Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sheyla Namirah Korompot
"Aktivitas peer to peer lending memiliki akses yang sangat luas, risiko yang dapat terjadi pada kegiatan peer to peer lending adalah menjadi sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Untuk mengurangi dampak bencana atas risiko tersebut, Penyelenggara peer to peer lending harus menerapkan proses kerangka kerja manajemen risiko dengan menerapkan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme secara efektif dan memadai yang terdiri dari lima pilar, yaitu pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian intern, sistem informasi manajemen, serta sumber daya manusia dan pelatihan. Pada skripsi ini, Penulis akan membahas mengenai pengaturan dan implementasi manajemen risiko melalui Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme serta contoh implementasinya pada Platform X. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa pengaturan mengenai regulatory technology dan countermeasures belum sepenuhnya teregulasi secara efektif serta Platform X belum dapat mengimplementasikan manajemen risiko terkait anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sepenuhnya secara efektif. Penulis berharap Otoritas Jasa Keuangan dapat membentuk peraturan mengenai persyaratan minimum regulatory technology dan peraturan yang mewajibkan Penyelenggara untuk melakukan pembatasan transaksi terhadap negara berisiko tinggi untuk kegiatan countermeasures. Selain itu, Penulis memberi saran kepada Platform X untuk memenuhi seluruh pilar Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme.

Peer to peer lending activities have very broad access, the risk that can occur in peer to peer lending activities is to become a means of money laundering and financing terrorism. To reduce the impact of disasters on this risk, peer to peer lending providers must implement a risk management framework process by implementing an effective and adequate Anti-Money Laundering and Counter-Terrorism Financing Program which consists of five pillars, namely active supervision of the Board of Directors and Board of Commissioners, policies and procedures, internal control, management information systems, as well as human resources and training. In this thesis, Author will discuss the regulation and implementation of risk management through the Anti-Money Laundering and Counter-Terrorism Financing Program and examples of its implementation on Platform X. This research is normative juridical with a descriptive-analytical research typology supported by data collection tools in the form of library materials and interviews. The conclusion of this study is that regulations regarding regulatory technology and countermeasures have not been fully regulated effectively and Platform X has not been able to implement risk management related to the anti money laundering and prevention of terrorism financing fully effectively. Author hopes that the Financial Services Authority can establish regulations regarding minimum regulatory technology requirements and regulations that require Providers to restrict transactions in high-risk countries for countermeasures activities. In addition, Author advises Platform X to fulfill all pillars of the Anti-Money Laundering and Counter-Terrorism Financing Program.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Wind Kuncahyo
"Perkembangan teknologi informasi yang dimanfaatkan dalam industri jasa keuangan, lebih dikenal dengan Financial Technology (Fintech) telah mendorong lahirnya Penyedia Jasa Keuangan (PJK) baru sebagai alternatif sumber pendanaan bagi dunia usaha sekaligus pilihan sarana investasi bagi masyarakat, salah satu PJK baru tersebut adalah Penyelenggara Securities Crowdfunding. Dalam ekosistem Securites Crowdfunding terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat, yaitu, Penerbit, Pemodal dan Penyelenggara/Platform. Securities Crowdfunding akan melibatkan sangat banyak orang sebagai Pemodal yang akan menginvestasikan dananya pada Penerbit berupa suatu badan usaha termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Banyaknya jumlah Pemodal dengan nilai investasi yang bervariasi akan menghasilkan kumpulan dana sangat besar yang mengalir melalui mekanisme Securities Crowdfunding. Adanya aliran dana yang besar berpotensi dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Penelitian ini akan mengkaji pengaturan program Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (APU PPT) dan menganalisis risiko TPPU dan TPPT yang dihadapi oleh Securities Crowdfunding. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu, menggunakan bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bahan hukum sekunder yakni buku, jurnal, maupun hasil penelitian. Penelitian ini juga dilengkapi dengan wawancara dengan narasumber. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa Penyelenggara Securities Crowdfunding memiliki kewajiban untuk menerapkan program APU PPT namun diperlukan peraturan pelaksana sebagai panduan bagi Penyelenggara untuk mengimplementasikan program APU PPT. Adapun saran yang diberikan Penulis adalah perlunya diberikan waktu yang memadai bagi Penyelenggara untuk mempersiapkan diri dalam menerapkan program APU PPT.

