Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131919 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atih Rahayuningsih
"Angka bunuh diri di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain, sehingga upaya kesehatan yang tepat untuk dilakukan adalah upaya promotif dan preventif bunuh diri yang dimulai dari usia remaja. Tujuan penelitian diketahuinya efektiftas model sistem pencegahan risiko bunuh diri pada remaja awal dalam konteks keluarga. Penelitian terdiri dari eksplorasi pengetahuan remaja awal, keluarga, guru, dan tenaga kesehatan tentang bunuh diri pada remaja awal, desain penelitian kualitatif deskriptif, partisipan dua puluh enam orang. Penyusunan model dan ujicoba efektifitas model dengan desain penelitian quasi eksperimen with control group. Responden 155 remaja awal dan 155 orang tua remaja awal, dipilih secara acak di wilayah DKI Jakarta. Hasil penelitian eksplorasi menghasilkan tema faktor risiko internal, faktor risiko eksternal, keyakinan religius, kebutuhan sistem pendukung, risiko bunuh diri pada remaja awal, tanda dan gejala sebagai respon primer terhadap stresor penyebab risiko bunuh diri, dan cara mencegah risiko bunuh diri. Model yang dihasilkan adalah model sistem pencegahan risiko bunuh diri yang menggabungkan edukasi pencegahan risiko bunuh diri, terapi kelompok terapeutik, terapi thought stopping, dan terapi kognitif. Prevalensi risiko ide bunuh diri remaja awal yang diperoleh adalah 29%. Model efektif menurunkan risiko ide bunuh diri dan meningkatkan kemampuan remaja dalam mencegah risiko bunuh diri.

 

Kata kunci : model pencegahan risiko bunuh diri; remaja awal; risiko bunuh diri; gabungan terapi keperawatan jiwa


Indonesia's suicide rate is still considerably lower than other nations, suicide prevention and promotion programs should be conducted commencing from adolescence. The study purpose was to examine the effectivity of the suicide prevention model in early adolescents. The first study used a descriptive qualitative research design to explore understanding regarding adolescent suicide behavior. Twenty-six participants were reqruited. The second study was the development of a model. A quasi-experimental research design with a control group was used to assess the effectiveness of the suicide prevention strategy in early adolescent. 155 early adolescents and 155 adolescent parents that were randomly selected from DKI Jakarta. The study's findings theme, internal risk factors, external risk factors, religious beliefs, support system necessitates, early adolescent suicide risk, signs and symptoms as primary responses to stressors that caused suicide risk, and strategies for reducing early adolescent suicide risk.  The final result is a suicide risk reduction program model for early adolescence that integrates suicide prevention education with therapeutic group therapy, thought stopping therapy, and cognitive therapy. 29 percent of early adolescents reported having suicidal thoughts. The model is effective in reducing the risk of suicidal thoughts and improving adolescents' capabilities to reduce the risk of suicide.

