Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177193 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rifanny Adelia Dewinasjah
"Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya penurunan massa tulang yang parah sehingga meningkatkan risiko terjadinya retak atau patah tulang. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian aspirin dosis tinggi (300 mg) terbukti dapat menurunkan kadar Sphingosine-1-Phosphate (S1P) dalam plasma. Kadar rendah S1P dalam darah dapat mengaktifkan S1PR1 yang dapat mengarahkan prekursor osteoklas kembali ke darah sehingga proses osteoklastogenesis dapat terhambat. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian aspirin dengan kombinasi kalsium secara in vivo. Penelitian ini menggunakan tikus putih betina Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu sham dan kontrol negatif yang diberikan 1ml CMC Na 0,5%, kontrol positif diberikan tamoksifen sitrat 3,6 mg/200 g BB/hari, kelompok aspirin diberikan aspirin 5,4 mg/200 g BB/hari, kelompok kalsium diberikan kalsium sitrat 15 mg/200 g BB/hari, serta 3 kelompok variasi dosis aspirin dalam kombinasi dengan kalsium sitrat yaitu D1 aspirin 1,8 mg/200 g BB/hari, D2 aspirin 5,4 mg/200 g BB/hari, D3 aspirin 16,2 mg/200 g BB/hari dimana ketiga variasi dosis tersebut dikombinasikan dengan dosis kalsium sitrat 15 mg/200 g BB/hari secara peroral. Semua tikus dilakukan ovariektomi, kecuali kelompok sham dilakukan pembedahan tanpa pengambilan ovarium. Tikus dipelihara 4 minggu pasca operasi, lalu diberi perlakuan selama 28 hari. Parameter pertama yang diukur adalah berat tulang tibia dengan rata-rata kelompok sham 321,90 ± 10,39 mg, kontrol negatif 272,300 ± 54,18 mg, kontrol positif 312,50 ± 40,86 mg, aspirin 336,67 mg, kalsium 335, 90 ± 60,66 mg, D1 346,27 ± 83,90 mg, D2 377,00 ± 36,10 mg, dan D3 336,67 ± 4,5 mg. Parameter kedua yang diukur adalah kadar kalsium dengan rata-rata kelompok kelompok sham 111,08 ± 4,74 mg, kontrol negatif 89,30 ± 23,94 mg, kontrol positif 109,69 ± 20,25 mg, aspirin 123,01 ± 17,98 mg, kalsium 124,53 ± 32,11 mg, D1 120,19 ± 3,63 mg, D2 149,22 ± 17,13 mg, dan D3 121,60 ± 5,21 mg. Berdasarkan penelitian, pengaruh pemberian dosis kombinasi aspirin 5,4 mg/200 g BB/hari dan dosis kalsium 15 mg/200 g BB/hari pada tikus dapat meningkatkan berat dan kadar kalsium tulang tibia secara efektif.

Osteoporosis is a disease characterized by a severe decrease in bone mass that increases the risk of fractures. Previous studies have shown that high-dose aspirin (300 mg) has been shown to reduce plasma levels of Sphingosine-1-Phosphate (S1P). Low levels of S1P in the blood can activate S1PR1 which can direct osteoclast precursors back to the blood so that the process of osteoclastogenesis can be inhibited. This study was conducted to evaluate the effect of aspirin and calcium combination in vivo. This study used female Sprague-Dawley rats which were divided into 8 groups, namely sham and negative control which were given 1ml CMC Na 0.5%, positive control was given tamoxifen citrate 3.6 mg/200 g BW/day, aspirin group was given aspirin. 5.4 mg/200 g BW/day, the calcium group was given calcium citrate 15 mg/200 g BW/day, as well as 3 groups with variations in the dose of aspirin in combination with calcium citrate, namely D1 aspirin 1.8 mg/200 g BW/day, D2 aspirin 5.4 mg/200 g BW/day, D3 aspirin 16.2 mg/200 g BW/day where the three variations of the dose were combined with a dose of calcium citrate 15 mg/200 g BW/day. All rats were ovariectomized, except for the sham group which underwent surgery without removing the ovaries. After 4 weeks of ovariectomy, rats were treated for 28 days orally. The first parameter that was measured was the mass of the tibia bone with the average for bone mass in each group are 321.90 ± 10.39 mg for sham group, 272.300 ± 54.18 mg for negative control, 312.50 ± 40.86 mg for positive control, 336.67 mg for aspirin group, 335, 90 ± 60.66 mg for calcium group, 346.27 ± 83.90 mg for D1, 377.00 ± 36.10 mg for D2, and 336.67 ± 4.5 mg for D3. The second parameter measured was calcium levels with the average for calcium levels in each group are 111.08 ± 4.74 mg for sham group, 89.30 ± 23.94 mg for negative control, 109.69 ± 20.25 mg for positive control, 123.01 ± 17.98 mg for aspirin group, 124.53 ± 32.11 mg for calcium group, 120.19 ± 3.63 mg for D1, 149.22 ± 17.13 mg for D2, and 121.60 ± 5.21 mg for D3. Based on the research, the effect of a combination dose of aspirin 5.4 mg/200 g BW/day and calcium dose 15 mg/200 g BW/day in rats can increase the weight and calcium levels of the tibia bone effectively."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Rizky Prasetyaning
"Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan rendahnya massa tulang yang menyebabkan peningkatan risiko patah tulang. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi kadar S1P (Sphingosine-1-Phosphate) sehingga resorpsi tulang akibat osteoklas dapat menurun. Kombinasi aspirin dan kalsium digunakan dalam penelitian ini untuk melihat pengaruhnya terhadap jumlah sel osteoklas. Penelitian ini dilakukan pada tikus putih betina Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 8 kelompok yaitu kelompok sham dan kontrol negatif yang diberikan CMC Na 0,5%, kelompok kontrol positif yang diberikan tamoksifen 3,6 mg/200 gBB/hari, kelompok aspirin yang diberikan aspirin 5,4 mg/200gBB/hari, kelompok kalsium yang diberikan kalsium 15 mg/200 g BB/hari, serta kelompok kombinasi aspirin dan kalsium dengan masing-masing dosisnya yaitu D1 aspirin 1,8 mg/200 g BB/hari dan kalsium 15 mg/200gBB/hari; D2 aspirin 5,4 mg/200gBB/hari dan kalsium 15 mg/200gBB/hari; dan D3 aspirin 16,2 mg/200gBB/hari dan kalsium 15 mg/200gBB/hari secara peroral. Sebelum pemberian obat, semua tikus dibedah ovariektomi kecuali kelompok sham dan kontrol negatif yang dibedah sham. Setelah pembedahan, tikus dipelihara selama 28 hari kemudian diberikan obat. Parameter yang diukur adalah berat tulang tibia dan jumlah sel osteoklas yang dilihat secara histopatologi dengan pewarnaan HE (Hematoksilin-Eosin). Berat tulang tibia kelompok sham 321,90±10,39mg, kontrol negatif 272,30±54,18mg, kontrol positif 312,50±40,86mg, aspirin 336,67±29,57mg, kalsium 335,90±60,66mg, D1 346,27±83,91mg, D2 377,00±4,51mg, D3 366,67±48,52mg. Jumlah sel osteoklas kelompok sham 7,8±0,4sel/lapang pandang, kontrol negatif 9,13±1,10sel/lapang pandang, kontrol positif 8,13±1,67sel/lapang pandang, aspirin 7,53±1,52sel/lapang pandang, kalsium 7,67±0,64sel/lapang pandang, D1 7,47±0,31sel/lapang pandang, D2 5,33±0,99sel/lapang pandang, D3 7,67±0,31sel/lapang pandang. Hasil ini menunjukkan bahwa aspirin dan kalsium dapat meningkatkan berat tulang dan menurunkan jumlah sel osteoklas.

Osteoporosis is a bone disease characterized by low bone mass which causes an increased risk of fracture. Previous study have shown that aspirin can reduce S1P (Sphingosine-1-Phosphate) levels so that bone resorption due to osteoclasts can decrease. The combination of aspirin and calcium was used in this study to see its effect on the number of osteoclasts. This study was conducted on female white Sprague-Dawley rats which were divided into 8 groups, sham, negative control groups were given 0.5% CMC Na, positive control group was given tamoxifen 3.6 mg/200gBW/day, aspirin group was given 5.4 mg/200gBW/day, calcium group was given calcium 15 mg/200gBW/day, and the aspirin and calcium combination group with each dose of D1 aspirin 1.8 mg/200gBW/day and calcium 15 mg/200gBW/day, D2 aspirin 5.4 mg/200gBW/day and calcium 15 mg/200gBW/day, and D3 aspirin 16.2 mg/200gBW/day and calcium 15 mg/200gBW/day orally. All rats were ovariectomized except for the normal group and the negative control group which underwent sham surgery. The rats were kept for 28 days and then given the drug. The parameters measured were the weight of the tibia bone and the number of osteoclasts seen histopathologically with HE (Hematoxylin-Eosin) staining. Weight of tibia bone are 321.90±10.39mg for sham, 272.30±54.18mg for negative control, 312.50±40.86mg for positive control, 336.67±29.57mg for aspirin, 335.90±60.66mg for calcium, 346.27±83.91mg for D1, 377.00±4.51mg for D2, 366.67±48.52mg for D3. The number of osteoclasts in cells/field of view are 7.8±0.4 for sham, 9.13±1.10 for negative control, 8.13±1.67 for positive control, 7.53±1.52 for aspirin, 7.67±0.64 for calcium, 7.47±0.31 for D1, 5.33±0.99 for D2, 7.67±0.31 for D3. The result is the combination of aspirin and calcium can increase bone weight and decrease the number of osteoclasts.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina Tri Setiyowati
