Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95083 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariska Silviani
"Dermatitis seboroik (DS) merupakan penyakit inflamasi kulit kronis pada area yang banyak mengandung kelenjar sebasea, terutama area skalp, yang ditandai plak eritematosa dan skuama. Lipid darah diduga dapat memengaruhi derajat keparahan DS. Penelitian sebelumnya di berbagai negara tentang kadar lipid darah pada pasien DS menunjukkan hasil yang bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data kadar profil lipid darah pasien DS pada skalp serta melakukan analisis korelasi kadar profil lipid darah dengan derajat keparahan DS pada skalp. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan desain potong-lintang. Tiga puluh pasien DS pada skalp usia 18–59 tahun yang memenuhi kriterian penerimaan dan penolakan direkrut dalam penelitian ini. Penilaian derajat keparahan penyakit menggunakan skor modifikasi Seborrheic Dermatitis Area Severity Index (SDASI) dan dilakukan pengukuran kadar lipid darah yang mencakup kadar trigliserida, kolesterol total, low-density lipoproteins (LDL), dan high-density lipoproteins(HDL). Median kadar trigliserida adalah 83 mg/dL, rerata kadar kolesterol total adalah 175,53 mg/dL, rerata kadar LDL adalah 114,77 mg/dL, dan median kadar HDL adalah 45,50 mg/dL. Berdasarkan analisis Pearson, tidak terdapat korelasi antara kadar trigliserida dengan derajat keparahan DS pada skalp (r=0,291; p=0,119). Terdapat korelasi positif kuat yang bermakna antara kadar kolesterol total dengan derajat keparahan DS pada skalp (r=0,860; p<0,001).Terdapat korelasi positif sangat kuat yang bermakna antara kadar LDL dengan derajat keparahan DS pada skalp (r=0,980; p<0,001). Tidak terdapat korelasi antara kadar HDL dengan derajat keparahan DS pada skalp (r=-0,068; p=0,723).

Seborrheic dermatitis (SD) is a chronic inflammatory skin disease in sebaceous glands rich area, especially the scalp area, which is characterized by erythematous plaques and scales. Blood lipids are thought to affect the severity of SD. Previous studies in various countries about blood lipid levels in SD patients showed varying results. This study aims to know the levels of blood lipid profile in patients suffering scalp SD, also to analyze its correlation with the severity of scalp SD. This is an analytic-descriptive cross-sectional study. Thirty scalp SD patients age 18–59 years old who meet all inclusion and exclusion criteria were recruited in this study. Assessment of the disease severity using modified Seborrheic Dermatitis Area Severity Index (SDASI) score and measurements of blood lipid levels which include triglycerides, total cholesterol, low-density lipoproteins (LDL), and high-density lipoproteins (HDL) levels were performed. Median triglyceride level was 83 mg/dL, mean total cholesterol level was 175.53 mg/dL, mean LDL level was 114.77 mg/dL, and median HDL was 45.50 mg/dL. Based on Pearson analysis, there was no correlations between triglyceride levels and scalp SD severity (r=0.291; p=0.119). There was a significant strong positive correlation between total cholesterol levels and scalp SD severity (r=0.860; p<0.001). There was a significant very strong positive correlation between LDL levels and scalp SD severity (r=0.980; p<0.001). There was no correlations between HDL levels and scalp SD severity (r=-0.068; p=0.723)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Renisa Aru Ariadno
"Dermatitis seboroik merupakan masalah kulit kronis yang ditandai gejala berupa eritema, skuama, dan papul pada kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Dermatitis seboroik ringan sering disebut ketombe. Sampai saat ini, belum ada penelitian yang menjelaskan faktor pencetus keparahan dermatitis seboroik, salah satunya depresi. Depresi adalah gangguan mood kronis yang ditandai dengan menurunnya pola hidup dan ritme biologis seseorang yang muncul akibat stress psikologis kronis. Keduanya diperkirakan memiliki korelasi meski sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukkan hasil bermakna. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari korelasi antara depresi dengan keparahan dermatitis seboroik. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional di Departemen Ilmu Kulit dan Kelamin Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada 2017. Keparahan dermatitis seboroik diukur dengan Seborrheic Dermatitis Area and Severity Index SDASI , sementara depresi diukur dengan kuesioner Beck Depression Inventory II BDI-II. Subjek penelitian sebanyak 82 pasien dermatitis seboroik. Uji normalitas data ditemukan tidak normal. Nilai median depresi sebesar 5 0-38 dan nilai median keparahan dermatitis seboroik sebesar 2,25 0,25-21. Hasil uji korelasi dengan Spearman menunjukkan hasil tidak signifikan dan tidak ada korelasi antara depresi dengan keparahan dermatitis seboroik P=0,249 dan r=-0,129. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ditemukan adanya korelasi antara depresi dengan keparahan dermatitis seboroik.