 

Keywords: combination mental health nursing therapy; early adolescence; suicide risk; suicide risk prevention system model

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florensa
"Bunuh diri pada remaja merupakan salah satu persoalan serius dalam kesehatan masyarakat saat ini. Data Global School based student Health Survey tahun 2015 terhadap remaja sekolah yang berusia 13-17 tahun di Indonesia menunjukkan bahwa 5% remaja memiliki ide bunuh diri, 6% sudah merencanakan bunuh diri dan 4% sudah melakukan usaha bunuh diri. Keputusan remaja untuk melakukan bunuh diri dipengaruhi oleh berbagai macam faktor risiko maupun faktor protektif yang merupakan faktor pencegah munculnya risiko bunuh diri pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengontrol faktor risiko dan meningkatkan faktor protektif terhadap risiko bunuh diri pada remaja dengan melibatkan peran serta perawat UKS, guru dan orang tua. Metode penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama yaitu studi kualitatif dengan desain kualitatif deskriptif untuk mengetahui faktor protektif dan faktor risiko bunuh diri pada remaja. Partisipan pada tahap ini adalah remaja, guru, orang tua dan perawat UKS. Tahap ke dua adalah pengembangan model pencegahan risiko bunuh diri berbasis sekolah pada remaja. Pada tahap ke tiga dilakukan uji coba model dengan menggunakan pendekatan studi kuantitatif dengan desain quasy experiment dan rancangan penelitian pre and post with control group. Intervensi diberikan kepada 212 remaja. Hasil penelitian tahap satu ditemukan dua tema pada faktor protektif terhadap risiko bunuh diri yaitu faktor individu dan faktor sosial, dua tema pada faktor risiko risiko yaitu faktor individu dan sosial. Tahap dua diperoleh model pencegahan risiko bunuh diri berbasis sekolah pada remaja dan tahap tiga menunjukkan bahwa model meningkatkan mekanisme koping, dukungan sosial dan perilaku mencari bantuan serta menurunkan depresi dan ide bunuh diri pada remaja. Rekomendasi bagi pelayanan kesehatan disekolah bahwa model ini dapat diaplikasikan untuk pencegahan risiko bunuh diri di sekolah dengan melibatkan perawat UKS, guru, orang tua serta teman sebaya.

Suicide in adolescents is one of the serious problems in public health today. Data from the 2015 Global School based Student Health Survey on school adolescents aged 13-17 years in Indonesia showed that 5% of adolescents had suicidal ideation, 6% had planned suicide and 4% had attempted suicide. Adolescent's decision to commit suicide is influenced by various risk faktors and protective faktors which are faktors that prevent the emergence of suicide risk in adolescents. This study aims to control risk faktors and increase protective faktors against suicide risk in adolescents by involving the participation of school nurses, teachers and parents. This research method is divided into 3 stages. The first stage is a qualitative study with a descriptive qualitative design to determine the protective faktors and risk faktors for suicide in adolescents. Participants at this stage were teenagers, teachers, parents and UKS nurses. The second stage is the development of a school-based suicide risk prevention model in adolescents. In the third stage, a model trial was conducted using a quantitative study approach with a quasi-experimental design and a pre and post research design with a control group. The intervention was given to 212 adolescents. The results of the first phase of the study found two themes on protective faktors against suicide risk, namely individual faktors and social faktors, two themes on risk faktors, namely individual and social faktors. In the second stage, the model of school-based suicide risk prevention in adolescents showed that the model improved coping mechanisms, social support and help-seeking behavior and reduced depression and suicidal ideation in adolescents. Recommendations for health services in schools that this model can be applied to prevent the risk of suicide in schools by involving school nurses, teachers, parents and peers."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alula Aurelia Alfediar
"enelitian ini bertujuan untuk melihat peran Supportive Dyadic Coping sebagai moderator dalam hubungan stres eksternal dan stres internal pada pasangan dengan usia pernikahan 1-5 tahun di Indonesia. Diketahui tingkat perceraian di Indonesia meningkat. Hal ini dikarenakan pasangan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap satu sama lain, terutama pasangan dengan usia pernikahan 1-5 tahun yang membutuhkan banyak penyesuaian. Penelitian dilaksanakan pada 128 partisipan WNI yang berusia minimal 20 tahun yang sudah menikah dengan memiliki usia pernikahan 1-5 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah Multidimensional Stress Questionnaire for Couple Dyadic Coping Inventory (DCI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara stres eksternal dan stres internal serta adanya efek moderasi supportive dyadic coping (SDC) terhadap hubungan stres eksternal dan stres internal. Implikasi penelitian ini adalah dapat menjadi acuan bagi konselor pernikahan/psikolog agar dapat menggunakan strategi supportive dyadic coping (SDC) sebagai strategi dyadic coping yang paling sesuai dengan kriteria partisipan yaitu pasangan yang sudah menikah dengan usia pernikahan 1-5 tahun di Indonesia dalam mengatasi stres eksternal dan stres internal.

