Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 222237 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dea Martasukma Gita Apsari
"Latar belakang. Overall neuropathy limitation scale (ONLS) merupakan skala untuk menilai disabilitas pasien CIDP. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas ONLS ke dalam bahasa Indonesia.
Metode. Dilakukan translasi dan adaptasi lintas budaya sesuai kaidah WHO, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas skala ONLS versi bahasa Indonesia. Populasi penelitian ini adalah semua subjek dewasa dengan diagnosis CIDP di RSCM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil. Tiga puluh subjek memenuhi kriteria inklusi. Mayoritas subjek laki-laki (53,3%) dengan rerata usia 46,97 (SD:14,677) tahun, dan rentang usia 21 tahun sampai 77 tahun. Pada uji validitas ONLS menggunakan corrected item-total correlation pada pemeriksa pertama dan kedua didapatkan nilai 0,982. Hasil uji reliabilitas antar pemeriksa menggunakan intraclass correlation coefficient sebesar 0,98 dan Cronbach’s Alpha sebesar 0,99.
Kesimpulan. Skala ONLS versi bahasa Indonesia valid dan reliabel dalam menilai disabilitas pasien CIDP.

Introduction. The overall neuropathy limitation scale (ONLS) is a scale for assessing disability in CIDP patients. This study aims to test the validity and reliability of ONLS into Indonesian language.
Methods. Cross-cultural translation and adaptation were carried out according to WHO rules, the testes the validity and reliability of the Indonesian version of ONLS. The population of this study were all adult that have diagnosis of CIDP at RSCM who met the inclusion and exclusion criteria.

Results. Thirty subjects met the inclusion criteria. The majority of the subjects were male (53.3%) with a mean age of 46.97 (SD: 14.677) years, and the age range was 21 to 77 years. In the ONLS validity test using the corrected item-total correlation on the first and second examiners, a value of 0.982 was obtained. The results of the inter-examiner reliability test used an intraclass correlation coefficient of 0.982 and Cronbach’s Alpha of 0.99. 

Conclusion. The Indonesian version of the ONLS is valid and reliable in assessing the disability of CIDP patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmatina
"Latar belakang: Data kualitas hidup pasien kulit di Indonesia masih terbatas, antara lain disebabkan belum ada instrumen penilai kualitas hidup untuk kelainan dermatologi berbahasa Indonesia yang valid dan reliabel. Tujuan penelitian ini adalah ingin menilai validitas dan reliabilitas Dermatology Life Quality Index (DLQI) berbahasa Indonesia sebagai suatu alat untuk menilai kualitas hidup pasien dengan berbagai penyakit kulit di Indonesia.
Metode: Dermatology Life Quality Index orisinal berbahasa Inggris diterjemahkan mengikuti prosedur standar ke dalam bahasa Indonesia. DLQI versi Indonesia yang telah disetujui oleh pihak pembuat DLQI orisinal diisi oleh 100 pasien rawat jalan dengan berbagai diagnosis (akne, dermatitis atopik, kusta, psoriasis, dan vitiligo) di poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Indonesia. Analisis validitas menggunakan validitas konstruksi, dilakukan dengan menghitung korelasi antara tiap pernyataan dengan skor total (korelasi Pearson). Konsistensi internal menggunakan Cronbach α digunakan untuk analisis reliabilitas.
Hasil: Usia pasien pada penelitian ini antara 18 hingga 59 tahun (median 30 tahun). Skor DLQI rata-rata yaitu 9,75±6,319. Validitas DLQI berbahasa Indonesia dinilai cukup baik, dengan koefesien korelasi tiap pertanyaan dengan skor total yaitu 0,310 - 0,699. Reliabilitas DLQI berbahasa Indonesia dinilai baik, dengan Cronbach α 0.858.
Kesimpulan: DLQI versi Indonesia merupakan instrumen yang valid dan reliabel untuk menilai kualitas hidup pasien dengan berbagai penyakit kulit.