"Senyawa dengan inti stilben yang dapat digunakan sebagai terapi hormon pada penderita osteoporosis pascamenopause diduga terdapat dalam akar kelembak (Rheum officinale Baill.). Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara ilmiah efek pemberian ektrak etanol 70% akar kelembak terhadap peningkatan kadar kalsium tulang tikus melalui pengukuran menggunakan spektrofotometer serapan atom. Sejumlah 36 ekor tikus putih betina Sprague-Dawley dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan yaitu sham, kontrol negatif, kontrol positif, dosis 1, dosis 2, dan dosis 3. Berturut-turut, ke-6 kelompok tersebut mendapatkan CMC Na 0,5% 3 ml/200 g bb tikus, CMC Na 0,5% 3 ml/200 g bb tikus, tamoksifen dengan dosis 0,4 mg/200 g bb tikus, ekstrak akar kelembak dengan dosis 7 mg/200 g bb tikus, ekstrak akar kelembak dengan dosis 35 mg/200 g bb tikus, dan ekstrak akar kelembak dengan dosis 175 mg/200 g bb tikus. Semua kelompok kecuali kelompok sham diovariektomi untuk mendapatkan kondisi osteoporosis pascamenopause. Setelah ovariektomi, semua tikus diistirahatkan selama 21 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian bahan uji selama 28 hari secara peroral. Setelah 28 hari pemberian bahan uji, dilakukan pengukuran kadar kalsium tulang. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kadar kalsium tulang meningkat dengan bertambahnya dosis pemberian ekstrak. Selain itu, pemberian dosis 175 mg/200 g bb tikus/hari dapat meningkatkan kadar kalsium tulang secara bermakna (p<0,05).

Stilbene compounds that can be used as a hormone therapy in patients with postmenopausal osteoporosis, allegedly found in rhubarb root ( Rheum officinale Baill.). The purpose of this study is to scientifically prove the effects of 70 % ethanol extract of rhubarb root on rat bone calcium levels through atomic absorption spectrophotometer measurements. A total of 36 female white rats of Sprague-Dawley were divided into 6 groups: sham, negative control, positive control, dose 1, dose 2, and dose 3. Successively, all 6 groups receive CMC Na 0.5 % 3 ml/200 g bw mice, CMC Na 0.5 % 3 ml/200 g bw mice, tamoxifen, rhubarb root extract at a dose of 7 mg/200 g bw mice, rhubarb root extract at a dose of 35 mg/200 g bw mice, and rhubarb root extract at a dose of 175 mg/200 g bw rat. All groups, except the sham, is ovariectomized to obtain the conditions of postmenopausal osteoporosis. After ovariectomy, all rats rested for 21 days, followed by administration of the test substance orally for 28 days. After 28 days of administration, measured levels of bone calcium. The results showed that the bone calcium levels increased with increasing doses of the extract. In addition, rhubarb root extract at dose 175 mg/200 g bw/day can increase the level of bone calcium significantly (p<0.05 ).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S54943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqa Inasa Syahrila
"Osteoporosis merupakan masalah kesehatan yang dicirikan dengan menurunnya massa dan struktur tulang yang menyebabkan kerapuhan dan patah tulang. Pada penelitian sebelumnya analog L-serin H-Ser(tBu)-OMe.HCl, terbukti dapat mengatasi gejala osteoporosis dengan meningkatkan massa tulang melalui penghambatan Serine Palmitoyltransferase (SPT). Pada penelitian ini, dilakukan eksperimen secara in vivo pada analog serin yang terbukti menghambat SPT yaitu L-sikloserin. Penelitian ini menggunakan tikus putih betina Sprague-Dawley yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu sham dan kontrol negatif yang diberikan 1ml NaCl 0,9%, kontrol positif diberikan natrium alendronat 1mg/kg BB/hari, serta 3 kelompok variasi dosis L-sikloserin dengan D1 0,9mg/kg BB/hari, D2 1,8mg/kg BB/hari, dan D3 3,6mg/kg BB/hari dengan injeksi intraperitoneal. Semua tikus dilakukan ovariektomi, kecuali kelompok sham dilakukan pembedahan tanpa pengambilan ovarium. Tikus dipelihara 4 minggu pasca operasi, lalu diberi perlakuan selama 28 hari. Parameter yang diukur adalah berat tulang dengan rata-rata kelompok sham 255,9±3,12mg, kontrol negatif 212,1±7,90mg, kontrol positif 268,93±11,12mg, D1 284,50±28,59mg, D2 294,73±15,96mg, dan D3 277,43±24,38mg; kadar kalsium tulang dengan sham54,93±7,72mg, kontrol negatif 44,37±4,86mg, kontrol positif 53,26±3,16mg, D1 53,73±1,22mg, D2 58,45±6,29mg, serta D3 53,35±1,62mg; serta jumlah osteoklas dihitung secara histopatologi menggunakan pewarnaan TRAP dengan hasil sham 26,6±2,88sel/lapang pandang, kontrol negatif 61,27±14,64sel/lapang pandang, kontrol positif 21,6±3,5sel/lapang pandang, D1 29,2±1,31sel/lapang pandang, D2 22,53±1,45sel/lapang pandang, dan D3 28,4±11,93sel/lapang pandang. Berdasarkan penelitian, L-sikloserin meningkatkan berat dan kadar kalsium tulang, serta dapat menurunkan jumlah sel osteoklas.

