Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32623 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutawaroh
"Tulisan ini membahas mengenai problematika poligami melalui kritik filsafat cinta. Adanya persoalan mengenai ketidaksesuaian konsep cinta sejati sebagai relasi romantis di dalam bentuk poligami. Bentuk cinta tersebut adalah cinta destruktif yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, baik secara fisik maupun psikis. Penelitian ini bertujuan mengkritik bentuk cinta destruktif dalam perkawinan poligami melalui metode penelitian kualitatif deskriptif mengenai studi filsafat cinta dalam praktik perkawinan poligami. Teori yang digunakan dalam permasalahan ini adalah teori filsafat cinta dari bell hooks yang menunjukkan bahwa dalam cinta tidak ada dominasi dan relasi romantis akan membawa pada cinta sempurna. Poligami dianalisis dari segi budaya di berbagai negara sehingga berkembang sampai saat ini. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan poligami merupakan bentuk cinta destruktif yang memberikan dampak negatif pada para istri serta poligami bukanlah sebuah bentuk cinta sejati sesuai dengan filsafat cinta bell hooks.

This paper discusses the problem of polygamy through a critique of the philosophy of love. There is a problem regarding the incompatibility of the concept of true love as a romantic relationship in the form of polygamy. This form of love is destructive love that causes domestic violence, both physically and psychologically. This study aims to criticize the form of destructive love in polygamous marriages through descriptive qualitative research methods regarding the study of the philosophy of love in the practice of polygamous marriages. The theory used in this problem is the theory of love philosophy from bell hooks which shows that in love there is no domination and a romantic relationship will lead to perfect love. Polygamy is analyzed in terms of culture in various countries so that it has developed to this day. The result of this study indicates that polygamous marriage is a form of destructive love that has a negative impact on wives and polygamy is not a form of true love according to Bell Hook’s philosophy of love."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Anggraini
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai pengelompokan sikap masyarakat mengenai campur tangan negara dalam masalah poligami. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksploratif. Mengunakan Teori Lambe dan Reineke. Temuan yang didapat dari penelitian ini adalah terbentuknya tiga pengelompokan sikap masyarakat berdasarkan kemiripan karakteristik sosial-ekonomi yang melekat pada individu. Ketiga kelompok tersebut yaitu kelompok protector yang menginginkan jaminan kebebasan dalam berpoligami, kelompok censorship yang menginginkan poligami dilarang dan kelompok allowers yang menginginkan pemerintah tidak ikut campur dalam masalah poligami. Jenis kelamin merupakan faktor signifikan yang membedakan pembentukan setiap kelompok.

Abstract
This thesis discusses the grouping of public attitudes about state interference in the issue of polygamy. The study was a quantitative study with exploratory design. Using the theory of Lambe and Reineke. Findings obtained from this research is the formation of three groupings of public attitudes based on similarities socioeconomic characteristics inherent in individuals. Three groups: the group protector who want guarantees of freedom in polygamy, a group that wants polygamy banned censorship and allowers groups who wanted the government not to interfere in the matter of polygamy. Gender is a significant factor that distinguishes the formation of each group."