Seborrheic dermatitis is a chronic skin disease with specific manifestation such as erythematous, squamous, and papules on sebaceous glands rich skin. Mild seborrheic dermatitis usually recognized as dandruff. There were no previous studies that explained causal factors that affect seborrheic dermatitis severity, including depression. Depression is one of psychiatry disorders that affects mood chronically, changed lifestyle, and disturbed biological rythme which caused by chronic psychology stress. There were no studies that explained their correlation, despise the fact that there is relationship between emotional stress and dermatology disorders especially in neuroendocrine system that affects skin tissue homeostatic. This was a cross sectional research that applied in dermatology and venereology clinic dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta in 2017 to find correlation between depression and seborrheic dermatitis severity. Seborrheic dermatitis severity measured by Seborrheic Dermatitis Area and Severity Index SDASI , and depression measured by Beck Depression Inventory II BDI II. The subjects were 82 seborrheic dermatitis patients. Median number for depression was 5 0 38 and median number for seborrheic dermatitis was 2.25 0.25 21. Correlation trials with spearman showed no statistically significant between depression and seborrheic dermatitis severity P 0.249 and r 0.129. Conclusion, this research showed there was no correlation between depression and seborrheic dermatitis severity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaula Latifah Ramadhani Sahidah
"Dermatitis seboroik merupakan kondisi pengelupasan kulit yang disertai inflamasi dan pruritus di area-area seboroik tubuh dengan diiringi rasa gatal. Salah satu faktor yang diyakini dapat mempengaruhi keparahan dermatitis seboroik ialah paparan sinar matahari. Akan tetapi, peranan sinar matahari dalam patogenesis dermatitis seboroik sendiri masih kontroversial. Beberapa penelitian sinar matahari dikatakan dapat membantu perbaikan kondisi dermatitis seboroik, Sedangkan penelitian lain menyebutkan bahwa sinar matahari justru menimbulkan eksaserbasi gejala.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui korelasi antara durasi paparan sinar matahari dengan skor keparahan dermatitis seboroik di kepala. Pada penelitian ini, didapatkan 87 pasien dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM. Skor keparahan dermatitis seboroik di kepala dinilai dengan menggunakan Seborrheic Dermatitis Area Severity Index SDASI, sedangkan data durasi paparan sinar matahari didapatkan melalui kuisioner. Rerata durasi paparan sinar matahari dalam medium ialah 120 0-660 menit, sedangkan rerata skor SDASI dalam medium ialah 2,25 0,25-21,00. Hasil uji korelasi Spearman menunjukan hasil yang bermakna p=0,002 berupa korelasi negatif antara durasi paparan sinar matahari dan skor keparahan dermatitis seboroik di kepala dengan kekuatan korelasi yang lemah r=-0,322.
Dermatitis seboroik merupakan kondisi pengelupasan kulit yang disertai inflamasi dan pruritus di area-area seboroik tubuh dengan diiringi rasa gatal. Salah satu faktor yang diyakini dapat mempengaruhi keparahan dermatitis seboroik ialah paparan sinar matahari. Akan tetapi, peranan sinar matahari dalam patogenesis dermatitis seboroik sendiri masih kontroversial. Beberapa penelitian sinar matahari dikatakan dapat membantu perbaikan kondisi dermatitis seboroik, Sedangkan penelitian lain menyebutkan bahwa sinar matahari justru menimbulkan eksaserbasi gejala. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui korelasi antara durasi paparan sinar matahari dengan skor keparahan dermatitis seboroik di kepala.