Osteoporosis is characterized by decreasing bone mass and bone structure, causing bone fragility and fracture. L-serine analog H-Ser(tBu)-OMe.HCl, has been known to increase BMD and inhibit Serine Palmitoyltransferase (SPT) thus inhibits osteoclastogenesis. In this study, we evaluated another L-serine analog which is SPT inhibitor, L-cycloserine. This experiment is done by using Sprague-Dawley rats, divided into 6 different groups: sham and negative control were given 1ml of NaCl 0.9%, positive control was given 1mg/kg/day of sodium alendronate and the last 3 groups D1, D2, and D3 were given 0.9mg/kg/day, 1.8mg/kg/day, and 3.6mg/kg/day of L-cycloserine respectively. Ovariectomy was performed on all groups except for sham which underwent surgery without ovarium removal. After 4 weeks of ovariectomy, rats were treated for 28 days by intraperitoneal injection. Bone mass, calcium content, and osteoclast number histopathologically counted using TRAP staining were determined after 28 days of treatment. Mean bone mass in each group are 255.9±3.12mg for sham, 212,1±7.90mg for negative control, 268.93±11.12mg for positive control, 284.50±28.59mg for D1, 294.73±15.96mg for D2, and 277.43±24.38mg for D3. Mean calcium content in each group are 54.93±7.72 mg for sham, 44.37±4.86 mg for negative control, 53.26±3.16 mg for positive control, 53.73±1.22 mg for D1, 58.45±6.29 mg for D2, and 53.35±1.62 mg for D3. Mean of osteoclast numbers in cell/microscopic field of view are 26.6±2.88, 61.27±14.64, 21.6±3.5, 29.2±1.31, 22.53±1.45, 28.4±11.93 for sham, negative control, positive control, D1, D2, and D3 groups respectively. The results showed that L-cycloserine increases bone mass and calcium content, and reduces the number of osteoclasts.
"
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S70509
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Riadi Alim Suprapto
"Latar belakang: Prediabetes merupakan keadaan dengan kadar gula darah diantara normal dan diabetes. Salah satu komplikasi prediabetes adalah urolithiasis. Berbagai studi telah mengemukakan peran vitamin D dalam memodifikasi risiko prediabetes. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi vitamin D3 dalam mencegah urolithiasis pada kondisi prediabetes.
Metode: Penelitian ini dilakukan pada 24 ekor tikus Wistar. Sebanyak 18 ekor tikus diberikan diet tinggi lemak dan tinggi glukosa (DTL-G) untuk menginduksi kondisi prediabetes dan 6 ekor tikus sehat diberikan diet standar selama tiga minggu. Pada akhir minggu ketiga, tikus prediabetes diinjeksi streptozotocin dan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: (1) kelompok prediabetes dengan DTL-G, (2) kelompok prediabetes dengan suplementasi vitamin D3 100 IU/kg/hari dan DTL-G, dan (3) kelompok prediabetes dengan suplementasi vitamin D3 1000 IU/kg/hari dan DTL-G selama 12 minggu. Tikus sehat diberikan diet normal selama 12 minggu. Pengumpulan urin 24 jam dilakukan untuk mengukur kadar kalsium dan pH urin.
Hasil: Pemberian DTL-G tampak meningkatkan kadar kalsium urin tikus prediabetes. Pemberian vitamin D dosis 100 IU/kg/hari dan 1000 IU/kg/hari tampak meningkatkan kadar kalsium urin tikus prediabetes. pH urin pada kelompok prediabetes tampak meningkat dibandingkan kelompok sehat. Perbedaan kadar kalsium dan pH urin ditemukan tidak signifikan secara statistik.
Kesimpulan: Suplementasi Vitamin D3 dosis 100 IU/kg/hari dan 1000 IU/kg/hari tidak memberikan perbedaan pada kadar kalsium dan derajat keasaman (pH) urin tikus prediabetes yang signifikan secara statistik.

Introduction: Prediabetes is a condition with blood sugar levels between normal and diabetes. One of the complications of prediabetes is urolithiasis. Various studies have suggested the role of vitamin D in modifying the risk of prediabetes. This studi analyzes the effect of vitamin D3 supplementation in preventing urolithiasis caused by prediabetes.
Method: This experiment was conducted on 24 Wistar rats. A total of 18 rats were given a high-fat and high-glucose diet (HFD-G) to induce prediabetes and 6 healthy rats were given a normal diet. At the end of the third week, prediabetic rats were injected with streptozotocin and intervened in three groups: (1) HFD-G, (2) vitamin D 100 IU/kg/day and HFD-G, and (3) vitamin D 1000 IU/kg/day and HFD-G for 12 weeks. Healthy rats were given a normal diet for 12 weeks. 24-hour urine was collected to measure urinary calcium levels and pH.
