Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raihanah
"Kemajuan UEA dimulai sejak 1970, menarik masyarakat dari wilayah sekitar untuk datang, termasuk kelompok Syiah. Syiah sebagai kelompok minoritas, mengisi 15% dari total populasi muslim dan Warga Negara Iran menempati posisi terbesar kelima dengan jumlah ekspatriat terbanyak di UEA. Relasi erat antara Saudi dan UEA tidak serta merta membuat UEA menggunakan pendekatan yang sama dalam memperlakukan kelompok tersebut. Inklusivitas dan harmoni yang tercipta dalam lingkungan UAE antara komunitas Syiah Imamiyyah dan penduduk lokal, khususnya di Dubai, memiliki latarbelakang dan akar sejarah yang kuat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses terbentuknya komunitas Syiah di Uni Emirat Arab (UEA), memahami interaksi sosial antara komunitas Sunni Emirat dan Syiah Iran di Dubai serta mengetahui bentuk pemeliharaan identitas oleh komunitas Syiah Imamiyyah di Dubai. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengambilan data dengan cara wawancara dan studi literatur. Penulis menemukan bahwa penerimaan komunitas Syiah Imamiyyah oleh kelompok Sunni di Dubai disebabkan oleh dua faktor, yaitu ekonomi dan sejarah. Selain itu asimilasi yang tidak signifikan disebabkan masih adanya prasangka, konflik nilai dan kekuasaan, belum terjadi pernikahan silang secara besar, ekspatriat masih dipandang sebagai second-class citizen, serta jumlah penduduk lokal yang sedikit.

The UAE's progress began in the 1970s, attracting people from the surrounding regions, including Shia groups. Shia as a minority group, make up 15% of the total Muslim population and Iranian citizens occupy the fifth largest position with the largest number of expatriates in the UAE. The close relationship between Saudi and the UAE does not necessarily make the UAE use the same approach in treating these groups. The inclusiveness and harmony created within the UAE environment between the Imamiyya Shia community and the local population, particularly in Dubai, have a strong historical background and roots. Therefore, the purpose of this research is to know the process of forming the Shia community in the United Arab Emirates (UAE), to understand the social interaction between the Emirati Sunni community and the Iranian Shia community in Dubai and to find out the form of identity maintenance by the Imamiyyah Shia community in Dubai. The research method used in this study is a qualitative approach with data collection techniques by means of interviews and literature studies. The author finds that the acceptance of the Imamiyyah Shia community by Sunni groups in Dubai is caused by two factors, namely economics and history. In addition, assimilation is not significant due to the existence of prejudice, conflicts of value and power, there has not been a large cross-marriage, expatriates are still seen as second-class citizens, and the number of local residents is small."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wensdy Tindaon
"Kedekatan antara negara dengan tindakan eksklusi sosial telah menjadi realitas yang dihadapi oleh agama lokal di Indonesia. Sebelum hadirnya negara telah terjadi eksklusi sosial oleh Belanda dan misionaris Kristen ke Tanah Batak dalam melemahkan dan memarginalkan kekuasaan tradisional Ugamo Malim. Kemudian, negara hadir memformalisasi defenisi agama dan mendiskriminasi kelompok agama lokal. Pada rezim orde baru justru agama lokal mengalami banyak pelanggaran HAM meliputi: represif, pelarangan ritual, pemaksaan afiliasi agama resmi dan eksklusi sosial. Keadaan ini mengindikasikan penganut agama lokal telah terbatas mengekspresikan identitasnya dan tidakberdaya memiliki identitasnya. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa kelompok yang dieksklusi dapat melakukan resistensi maupun pasif terhadap kelompok mayoritas (penguasa). Keleluasaan agar keluar dari eksklusi sosial telah dilakukan sejak awal reformasi. Kemudian, pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan legitimasi dan memperkuat posisi agama lokal di Indonesia. Pada penelitian ini memberikan kebaruan bahwa kelompok minoritas justru memiliki kesadaran memanfaatkan peluang untuk beradaptasi terhadap negara dan agama mayoritas. Ugamo Malim beradaptasi dengan mereksontruksi identitas melalui ketentuan nilai dan kesamaan identitas dengan negara dan agama mayoritas. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan wawancara mendalam serta melakukan observasi di lokasi penelitian.

