Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94243 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Darwin Setiawan
"Perkembangan teknologi informasi telah membantu masyarakat dunia dalam berbagai lini kehidupan, termasuk bagi pelaku seni yang memiliki permasalahan dalam karya seninya. Dengan adanya teknologi, pelaku seni saat ini telah dimudahkan karena dapat memasarkan hasil karyanya ke seluruh dunia dengan mengubahnya menjadi token yang dapat diperdagangkan atau dikenal dengan istilah non-fungible token. Non-fungible token telah membantu para pelaku seni untuk dapat menjual, mengkomersilkan, dan memperdagangkan hasil seninya termasuk dengan komunitas didalamnya. Media perdagangan terbesar yang mewadahi proses transaksi ini salah satunya adalah Opensea. Transaksi di e-commerce Opensea dilakukan dengan menggunakan mata uang kripto berupa ethereum. Namun demikian, proses transaksi tersebut berpotensi batal demi hukum apabila dilakukan oleh masyarakat Indonesia mengingat eksistensi kripto yang hanya diakui sebagai komoditas. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa transaksi NFT yang dilakukan dengan aset digital berupa mata uang kripto memiliki payung hukum karena dapat dianggap sebagai sebuah perjanjian tukar menukar benda digital. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Penelitian menggunakan alat berupa studi dokumen peraturan perundang-undangan, penelusuran literatur, yang didukung dengan wawancara terhadap narasumber dari instansi terkait dengan pendekatan kualitatif.

Information technology existence has helped the world community in various lines of life, including for artists who have problems in their works of art. With technology, it is easier to promote their work to the world by turning them into tradable tokens or known as non-fungible tokens. Non-fungible tokens have helped artists to sell, commercialize, and trade their art, including activating the community. One of the biggest e-commerce that accommodates this transaction process is Opensea. Opensea required the users to use cryptocurrency-ethereum to do the transaction. However, based on the Indonesia regulation, the transaction has potential to be null and void considering the existence of crypto in Indonesia only recognized as commodity. The results shows that NFT transactions as digital assets using cryptocurrency-ethereum on e-commerce Opensea has legal basis that the transaction can be recognized as an exchange system. This study uses a juridical-normative research method with statutory approach. Study of legal documents, literature research, and a series of in-depth interviews from related government institutions are used as tools of data collection with qualitative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azarine Gantari
"Hadirnya sebuah fenomena di Indonesia awal tahun 2022 bernama Ghozaly Everyday melahirkan gagasan baru dalam perkembangan teknologi khususnya di bidang perdagangan berbasis digital. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana transaksi yang berlangsung di sebuah platform digital dengan menggunakan mata uang digital yang mana menimbulkan sebuah urgensi tersendiri tidak hanya bagi masyarakat namun juga kepada para praktisi hukum agar dapat memberikan keselasrasan antara keberlakuan hukum dengan perkembangan teknologi itu sendiri. Sebuah urgensi lahir disaat terjadinya peralihan kepemilikan Non-Fungible Token tersebut melalui teknologi blockchain yang mana mengenyampingkan Notaris sebagai pejabat umum yang berperan juga sebagai Trusted Third Party yang berfungsi sebagai penjamin hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hadirnya blockchain tidak mampu menggantikan Notaris sebagai pejabat umum yang bertanggungjawab atas kepastian pemahaman para pihak atas kehendaknya dalam melakukan transaksi ataupun pengalihan hak milik atas kepemilikan sebuah NFT.