This study aims to examine the role of Supportive Dyadic Coping as a moderator in the relationship between external stress and internal stress in couples with 1-5 years of marriage in Indonesia. It is known that the divorce rate in Indonesia is increasing. This is because couples have difficulty adjusting to each other, especially couples with a marriage age of 1-5 years which requires a lot of adjustment. The study was conducted on 128 Indonesian participants who were at least 20 years old who were married with a marriage age of 1-5 years. The measuring instruments used were the Multidimensional Stress Questionnaire for Couples (MSF-P) and the Dyadic Coping Inventory (DCI). The results showed that there was a significant positive relationship between external stress and internal stress and the moderating effect of supportive dyadic coping (SDC) on the relationship between external stress and internal stress. The implication of this study is that it can be a reference for marriage counselors/psychologists to be able to use the supportive dyadic coping (SDC) strategy as a dyadic coping strategy that best fits the criteria of participants, namely married couples with a marriage age of 1-5 years in Indonesia in overcoming external stress and internal stress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanesthi Hardini
"Saat ini perempuan berjilbab bukan merupakan hal yang aneh lagi. Padahal sekitar tahun 1980-an, banyak kejadian tidak menyenangkan yang menimpa para perempuan berjilbab, misalnya tekanan dari pihak sekolah yang melarang para sisiwi muslim untuk berjilbab, isu-isu yang tidak benar tentang perempuan berjilbab atau juga teror yang ditujukan pada mereka. Selain itu ada juga para perempuan berjilbab yang mendapat tekanan dari orang tuanya berupa larangan untuk berjilbab. Larangan in diwujudkan dalam berbagai pedakuan dengan tujuan agar anak perempuannya itu tidak lagi berjilbab.
Pedakuan-pedakuan tidak menyenangkan sebagai bentuk dad larangan bisa Hiniki oleh perempuan berjilbab tersebut sebagai hal yang menekan atau mengancam keberadaannya. Penilaian atas keadaan ini bisa menimbulkan stres, terutama bila perempuan tersebut tidak memJliki kemampuan dan dukungan untuk mengatasi hal ini (Sarafino, 1994). Munculnya frustrasi dan konflik akibat adanya larangan orang tua merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan stres (Lazarus, 1969). Perlakuan orang tua yang kemungkinan besar berubah juga merupakan hal yang potensial menyebabkan stres, apalagi bila hal ini bedangsung dalam jangka waktu yang cukup lama (Mirowsky dan Ross, 1989).
Untuk dapat memahami stres ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan yang berorientasi stimulus, pendekatan yang berorientasi respon, dan yang ketiga adalah pendekatan transaksionaL Pendekatan transaksional memandang stres sebagai basil interaksi antara individu dan lingkungan, sehingga dalam proses ini individu merupakan pihak yang aktif yang dapat mempengaruhi akibat dari stres melalui strategi-strategi tingkah laku, kognitif maupun emosi (Sarafino, 1994).
Interaksi antara individu dan lingkungannya menimbulkan penilaian kognitif yang dilakukan individu untuk mengevaluasi situasi atau tuntutan yang potensial menyebabkan stres. Selain menilai situasi yang potensial menyebabkan stres, penilaian ini juga mengevaluasi sumber-sumber yang dimilikinya untuk mengatasi tuntutan tersebut (Lazarus dan Folkman, dalam Johnson, 1986). Perbedaan individual yang memperngaruhi proses penilaian kognitif ini menyebabkan perbedaan dalam mengevaluasi stces dan sumber-sumber yang dimilikinya untuk mengatasi stres tersebut.
Betdasatkan uraian di atas, akan diteliti lebih lanjut bagatmana proses stres yang oleh perempuan berjilbab yang pemah mendapat larangan dari orang tua untuk berjilbab serta perilaku coping apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalab tersebut.
Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan kualitatif, karena dengan pendekatan ini akan didapatkan pemahaman yang mendalam atas suatu fenomena (Poerwandari, 1998). Selain itu karena masalah yang akan diungkap merupakan masalab yang unik dan sensitif, maka pendekatan kuabtatif merupakan pendekatan yang sesuai (Patton, dalam Perwandari, 1998). Subyek penebtian berjumlab empat orang dan pengambilan sampel akan dilakukan secara purposif. Pengambilan data akan Hilalcnkan dengan metode wawancara mendalam.
Dari basil wawancara dapat disimpulkan babwa tiga orang subyek sudab mengalami stres pada masa sebelum berjilbab dan terus berlanjut sampai mereka sudab berjilbab (pada masa pelarangan). Sedangkan satu orang subyek yang lain baru mengalami stres setelab berjilbab (pada masa pelarangan). Tuntutan-tuntutan yang dibadapi pada masa sebelum berjilbab adalab tuntutan internal, berupa keingman yang kuat untuk berjilbab; dan tuntutan ekstemal, berupa larangan dari orang tua untuk berjilbab. Sumber-sumber stres yang ditemui adalab terjadinya konflik internal, konflik ekstemal, dan anggapan orang tua yang negatif tentang perempuan berjilbab.
Reaksi-reaksi yang muncul pada masa ini adalab sedib dan kecewa, dan timbul keragu-raguan, dan bingung karena ada konflik internal. Adapun strategi coping yang banyak dipakai pada masa ini adalab prohkm-focused coping^ yaitu active coping dan seeking social support for instrumental reasons strategi emotional-focused coping juga dilakukan, yaitu seeking social srtpportfor emotional reasotr, ada pula subyek yang melakukan strategi coping maladaptif, yaitu mental disengagement. Pada masa pelarangan, tuntutan utama yang barus dibadapi oleb keempat subyek adalab ketidaksetujuan orang tua atas kepututsan mereka untuk berjilbab.
Dari tuntutan ini sumber-sumber stres yang ditemiai adalab perlakuan orang tua yang tidak menyenangkan pada subyek, dan anggapan orang tua yang negatif terbadap perempuan berjilbab. Reaksi-reaksi yang muncul adalab rasa sedib, malas pulang ke rumab, kecewa dan kesepian. Strategi coping yang HilaVukan adalab prohkm-focused coping^ yaitu active coping dan seeking social stppori for instrumental reason^ strategi emotion-focused coping yang dilakukan bersamaan dengan prohkm-focused coping adalab turning to religion, seeking social support for emotional reason, denial, acceptance, dan beberapa perilaku coping unik dari masing-masing subyek.
Untuk penebtian selanjutnya disarankan imtuk menggab masalab ini dari sudut pandang orang tua yang peraab melarang anaknya untuk berjilbab, jadi tidak banya dari sudut pandang perempuan berjilbab yang mempunyai masalah ini saja, sehingga basilnya akan lebih kaya dan komprebensif. Ada baiknya juga bUa dalam penebtian lanjutan dimasukkan teori-teori perkembangan, terutama yang berbubungan dengan psikologi keluarga, sebingga bisa digab dinamika bubungan orang tua dan anak ketika keluarga tersebut sedang mengalami masalab ini."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Katris Lamira Abadi
"Pada tahap dewasa muda, rnenurut Havighurst (dalam Turner & Helms, 1995), salah satu tugas perkembangan individu yang harus dipenuhi adalah memperoleh keintiman melalui pemikahan. Melalui pemikahan terdapat persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan sebuah sistem ke-tiga yang bare (Santrock, 2002). Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, sebenamya ia telah masuk ke dalam lingkungan barn dengan pola aturan dan kebiasaan yang .kemungkinan berbeda dart dirinya. Kebutuhan untuk menyesuaikan dirt semakin besar ketika setelah menikah pasangan berencana untuk linggal bersama mertua. Berdasarkan penelitian Duvall (dalam Phelan, 1979), ditemukan bahwa mertua perempuan lebih sering terlibat masalah dengan mertua perempuan karena peran gender yang menuntut pada hubungan interpersonal yang dekat dengan keluarga. Perempuan juga cenderung menghadapi masalahnya dengan berusaha mengelola emosi yang ditimbulkan akibat permasalahan tersebut Kandisi ini tentunya akan berpotensi menimbulkan masalah dan juga mempengaruhi hubungan atau interaksi apabila terjadi antara dua individu yang berjenis kelamin perempuan. Mereka akan berusaha menyelesaikan masalahnya dengan cara-cara yang mengedepankan emosi. Oleh karenanya tinggal seatap bersama mertua tidak selalu perkara yang mudah dan kerap kali memicu konflik dalam rumah tangga keluarga. Jika is merasa bahwa tuntutan yang ditujukan padanya melebihi kemampuan yang dimiliki, maka tingkat stres yang dirasakan pun akan meningkat. Untuk mengatasinya, Taylor berpendapat bahwa cara individu berespon terhadap stres berbeda-beda. Menurut Carver, Scheier dan Weintraub (1989), terdapat tiga strategi yang bisa dilakukan individu dalam menghadapi sires, yaitu: problem focused coping, emotion focused coping dan maladaptive coping. Salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam pemilihan strategi coping, yaitu: dukungan sosial. Sarafino (1994) menjelaskan arti penting dukungan sosial dalam membantu individu mengatasi styes. Menurut Rodin dan Salovey (dalam Smet, 1989), perkawinan dalam keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. Begitu halnya suami sebagai orang terdekat bagi pasangan merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yang memiliki peran besar dalam membantu istri mengatasi stres dengan mertua dan membantu menciptakan hubungan yang harmonis antara menantu dan mertua.
Dalam penelitian ini yang altar digali adalah sumber stres, strategi coping yang digunakan seat mengalami masalah dengan ibu mertua mertua dan ketersediaan dukungan suami yang diberikan pada subyek dalam mengatasi sumber sues. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan teknik pengambilan sampel wawancara dan observasi. Subyek penelitian ini ada tiga orang. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa instrumen penelilian yaitu alai perekam dan pedoman wawancara.
Dari data yang didapat serta berdasarkan basil analisis dapat terliaht bahwa sum ber sires utama yang dihadapi ketiga subyek adalah masalah berkaitan dengan dominansi ibu mertua terhadap urusan rumah langga mereka dan pandangan ibu mereka yang masih konservatif. Umumnya subyek memilih strategi problem focused coping yaitu active coping dimana subyek secara asertif menyuarakan pendapat pada mertua jika terjadi perbedaan pendapat. Dukungan suami yang diberikan pada istri untuk mengatasi sumber stres yang ditemukan pada semua subyek adalah dukungan emosi berupa mendengarkan keluh kesah subyek dan menghibur subyek saat dalam keadaan sedih."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekarsari Suyono
"Kemacetan lalu lintas merupakan salah satu masalah bagi warga Jakarta. Kemacetan lalu lintas ternyata dapat menimbulkan kerugian psikis bagi pengguna jalan. Hal ini dapat terjadi karena adanya interaksi psikologis, yaitu kondisi pengemudi kendaraan secara psikologis melakukan interaksi dengan sistem kontrol kendaraan, lingkungan sekitar jalan raya termasuk sistem kontrolnya, kemudian melakukan respon terhadap stimulan yang terjadi selama ini. Salah satu daerah yang sangat dikenal akan kemacetan lalu lintasnya adalah Ciputat. Kondisi yang telah dianggap sebagai sebuah pemandangan sehari-hari ini ternyata mempunyai berbagai dampak negatif bagi manusia. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah dampak psikologis, dalam hal ini berupa stres terhadap subyek yang mengalami kemacetan lalu lintas.
