Base Cream BC as 14,24 m hr, 3,90 m hr and 0,99 m hr."
2018
T49696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Lieana
"Latar Belakang: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan bakteri Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap antibiotik methicillin. Saat ini, MRSA masih merupakan ancaman di seluruh dunia. Infeksi MRSA dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan yang mampu menangani MRSA di masa mendatang. Daun kelor atau Moringa oleifera dikenal memiliki banyak khasiat, salah satunya adalah sebagai antibakteri. Maka dari itu, peneliti mengusulkan untuk melakukan penelitian terkait potensi ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA. Metode: Penelitian dilakukan dengan uji eksperimental melalui metode makrodilusi. Makrodilusi dilakukan baik pada ekstrak etanol daun kelor maupun vankomisin. Makrodilusi pada ekstrak etanol daun kelor dilakukan untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak tersebut terhadap bakteri MRSA. Sedangkan makrodilusi pada vankomisin dilakukan sebagai pembanding. Hasil: Pada penelitian ini tidak ditemukan efek antibakteri ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) terhadap bakteri MRSA. Hal tersebut terbukti dengan tidak ditemukannya konsentrasi hambat minimun (KHM) maupun konsentrasi bunuh minimum (KBM) pada percobaan ini. Pembahasan: Hasil pada penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan. Perbedaan tersebut dapat terjadi akibat beberapa faktor. Peran ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antibakteri terhadap MRSA dapat diteliti lebih lanjut dengan metode yang berbeda ataupun konsentrasi yang lebih tinggi.

Background: Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a group of bacteria (Staphylococcus aureus) which are found to be resistant against antibiotics called methicillin. Nowadays, MRSA is still becoming a threat across the globe. Infections caused by MRSA may cause various complications. Due to this fact, proper-management is needed to deal with MRSA in the future. Moringa oleifera has been popularly known for its benefits, one of which is the antibacterial effect. Therefore, the author proposed to do a research on the potential of Moringa oleifera ethanol extract as an antibacterial agent against MRSA. Method: The research done is an experimental test using macrodilution method. Macrodilution was done on both the ethanol extract and vancomycin. Macrodilution on the extract was done to discover its antibacterial effect against MRSA, while macrodilution on vancomycin was done as a comparison. Results: In this research, there is no antibacterial effect found from Moringa oleifera extract against MRSA. This result is supported by the absence of minimum inhibitory concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC) in this experiment. Discussion: The result in this research was different from some previous research findings. The difference might be caused by several factors. The role of Moringa oleifera extract as antibacterial agent against should be further studied using different methods or higher concentration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus William Winata
"Jerawat merupakan masalah yang banyak terjadi pada remaja terutama pada masa pubertas. Faktor penyebab jerawat bermacam-macam seperti kelainan pada keratinisasi folikel, produksi sebum, proliferasi Propionibacterium acnes, dan peradangan. Selain itu, bakteri Staphylococcus epidermidis juga merupakan penyebab jerawat yang bersifat patogen oportunis. Untuk mencari senyawa yang aktif terhadap bakteri jerawat, senyawa kumarin yang memiliki kemiripan struktur dengan tetrasiklin (antibiotik umum), diharapkan mampu mengatasi masalah jerawat karena bakteri penyebab jerawat sudah menunjukan resistensi terhadap tetrasiklin. Pada penelitian ini, telah berhasil disintesis dua senyawa turunan kumarin dari resorsinol dan etil asetoasetat dengan katalis asam p-toluenasulfonat (PTSA) menggunakan metode MAOS (Microwave Assisted Organic Synthesis) dan refluks sebagai pembanding menghasilkan 7-hidroksi-4-metilkumarin diperkuat dengan hasil karakterisasi dan didapatkan yield optimum sebesar 60,01 ± 2,9% dengan kondisi reaksi, perbandingan mol reaktan 1:1, konsentrasi katalis 10%, dan waktu reaksi 180s. Senyawa turunan kumarin kedua yang telah berhasil disintesis dari floroglusinol dan etil asetoasetat dengan PTSA adalah 5,7-dihidroksi-4-metilkumarin dan didapatkan yield sebesar 38,06 ± 3,5%. dengan kondisi reaksi optimum pada sintesis sebelumnya, serta dilengkapi data hasil karakterisasi. Senyawa 4-metilkumarin dari prekursor fenol disintesis menggunakan metode MAOS dan refluks dengan parameter yang dinaikkan berkali lipat tapi tidak terbentuk. Hal ini menjelaskan fenol dan katalis yang digunakan kurang reaktif untuk pembentukkan senyawa kumarin. Kedua senyawa hasil sintesis tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap P. acnes dan S. epidermidis yang menunjukkan bahwa turunan 4-metilkumarin tidak berpotensi sebagai agen antibakteri penyebab jerawat.
Acne is a problem that often occurs in adolescents, especially at puberty phase. There are several causes of acne such as abnormalities in follicular keratinization, sebum production, Propionibacterium acnes bacteria proliferation, and inflammation. In addition, the Staphylococcus epidermidis (pathogen opportunistic) is also a causing acne. To look for compounds that are active against acne bacteria, coumarin which have structural similarities with tetracycline (general antibiotics), are expected to be able to overcome the problem of acne, because the bacteria that causes acne has already shown resistance to tetracycline. In this research, two coumarin derivatives from resorcinol and ethyl acetoacetate have been successfully synthesized with p-toluenesulfonic acid (PTSA) catalysts using the MAOS (Microwave Assisted Organic Synthesis) method and reflux as a comparison to produce 7-hydroxy-4-methylcoumarin reinforced with the results of characterization and obtained an optimum yield of 60.01% with reaction conditions, 1:1 reactant mole ratio, 10% catalyst concentration, and 180s reaction time. The second coumarin derivative compound which has been successfully synthesized from phloroglucinol and ethyl acetoacetate with PTSA is 5,7-dihydroxy-4-methylcoumarin and obtained a yield of 38.06% with optimum reaction conditions same as previous synthesis, and equipped with characterization results. The 4-methylcoumarin compound from the phenol precursor was synthesized using the MAOS and reflux method with parameters raised many times but still not formed. This explains the phenol and catalyst used is less reactive for the formation of coumarin compounds. Both compounds have no antibacterial activity against P. acnes and S. epidermidis which shows that 4-methylcoumarin derivatives have no potential as an antibacterial agent that causes acne
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>