Pada penelitian ini, didapatkan 87 pasien dermatitis seboroik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM. Skor keparahan dermatitis seboroik di kepala dinilai dengan menggunakan Seborrheic Dermatitis Area Severity Index SDASI, sedangkan data durasi paparan sinar matahari didapatkan melalui kuisioner. Rerata durasi paparan sinar matahari dalam medium ialah 120 0-660 menit, sedangkan rerata skor SDASI dalam medium ialah 2,25 0,25-21,00 . Hasil uji korelasi Spearman menunjukan hasil yang bermakna p=0,002 berupa korelasi negatif antara durasi paparan sinar matahari dan skor keparahan dermatitis seboroik di kepala dengan kekuatan korelasi yang lemah r=-0,322."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusrina Iman
"Dermatitis Seboroik DS merupakan kelainan inflamatorik kronik pada kulit dengan karakteristik plak eritematosa dan skuama kekuningan berminyak pada area tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea, termasuk kulit kepala. DS umum terjadi pada 1-5 populasi dan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas hidup. Sekresi sebum, yang merupakan salah satu faktor DS, memiliki laju yang bervariasi sesuai dengan usia seseorang di mana mencapai puncak pada tiga bulan pertama kehidupan, masa pubertas, dan usia dewasa 30-60 tahun.
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui korelasi usia dan skor keparahan DS. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan mendapatkan sampel dengan metode consecutive sampling sebanyak 87 pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM. Usia diukur berdasarkan tanggal lahir pada kartu identitas dan skor keparahan DS diukur menggunakan seborrheic dermatitis area severity index SDASI.
Berdasarkan uji normalitas data dan uji korelasi Spearmann yang dilakukan, didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa korelasi usia dan skor keparahan DS tidak signifikan p=0,495 ; r=0,074. Rerata usia dalam median yaitu 29,25 12,67-69,75 tahun, sedangkan rerata skor keparahan DS dalam median yaitu 2,25 0,25-21.

Seborrhoeic Dermatitis DS is a chronic inflammatory disorder on skin characterized by erythematous plaque and oily yellowish scales in areas of body with high sebaceous glands, including the scalp. DS occurs in 1-5 of the population and causes negative impact to quality of life. Sebum secretion, one of DS factors, has varrying rates according to age of a person, where the peak incidence is in first three months of life, puberty, and adult age 30 60 years.
Purpose of this study was to know the correlation between age and DS severity score. In this cross sectional study, consecutive sampling method was used and total subjects were 87 patients of Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM. Age was obtained based on date of birth on identity card and DS severity score was measured by seborrheic dermatitis area severity index SDASI.
Based on normality test and Spearmann test which had been done, the result showed that there was no significant correlation between age and DS severity score p=0.495 ; r=0.074. Age in median was 29.25 12.67-69.75 years, while the mean DS severity score in the median was 2.25 0.25-21.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artini Wijayanti Islami
"Latar belakang: Akne vulgaris AV adalah penyakit kulit yang ditandai dengan terjadinya sumbatan dan peradangan kronik pada unit pilosebasea. Penelitian sebelumnya tentang kadar lipid darah pada pasien AV menunjukkan hasil yang bervariasi. Lipid darah diduga memengaruhi aktivitas kelenjar sebasea.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar lipid darah dan kadar sebum dengan derajat keparahan AV, serta mengetahui korelasi kadar lipid darah dengan kadar sebum kulit wajah.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan terhadap 30 pasien AV non-obesitas, yang terbagi berdasarkan tiga derajat keparahan AV. Dilakukan pemeriksaan kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dan kadar sebum kulit wajah pada SP.
Hasil: Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar sebum dengan derajat keparahan AV r = 0,6689, p = 0,0001 . Tidak terdapat korelasi antara kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dengan derajat keparahan AV. Tidak terdapat korelasi antara sebum kulit wajah dengan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lipid darah tidak memengaruhi keparahan AV dan kadar sebum, sedangkan peningkatan kadar sebum kulit wajah dapat meningkatkan keparahan AV. Kata kunci: akne vulgaris; kadar sebum; lipid darah.

Acne vulgaris is a common chronic skin disease involving blockage and inflammation of pilosebaceous units. Previous studies about blood lipids in acne patients revealed variable results. Blood lipids were considered affecting sebum production.
Objective: To identify the correlation between blood lipids, sebum excretion rate and acne severity. This study also determines the correlation between blood lipids and sebum excretion rate.
Methods: This study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. This was a cross sectional study with total of 30 non obese AV patients. The patients were divided into 3 groups based on the severity of AV. Total cholesterol, triglycerides, LDL, HDL serum and sebum excretion rate were measured.
Results: The results revealed significant correlation between sebum excretion rate and severity of acne vulgaris r 0,6689, p 0,0001 . There were no correlation between total cholesterol, LDL, triglycerides, HDL and acne severity. Blood lipids had no correlation with sebum excretion rate.