Karena itu penelitian ini mencoba melihat dampak psikologis kemacetan terhadap warga Kompleks Dosen UI Ciputat sebagai wilayah penelitian. Jika seseorang mengalami stres maka akan timbul tingkah laku tertentu sebagai usahanya dalam meredakan rasa tidak menyenangkan yang dialaminya akibat stres. Tingkah laku yang ada karena stres sebenarnya merupakan cara individu mencari strategi coping terbaik bagi dirinya untuk menghadapi stres yang dialaminya. Dalam psikologi dikenal tiga macam coping yang konstruktif, yakni coping yang dinilai relatif sehat baik dari segi mental maupun fisik, yaitu problem-focused coping, appraisal-focused coping, dan emotion-focused coping. Setelah individu memilih suatu strategi coping tertentu, maka stres yang dialaminya akan mereda, sehingga individu tersebut dapat cope dengan stressor dan dapat dikatakan coping individu efektif. Akan tetapi jika strategi coping yang dipilih tidak dapat meredakan stres yang dialaminya, maka coping individu tidak ekektif.
Penelitian ini juga melihat tanda-tanda atau gejala-gejala stres yang timbul dari subyek yang disebabkan oleh stressor, dalam hal ini kemacetan lalu lintas dan mengaitkannya dengan hubungan antara gender dan tipe kepribadian A dan B. Alat yang digunakan untuk melihat tanda-tanda stres akibat kemacetan dibuat berdasarkan hasil elisitasi dan tanda-tanda stres dari Vlisides, Eddy, dan Mozie; yang diambil dalam Rice (1999), menggunakan skala 1-5. Alat mengukurtipe kepribadian disusun berdasarkan 3 faktor menurut Jenkins, 1974; Zyzanski dan Jenkins, 1970), yakni faktor S, yaitu cepat dan tidak sabar (speed and impatience); faktor J, yaitu keterlibatan dengan tugas/pekerjaan (job involvement);dan faktor H, yaitu kompetitif, mudah marah dan pekerja keras (competitive, hostile, and hard driving), menggunakan skala 1-6. Alat yang digunakan untuk mengukur perilaku coping disusun menurut Rudolph Moos dan Andrew Billings (dalam Weiten dan Lloyd, 1997)."
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2001
S2956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Elvina
"Non-suicidal self-injury (NSSI) merupakan isu kesehatan global dengan prevalensi yang tinggi dan meningkat di kalangan dewasa awal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kecenderungan perilaku NSSI pada dewasa awal di Indonesia serta menemukan hubungan antara stres, koping religius positif dan negatif, dan keparahan perilaku NSSI. Data dikumpulkan dari 311 partisipan berusia 18–29 tahun (M = 23.37, SD = 2.38) menggunakan kuesioner daring, yang mencakup alat ukur stres (Perceived Stress Scale-10), koping religius positif dan negatif (Brief RCOPE), serta karakteristik perilaku NSSI (Non-Suicidal Self-Injury Function Scale). Dalam penelitian ini, 40.2% partisipan pernah atau masih melakukan NSSI. Hasil menunjukkan bahwa kenaikan pada stres secara statistik signifikan memprediksi peningkatan pada keparahan perilaku NSSI. Koping religius negatif memiliki efek moderasi yang signifikan secara statistik pada hubungan antara stres dan keparahan NSSI, namun koping religius positif tidak memiliki efek moderasi yang signifikan secara statistik. Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa stres dan koping religius negatif memainkan peran penting dalam memperparah perilaku NSSI. Penelitian ini mengilustrasikan pentingnya program prevensi dan intervensi untuk NSSI yang menargetkan stres dan koping religius negatif.