2010
T29394
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Generally, islam permits a permits a wife to stipulate any conditions in a marriage contract....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The paper discusses about the fatwa of Ibn taymiyya an polygamy. It is well known that as one of the famous jurisconsults in the end of the thirteenth century, Ibn Taymiyya has dispensed many of his responses to Islamic legal cases arose in his time....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Leli Nurohmah
"Penelitian ini mengungkapkan pengalaman perempuan dalam menjalani perkawinan poligami. Hal ini digali melalui pemaknaan mereka pada perkawinan poligami dan strategi bertahan dalam perkawinan poligami. Untuk mengetahui makna perkawinan dalam persepsi perempuan dan strategi yang mereka terapkan, penelitian ini menggunakan konsep perkawinan, perkawinan poligami, dan perkawinan menurut perspektif feminis. Selain itu, digunakan teori kuasa Foucault dan teori strategi bertahan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berperspektif perempuan dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam. Subjek penelitian berjumlah sepuluh orang perempuan Betawi Cinere yang menjalani perkawinan poligami.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan memberi makna yang beragam pada perkawinan mereka, di antaranya perkawinan sebagai wadah untuk menyatukan rasa cinta, Fase hidup yang harus dilalui sebagai perempuan, pengabdian pada orang tua dengan menerima perjodohan, dan melepaskan status janda. Perkawinan poligami sebagian besar dimaknai sebagai taqdir yang harus mereka lalui. Dalam perjalanannya, perkawinan poligami lebih banyak menimbulkan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, karena perlakuan tidak adil dari suami. Bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak-anak terjadi karena tidak dipenuhinya hak dasar manusia meliputi pemenuhan sandang, pangan, papan dan kasih sayang. Selain itu menimbulkan kekerasan baik kekerasan fisik, ekonomi, psikis, dan seksual. lni menunjukkan bahwa pencapaian keluarga sakinah mawaddah dan rahmah dalam keluarga sangat mungkin tidak tercapai dalam perkawinan poligami.
Dalam menjalani kehidupan tersebut ada strategi yang dilakukan oleh para subjek : pertama, strategi resistensi berupa "perlawanan sehari-hari" walaupun tidak bertahan lama karena sering menjadi stimulus tindak kekerasan suami. Kedua, strategi adaptasi melalui kepasrahan perempuan pada kondisi yang mereka hadapi, sikap menerima, dan mengabdikan diri sepenuhnya pada tugasnya sebagai perempuan ; serta berbaik hati dengan keadaan menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh para subjek agar mereka tetap bertahan dalam menjalani perkawinan poligami.

This research exposes women experience in passing through and living on polygamy marriage. It is explored through their understanding on polygamy marriage and endurance strategies in polygamy marriage. To find out the meaning of marriage in women's understanding and their survival strategies, this research uses the concept of wedding, polygamy marriage, and marriage as indicated by feminist perspective. The authority theory of Foucault and theory of endurance strategy are used, too. This research applies a qualitative approach of women perspective and compiles data through in-depth interview. The research subject is the ten Betawi women in Cinere, which live in polygamy marriage.
The research result said that women have various understanding on marriage, e.g. marriage is such space to share love and affection with her spouse, marriage is part of the living stage that must be passed through as women, and dedication for the parents by accepting the future husband from their parents, or just releasing a widowhood status. Most of women interpret polygamy marriage as destiny that should be passed through. In its implementation, polygamy marriages develop more violence against women and children because they receive injustice treatment from their husband: Violence against women and children is occurred since there is no fulfillment for basic human rights such as clothes, food, home and affection.
It also extends in any physical, economical, psychological and sexual violence. This could be said that to establish a "sakinah mawaddah and rahmah" (peaceful and blessing) family in such polygamy marriage.
In passing through such life, the subjects conduct strategies i.e.: first, strategy of everyday form of resistance. However, it sometimes does not work since this become stimulus for any violence of their husbands. Second, adaptation strategies such as surrender and accept with those conditions, and dedicate totally their nature as women; and be warm-hearted and have forgiving heart with the condition become an effort of the subject to live on polygamy marriage.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Muflichah
"Menurut hukum Islam tujuan perkawinan adalah menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang untuk memperoleh keturunan yang sah dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur oleh syari'at Islam. Demikian juga dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia, kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, undang-undang perkawinan kita telah mengatur prinsipprinsip serta asas-asas perkawinan dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia. Salah satu asas-asas perkawinan tersebut adalah "asas monogami" yaitu seorang suami hanya boleh mempunyai seorang istri dan sebaliknya. Namun apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama yang bersangkutan mengizinkan, seorang suami dapat melakukan poligami yaitu perkawinan dengan lebih dari seorang istri. Meskipun dikehendaki pihak-pihak yang bersangkutan, harus ada alasan-alasan serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, dan ditetapkan oleh Pengadilan. Mengenai alasan-alasan untuk dapat berpoligami diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 yaitu :
  1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.