Conclusion: The results of this study has proven that blood lipids does not affect the severity of acne and sebum excretion rate. While increased sebum secretion would increase acne severity. Keywords acne vulgaris blood lipids sebum excretion.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artini Wijayanti Islami
"Latar belakang: Akne vulgaris AV adalah penyakit kulit yang ditandai dengan terjadinya sumbatan dan peradangan kronik pada unit pilosebasea. Penelitian sebelumnya tentang kadar lipid darah pada pasien AV menunjukkan hasil yang bervariasi. Lipid darah diduga memengaruhi aktivitas kelenjar sebasea.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar lipid darah dan kadar sebum dengan derajat keparahan AV, serta mengetahui korelasi kadar lipid darah dengan kadar sebum kulit wajah.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan terhadap 30 pasien AV non-obesitas, yang terbagi berdasarkan tiga derajat keparahan AV. Dilakukan pemeriksaan kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dan kadar sebum kulit wajah pada SP.
Hasil: Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar sebum dengan derajat keparahan AV r = 0,6689, p = 0,0001 . Tidak terdapat korelasi antara kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah dengan derajat keparahan AV. Tidak terdapat korelasi antara sebum kulit wajah dengan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL, HDL darah.
Kesimpulan: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar lipid darah tidak memengaruhi keparahan AV dan kadar sebum, sedangkan peningkatan kadar sebum kulit wajah dapat meningkatkan keparahan AV.

Background: Acne vulgaris is a common chronic skin disease involving blockage and inflammation of pilosebaceous units. Previous studies about blood lipids in acne patients revealed variable results. Blood lipids were considered affecting sebum production.
Objective: To identify the correlation between blood lipids, sebum excretion rate and acne severity. This study also determines the correlation between blood lipids and sebum excretion rate.
Methods: This study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta. This was a cross sectional study with total of 30 non obese AV patients. The patients were divided into 3 groups based on the severity of AV. Total cholesterol, triglycerides, LDL, HDL serum and sebum excretion rate were measured.
Results: The results revealed significant correlation between sebum excretion rate and severity of acne vulgaris r 0,6689, p 0,0001 . There were no correlation between total cholesterol, LDL, triglycerides, HDL and acne severity. Blood lipids had no correlation with sebum excretion rate.
Conclusion: The results of this study has proven that blood lipids does not affect the severity of acne and sebum excretion rate. While increased sebum secretion would increase acne severity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Thania Deslanthy
"Dermatitis seboroik adalah inflamasi kronik dan superfisial yang bertempatpredileksi di area kulit dengan kandungan sebum yang banyak. Sampai saat ini,berbagai penelitian telah dikembangkan untuk mengetahui etiologi dan faktor yangmempengaruhi terjadinya dermatitis seboroik. Salah satu etiologi yang sering dikaitkan dengan kejadian dermatitis seboroik adalah kelenjar sebum. Produksi kelenjar sebum yang berlebih mempunyai kaitan dengan dermatitis seboroik. Pada penderita obesitas, aktivasi kelenjar sebasea akan mengalami peningkatan sehinggaterjadi produksi sebum yang berlebih. Sebum yang berlebihan tersebut dapat dicerna oleh jamur Malassezia spp pada kulit kepala sehingga menghasilkan asam lemak tidak jenuh yang dapat merusak lapisan kulit, terjadi hiperproliferasi, dan kembali meningkatkan sekresi sebum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara indeks massa tubuh dengan skor keparahan dermatitis seboroik dikepala pada pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode potong lintang. Sejumlah 87 orang pasien DS yang memenuhi kriteria inklusi dantelah diseleksi dengan kriteria eksklusi dimasukan menjadi sampel penelitian dengan metode consecutive sampling. Pada pasien tersebut dilakukan pengukuran IMT dan pengukuran derajat keparahan dermatitis seboroik menggunakan Seborrheic Dermatitis Area and Severity Index SDASI.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan nilai median IMT pada pasien DS sebesar 24,24 16,65 ndash; 41,09 dan nilai median skor keparahan dermatitis sebesar 2,25 0,25-21. Melalui uji korelasi Spearmann, tidak didapatkan korelasi antara IMT dengan keparahandermatitis seboroik p = 0,545, r= -0.066.

Seborrheic dermatitis SD is a chronic and superficial inflammation that havepredilection area in high sebum containing skin. Nowadays, several studies hadbeen conducted to ascertain etiology and factors associatied with seborrheicdermatitis. One of the etiology is activity of sebum gland. The excessice sebumproduction may impact occurency of SD. In obesity patients, excessive sebumproduction occur due to increasing activities of sebaceous glands. In scalp,Malassezia spp will digest sebum, thereby producing unsaturated fatty acid. Thisunsaturated fatty acid can impair skin barrier, trigger hyperproliferation, and evenincrease sebum production.