The presence of a phenomenon in Indonesia in early 2022 called Ghozaly Everyday gave birth to new ideas in technological development, especially in the field of digital-based commerce. The main problem in this research is how transactions take place on a digital platform using digital currency, which creates a special urgency not only for the public but also for legal practitioners so that they can provide harmony between legal enforcement and the development of technology itself. An urgency arises when the ownership of the Non-Fungible Token is transferred through blockchain technology, which excludes the Notary as a public official whose role is also as a Trusted Third Party which functions as a legal guarantor. This research uses a doctrinal research method with library study data collection techniques with a qualitative approach. The research results reveal that the presence of blockchain is unable to replace the Notary as a public official who is responsible for ensuring the understanding of the parties regarding their wishes in carrying out transactions or transferring property rights to the ownership of an NFT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titan Arsya Shalihanafie
"Pada tahun 2021, industri aset kripto mengalami perkembangan dengan meningkatnya transaksi jual-beli Non-Fungible Token (NFT) secara global. Di Indoenesia sendiri, pengaplikasian NFT sudah marak digunakan bagi para kreator dan seniman sebagai media untuk memasarkan karyanya. Akan tetapi, peraturan di Indonesia belum sepenuhnya mengakomodir perdagangan aset kripto. Di mana ketentuan yang ada umumnya ditujukan bagi aset kripto yang bersifat fungible. Sehingga terhadap perdagangan NFT belum terdapat ketentuan yang mengatur secara tegas baik dalam hal legalitas NFT sebagai komoditas aset kripto maupun terkait pemajakan jual-beli nya. Kurangnya regulasi tersebut menimbulkan ketidakpastoan hukum dan risiko tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi legalitas NFT sebagai komoditas aset kripto yang dapat diperjualbelikan beserta pemajakan yang dapat dikenakan terhadap jual-beli NFT. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis-normatif yang data-datanya diperoleh melalui studi dokumen peraturan perundang-undangan dan literatur. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa status hukum NFT belum dinyatakan secara tegas oleh Bappebti. Namun berdasarkan unsur manfaat sebagai dasar pemungutan pajak, penghasilan dari jual-beli NFT dapat dikenakan pajak penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 36 Tentang Pajak Penghasilan.

In 2021, the crypto asset industry has developed with the increase in Non-Fungible Token (NFT) buying and selling transactions globally. In Indonesia itself, the application of NFTs has been widely used by creators and artists as a medium to market their work. However, regulations in Indonesia have not fully accommodated crypto asset trading. Where the existing provisions are generally intended for fungible crypto assets. So that for NFT trading, there are no provisions that strictly regulate both the legality of NFTs as crypto asset commodities and related to the taxation of their sale and purchase. The lack of regulation creates legal uncertainty and certain risks. This study aims to identify the legality of NFTs as a tradable crypto asset commodity and the potential taxation that can be imposed on the sale and purchase of NFTs. The method used in the research is juridical-normative whose data is obtained through document studies of laws and regulations and literature. The conclusion obtained from this research is that the legal status of NFTs has not been expressly stated by Bappebti. However, based on the element of benefit as the basis for tax collection, income from the sale and purchase of NFTs can be subject to income tax based on the provisions of Law Number 36 concerning Income Tax.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jesslyn Diva Amelia
"Anonimitas merupakan salah satu fenomena yang kerap terjadi dalam perjanjian, tak terkecuali pada perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT). Hingga saat ini, baik secara regional maupun  global belum terdapat suatu kesepahaman tentang batasan umum terhadap anonimitas. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kejelasan identitas para pihak yang melakukan perjanjian merupakan salah satu unsur yang sangat esensial. Hal tersebut guna mengetahui seberapa cakap para pihak dalam mengemban hak dan kewajiban dalam perjanjian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keabsahan perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan menggunakan studi kasus pada marketplace OpenSea. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan studi hukum kepustakaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim melanggar dua syarat sah perjanjian sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian, terhadap perjanjian jual beli kebendaan digital berbentuk Non-Fungible Token (NFT) yang dilakukan secara anonim dapat dinyatakan batal demi hukum.