Result: Administration of HFD-G increases urinary calcium levels in prediabetic rats. Administration of vitamin D 100 IU/kg/day and 1000 IU/kg/day increases urinary calcium levels in prediabetic rats. The urine pH of the prediabetic rats increases compared to the healthy rats. However, differences in urinary calcium levels and pH were not found to be statistically significant. Conclusion: Vitamin D3 100 IU/kg/day and 1000 IU/kg/day supplementation did not give a statistically significant difference in urinary calcium levels and pH of prediabetic rats.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Riastuti Iryaningrum
"ABSTRAK
Latar belakang : Penggunaan konsentrasi kalsium dialisat ([Ca-D]) masih kontroversi. Di Indonesia masih digunakan [Ca-D] yang berbeda-beda antara 1,25 mmol/L ? 1,85 mmol/L. Studi DOPPS mendapatkan kegagalan dalam pencapaian kadar kalsium (Ca), fosfat (PO4), produk CaxP dan hormon paratiroid (HPT) sesuai yang ditargetkan K/DOQI dan semua penyebab risiko mortalitas secara signifikan berhubungan dengan tingginya [Ca]-D

Tujuan : Mengetahui perbedaan kadar Ca darah, PO4, HPT dan kalsifikasi vaskular pada penggunaan [Ca]-D tinggi dan rendah.
Metode : Penelitian adalah studi potong lintang analitik dilakukan di Unit Hemodialisis Divisi Ginjal-Hipertensi RS Cipto Mangunkusumo, Jumlah subyek 46 orang. Dua puluh tiga pasien menggunakan [Ca]-D rendah (1,25 mmol/L) dan 23 pasien menggunakan [Ca]-D tinggi (1,85 mmol/L). Penelitian dilakukan Oktober 2013 ? Mei 2014. Analisis statistik dengan uji Mann Whitney dan uji Chi square. Menggunakan SPSS 20.0.
Hasil : Sebanyak 46 pasien, terdiri dari 25 laki-laki dan 21 perempuan, dengan rerata usia 50,87 + 12,74 tahun. Lama HD 45,50 (6-168 bulan). Subyek penelitian yang mencapai target kontrol metabolisme sesuai panduan K/DOQI 2002 pada [Ca]-D rendah : Ca terkoreksi, PO4, produk Ca xPO4, dan HPT yang mencapai target sebanyak 8(34,8%), 10(43,5%), 15(65,2%) dan 2(8,7%) pasien. Pada [Ca]-D tinggi didapatkan 10(43,5%), 8(34,8%), 15(65,2%), 8(34,8%) pasien. Penelitian kami mendapatkan dengan [Ca]-D tinggi hasil lebih baik, hal ini tidak sama dengan hasil penelitian DOPPS. Berbeda dengan PO4 yang hasilnya lebih baik dengan [Ca]-D rendah, namun hasil kami juga lebih baik dari penelitian DOPPS. Hasil pada HPT lebih buruk pada [Ca]-D rendah dibandingkan DOPPS, hal ini mungkin disebabkan kami tidak menggunakan vitamin D untuk mengatasi hiperparatiroid sekundernya. Kalsifikasi vaskular dengan metode KAA pada [Ca]-D tinggi sebanyak 13(48,1%) sedangakan pada [Ca]-D rendah sebanyak 14(51,9%). Dengan metode KAAb pada [Ca]-D tinggi didapatkan kalsifikasi sebanyak 16(47,1%) dan pada [Ca]-D rendah didapatkan 18(52,9%) kalsifikasi.
Simpulan : Terdapat perbedaan kadar Ca, PO4, produk Ca x PO4, HPT dan kalsifikasi vaskular, pada penggunaan [Ca]-D tinggi dan rendah, tetapi yang berbeda bermakna hanya Ca dan HPT.


ABSTRACT
Background : The use of calcium dialysate is still controversial. In Indonesia, the dose for [Ca-D] still varies between 1,25 mmol/L ? 1,85 mmol/L. DOPPS study shows failure in achieving optimal calcium, phosphate as well as parathyroid hormone level in the blood as targetted by K/DOQI and is related to significantly increased mortality and is closely related with increased [Ca]-D.
Aim : Evaluate the difference in Serum Ca, PO4, PTH levels and vascular calcification in concentrations of [Ca]-D high and low.
Methods : This is a cross sectional study done in Hemodialysis unit in Nephrology Division of Cipto Mangunkusumo hospital. Total subject recruited was 46 patients, 23 patient using low concentration [Ca]-D (1.25 mmol/L) and 23 patients using high concentration [Ca]-D (1.85mmol/L). Research was conducted in October 2013 until May 2014. Analysis was performed using Mann Whitney test and Chi Square, statistical analysis was done using SPSS 20.0.