This study was aimed to determine the correlation between Body Mass Index and Seborrheic Dermatitis Severity Scoring Index in Seborrheic Dermatitis Patient's Scalp at Dermato Venereology Outpatient Policlinic dr Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
This was cross sectional study. A total of 87 SD patients who met the inclusion criteria and selection using exclution criteria were recruited by consecutive sampling. Body mass index was measured in all patient. Severity of SD was measured using Seborrheic Dermatitis Area and Severity Index SDASI. From 87 patients, the median of IMT was 24.24 16.65 41.09 and median of severity SD was 2.25 0.25 21.
The result from Spearmann correlation test showed that IMT has no correlation with scoring of SDseverity in scalp at Dermato Venereology outpatient policlinic dr Cipto Mangunkusumo Hospital p 0.545, r 0.066.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Nurhandayani Zoulba
"ABSTRAK
Latar belakang: Malassezia sp. berperan penting dalam patogenesis dermatitis seboroik DS . Pada penelitian di negara lain didapatkan M.globosa dan M.restricta sebagai spesies predominan pada lesi kulit kepala DS. Belum diketahui pola sebaran Malassezia pada kulit kepala pasien DS di Indonesia dan hubungannya dengan derajat keparahan DS. Tujuan: Mengetahui distribusi spesies Malassezia pada kulit kepala pasien DS serta hubungan antara derajat keparahan DS dengan spesies Malassezia yang ditemukan. Metode: Studi potong lintang dilakukan di Jakarta dengan cara consecutive sampling. Pada subjek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pengambilan sisik dari kulit kepala, kemudian ditumbuhkan pada CHROMagar Malassezia, sub kultur pada agar SDA, Tween-60-esculin, dan reaksi katalase. Hasil : Dari 59 spesimen dengan kultur positif, terdapat 72,1 SP dengan DS ringan dan 27,7 dengan DS sedang-berat. Distribusi M.globosa sebesar 52,1 , M.dermatis 23,2 , M.japonica 7,2 , M.pachydermatis 7,2 , M.sympodialis 2,8 , serta M.obtusa dan M.furfur masing-masing 1,4 dari total 69 isolat. Terdapat 4,3 isolat yang tidak teridentifikasi. Tidak didapatkan hubungan antara derajat keparahan DS dengan spesies Malassezia. Simpulan: M.globosa merupakan spesies Malassezia terbanyak yang diidentifikasi pada pasien DS di Indonesia. Perbedaan hasil dengan negara lain diduga terjadi akibat perbedaan cara identifikasi dan lokasi geografis. Spesies Malassezia tidak mempengaruhi tingkat keparahan DS.

ABSTRACT
Background Malassezia sp. plays an important role in the pathogenesis of seborrheic dermatitis SD . In some countries, M. restricta and M. globosa are considered the predominant organisms on SD scalp. There is no data about Malassezia sp. in Indonesian SD scalp and its relationship with severity of illness. Objective To identify the distribution of Malassezia sp. of SD scalp and correlation between severity of SD with the Malassezia sp. Methods This cross sectional study conducted in Jakarta, using consecutive sampling. Anamnesis, clinical examination, and scrapping from the scalp were done to subject. Scales inoculated on CHROMagar Malassezia, Saboraud Dextrose Agar SDA , Tween 60 esculin agar, and catalase reaction.Results There were 72,1 mild SD and 27,7 moderate to severe SD. M.globosa was identified in 52,1 , M.dermatis in 23,2 , M.japonica in 8,7 M.pachydermatis in 7,2 , M.sympodialis 2,8 , while M.obtusa and M.furfur contributes 1,4 out of 69 isolates from 59 specimens with positive cultures. There is 4,3 unidentified isolates. Malassezia species was not related to severity of SD. Conclusion M.globosa is the predominant Malassezia species in Indonesian SD patients. This difference may be attributable to the identification techniques and geographical differences. Malassezia species not related to severity of SD."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfah Nur Lathiifah
"Latar belakang: Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kronik pada kulit yang bermanifestasi sebagai bercak kemerahan yang gatal dan bersisik di daerah kaya akan kelenjar sebasea. Sebum yang berada di kulit kepala merupakan nutrisi bagi Malassezia sp dan menjadi salah satu faktor risiko dari dermatitis seboroik. Keramas dapat membersihkan sebum dan kotoran dari kulit kepala. Setiap individu memiliki preferensi tersendiri mengenai frekuensi keramas.