The development of information technology used in the financial services industry, better known as Financial Technology (Fintech), has prompted the establishment of new Financial Service Providers (FSP) as an alternative source of funding for the business world as well as a choice of investment facilities for the public. One of the FSP is Securities Crowdfunding. There are 3 (three) parties involved in the Securites Crowdfunding ecosystem, namely, the Issuer, the Investor, and the Platform. Securities Crowdfunding will involve a lot of people as investors who will invest their funds in the issuer in the form of a business entity including Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs). The large number of investors with varying investment values will result in a very large pool of funds flowing through the Securities Crowdfunding mechanism. The existence of a large flow of funds has the potential to be used by criminals to commit Money Laundering (ML) and Terrorism Financing (TF) crimes. This study will research the regulation of the Anti-Money Laundering and Counter Terrorism Financing (AML CFT) program and analyze the ML risks faced by Securities Crowdfunding. This research is a legal research using normative juridical research methods. The author uses library materials consisting of primary legal materials such as laws and regulations, and secondary legal materials such as books, journals, and research finding. In addition, the author utilizes interviews to support the data. The conclusion obtained from this research is that Securities Crowdfunding Platform has an obligation to implement the AML-CFT program and a regulation is needed as a guide for the Platform to implement the program. The author suggests that it is necessary to give adequate time for the Platform to prepare themselves in implementing the AML-CFT program."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radjagukguk, Erman
Jakarta: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
345.023 RAD t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Safira Ramadhani
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan manajemen risiko dalam Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI), dengan studi kasus penerapan manajemen risiko pada UangTeman sebagai salah satu Penyelenggara LPMUBTI. Pada studi kasus UangTeman, Penulis meneliti penerapan manajemen berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, POJK Nomor 1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, serta SEOJK Nomor 18/SEOJK.02/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai manajemen risiko pada LPMUBTI menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimanakah penerapan manajemen risiko di UangTeman terkait dengan perlindungan hukum bagi UangTeman dan Penggunanya. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, serta tipologi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder, yang didukung dengan hasil wawancara. Hasil penelitian yang didapat adalah penerapan manajemen risiko di LPMUBTI masih mengacu pada manajemen risiko di industri perbankan. Oleh karena itu, OJK perlu membuat peraturan khusus yang mengatur mengenai manajemen risiko pada LPMUBTI, serta perlu dilakukan pengembangan terhadap manajemen risiko yang dilakukan oleh Penyelenggara untuk melindungi Penyelenggara serta Pengguna layanan.

This thesis discusses the implementation of risk management in financial technology types of Peer-to-Peer Lending, with case studies about implementation of risk management at UangTeman as one of the P2P Lending company. In the case study at UangTeman, the author examines the implementation of risk management at UangTeman based on POJK Number 77/POJK.01/2016 on Peer-to-Peer Lending service, POJK Number 1/ POJK.05/2015 on Implementation of Risk Management for Non-Bank Financial Services Institutions, and SEOJK Number 18/SEOJK.02/2017 on Information Technology Governance and Risk Management of Information Technology in Peer-to-Peer Lending. The formulation of the problem of this research are, how regulations are related regarding the risk management in Peer-to-Peer Lending according to Indonesian laws, and how about the implementation of risk management at UangTeman related to legal protection for UangTeman and the users. The research method is analytical description. The data used is secondary data, which is supported by the results of interview. The results of the research obtained that the implementation of risk management in P2P Lending is still referring to risk management in the banking industry. Therefore, OJK need to make a specific regulation regarding risk management at Peer-to-Peer Lending, it is also necessary to develop risk management in Peer-to-Peer Lending company to protect the company, lenders, and borrowers.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ayman
"Peer to peer lending adalah salah satu layanan fintech dengan pertumbuhan tercepat di dunia yang menawarkan kesempatan bagi orang untuk meminjamkan dan meminjam dana dari dan untuk orang yang tidak dikenal tanpa proses yang rumit. Oleh karena itu, transaksi peer to peer (P2P) lending dapat menarik praktik Money Laundering (ML) dan telah terdeteksi di beberapa negara, termasuk Indonesia dan Swiss. Pemilihan Switzerland karena perkembangan peer to peer lending yang serupa dengan Indonesia. Dalam penelitian ini, penelitian akan mengetahui tanggung jawab, persamaan, dan perbedaan peer to peer lending dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Metodologi yang digunakan adalah yuridis normatif, khususnya menggunakan micro comparison dengan 4 indikator yang akan dibandingkan antara lain landasan hukum komitmen P2P untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, identifikasi nasabah sebelumnya, pemantauan transaksi, dan pelaporan transaksi mencurigakan yang akan dibandingkan dalam 2 negara. Berdasarkan penelitian, persamaan di Indonesia dan Swiss untuk peer to peer lending antara lain kewajiban mengikuti aturan pencegahan anti TPPU, kewajiban menerapkan prinsip mengenal nasabah, uji tuntas lebih lanjut, penerapan elektronik mengenal nasabah, mendeteksi nasabah dengan profil mencurigakan, pengungkapan teknologi untuk pencatatan, pelaporan wajib transaksi mencurigakan, pelaporan praktis ke Financial Intelligence Unit, dan penggunaan GO-AML. Perbedaannya terletak pada tidak adanya peraturan khusus yang ada di Swiss, pengecualian untuk uji tuntas awal pada pelanggan tertentu di Swiss, dasar pelaporan transaksi mencurigakan di Swiss, pencatatan teknis, waktu penyimpanan data mantan pelanggan, batas waktu, dan alasan pelaporan transaksi mencurigakan.