The closeness between countries and acts of social exclusion has become a reality faced by local religions in Indonesia. Before the presence of the state there had been a social exclusion by the Dutch and Christian missionaries to the Land of the Batak in weakening and marginalizing Ugamo Malim traditional power.Then, the state is present to formalize the definition of religion and discriminate against local religion groups. In the new order regime instead of local religious experience many human rights violations include: repressive, banning the ritual, the imposition of formal religious affiliation and social exclusion. This situation indicates local religions have limited express their identity and powerless to have their identities. The freedom to get out of social exclusion has been carried out since the beginning of the reform. Then, after the decision of the Constitutional Court (MK) gave legitimacy and strengthened the position of local religion in Indonesia. In this study provide novelty that minority groups have awareness utilize the opportunity to adapt to the state and majority religion. Ugamo Malim adapted to reconstructing identity through provisions of value and similarity of identity with the state and religion of the majority. In this study using qualitative methods and in-depth interviews and conducting observations at the study site.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T52349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Amien Rahman Mahendra
"Dinamika kehidupan masyarakat Dusun Poncol telah lama berkait erat dengan Arak Jowo yang telah menjadi identitas dan komoditas. Proses konstruksi identitas Arak Jowo di Dusun Poncol yang berlangsung dalam waktu lama tidak hanya melibatkan pemasak Arak Jowo sebagai produsen tetapi juga masyarakat Dusun Poncol dan masyarakat lain di sekitar Kabupaten Ngawi. masyarakat Dusun Poncol dan masyarakat lain terjadi dalam praktik konsumsi dan jual beli Arak Jowo yang diproduksi oleh pemasak Arak Jowo di Dusun Poncol. Namun, pemasak Arak Jowo sebagai bagian masyarakat Dusun Poncol ini terpaksa harus kehilangan pekerjaannya karena terbitnya Perda nomor 10 tahun 2012 Kabupaten Ngawi dan implementasinya dengan bentuk penertiban gabungan yang berlangsung pada tahun 2018. Pasca penertiban berlangsung, pemasak Arak Jowo merasa bimbang karena keahlian utama yang mereka kuasai dilarang untuk dilakukan lagi berdasarkan peraturan hukum formal yang berlaku. Pasca penertiban, pemasak Arak Jowo mengalami dilema dalam memahami identitas sosial mereka dan cara memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka. Penertiban juga meninggalkan trauma dan bagi ketakutan pemasak Arak Jowo Dusun Poncol terlebih tentang kekacauan terhadap orang luar. Kondisi liminal memaksa pemasak Arak Jowo merasakan kondisi yang serba sulit baik untuk tetap melakukan aktivitas produksi Arak Jowo maupun meninggalkan aktivitas tersebut dan memulai aktivitas baru pengganti Arak Jowo.

The dynamics of the life of the Dusun Poncol people has long been closely related to Arak Jowo which has become an identity and a commodity. The process of constructing the identity of Arak Jowo in Dusun Poncol which took a long time did not only involve the cooks of Arak Jowo as producers but also the people of Dusun Poncol and other communities around Ngawi Regency. The people of Dusun Poncol and other communities are involved in the practice of consuming and buying and selling Arak Jowo produced by Arak Jowo cooks in Dusun Poncol. However, the cooks of Arak Jowo, as part of the Dusun Poncol community, were forced to lose their jobs due to the issuance of Regional Regulation number 10 of 2012 of Ngawi Regency and its implementation in a combined form of control which took place in 2018. After the control took place, the cooks of Arak Jowo felt confused because the main expertise they mastery is prohibited from being carried out again based on the applicable formal legal regulations. After the control, the cooks of Arak Jowo experienced a dilemma in understanding their social identity and how to meet their family's economic needs. The control also left trauma and fear for the cooks of Arak Jowo Dusun Poncol especially about chaos towards outsiders. This liminal condition forced the cooks of Arak Jowo to experience difficult conditions both to continue to carry out Arak Jowo production activities and to leave these activities and start new activities to replace Arak Jowo."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Setia Wibawa
"Kedekatan emosional merupakan salah satu dimensi interpersonal yang banyak digunakan untuk menjelaskan kualitas hubungan antara cucu dan kakek-nenek (Creasey & Koblewski, 1991). Kedekatan emosional didefinisikan sebagai tingkat emosi positif yang meliputi cinta, kasih sayang, kedekatan, kebersamaan, keadilan, kepercayaan, penerimaan, dan rasa hormat terhadap anggota keluarga dan timbal baliknya dari emosi tersebut (Bengston & Schrader, 1982).
Kualitas hubungan dengan kakek-nenek dapat berpengaruh di berbagai bidang kehidupan remaja, salah satunya adalah identitas diri. Salah satu jenis identitas yang berkembang saat remaja adalah identitas moral. Identitas moral adalah tingkat perbedaan individu dalam merefleksikan nilai-nilai moral sebagai inti dari karakteristik dirinya (Blasi, 1984).
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara kedekatan emosional dengan kakek-nenek dan identitas moral pada mahasiswa. Sebanyak 333 mahasiswa terlibat dalam penelitian ini. Affectual Solidarity Scale digunakan untuk mengukur kedekatan emosional dengan kakek-nenek dan Moral Identity Questionnaire (MIQ) digunakan untuk mengukur identitas moral.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kedekatan emosional dengan kakek-nenek dan identitas moral pada mahasiswa (r = .126, p < .05). Hal tersebut menunjukkan pentingnya hubungan antara kakek-nenek dengan cucu terhadap pembentukan identitas moral.