Tujuan: Studi ini dilakukan untuk melihat korelasi skor keparahan dermatitis seboroik dengan frekuensi keramas.
Metode: Sejumlah 87 pasien dermatitis seboroik dengan metode consecutive sampling. Pasien dilakukan pemeriksaan untuk mengukur keparahan dermatitis seboroik yang diderita menggunakan diberikan kuesioner Seborrheic Dermatitis Area and Severity Index SDASI. Studi ini merupakan penelitian dengan metode potong lintang.
Hasil: Median frekuensi keramas pada pasien DS adalah 3 kali seminggu 1,00-7,00 dan nilai median Skor Keparahan DS sebesar 2,25 0,25-21,00. Uji korelasi Spearman dilakukan dan didapatkan hasil tidak bermakna korelasi antara frekuensi keramas dengan skor keparahan DS P= 0,155, r= -0,154.
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi antara frekuensi keramas dengan Skor Keparahan DS.

Background: Seborrheic dermatitis SD is chronic inflammation disease in scalp which manifested as itchy scale erythema found on area rich of sebaceous gland. Sebum produced by sebaceous gland is nutrition for Malassezia sp and one of main risk factor of sebhorreic dermatitis. Hair washing may clean sebum and dirt on scalp. Each individual has their own preference on how often one should wash their hair.
Aim: This study was conducted to see the correlation of severity of seborrheic dermatitis with frequency of shampoo.
Methods: A total of 87 sebhorrheic dermatitis patients had been selected using exclusion criteria and recruited by consecutive sampling. Those SD patients were examined to measure the degree of seborrheic dermatitis severity using Seborrheic Dermatitis Area and Severity Index SDASI questionnaire. This study was cross sectional study.
Results: Median hair washing frequency on SD patients were three times a week 1.00 7.00 and Seborrheic Dermatitis Severity Score median value at 2.25 0.25 21.00. Spearman correlation test was conducted and from the test result there were no significant correlation between hair washing frequency and SD severity score by statistic P= 0.155, r 0.154.
Conclusion: There was no correlation between frequency of hair washing with DS Severity Score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Tia Efitasari
"Kondisi hiperglikemia pada pasien DM berhubungan dengan kelainan pada profil lipid. HBA1c sebagai salah satu kontrol glikemik diharapkan mampu menjadi prediktor profil lipid sebagai salah satu faktor risiko kelainan kardiovaskular. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar HbA1c dengan profil lipid pada pasien prediabetes. Penelitian menggunakan desain potong lintang pada 69 orang pasien prediabetes berdasarkan kadar HbA1c antara 5,7 - 6,4 yang melakukan pemeriksaan pada Laboratorium Patologi Klinik RSCM data sekunder . Analisis data dilakukan menggunakan uji korelasi Spearman rsquo;s. Hasil penelitian ini, terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan kadar trigliserida p: 0,045; r: -0,242 dan kadar HbA1c dengan kadar kolesterol total p: 0,027; r: -0,266 . Kesimpulannya, terdapat korelasi lemah negatif antara kadar HbA1c dengan profil lipid trigliserida dan kolesterol total pada pasien prediabetes. Kondisi ini kemungkinan dapat terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang lebih berkontribusi terhadap kelainan profil lipid dibandingkan dengan kadar HBA1c dan belum munculnya efek dari resistensi insulin terhadap kelainan profil lipid.

Hyperglycemia in Diabetes mellitus patients associated with abnormalities in the lipid profile. HbA1c as one of glycemic control is expected to be a predictor of lipid profile as one of a risk factor for cardiovascular disorders. The aim of this research is to investigate the correlation between HbA1c levels with lipid profile in prediabetes individuals. The research used cross sectional design in 69 patients with prediabetes based on their HbA1c levels between 5.7 6.4 in RSCM Clinical Pathology Laboratory secondary data . Data analysis was performed using Spearman 39 s correlation test. The results of this study, showed a significant relationship between HbA1C with triglyceride levels p 0.045 r 0.242 and HbA1c levels with total cholesterol levels p 0.027 r 0.266 . In conclusion, there were a weak negative correlation between HbA1c level and lipid profile tryglyceride and total cholesterol in prediabetes individuals. This conditions might occur because of the other factors that further contributes to abnormalities in lipid profile compared with the HbA1c levels and yet the appearance of the effect of insulin resistance on lipid profile abnormalities."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70336
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>