Anonymity is a phenomenon that often occurs in the trading world, not least in the sale and purchase of Non-Fungible Tokens (NFT). To date, both regionally and globally there has been no common understanding on the general limits of anonymity. Based on the Civil Code, the clarity of the identity of the parties in the agreement is a very essential element. This is to find out how capable the parties are in carrying out the rights and obligations in the agreement. This study aims to find out how the validity of the sale and purchase agreement of digital goods in the form of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously based on the Civil Code using case studies on the OpenSea marketplace. This research is in the form of normative juridical using a literature law study approach. The results of the study conclude that the sale and purchase agreement of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously violates two legal conditions of the agreement as formulated in the Article 1320 of Indonesian Civil Code. Thus, the sale and purchase agreement of digital goods in the form of Non-Fungible Token (NFT) which is carried out anonymously can be declared null and void."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Naufal Harits
"Perkembangan teknologi pada era revolusi insutri keempat menghadirkan inovasi pada berbagai industri tidak terkecuali industri keuangan. Salah satu inovasi terbesar dalam bidang keuangan adalah teknologi blockchain yang menghadirkan cryptocurrency dan non-fungible token atau NFT. Pergerakan harga dari mata uang kripto dan NFT yang melonjak tinggi pada tahun 2021 kemudian memunculkan pertanyaan bagi praktisi keuangan di seluruh dunia. Apakah mata uang kripto dan NFT dapat digunakan sebagai alternatif investasi? Bila iya, apakah penggunaannya sebagai instrumen investasi dapat meningkatkan performa portofolio investasi secara umum? Penelitian ini dibuat untuk mengeksplorasi dampak penambahan mata uang kripto dan NFT ke dalam portofolio saham dari Bursa Efek Indonesia. Optimisasi portofolio yang dilakukan menggunakan Markowitz modern portfolio theory dengan pendekatan maksimisasi Sharpe ratio dan minimisasi standard deviation. Hasil evaluasi return, standard deviation, dan Sharpe ratio sebelum dan setelah penambahan mata uang kripto serta koin NFT menunjukkan peningkatan performa portofolio yang cukup besar dengan mata uang kripto pada periode sebelum COVID-19 dan koin NFT pada periode gabungan. Hal tersebut menunjukkan adanya peluang diversifikasi dari mata uang kripto serta koin NFT pada saham-saham Indonesia.

Technological developments in the era of the fourth industrial revolution brought innovation to various industries, including the financial industry. One of the biggest innovations in finance is blockchain technology, which brings cryptocurrencies and non-fungible tokens or NFTs. The soaring price movements of cryptocurrencies and NFTs in 2021 then raise questions for financial practitioners around the world. Can cryptocurrencies and NFTs be used as investment alternatives? If so, can its use as an investment instrument improve investment portfolio performance in general? This study was created to explore the impact of adding cryptocurrencies and NFTs to the stock portfolio of the Indonesia Stock Exchange. Portfolio optimization is carried out using Markowitz modern portfolio theory with a Sharpe ratio maximization approach and standard deviation minimization. The results of the evaluation of return, standard deviation, and Sharpe ratio before and after the addition of cryptocurrencies and NFT coins show a significant improvement in portfolio performance with cryptocurrencies in the period before COVID-19 and NFT coins in the combined period. This shows that there is an opportunity for diversification from cryptocurrencies and NFT coins to Indonesian stocks."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Alifiani Prameswari Larasati
"Sejak tahun 2021, Non-Fungible Token (NFT) menjadi pusat perhatian dunia, berbagai pihak mulai terjun ke dalam industri NFT, baik sebagai pencipta maupun pembeli. NFT dapat dianggap sebagai sebuah bukti kepemilikan seseorang atas sebuah karya seni digital, yang memiliki nilai jutaan hingga triliunan rupiah. Meskipun NFT terlihat aman dikarenakan disimpan dalam sebuah blockchain, tetapi NFT nyatanya memiliki berbagai risiko. Sudah banyak ditemukan kasus pencurian dan kehilangan NFT yang menyebabkan terjadinya kerugian bagi pencipta dan pembeli NFT. Dengan nilai yang dimiliki oleh NFT, maka diperlukan suatu mekanisme pengalihan risiko, seperti asuransi, untuk dapat melindungi pencipta maupun pembeli NFT dari kerugian-kerugian yang mungkin akan terjadi. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas dan menganalisis mengenai risiko yang dimiliki NFT, bagaimana peraturan perundang-undangan perasuransian serta teori hukum asuransi mengatur mengenai objek asuransi, dan apakah NFT dapat dijadikan sebagai objek dalam perjanjian asuransi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa NFT dapat diasuransikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, serta teori hukum asuransi yang berlaku.