Non-suicidal self-injury is a global health issue with a high and increasing prevalence among emerging adults. This study is aimed to examine the tendency of NSSI among emerging adults in Indonesia while also investigating the relationship between stress, positive and negative religious coping, and NSSI severity. Data was gathered from 311 participants aged 18–29 years old (M = 23.37, SD = 2.38) using online questionnaire, which included measures of stress (Perceived Stress Scale-10), positive and negative religious coping (Brief RCOPE), and NSSI severity (Non-Suicidal Self-Injury Function Scale). This study revealed that 40.2% of participants had or were still engaging in NSSI. Results indicated that an increase in stress predicted with statistical significance an increase in NSSI severity. Negative religious coping had a statistically significant moderation effect on the relationship between stress and NSSI severity, while positive religious coping did not. Thus, this study demonstrated that stress and negative religious coping play important roles in exacerbating NSSI. This study illustrated the importance of prevention and intervention programmes for NSSI that target stress and negative religious coping. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Sarah Dewi
"ABSTRAK
Kondisi stres yang dialami narapidana narkoba di rutan disebabkan karena tuntutan dan kebutuhan yang tidak sesuai yaitu dengan adanya rasa keterbatasan yang dimiliki mereka dalam hal ruang gerak, komunikasi dengan dunia di luar penjara dan tidak dapat mengkonsumsi narkoba yang mereka butuhkan. Adanya kenyataan tersebut tentunya menimbulkan dampak-dampak psikologis pada para narapidana antara lain kehilangan kepribadian, kehilangan rasa aman, kehilangan kemerdekaan individual, kehilangan kebebasan berkomunikasi, kehilangan pelayanan, kehilangan hubungan heteroseksual, kehilangan harga diri, kehilangan percaya diri dan kreativitas (Sykes, 1958). Mereka tidak dapat menghindari kondisi ini dan mereka dituntut untuk bisa menerima kondisi tersebut serta dapat mengatasinya sendiri. Narapidana laki-laki kasus narkoba yang di tempatkan di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Pusat, subyek diasumsikan memiliki sumber stress baik dari aspek stress psikologis, aspek stress fisiologis dan aspek stress lingkungan. Penelitian ini akrui membahas sumber stress yang dibahas oleh Martin & Osbome dan bagaimana perilaku coping bagi para subyek tersebut Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber stres dan perilaku coping yang dialami oleh narapidana laki-laki kasus narkoba di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Pusat. Pada penelitian ini sumber stres yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan alat ukur stres psikologis dan lingkungan adalah pembagian sumber stres menurut Martin & Osbome, sedangkan alat ukur stres fisiologis adaptasi dari Atkinson dan alat ukur perilaku coping adaptasi dari Carver, Weintrub & Scheier. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa secara keseluruhan kondisi-kondisi stres berasal dari faktor lingkungan, dan kemudian diikuti dengan faktor keluarga. Jika dilihat dari faktor usia, jumlah terbesar berada pada rentang usia 20 - 25 tahun sebanyak 34 orang. Status pernikahan subyek yang terbanyak adalah tidak menikah, yaitu sebanyak 40 orang. Rata-rata pendidikan subyek yang paling banyak adalah SMU yaitu dengan frekuensi 42 orang dan mayoritas subyek penelitian belum pernah di penjara. Jenis narkoba yang banyak dipakai adalah putaw kemudian ganja dan shabu-shabu. Frekuensi hukuman terbanyak ada 18 orang dengan vonis dibawah 1 tahun. Status pekerjaan subyek penelitian sebanyak 22 orang tidak bekerja, 14 orang pelajar dan 23 orang sebagai pekerja. Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa narapidana narkoba tidak menunjukkan stres yang khusus sebagai pemakai narkoba, tetapi mengalami stres sebagai narapidana."