  2. Istri mendapat cacat badan yang tidak dapat disembuhkan.
  3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suami yang hendak berpoligami ditentukan dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 yaitu :
  1. Persetujuan dari istri/istri-istri.
  2. Kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak.
  3. Jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak.
Apabila diperhatikan alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar oleh seorang suami untuk melakukan poligami seperti yang ditentukan oleh Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 tersebut di atas, nampaknya alasan-alasan termaksud dirumuskan pembentuk undang-undang secara umum.
Berdasarkan hasil analisis terhadap kasus tentang permohonan untuk melakukan poligami di Pengadilan Agama Purwokerto selama kurun waktu 7 tahun, yaitu dari tahun 1989 sampai dengan tahun 1996, 20 kasus yang dijadikan sampel penelitan. Dari 20 kasus permohonan izin poligami tersebut, ada 17 permohonan dikabulkan dan 3 permohonan ditolak oleh Pengadilan Agama Purwokerto. Dari kasus tentang permohonan izin poligami, ternyata alasan yang paling banyak dijadikan dasar untuk melakukan poligami adalah karena istri tidak dapat melahirkan keturunan, yaitu 10 kasus (50%), sedangkan alasan istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri ada 5 kasus (25%), alasan isterinya sakit ada 5 kasus (25%).
Di samping alasan-alasan yang dijadikan dasar untuk melakukan poligami seperti tersebut di atas, ternyata perkawinan poligami juga dipengaruhi faktor-faktor lain seperti faktor pendidikan, faktor sosial ekonomi, faktor lingkungan dan sebagainya.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat dideskripsikan bahwa ada korelasi negatif (hubungan terbalik) antara perkawinan poligami dengan faktor pendidikan, sosial ekonomi, dan lingkungan. Artinya semakin rendah tingkat pendidikan, sosial ekonomi, lingkungan, semakin banyak terjadi perkawinan poligami. Sebaliknya semakin tinggi tingkat pendidikan, sosial ekonomi, lingkungan, justru semakin jarang terjadi perkawinan poligami.
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, masalah poligami belum diatur secara tuntas, karena yang diatur baru menyangkut alasan-alasan, syarat-syarat serta tata cara untuk melakukan poligami. Ini berarti baru mengatur masalah-masalah sebelum terjadinya poligami. Sedangkan masalah-masalah setelah terjadinya poligami belum diatur. Seperti hak dan kewajiban para pihak, hak istri pertama (dengan anak-anaknya) terhadap penghasilan suami, hak untuk mendapat perlindungan hukum apabila suami tidak berlaku adil, dan sebagainya.
Sikap masyarakat terhadap poligami ternyata oukup beragam, terbukti dari 20 orang responden yang dijadikan sampel, 10 orang responden (50%) menyatakan tidak setuju sama sekali dengan perkawinan poligami apapun alasannya karena dalam kenyataannya hanya akan membawa kesengsaraan bagi istri dan anak-anaknya, dan sulit diharapkan suami akan berlaku adil. Enam orang responden (30%) menyatakan setuju adanya poligami dengan syarat bahwa poligami tersebut benar-benar didasarkan kepada alasan-alasan yang rasional dan masuk akal sehat. Selebihnya yaitu empat orang responden (20%) menyatakan setuju adanya poligami dengan alasan poligami justru dapat mengatasi masalah keluarga.