Since 2021, Non-Fungible Token (NFT) has been the center of attention of the world, many companies and individuals entered the NFT industry, as a creator or as a buyer. NFTs can be considered as proof of ownership of a digital work of art, which values for millions to trillions of rupiah. Although NFTs look safe because they are stored inside a blockchain, NFTs still possess various risks. There have been cases of theft and loss of NFTs which have caused losses to creators and buyers of NFTs. With the value possessed by NFTs, there must be a risk transfer mechanism, such as insurance, to be able to protect creators and buyers to avoid losses that might occur. Therefore, this thesis will discuss and analyze risks owned by NFTs, how Indonesian insurance regulations and insurance law theories regulates insurance objects, and whether NFTs can be an object of an insurance agreement. Based on the research conducted, it can be concluded that NFTs can be insured based on Indonesian Code of Business Law, Law No. 40 Year 2014 on Insurance, and based on existing insurance law theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sazkia Balhqis Kemalajati
"Penelitian ini dilatarbelakangi adanya perbedaan pengakuan objek penghasilan atas transaksi non-fungible token (NFT) antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, pada Maret 2022, pemerintah menetapkan PMK Nomor 68 Tahun 2022 yang mengatur tentang pajak penghasilan atas transaksi aset kripto. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pemenuhan asas kepastian hukum dalam pengenaan pajak atas transaksi NFT dan permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam pengenaan pajaknya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan post-positivisme dengan teknik pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah pemungutan pajak penghasilan atas transaksi NFT belum sepenuhnya memenuhi asas kepastian hukum. Adapun indikator yang belum memenuhi kepastian hukum yaitu materi/objek, subjek, pendefinisian dengan menggunakan tafsiran otentik, penyempitan/perluasan materi, dan ruang lingkup. Selain itu, dalam praktik implementasinya permasalahan yang dihadapi pemerintah adalah kepatuhan pajak dan perkembangan variasi transaksi NFT.

The background of this research is that there are differences in recognition of income objects for non-fungible token (NFT) transactions between taxpayers and the Directorate General of Taxes. Then, in March 2022, the government issued PMK 68/2022, which regulates income tax on crypto-asset transactions. This study aims to analyze the fulfillment of the principle of legal certainty in collecting taxes on NFT transactions and the problems faced by the government in levying taxes. The approach used in this study is a post-positivism approach with data collection techniques through literature studies and in-depth interviews. This study's results show that the income tax collection on NFT transactions still needs to comply with the certainty of law principle fully. The indicators that have not met a certainty of law principle are material/object, subject, definition using authentic interpretation, narrowing/expanding material, and scope. Apart from that, in practice, the problems faced by the government are tax compliance and the development of variations in NFT transactions."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradina Elmahda
"Non-fungible token (NFT) adalah hak yang diperdagangkan dengan blockchain atas aset digital apapun; termasuk gambar, video, musik, dan karya virtual. Minat dan hype terhadap pasar NFT terus berkembang secara signifikan sejak awal 2021. Penelitian ini menginvestigasi keterkaitan antara pengembalian NFT dengan aset keuangan lainnya (saham, obligasi, emas, minyak mentah, dan cryptocurrency) dari periode bulan Januari 2019 hingga Desember 2022. Peneliti menggunakan metode pengolahan data timevarying parameter vector autoregression model (TVP-VAR) untuk mempelajari hubungan antara NFT dengan aset keuangan lainnya sekaligus untuk membangun jaringan konektivitas di antaranya. Hasil empiris atas penelitian ini mengungkapkan bahwa bahwa terdapat peningkatan keterhubungan antara total pengembalian selama pandemi COVID-19 dan perang Rusia-Ukraina. Dan secara garis besar, NFT tidak tergantung pada guncangan dari aset lainnya. Analisis dinamis sepanjang waktu mengungkapkan bahwa selama periode normal, NFT bertindak sebagai transmitter risiko sistemik sampai tingkat tertentu, tetapi selama masa krisis dan setelah vaksin COVID-19 peran tersebut bergeser menjadi penyerap spillover risiko. Hal tersebut menunjukkan bahwa NFT mungkin memiliki manfaat diversifikasi selama masa-masa sulit, seperti yang terlihat selama krisis COVID-19, dan terutama di sekitar market crash pada bulan Maret 2020.