Peer to peer lending is one of the fastest growing fintech services in the world that offers the opportunity for people to lend and borrow funds from strangers without a complicated process. Therefore, peer to peer (P2P) lending transactions can attract the practice of Money Laundering (ML) and it has been detected in several countries, including Indonesia and Switzerland. Switzerland is chosen due to similar development of peer to peer lending with Indonesia. In this study, the research would find out the responsibility, similarity, and differences of peer to peer lending in preventing and eradicating money laundering. The methodology used is juridical normative, specifically using micro comparison with 4 indicators that will be compared including the legal basis for P2P commitments to prevent and eradicate money laundering, prior identification of customers, transaction monitoring, and reporting of suspicious transactions that will be compared in the 2 countries. Based on the research, the similarities in Indonesia and Switzerland for peer to peer lending include the obligation to follow the anti-ML prevention regulations, the obligation to implement the know your customer principle, further due diligence, implementation of electronic know your customer, detecting customers with suspicious profiles, technology disclosure for record keeping, mandatory reporting of suspicious transactions, reporting the practice to the Financial Intelligence Unit, and the use of GO-AML. The difference lies in the absence of specific regulations that do not exist in Switzerland, exceptions for initial due diligence on certain customers in Switzerland, the basis for reporting suspicious transactions in Switzerland, technical record keeping, ex-customer data retention times, time limits, and reasons for reporting suspicious transactions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Triwidayati
"Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau The Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) dibentuk dengan kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia. Lembaga yang dibentuk dalam praktik internasional di bidang pencucian uang yang sejenis dengan PPATK disebut dengan nama generic Financial Intelligence Unit (FIU). FIU adalah lembaga permanen yang khusus menangani masalah pencucian uang. Pencucian uang dipergunakan sebagai istilah yang menggambarkan investasi uang atau transaksi uang secara lain, yang berasal dari kegiatan kejahatan terorganisir, transaksi tidak sah di bidang narkotika, dan sumber-sumber tidak sah lainnya, dengan tujuan investasi atau transaksi agar uang tersebut melalui saluran-saluran sah, sehingga sumber asli (asal) tidak dapat dilacak kembali (penghapusan jejak untuk menelusuri sumber asal uang tidak sah). Tindak pidana dan kejahatan banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang semakin canggih dan harganya yang terjangkau seringkali dipergunakan sebagai alat bantu melakukan kejahatan. Modus operandi kejahatan seperti ini, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai status sosial menengah ke atas dalam masyarakat, bersikap tenang, simpatik serta terpelajar. Dengan mempergunakan kemampuan, kecerdasan, kedudukan serta kekuasaannya, seorang pelaku tindak pidana dapat meraup dana yang sangat besar untuk keperluan pribadi atau kelompoknya saja. Modus kejahatan inilah yang dikenal dengan kejahatan kerah putih atau white collar crime. Praktik pencucian uang merupakan tindak pidana yang amat sulit dibuktikan. Hal ini dikarenakan kegiatannya yang amat kompleks dan beragam, akan tetapi para pakar telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang ini ke dalam tiga tahap yang masing-masing berdiri sendiri tetapi seringkali juga dilakukan secara bersama-sama yaitu, placement, layering, dan integration.

Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (INTRAC) was established with the authority to implement a policy of prevention and eradication of money laundering at a time to build anti-money laundering regime in Indonesia. Institutions established in international practice in the field of money laundering that are similar to the PPATK called by the generic name of the Financial Intelligence Unit (FIU). FIU is a permanent institution to handle the special problem of money laundering. Money laundering is used as a term that describes the investment of money or other money transactions, which originated from organized crime activities, the transaction is not valid in the field of drug, and resources are not legitimate other, with the purpose of investment or transaction that the money through legal channels , So the original source (origin) can not be tracked back (to browse the elimination of trace source of the money is not valid). Criminal acts and crimes are influenced by the development of more advanced technology and affordable prices, which are often used as a tool to do evil. The modus operandi of crime such as this, can only be done by people who have social status in the middle of the community, easygoing, sympathetic and erudite. With practice skills, intelligence, position and power, the perpetrator of a criminal acts meraup funds that can be very large for personal or group only. Mode of crime is known as the white-collar crime or white collar Crime. Practice of money laundering is a criminal offense that is very difficult to prove. This is because the activities are extremely complex and varied, but experts have successfully characterize the process of money laundering is in three phases, each standing alone but also often done together, namely, placement, layering, and Integration."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22526
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winny Wiyandany
"Peningkatan penggunaan Inovasi Keuangan Digital selain memberikan dampak positif bagi pihak penyelenggara dan masyarakat, namun juga memiliki risiko terjadinya penggunaan layanan Inovasi Keuangan Digital sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Terkait hal ini, ternyata dalam pelaksanaan rezim APU-PPT di Indonesia, Inovasi Keuangan Digital belum termasuk ke dalam pihak pelapor sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan latar belakang tersebut, Pokok permasalahan yang diangkat pada penelitian ini antara lain bagaimana pengaturan mengenai prinsip Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) dalam penyelenggaraan Inovasi Keuangan Digital di Indonesia serta bagaimana penerapan prinsip Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada penyelenggaraan Inovasi Keuangan Digital di Indonesia. Metode penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis dengan bentuk penelitian yuridis-normatif.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa peraturan mengenai IKD diatur dalam POJK Nomor 13/POJK.02/2018 dan peraturan mengenai APU-PPT secara khusus dalam POJK Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah dengan POJK Nomor 23/POJK.01/2019. Sedangkan terkait pelaksanaanya, berdasarkan hasil penelitian diketahui fakta bahwa kewajiban penerapan prinsip APU-PPT bagi Penyelenggara IKD akan efektif diberlakukan pada tahun 2022 dan telah dilakukan pembahasan terkait dengan rencana disertakannya Inovasi Keuangan Digital sebagai salah satu pihak pelapor dalam rezim APU-PPT. Saran yang diberikan Penulis yaitu penggolongan klaster IKD berdasarkan tingkat risiko adanya pencucian uang dan penyusunan pedoman teknis tata cara pengisian laporan bagi perusahaan fintech.

The increase of Digital Financial Innovations usage in addition to having a positive impact on both the operators and the public, also has the risk of its services being utilized as a means of money laundering and terrorism financing. Pertaining to this, it turns out that in the implementation of the AML/CFT regime in Indonesia, Digital Financial Innovations aren’t yet included as a reporting party as stipulated in the legislation. Based on this background, the main issues raised in this research includes how the Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT) principles are regulated in the operation of Digital Financial Innovations in Indonesia and also how the Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism principles are implemented in Digital Financial Innovations in Indonesia. The research method used is analytical descriptive in the form of normative legal research.