Emotional closeness is one of the interpersonal dimension that is widely used to describe the quality of the relationship between grandchildren and grandparents (Creasey & Koblewski, 1991). Emotional closeness defined as the degree of positive emotions toward family members and the degree of reciprocity of these positive emotions (Bengston & Schrader, 1982).
The quality of the relationship with the grandparents can affect adolescences in various areas of life, one of which is the identity. One type of identity that develops during adolescence is a moral identity. Moral identity is an individual difference reflecting the degree to which being moral is a central or defining characteristic of a person?s sense of self (Blasi, 1984).
This research aims to investigate the relationship between emotional closeness with grandparents and moral identity in late adolescents. A total of 333 late adolescence involved in this research. Affecctual Solidarity Scale is used to measure the emotional closeness with grandparents and Moral Identity Questionnaire (MIQ) is used to measure the moral identity.
The results showed that there is a significant relationship between emotional closeness with grandparents and moral identity in college students (r = .126, p < .05). It shows the importance of the relationship between grandparents and grandchildren on the moral identity formation.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62682
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sen, Amartya, 1933-
Serpong: Marjin Kiri, 2007
303.601 2 SEN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diko Hary Adhanto
"Sense of place adalah upaya sesorang untuk memahami "status" mereka dalam dunia dan membentuk rasa identitas diri. Dari sense of place ini seseorang memiliki identitas tempat sesuai dengan pengembangan jati dirinya. Identitas tempat sendiri berkembang karena penjelajahan seseorang di lingkungan terdekatnya. Penjelajahan lingkungan di awali sejak usia dini dengan berbagai cara. Salah satu cara menjelajahi lingkungan adalah dengan bermain. Penelitian ini menjelaskan keterikatan tempat anak pedesaan terhadap ruang bermain dengan menggunakan teori tempat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola ruang bermain anak berdasarkan karakteristik tempat, dan karakteristik demografi anak. Metode pengumpulan data dilakukan melalui pemetaan mental kepada 80 anak kelas 1 hingga 5 dan pengukuran indeks keterikatan tempat kepada 44 anak yang duduk di kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar, di Kecamatan Lemong, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Hasil dari penelitian ini adalah 75% anak-anak pedesaan memilih bermain di lingkungan dekat rumahnya dan hanya anak laki-laki dan yang kelompok umur menengah dan besar yang memilih bermain di sungai. Tingkat identitas dan ketergantungan tempat pada semua ruang bermain bernilai baik. Sedangkan berdasarkan hasil interpretasi peta mental, elemen alam pada kategori penilaian memiliki skor yang hampir dominan pada beberapa ruang bermain. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah anak pedesaan cenderung memilih ruang bermain yang dekat dengan lokasi tempat tinggal mereka dan adanya perluasan jangkauan dalam mengeksplorasi ruang bermain yang lebih jauh berdasarkan umur dan gender. Keterikatan fungsional dan keterikatan emosional anak terhadap ruang bermain berbeda-beda dengan elemen alam yang sangat dominan.