Result : A total of 46 patients consisting of 25 men and 21 women, with mean age of 50,87 + 12,74 years. Mean length of Dialysis was 45,50 months (6-168 months). Subjects using low concentration [Ca]-D who reached target concentration according to K/DOQI consisted of : corrected Ca in 8 (34,8%) patients while in high concentration [Ca]-D consisted of 10(43,5%) patients, better than DOPPS study. In terms of phosphate levels, low concentration [Ca]-D achieved target PO4 level in 10(43,5%) patients while high concentration [Ca]-D achieved target in 8(34,8%) patients. Corrected Ca x PO4 target levels were obtained equally in both groups which was 15(65,2%) patients. Target PTH level was achieved in low concentrated [Ca]-D up to 2(8,7%) patients, very low may be caused we did not use vitamin D and 8(34,8%) patients in high concentrated [Ca]-D. Vascular calcification using KAA method showed incidence of 13(48,1%) in high concentrated [Ca]-D and 14(51,9%) in low concentrated [Ca]-D group. On the other hand, KAAb methods revealed calcification of 16(47,1%) in high concentrated [Ca]-D and 18(52,9%) calcification in low concentrated [Ca]-D.
Conclusion : There is a difference in Ca, PO4, Ca X PO4 product serum level and vascular calcification in high and low [Ca]-D in both group however, statistically significant difference was found only in serum Ca and PTH levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Yuliadi
"Nano kalsium adalah kalsium fosfat yang memiliki ukuran partikel 50 - 150 nm . Ukuran yang kecil ini diharapkan dapat diserap lebih efektif ke dalam peredaran darah untuk selanjutnya dideposisi di tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian nano kalsium pada diet terhadap serapan kalsium dalam tulang di hewan model tikus putih (Rattus norvegicus) strain Sprague dawley yang pada umumnya berusia 2 bulan. Sejumlah 50 ekor tikus mendapat perlakuan asupan nano kalsium dan variasi dosis kalsium, pada diet konvensional 20 ekor dan purified diet 30 ekor. Persiapan sampel femur dan tibia: tahap pertama, 16 ekor tikus diberi diet konvensional dengan pemeliharaan 5 minggu. Pada percobaan tahap pertama, menggunakan faktorial 2 X 2, faktor umur (2 dan 5 bulan) dan faktor diet (kontrol dan nano) lalu 4 ekor tikus usia 2 bulan lainnya dipelihara selama 3 dan 4 minggu. Selanjutnya pada tahap kedua, 12 ekor tikus umur 2 bulan diberi purified diet dan dipelihara 4, 7, dan 10 minggu, mendapat dua perlakuan yaitu kontrol dan nano. Sisanya 18 ekor tikus umur 2 bulan dipelihara 4 dan 10 minggu, diberi variasi dosis nano kalsium dengan dosis 0,5 dari kebutuhan normal kalsium, dosis 1,0 yang sesuai kebutuhan normal kalsium dan dosis 1,5 dari kebutuhan normal kalsium. Karakterisasi sampel: sampel femur dan tibia yang telah dihilangkan zat organiknya dengan larutan hydrazine, dilakukan pengukuran kandungan: mineral, kalsium, karbonat dan fosfat. Selain pengukuran itu, juga diperoleh struktur fase, morfologi dan komposisi elemen femur (distal epiphysis) pada posisi penampang melintang. Dalam melakukan karakterisasi sampel, ada yang mendapat perlakuan panas dan tidak. Dari hasil penelitian ini secara umum diperoleh informasi bahwa pemberian ataupun penambahan kalsium fosfat dalam bentuk partikel nano pada diet tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kandungan mineral dalam tulang, namun perlakuan pada percobaan menunjukkan peningkatan serapan kalsium (P<0,01). Kemudian lebih jauh lagi diperoleh informasi bahwa fase femur dan tibia berada dalam sebagian besar fase kristalin namun dalam ukuran kecil-kecil.