Non-fungible tokens (NFTs) are blockchain-traded rights to any digital asset; including images, videos, music and virtual works. Interest and hype in the NFT market has continued to grow significantly since the beginning of 2021. This research investigates the relationship between NFT returns and other financial assets (stocks, bonds, gold, crude oil, and cryptocurrencies) from the period January 2019 to December 2022. Researchers use the method time-varying parameter vector autoregression model (TVP-VAR) data processing to study the relationship between NFTs and other financial assets as well as to build a connectivity network between them. The empirical results of this research reveal that there is an increasing link between total returns during the COVID-19 pandemic and the Russian-Ukrainian war. And broadly speaking, NFTs are independent of shocks from other assets. Dynamic analysis over time reveals that during normal periods, NFTs act as transmitters of systemic risk to some degree, but during times of crisis and after the COVID-19 vaccine the role shifts to absorbing risk spillovers. This suggests that NFTs may have diversification benefits during difficult times, as seen during the COVID-19 crisis, and especially around the market crash in March 2020."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arbi Rizal Haq
"Berkembangnya internet of things melahirkan ledakan inovasi di berbagai lini kehidupan, termasuk di bidang finansial yang menyebabkan penciptaan mata uang kripto atau cryptocurrency. Kehadiran mata uang kripto memberikan kemudahan transaksi bagi penggunanya. Pemanfaatan teknologi blockchain dan sistem peer-to-peer menghendaki para penggunanya untuk melakukan transaksi secara anonim. Non-Fungible Token merupakan aset digital yang lahir dengan memanfaatkan teknologi blockchain dan dengan menggunakan mata uang kripto dalam transaksinya, serta dilengkapi dengan teknologi smart contract. Ekosistem yang demikian itu, menyebabkan para pelaku kejahatan memanfaatkannya sebagai sarana baru dalam aktivitas pencucian uang. Financial Action Task Force on Money Laundering, selaku badan internasional yang mengembangkan kebijakan anti pencucian uang, merekomendasikan langkah-langkah sebagai rujukan negara-negara dalam membuat kebijakan terkait dengan potensi kejahatan pencucian uang, termasuk melalui non-fungible token sebagai teknologi baru atau yang sedang berkembang. Rekomendasi yang memiliki tujuan untuk meminimalisasi kejahatan pencucian uang itu, dilakukan dengan langkah penerapan pendekatan berbasis risiko atau Risk-Based Approach yang menciptakan kolaborasi secara proaktif dalam bertukar informasi mengenai risiko pencucian uang dalam sebuah sektor. Selain itu, Public-Private Partnership Approach juga menjadi pendekatan yang perlu dilakukan antara Financial Unit Intelligence dengan pihak swasta sebagai penyedia layanan aset virtual sebagai upaya memperlancar arus pertukaran informasi mengenai para penggunanya. Hal tersebut menimbulkan suatu pertanyaan apakah instrumen hukum pencucian uang yang ada di Indonesia sudah relevan dan memadai dalam menghadapi perkembangan kejahatan pencucian uang melalui teknologi baru atau yang sedang berkembang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana tipologi dan metodologi pencucian uang melalui non-fungible token serta strategi pengaturannya sebagai upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di sektor ini sehingga diharapkan dapat menjadi rujukan para regulator dalam melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kejahatan pencucian uang pada sektor ini.