Sense of place is the way that to understand their "status" in the world and to form a sense of identity. Lots of people will have place identity in accordance with the development of their identity. The identity itself develops due to the exploration of a person in their nearest surrounding environment. The exploration activities start doing at an early age in various ways. One of the activities are playing in playground spaces. The study explains the attachment of rural children to the playground spaces using place theory. The purpose of this study is that to determine the pattern of children's playground spaces based on the characteristics of the place and the demographic characteristics of children. The data collection method was carried out through mental mapping of 80 children in grades 1 to 5 and measurement of the place attachment index for 44 children in grades 4 and 5 of elementary schools, in Lemong District, Pesisir Barat Regency, Lampung Province. The results of this study are amount 75% of rural children chose to play in the neighborhood near their homes and only boys and middle or large age groups chose to play in the river as playground space. The level of place identity and place dependence on all playground spaces is well worth it. Meanwhile, based on the results of the mental map interpretation, the natural elements in the assessment category have scores that are almost dominant in some playground spaces. The conclusion in this study is that the pattern of choosing a playground space for rural children tends to choose a playground that is close to the location where they live and there is an expansion of the range in exploring further playground spaces based on age and gender as well as functional attachments and children's emotional attachments to different play spaces. with natural elements that are very dominant."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elanca Arter
"Multiple alter account merupakan sebuah fenomena yang ditemukan dalam sosial media Instagram dimana satu individu dapat memiliki lebih dari satu akun sosial media yang masing-masing dari akun tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Penelitianpenelitian sebelumnya cenderung lebih menjelaskan keberadaan akun alter sebagai saluran ekspresi alter ego dari individu dan berperan sebagai panggung belakang dalam perspektif dramaturgi, namun kurang menjelaskan mengenai proses pembentukkan identitas yang terjadi melalui interaksi dalam multiple alter account. Penelitian ini berusaha menggambarkan dinamika dramaturgi yang ditemukan dalam penggunaan multiple alter account oleh remaja generasi Z, dimana multiple alter account tersebut memberikan panggung untuk menyusun narasi identitas diri yang jamak pada remaja generasi Z. Penelitian ini menemukan bahwa dalam penggunaan multiple alter account, dramaturgi masih ditemukan dalam upaya para remaja generasi Z dalam membentuk identitas diri namun dengan batasan panggung yang kabur dan juga adanya proses filterisasi audiens yang menjadi ciri khas fenomena ini. Identitas yang ditemukan pun jamak jumlahnya dan dapat dibagi ke dalam dua wujud yaitu multiple identities dan juga blended identity.

Multiple alter accounts is a phenomenon found in Instagram where one individual can have more than one Instagram account, each of which has different characteristics. Previous studies tend to explain the existence of alter accounts as channels of alter ego expressions within the dramaturgy framework, but doesn’t explain about the process of identity construction that occurs through interactions in multiple alter accounts. This study attemps to discuss the dynamic dramaturgical process found in the use of multiple alter accounts by Gen Z youth, in which it presents multiple stages for these youths to constructs multiple narratives on their own identity. This study found that in the use of multiple alter accounts, dramaturgy is still found in the efforts of Gen Z youth in forming their own identity but with blurred stage boundaries and also audience filtering process that characterizes this phenomenon. The identites found on the Gen Z youth can be divided into two forms, which are multiple identities and blended identities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Tsamarah Kusumaning Ayu
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas penggambaran identitas Indo dalam lima cerita pendek pemenang sayembara menulis teks bertema budaya Indo, Jouw Indisch Verhaal 2017. Karya para pemenang dikaji secara deskriptif kualitatif dengan pendekatan struktural yang difokuskan pada sudut pandang penceritaan, penokohan dan latar sosial. Analisis diharapkan dapat memaparkan identitas Indo yang digambarkan dalam teks. Hasil penelitian menunjukkan pencarian identitas Indo melalui berbagai sudut pandang. Kenangan akan peristiwa masa lalu dipilih untuk memaparkan pencarian identitas. Misalnya kehidupan di Maluku, kondisi kamp tahanan Jepang, keberadaan Ibu mereka di Hindia Belanda dan permasalahan tentara KNIL, merupakan pokok pikiran yang disuarakan melalui para tokoh. Dalam cerita, elemen-elemen Indo yang dihadirkan melalui berbagai peristiwa ditengarai mengukuhkan permasalahan identitas pada keturunan orang Indo dan orang Maluku di Belanda.