From the results of the achieved research, it was known that the regulations regarding DFI are regulated in POJK Nomor 13/POJK.02/2018 and the regulations regarding AML/CFT are specifically regulated in POJK Nomor 12/POJK.01/2017 as amended by POJK Nomor 23/POJK.01/2019. Meanwhile, on the subject of its implementation, based on the results of the research, it was known that the obligation to implement the AML/CFT principles for DFI Operators will be effective in 2022 and discussions concerning the plan to include Digital Financial Innovations as a reporting party in the AML/CFT regime has also been held. The recommendations that given by the author are classification of DFI Clusters based on the level of risk of money laundering and preparation of technical guidelines for filling out reports for fintech companies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Putu Darmawan
"Pencucian Uang DenganTindak Pidana Asal Narkotika di Direktorat TindakPidana Pencucian Uang Deputi Pemberantsan BNNPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan penyidikan tindakpidana pencucian uang pada Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang DeputiPemberantasan BNN serta mengidentifikasi faktor faktor dominan yangmempengaruhi keberhasilan Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancarasecara mendalam kepada para informan sebanyak 10 sepuluh orang yang adapada Direktorat TPPU Deputi Pemberantasan BNN seperti Direktur TPPU Kasubdit TPPU serta para penyidik TPPU Teori yang digunakan yaitu teoripenyidikan tindak pidana dan pencucian uang Hasil penelitian menjukkan bahwa proses penyidikan tindak pidanapencucian uang yang dilakukan oleh penyidik TPPU sudah berjalan dengan baikpada setiap tahapannya meski belum ada Peraturan Kepala BNN atau SOP yangmengatur khusus penyidikan TPPU Penelitian juga berhasil mengidentifikasibesaran anggaran dan sumber daya penyidik sebagai faktor dominan yangmempengaruhi keberhasilan penyidikan.

Criminal acts Money Laundering Directorate Deputy Pemberantasan BNNThis study aimed to analyze the implementation of the money laundering investigations on Money Laundering Directorate Deputy Eradication BNN and identify the dominant factors that influence the success of Money Laundering Investigation This study used a qualitative approach with in depth interview to the informant as much as 10 ten people there at the Deputy Directorate Combating Money Laundering BNN such as AML Director Head of AML and AMLinvestigators The theory used is the theory of investigation criminal offenses and money laundering Research results that the money laundering investigation is conducted by investigators of AML has been running well at each stage although no Regulation of BNN or SOP specifically governing the investigation of AML There search also identified the amount of budget and resource investigator as the dominant factor affecting the success of the investigation."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Richard Loekito
"Pertanggungjawaban pidana korporasi bukan hal yang baru di hukum Indonesia. Terbukti dengan sejak tahun 1951 sudah terdapat perundang-undangan di Indonesia yang menerima korporasi sebagai subjek hukum pidana. Selanjutnya perkembangan pertanggungjawaban korporasi semakin terlihat dalam peraturan perundang-undangan diluar KUHP. Namun sangat di sayangkan bahwa di dalam KUHP, korporasi belum dianggap sebagai subjek hukum pidana. Ditambah dalam KUHAP yang kita milikipun belum terdapat hukum acara mengenai korporasi. Dengan tidak adanya pedoman pasti mengenai pertanggungjawaban korporasi baik dalam KUHP dan KUHAP, maka dalam setiap perundangundangan pengertian dan sebutan korporasi pun berbeda-beda, sehingga hal tersebut menimbulkan permasalahan.
Dalam tesis ini akan dibahas secara khusus apakah partai politik termasuk kedalam pengertian korporasi, khususnya dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Kemudian akan dibahas mengenai bagaimana melakukan pencucian uang melalui partai politik, apa dampak yang ditimbulkan apabila terdapat partai politik yang melakukan pencucian uang serta, apa akibat hukum dari partai politik yang terlibat melakukan tindak pidana pencucian uang. Sebagai bagian terakhir akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan tersebut agar hukum Indonesia dapat menjamin keadilan dan kepastian hukum.

Indonesia is already acknowledge Corporate crime responsibility. Its proven that since 1951 indonesia already have a regulation that accepted corporation as a subject of criminal law. After that in the progress about corporate criminal responsibility, theres a lot of regulation outside the criminal code that legislate about it. That makes in Indonesia criminal code, does not have the regulation about corporate criminal. The same goes to the regulation of procedural law in Indonesia. The problem that we have is because the rule about corporate criminal responsibility is spread in many regulations, that makes the definitions about it is based on many regulation.
This thesis will explain about the definition about corporate criminal responsibility especially about political parties. Is the definition of political parties are included in the definition of corporation based on regulation about money laundering. It will be discussed about how to do it in political party. Last but not least it will discuss about legal consequences if political parties are proven doing a money laundering. At the end of this thesis there will be a conclusion and suggestion about the problems so that Indonesia will have a better regulation about corporate criminal responsibility especially about political party criminal responsibility.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>