The development of the internet of things gave birth to an explosion of innovation in various lines of life, including in the financial sector which led to the creation of cryptocurrencies. The presence of cryptocurrency makes transactions easy for its users. The use of blockchain technology and peer-to-peer systems requires its users to make transactions anonymously. Non-Fungible Tokens are digital assets that were born by utilizing blockchain technology and using cryptocurrencies in transactions, and equipped with smart contract technology. Such an ecosystem causes criminals to use it as a new means of money laundering activities. The Financial Action Task Force on Money Laundering, an international body that develops anti-money laundering policies, recommends steps as a reference for countries in making policies related to potential money laundering crimes, including through non-fungible tokens as new or developing technologies. Recommendations that have the aim of minimizing money laundering crimes are carried out by implementing a Risk-Based Approach that creates collaboration proactively in exchanging risk information regarding money laundering in a sector. In addition, the Public-Private Partnership Approach is also an approach that needs to be taken between the Financial Intelligence Unit and the private sector as virtual service providers in an effort to expedite the flow of information about its users. This raises a question whether the legal instruments for money laundering in Indonesia are relevant and adequate in dealing with the development of money laundering crimes through new or developing technologies. By using the juridical-normative research method, this study aims to explore the typology and methodology of money laundering through non-fungible tokens as well as regulatory strategies as an effort to prevent and eradicate money laundering in this sector so that it is hoped that it can become a reference for regulators in making adjustments to the development of money laundering crimes in this sector."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Diyosena Bratadana
"Salah satu dari perkembangan teknologi berbasis blockchain yang belum lama terjadi adalah Non-Fungible Token (NFT), yaitu aset digital yang mana bukti kepemilikannya merupakan token yang terdapat dalam jaringan blockchain. Eksistensi blockchain dan NFT tidak lepas dari ketidakselarasannya dengan hukum yang berlaku. Salah satu permasalahan yang timbul adalah pertentangan antara sifat kekekalan data pada blockchain dan pengaturan mengenai hak penghapusan informasi. Hak penghapusan informasi merupakan hak individu untuk meminta penghapusan data pribadinya, dengan mengikuti syarat tertentu, yang dikelola oleh pihak pengelola data. Sementara, di Indonesia, lokapasar daring NFT memiliki kewajiban untuk menjamin terlindunginya hak penghapusan informasi. Penulisan ini akan menjawab (i) bagaimana pengaturan hak penghapusan informasi di Indonesia, (ii) bagaimana keberlakuan hak penghapusan informasi dalam transaksi NFT, serta (iii) bagaimana lokapasar daring NFT yang berbasis di Indonesia telah melaksanakan kewajibannya terkait dengan hak penghapusan informasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan dan penelusuran kebijakan yang diberikan oleh lokapasar daring NFT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (i) di Indonesia, hak penghapusan informasi utamanya diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik, PP tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, PP tentang Perdagangan dalam Sistem Elektronik, dan Permen Kominfo tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, (ii) hak penghapusan informasi tetap berlaku pada transaksi NFT, mengingat relevansi informasi dalam transaksi NFT dan (iii) lokapasar daring NFT yang Penulis teliti masih belum mematuhi kewajibannya terkait dengan hak penghapusan informasi.

One of the recent developments in blockchain-based technology is the Non-Fungible Token (NFT), which is a digital asset whose proof of ownership is a token contained in the blockchain network. The existence of blockchain and NFT cannot be separated from their inconsistency with applicable law. One of the problems that arise is the conflict between the data immutability in blockchain and regulations regarding right to be forgotten. Right to be forgotten is an individual’s right to request the deletion of their personal data, subject to certain conditions, which is managed by a data manager. Meanwhile, in Indonesia, NFT online marketplaces have the obligation to guarantee the protection of right to be forgotten. This paper will answer (i) how is the right to be forgotten regulated in Indonesia, (ii) how does the right to be forgotten apply in NFT transactions, and (iii) how Indonesia-based NFT online marketplaces have carried out their obligations related to right to be forgotten under the applicable laws in Indonesia. This research was conducted by means of literature study and policy research provided by the NFT online marketplaces. The results of this research show that (i) in Indonesia, the right to delete information is mainly regulated in the Electronic Information and Transaction Law, the Government Regulation on the Implementation of Electronic Systems and Transactions, the Government Regulation on Trading in Electronic Systems, and the Minister of Communication and Information Technology Regulation concerning the Protection of Personal Data in Electronic Systems, (ii) the right to be forgotten still applies to NFT transactions, considering the relevance of information in NFT transactions and (iii) the NFT online marketplaces that the Author researched have not complied with their obligations related to the right to delete information.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>