Nano calcium is calcium phosphate which has a particle size of 50-150 nm. The small size is expected to be absorbed more effectively into the bloodstream to further deposited in bone. The experiment aims to study the effect of nano calcium allotment diet towards calcium absorpotion in the 2-month-old white rats (Rattus norvegicus) bone. Fifty rats treated nano calcium intake and calcium dose variation, on a conventional diet 20 rats and 30 rats purified diet. Femur and tibia samples preparation : first step, 16 rats were given a conventional diet with 5 weeks of maintenance. In the first step of experiment, use 2X2 factorial, age factor (2 and 5 months) and diet factor (control and nano). Then 2-month-old 4 rats others maintained for 3 and 4 weeks. The second step, 12 rats 2-month-old were given purified diet and maintained for 4, 7 and 10 weeks, received two treatments that are control and nano. The rest 18 rats aged 2 months maintained 4 and 10 weeks, were given a dose variation nano calcium to 0.5 of normal calcium requirements, the appropriate dose of 1.0 normal requirement of calcium and a dose of 1.5 from the normal requirement of calcium. Characterization of samples: sample femur and tibia that has been removed with a solution of hydrazine organic substances, measurement of content; mineral, calcium, carbonate and phosphate. In addition to the measurement, it also obtained the phase structure, morphology and composition of the elements of the femur (distal epiphysis) on the position of the cross section. In characterization process, some samples were heat-treated. From these results, it is generally obtained information that giving or the addition of calcium phosphate in the form of nanoparticles in the diet did not have a significant influence on the mineral content in the bones, however the treatments in the experiment showed enhancement of calcium absorption (P<0,01). And for furthermore get information that the minimal of femur and tibia were in most of the crystalline phase, but in a small size."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2212
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutmainah Nur Ramahwati
"ABSTRACT
Osteoporosis merupakan suatu penyakit metabolik pada tulang yang ditandai dengan menurunnya kepadatan massa tulang. Pengobatan osteoporosis dapat dilakukan dengan menambahkan kadar kalsium Ca3 PO4 2 berukuran nano. Ca3 PO4 2 merupakan mineral yang terdapat pada tulang dan berfungsi untuk membangun dan memperkuat tulang dan gigi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektifitas penambahan Ca3 PO4 2 ndash;nano yang dapat diserap oleh tulang dan melihat struktur kristal yang terbentuk pada tulang setelah diberi purifiet diet dengan penambahan Ca3 PO4 2 ndash;nano. Purifiet diet untuk pakan tikus diberi Ca3 PO4 2-nano dengan variasi komposisi 0,5X, 1,0X dan 1,5X dari kebutuhan normal. Kemudian tikus dipanen setiap dua minggu untuk diambil tulang belakangnya. Pengujian yang dilakukan pada tulang belakang tikus dengan menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy AAS , serta X-Ray Diffraction XRD . Nilai efektif dari kebutuhan kalsium yang diperlukan tulang berada pada nilai 0,5X. Kandungan Ca mengalami kenaikan sedangkan kandungan Mg cenderung fluktuatif. Struktur kristal yang terbentuk merupakan tipe heksagonal dari hidroksiapatit dengan ukuran butir yang kecil. Parameter kisi kristal hidroksiapatit yang diperoleh adalah a = 9,50 dan nilai c = 6,83.

ABSTRACT
Osteoporosis is a metabolic disease in bones identified by the decreasing of bone mass. The treatment of osteoporosis can be done by adding the level of nano sized calcium Ca 3 PO4 2. The Ca 3 PO4 2 is a mineral contained in the bones to build and strengthen the teeth and bones. The purposes of this research were discovering the effectivity of added nano sized Ca 3 PO4 2 that was absorbed by the bones and identifying the crystalline structure formed at the bone after being given purified diet with the addition of nano sized Ca 3 PO4 2. The purified diet as the food for rats was given with varied compositions of 0.5X, 1.0X and 1.5X of nanosized Ca 3 PO4 2 from the normal requirement. The rats were harvested in every two weeks then their spines were investigated. The characterizations applied for the rat rsquo s spine were Atomic Absorption Spectroscopy AAS and X Ray Diffraction XRD . The effectivity value of the varied composition was found in 0.5X. The calcium content was increasing, while the magnesium content tended to be fluctuating. The crystalline structure was identified as hexagonal from hydroxyapatite with very small grain size. The lattice parameters of hidroxyapatite were a 9,50 and c 6,83."
2017
S67870
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Jeanny Oetama
"Penuaan merupakan proses alami dimana kandungan kolagen akan menurun dan menyebabkan menurunnya kekuatan tulang dan kandungan mineral tulang akibat meningkatnya aktivitas resorpsi tulang oleh sel osteoklas. Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan pemberian pakan yang mengandung kolagen dan trikalsium fosfat Ca3 PO4 2 pada Rattus norvegicus yang defisiensi kalsium untuk mengamati kandungan mineral tulangnya. Terdapat pula perlakuan berupa pakan mengandung Ca3 PO4 2. Analisa terhadap mineral tulang dilakukan menggunakan Fourier Transform Infrared FTIR , X-Ray Diffraction XRD , dan Scanning Electron Microscopy SEM . Nilai intensitas rata-rata dan median dari histogram citra SEM antara kelompok tikus yang diberi pakan mengandung kolagen dan Ca3 PO4 2 dengan tikus yang defisiensi kalsium menunjukkan perbedaan jumlah rongga tulang trabekularnya. Hasil XRD menunjukkan terpisahnya bidang 112 dan 300 secara lebih baik dengan penggunaan pakan mengandung kolagen dan Ca3 PO4 2 dibandingkan Ca3 PO4 2 saja. Terpisahnya bidang 112 dan 300 secara lebih baik menunjukkan pertumbuhan kristal apatit karbonat yang lebih cepat. Spektrum FTIR dari grup tersebut menunjukkan perbaikan pada gugus fosfat 590-650 cm-1 dan sekitar 1.100 cm-1 dan gugus karbonat 1.350-1.600 cm-1 . Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan pemberian pakan yang mengandung kolagen dan kalsium fosfat pada tikus yang mengalami defisiensi kalsium mampu memperbaiki kondisi mineral tulang dengan lebih baik daripada pakan yang mengandung kalsium fosfat saja.