Sikap atau pandangan responden yang tidak setuju dengan poligami mendapat pembenaran secara empiris, karena apapun alasannya, sebagian besar kaum wanita tetap tidak dapat menerima poligami dengan perasaan ikhlas. Kenyataan juga menunjukkan betapa pahitnya keluarga yang berpoligami."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophian Syah
"Tujuan Penelitian ini adalah : Dalam penelitian ini diberikan gambaran mengenai pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di masyarakat mengenai poligami yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dan akibat hukumnya. Contoh kasus dalam penelitian ini adalah penyimpangan yang terjadi di Kolaka, Sulawesi Tenggara, sebagai akibat kurang konsekuensinya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan aparat pelaksananya di dalam mentaati Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai penyebab terjadinya poligami di dalam kehidupan Pegawai Negeri Sipil, serta mengenai pengaturannya di dalam Peraturan Pemerintah, dan juga mengenai upaya hukum yang harus dilakukan agar pelaksanaan poligami bagi Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat sesuai dengan hukum yang berlaku. Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan adalah bahwa penyebab terjadinya poligami khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil adalah karena isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya dan karena tidak dapat melahirkan. Penelitian ini menggunakaia metode penelitian lapangan dan metode penelitian kepustakaan. Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983 sebagai lex spesialis dan Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 sebagai lex generalisnya, di dalam prakteknya ternyata masih banyak ditemukan adanya pelanggaran. Hal tersebut merupakan suatu kelemahan dari Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983, di mana pada beberapa Pasalnya masih terdapat celah-celah yang dapat memberi peluang bagi Pegawai Negeri Sipil untuk melanggarnya. Maka Pemerintah menyempurnakan lagi beberapa Pasalnya yang dianggap masih lemah ke dalam ketentuan baru, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1990, yang lebih bersifat mengikat dan memberikan kepastian hukum khususnya bagi Pegawai Negeri Sipil, selain itu untuk menghindari salah penafsiran dalam pelaksanaannya dan lebih menjamin rasa keadilan. Aparat yang berwenang memberi izin perkawinan tersebut dapat lebih meningkatkan disiplin dan tanggung jawabnya terhadap segala peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga dapat membantu Pemerintah dalam menegakkan segala peraturan perundang-undangan agar dapat dilaksanakan dengan baik oleh segenap masyarakat, dan akhirnya segala penyimpangan yang terjadi dapat dihilangkan, minimal dikurangi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayah Hidayah
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dalam pernikahan poligami dengan kekerasan dalam rumah tangga dan stress kaum lbu (khususnya wanita yang dipoligami) pads pemakahan poligami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada tiga wanita yang dipoligami oleh suaminya. Apakah ada dampak bagi seorang istri sebelum dan se udah pemakahan poligami, terutama terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan fisik, yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka atau carat pads tubuh istrinya atau bahkan menyebabkan kematian. Kekerasan psikologis seperti setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya did, h.ilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya pada suaminya. Kekerasan seksual, setiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual pemaksaan seksual atau sampai menjauhkan diri dad kebutuhan seksual. Kekerasan ekonomi, mencakup kepada membatasi istri untuk bekerja, atau bahkan bekerja untuk dickploitasi atau tindakan menelantarkan anggota keluarga dalam bidang ekonomi. Perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, yang menyebakan seorang istri terisolasi dari lingkungan sosialnya.
Stress adalah salah satu bagian yang menjadi target peneliti apakah dari poligami kemudian adanya kekekrasan dalam rumah tangga apakah berdampak pada stress Ibu-ibu yang dipoligami oleh suaminya Secara fisik perang yang mengalarni stress akan mengalami perubahan seperti terlihat dari gejalanya yaitu sakit kepala, leher, sakit dibagian dada atau sariawan dan banyak sekali gejalanya. Secara emosional juga terlihat oarang yang mengalami stress seperti mudah tersinggung, depresi, gelisah, merasa tidak berdaya atau prustasi dan sebagainya. Adapun secara perilaku dapat dilihat seperti menggigit kuku, gelak tawa yang tinggi, memakai obat-obatan, berj alan mondar-mandir dan banyak lagi.
Dari hasil penelitian terhadap ketiga wanita yang dipoligami oleh suaminya maka terdapat berbagai fakta kekerasan yang diakibatkan oleh pernikahan poligami tersebut. Lebih spesifik ialah kekerasan secara psikologis yang cukup dominan terjadi dalam keluarga tersebut dan menyebabkan stresss yang berkepanjangan.

The objective of this research is to find out the relationship in polygamy marriage with violence in household and depressed mothers (particularly those that are made co-wives) in polygamy marriage. This research applies qualitative method using an approach of case study on three women being made co-wives by their husbands. Are there impacts on wives before and after polygamy marriage, particularly with regard to violence in household?