2004
S3397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febryola Valenia
"Remaja merupakan kelompok usia yang rentan terhadap dampak negatif bulluing, baik secara fisik maupun spikologis. Dampak negatif secara psikologis pada remaja korban bullying, seperti kecemasan, rendahnya harga diri, isolasi, depresi hingga peningkatan risiko bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan risiko bunuh diri pada remaja korban bullying. Metode penelitian menggunakan desain kuantitatif deskriptif korelasi dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel sebanyak 438 responden dipilih melalui purposive sampling, sedangkan pemilihan sekolah dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Instrumen penelitian menggunakan Perceived Social Support-Family untuk dukungan keluarga dan Suicide Severity Rating Scale untuk mengukur risiko bunuh diri. Hasil analisis uji chi-square menunjukkan adanya hubungan signifikan antara dukungan keluarga dan risiko bunuh diri pada remaja korban bullying (p<0.05). Dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga berperan penting dalam menurunkan risiko bunuh diri pada remaja korban bullying. Dukungan emosional, informasional, penghargaan dan instrumental yang diberikan keluarga membantu meningkatkan resiliensi remaja dalam menghadapi dampak bullying. Intervensi berbasis keluarga direkomendasikan sebagai strategi efektif untuk mendukung remaja korban bullying.

Adolescents are an age group that is vulnerable to the negative impacts of bullying, both physically and psychologically. The negative psychological impact on adolescent victims of bullying, such as anxiety, low self-esteem, isolation, depression to an increased risk of suicide. This study aims to analyze the relationship between family support and suicide risk in adolescent victims of bullying. The research method used a descriptive correlation quantitative design with a cross-sectional approach. The sample size of 438 respondents was selected through purposive sampling, while the selection of schools using cluster random sampling technique. The research instrument used Perceived Social Support-Family for family support and Suicide Severity Rating Scale to measure suicide risk. The results of the chi-square test analysis showed a significant relationship between family support and suicide risk in adolescent victims of bullying (p<0.05). It can be concluded that family support plays an important role in reducing the risk of suicide in adolescent victims of bullying. Emotional, informational, appreciative and instrumental support provided by the family helps increase adolescent resilience in dealing with the impact of bullying. Family-based interventions are recommended as an effective strategy to support adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Fidi Hati Yanti
"Posisi sebagai tenaga keija baru di lingkungan kerja baru serta budaya yang berbeda dari daerah asal, menuntut pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo untuk berusaha lebih keras dalam menyesuaikan diri. Proses penyesuaian diri merupakan salah satu hal yang tidak jarang memicu munculnya stres (stressor) bagi mereka. Untuk menangani stres itu diperlukan usaha para pekeija perempuan untuk mengatasi stres. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi stres disebut coping.
Tujuan penelitian ini untuk menemukan stressor dan coping pada pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo. Keinginan tersebut membuat peneliti ingin membuat dan menyusunnya menjadi lebih sistematis.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, 1) Lembar data kontrol 2) Skala Stressor 3) Skala coping. Dalam pengambilan sampel teknik yang digunakan adalah incidental sampling. Alat ukur ini diujicobakan pada 30 subyek pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo. Dalam penelitian ini subyek penelitian adalah pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo sebanyak 176 orang.
Analisa data dilakukan dengan membandingkan mean untuk kemudian didapatkan peringkat dari stressor dan coping. Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa stressor yang berasal dari keluarga menjadi peringkat tertinggi, diikuti stressor yang berasal dari komunitas dan masyarakat dan terakhir adalah stressor yang berasal dari diri sendiri. Selanjutnya ditemukan kondisi stressor yang berhubungan dengan keamanan, fasilitas dan kebutuhan dasar merupakan stressor yang terbanyak dirasakan oleh subyek penelitian.
Melihat banyaknya stressor yang berhubungan dengan keamanan disarankan bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan faktor-faktor keamanan. Bagi perusahaan jasa tenaga keija hendaknya memberikan informasi yang cukup jelas tentang lingkungan keija baru yang akan dituju sehingga tidak terdapat perbedaan antara harapan mereka sebelum bekeija dengan kondisi yang akan dihadapi. Untuk para pekeija perempuan yang bertempat tinggal di Kawasan Industri Batamindo disarankan untuk meningkatkan komunikasi antar teman satu rumah atau satu lingkungan. Bagi pemerintah hendaknya meningkatkan faktor keamanan bagi para warga pengguna jasa umum (TRANSKIB)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3242
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>