Aging is a naturally occurring process in which collagen content will decrease and cause decreased of bone strength and bone mineral content due to increased activity of bone resorption by osteoclast cells. Therefore, This research was conducted by using feed containing collagen and tricalcium phosphate Ca3 PO4 2 fed to calcium deficient Rattus norvegicus to observe mineral in rat bones. In addition, there was group of calcium deficient rats fed with Ca3 PO4 2. The analysis of bone mineral was done using Fourier Transform Infrared FTIR , X Ray Diffraction XRD , and Scanning Electron Microscopy SEM . The mean and median intensity values of the SEM images histogram between rat fed with collagen and Ca3 PO4 2 and calcium deficient rat showed differences in the number of trabecular bone cavities. The XRD analysis showed there was better separation of plane 112 and 300 in the rats fed with collagen and Ca3 PO4 2 compared to Ca3 PO4 2 only. The better separation plane showed the faster growth of apatite carbonate. FTIR spectrum of that group showed enhancement of phosphate groups 590 650 cm 1 and about 1,100 cm 1 and carbonate groups 1.350 1.600 cm 1 . Thus, the result of this study showed the feed containing collagen and Ca3 PO4 2 given to calcium deficient rats improved bone mineral condition better than Ca3 PO4 2 only."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Fabrianne
"Gemuk bio overbased kalsium sulfonat kompleks dibuat dari minyak kelapa sawit terepoksidasi yang digunakan sebagai base oil dan overbased kalsium sulfonat kompleks sebagai thickening agent. Thickening agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalsium sulfonat, kalsium karbonat, dan kalsium hidroksida sebagai sabun utama (overbased kalsium sulfonat) serta kalsium oleat terepoksidasi dan kalsium asetat (kalsium oleat-asetat) sebagai pengompleksnya. Perbandingan campuran kalsium sulfonat-karbonat-hidroksida sebagai overbased kalsium sulfonat dengan kalsium oleat terepoksidasi-asetat sebagai pengompleks yaitu 5% : 95% dan 50% : 50%.
Gemuk ini dihasilkan dari proses saponifikasi yang menggunakan reactor batch tertutup, dilanjutkan dengan proses pendinginan, dan terakhir proses homogenisasi. Pengaruh variasi komposisi pengompleks sebagai thickener dapat dilihat dari pengujian karakteristik gemuk bio yang terdiri dari uji sifat fisik dan kimia seperti uji tampilan gemuk, uji mulur, uji penetrasi, dan uji dropping point, serta uji four ball untuk mengetahui performa dari gemuk.
Hasil terbaik yang didapat pada perbandingan overbased kalsium sulfonat : kalsium oleat-asetat sebesar 5% : 95% yaitu gemuk dengan komposisi thickening agent 35% dengan rentang penarikan mulur 9.5 cm, tingkat konsistensi NLGI #2, nilai dropping point 250˚C, dan nilai keausan sebesar 0.2 mg. Untuk gemuk dengan perbandingan overbased kalsium sulfonat : kalsium oleat-asetat sebesar 50% : 50% yaitu gemuk dengan komposisi thickening agent 50% dengan rentang penarikan mulur 7 cm, tingkat konsistensi NLGI #2, nilai dropping point 269˚C, dan nilai keausan sebesar 0.3 mg.

Overbased calcium sulfonate grease bio complex is made from palm oil epoxidized as a base oil and overbased calcium sulfonate complex as a thickening agent. Thickening agent used in this study is calcium sulfonate, calcium carbonate, and calcium hydroxide as a major soap (overbased calcium sulfonate) and epoxidized oleic calcium and acetate calcium (oleic-acetate calcium) as complexing. Comparison of a mixture of calcium sulfonate-carbonate-hydroxide as overbased calcium sulfonate with epoxidized oleic calcium-acetate calcium as complexing is 5% : 95% and 50% : 50%.
This grease is produced from the saponification process which uses a closed batch reactor, followed by a cooling process, and the final homogenization process. Effect of complexing composition variations as a thickener can be seen from the test characteristics of bio grease, consisting of physical and chemical properties test such as a test to see grease, creep testing, penetration testing, dropping point testing, and four ball test to determine the performance of the grease.
The best results were obtained in comparison overbased calcium sulfonate : oleic calcium-acetate at 5% : 95% are grease with thickening agent composition of 35% with a range of 9.5 cm, the level of consistency of NLGI # 2, the value of dropping point 250˚C, and value of wear 0.2 mg. For the grease by comparison overbased calcium sulfonate : oleic calcium-acetate at 50% : 50% are grease with thickening agent composition of 50% with a range of 7 cm, the level of consistency of NLGI # 2, the value of dropping point 269˚C, and anti-wear value is 0.3 mg.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59352
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>