Physical violence means violence that causes pain, injury, wound, or physical defect on wife's body or even causes death. Psychological violence means any acts or sayings that result in fear, loss of self-confidence, loss of ability to act and feeling of powerless against the husband. Sexual violence means every act covering sexual harassment, sexual coercion, until refrain from sexual need. Economic violence covers restricting the wife from working, or even working to be exploited, or act of abandoning family members in terms of economics. Seizure of freedom haphazardly causing a wife isolated from her social environment.
Depression constitutes one of the parts that become the target of the researcher whether polygamy and household violence bring impacts on the depressed mothers that made co-wives by their husbands. Physically, a depressed person will experience changes as seen from the symptoms, such as headache, neck ache, chest-ache, or naphtha and many other symptoms. Emotionally, a depressed person can also be seen from the symptoms such easily getting insulted, depressed, and restless, feeling of powerless or frustrated, etc. While behaviorally, it can be seen from the symptoms such as biting the nails, high cackles, consuming drugs, walling back and forth, etc.
The result of research to the three women made co-wives by their husbands unveils various violence facts resulting from the said polygamy marriage. The more specific result is the psychological impacts in the families and cause prolonged depression.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20787
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malika Alia Rahayu
""Poligami" banyak digunakan untuk mengacu pada praktik laki-laki Muslim yang menikahi lebih dari satu istri. (Hirschfelder & Rahmaan, 2003). Pihak istri kedua seringkali mengalami dampak negatif dari pernikahan poligami, seperti pandangan negatif dari masyarakat, konflik dalam keluarga, persaingan dengan istri pertama, dampak sosial, serta kekerasan dalam rumah tangga (Mulia, 2004; Nurohmah, 2003). Dewasa muda adalah periode penyesuaian terhadap pola hidup yang baru, salah satunya adalah pernikahan. Penyesuaian ini akan dirasakan semakin sulit dan menjadi masalah jika bentuk pernikahan yang dijalankan adalah bentuk pernikahan yang ?tidak umum?, seperti poligami. Masalah yang dihadapi istri kedua tersebut merupakan pengalaman hidup yang akan mempengaruhi kondisi psychological well-being mereka. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan menghimpun informasi dari empat orang wanita dewasa muda yang menjadi istri kedua. Kesimpulan umum dari penelitian ini adalah wanita dewasa muda yang menjadi istri kedua dalam pernikahan poligami memiliki gambaran psychological well-being yang bervariasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being wanita dewasa muda yang menjadi istri kedua adalah faktor demografis, dukungan sosial, mekanisme evaluasi diri, variabel kepribadian, religiusitas, serta beberapa faktor lain, seperti motivasi pernikahan, pemahaman mengenai poligami, serta antisipasi terhadap konsekuensi sebagai istri kedua. Selain itu, penyesuaian yang baik dalam pernikahan juga nampak mempengaruhi kondisi psychological well-being istri kedua dalam pernikahan poligami.

The term "polygamy" refers to a matrimonial system between a man and many women at the same time (Hirschfelder & Rahmaan, 2003). Second wife is often had negative impacts from this marriage, such as negative social reaction from the society, conflict among the family when the women choose to be the second wife, conflict with the first wife, social impacts, and domestic violence (Mulia, 2004; Nurohmah, 2003). Early adult is a period of adjustment to new patterns of life, such as marriage. This adjustment would be more difficult if the young adult has to run the ?unfamiliar? matrimonial system like polygamy. These challenge and problems that have to be faced by the second wife are a particular life experience that could affect her psychological well-being. The researcher used qualitative methods to the four informants. The result of this research showed that these second wives are different in their psychological well-being. These variations are influence by the demographic factors, social support, self-evaluation mechanism, personality factor, religiosity, and any other factors such as motivation to get married, understanding about the essence of polygamous marriage, and also their anticipation toward the consequence of being a second wife. This research also found that good marital adjustment affects psychological well-being condition for second wife in her early adult period."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
306.872 RAH p
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chandry Rua Januari
"Tidak ada abstrak"
Universitas Indonesia, 1984
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>