ABSTRACT
This paper discusses the representation of Indo identity in five winning short stories from the Indo-themed writing contest, Jouw Indisch Verhaal 2017. This paper uses qualitative descriptive method with a structural approach focused on the point of view of storytelling, characterization and social setting. The analysis is expected to disclose the Indo identity described in the text. The results showed the search for Indo identity through various points of view. Memories of past events are selected to expose identity searches. For example about the life in Maluku, the condition of Japanese camps, their mother 39;s presence in the Dutch East Indies and the KNIL army problem, were the main ideas voiced through the characters. In the story, elements of Indo are presented through various events allegedly confirmed the identity problem on the offspring of the Indo and the Moluccans in the Netherlands. "
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dyah Rachmawati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara identitas moral dan emosi moral (emosi malu dan emosi bersalah). Emosi malu adalah perasaan negatif yang muncul saat kegagalan seseorang terekspos oleh publik sedangkan emosi bersalah adalah emosi negatif individu yang terasosiasi dengan perasaan personal karena telah melakukan kesalahan atau berperilaku buruk yang melanggar hati nuraninya (Cohen, dkk, 2011). Identitas moral adalah konsep diri seseorang yang memotivasi munculnya perilaku moral yang terdiri dari seperangkat sifat moral (Aquino & Reed II, 2002).
Penelitian dilakukan pada 1.353 mahasiswa (1.034 perempuan, 301 laki-laki; M = 20,15 tahun, SD = 1,50 tahun) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Identitas moral diukur menggunakan Moral Identity Scale (Aquino & Reed II, 2002) sedangkan emosi malu dan emosi bersalah diukur menggunakan Guilt and Shame Proneness (Cohen, dkk, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa identitas moral memiliki korelasi prediktif positif yang signifikan terhadap emosi malu (β=0,167, p<0.01) dan emosi bersalah (β= 0,336, p<0,01). Dengan kata lain, identitas moral terbukti dapat berkontribusi sebagai prediktor dari emosi malu dan emosi bersalah. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk membuktikan hubungan sebab-akibat pada variabel yang diteliti.

This study examined the relationship between moral identity and moral emotion (shame and guilt) in Indonesia. Shame is the negative feeling that arises when one?s failures and shortcomings are put on public display, while guilt is associated with a private sense of having done something wrong or having behaved in a way that violated one?s conscience (Cohen, et al, 2011). Moral identity is a self-conception organized around a set of moral trait (Aquino & Reed II, 2002).
The study was conducted on 1.335 students (1.034 females, 301 males; M = 20,15 years old, SD = 1,50 years old) in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi. Moral identity is measured with Moral Identity Scale (Aquino & Reed II, 2002) whereas shame and guilt are measured with Guilt and Shame Proneness (Cohen, et al, 2011).
The result shows that moral identity has positive predictive correlation with shame (β= 0,167, p<0.01) and guilt (β= 0,336, p<0.01). In other words, moral identity has proven to be one of shame and guilt?s predictor. Future research is needed to provide evidence of the causal link in the observed variables.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S64287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Kris Nugroho
"Sebagai sebuah klub motor, Freevets MC Chapter Jakarta memiliki idenititas yang ditunjukan sebagai sebuah klub motor baik yang terlihat maupun ditunjukan dengan perilaku dalam interaksi yang mereka lalukan. Tulisan ini berfokus pada proses pembentukan identitas Freevets MC Chapter Jakarta serta batasan yang mereka tunjukan untuk membedakan dirinya dengan klub atau komunitas motor lain. Dalam konteks idenititas penulis gunakan untuk menjelaskan idenktitas yang dibentuk dan batasan yang ditunjukan oleh anggota Freevets MC Chapter Jakarta yang didasari beberapa interaksi yang dilakukan oleh anggotanya. Pembentukan identitas yang terjadi meruapakan proses yang dilakukan oleh anggota Freevets MC Chapter Jakarta baik dengan Freevets MC Indonesia maupun dengan klub atau komunitas motor lain. Identitas yang dibrntuk tentu tidak terlepas dari baatsan-batasan yang mereka tunjukan sebagai sebuah klub motor. Dengan mewawancarai anggota Freevets MC Chapter Jakarta, penelitian ini mencari tahu bagaimana mereka membentuk identitas dan batasan kelompok etnik, serta hubungan antara nilai dengan identitas seperti yang dijelaskan Barth (1988) berdasarkan nilai yang mereka percaya dan terapkan dalam Interaksi yang mereka lakukan.

As a motorcycle club, Freevets MC Chapter Jakarta has an identity that is shown as a motorcycle club, both visible and indicated by the behavior in the interactions they carry out. This paper focuses on the process of forming the identity of Freevets MC Chapter Jakarta and the boundaries they show to differentiate themselves from other motorcycle clubs or communities. In the context of the author's identity, it is used to explain the identity formed and determined by members of the Jakarta Chapter of Freevets MC which is based on several interactions made by its members. The identity that occurs is a process carried out by Freevets MC Chapter Jakarta members, both with Freevets MC Indonesia and with other motorcycle clubs or communities. The identity that is formed certainly cannot be separated from the boundaries that they show as a motorcycle club. By interviewing members of the Jakarta Chapter of Freevets MC, this study seeks to find out how they form ethnic group identities and boundaries, as well as the relationship between values ​​as described by Barth (1988) based on the values ​​they believe in and in the interactions they do."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>