Background: The dermatology patient’s quality of life data in Indonesia is limited, partly because unavailability of valid and reliable dermatology specific quality of life measuring tool in Indonesian language. The aim of this study is to assess validity and reliability of Dermatology Life Quality Index (DLQI) to measure the quality of life of patients with various skin diseases in Indonesia.
Methods: The English version of DLQI was translated according to standard procedures to Indonesian language. The approved Indonesian version of DLQI by its developer was administered to 100 outpatients with various dermatological diagnoses (acne, atopic dermatitis, leprosy, psoriasis, vitiligo) attending the dermatovenereology clinic at the national general hospital of Indonesia, dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Construct validity analysis was carried out by using item–total score correlations (Pearson correlation). Internal consistency using Cronbach α were used for reliability analysis.
Results: Age of patients in this study ranged from 18 to 59 years (median 30 years). The mean score of DLQI was 9,75±6,319. Validity of Indonesian version of DLQI considered moderate, with item-total score correlation coefficient 0.310-0.699. Reliability of Indonesian version of DLQI considered good, with Cronbach α 0.858.
Conclusion: Indonesian version of the DLQI is a valid and reliable instrument for assessing the quality of life of patients with various skin diseases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Azhari Ganesha
"Latar belakang. Skala Inflammatory Neuropathy Cause and Treatment (INCAT) motorik dan sensorik merupakan skala penilaian keterbatasan aktivitas sehari-hari dan keluhan sensorik pada pasien CIDP. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas skala INCAT motorik dan sensorik ke dalam bahasa Indonesia.
Metode. Dilakukan adaptasi dan translasi kultural sesuai kaidah WHO, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas skala INCAT versi bahasa Indonesia. Populasi penelitian ini adalah semua pasien dewasa dengan diagnosis CIDP yang dirawat maupun berobat rawat jalan di RSCM yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil. Tiga puluh satu subjek memenuhi kriteria inklusi. Sebagian besar laki-laki (56,60%). Usia berkisar antara 21 tahun sampai 77 tahun, dengan prevalensi tertinggi usia < 60 tahun. Pada uji validitas INCAT motorik pertama memiliki nilai antara 0,850-0,875, pada pemeriksa kedua didapatkan nilai 0,844 sampai 0,913. Pada uji validitas INCAT sensorik pertama didapatkan nilai antara 0,769-0,866. Pemeriksaan kedua didapatkan nilai 0,759 sampai 0,866. Hasil uji reliabilitas internal INCAT motorik pertama mendapatkan nilai 0,639 dan kedua mendapatkan nilai 0,717. Reliabilitas eksternal INCAT motorik didapatkan nilai 0,652 . Uji reliabilitas internal INCAT sensorik pertama mendapatkan hasil 0,837-0,875, kedua mendapatkan hasil 0,833-0,890 . Reliabilitas eksternal mendapatkan hasil 0,631. Waktu yang diperlukan untuk melakukan pengisian kurang dari 10 menit.
Kesimpulan. Skala INCAT motorik dan sensorik versi bahasa Indonesia valid dan reliabel dalam mengevaluasi keterbatasan aktivitas dan keluhan sensorik pada pasien CIDP.

Introduction. The motor and sensory Inflammatory Neuropathy Cause and Treatment (INCAT) scale is a scale for assessing the limitations of daily activities and sensory complaints in CIDP patients. This study aims to test the validation and reliability of the motor and sensory INCAT scale into Indonesian languange.
Methods. Cultural adaptation and translation were carried out according to WHO rules, then the Indonesian version of the INCAT scale was tested for validity and reliability. The population of this study were all adult patients with a diagnosis of CIDP who were treated as well as outpatients at the RSCM who met the inclusion criteria.
Results. Thirty-one subjects met the inclusion criteria. Most of the men (56.60%). Age ranged from 21 years to 77 years, with the highest prevalence aged <60 years. In the first motor INCAT validity test, it has a value between 0.850-0.875, the second examiner gets a value of 0.844 to 0.913. In the first sensory INCAT validity test, values were obtained between 0.769-0.866. The second examination obtained a value of 0.759 to 0.866. The results of the first motor INCAT internal reliability test got a value of 0.639 and the second got a value of 0.717. External reliability of motor INCAT obtained a value of 0.652 . The first sensory INCAT internal reliability test got 0.837-0.875 results, the second got 0.833-0.890 results. External reliability results in 0.631. It takes less than 10 minutes to do the examination.
Conclussion. The Indonesian version of the motor and sensory INCAT scale is valid and reliable in evaluating activity limitations and sensory complaints in CIDP patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Kusumadewi
"Latar Belakang. Defisiensi vitamin-D dapat terjadi pada sklerosis multipel MS dan neuromielitis optik (NMO), dan dapat berpengaruh terhadap proses imunologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serum vitamin-D-25 (OH) pada orang dengan penyakit demielinisasi sistem saraf pusat dibandingkan dengan kontrol sehat.
Metode. Penelitian potong lintang ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta pada November 2016 sampai Mei 2017. Pada sampel dikumpulkan data kebiasaan makan, suplementasi vitamin-D, paparan sinar matahari, terapi medikamentosa, jumlah relaps per tahun, dan expanded disability status scale (EDSS). Kadar serum vitamin-D-25(OH) diukur menggunakan metode direct competitive chemiluminescence immunoassay (CLIA).
Hasil. Tiga puluh dua pasien (18 MS dan 14 NMO) dan 33 kontrol diikutsertakan dalam penelitian ini. Jumlah laki-laki pada kelompok studi dan kontol adalah 12,5% dan 15,2%. Insufisiensi dan defisiensi vitamin-D-25(OH) (<30ng/mL) didapatkan pada 90,6% pasien di kelompok studi. Tidak didapatkan perbedaan kadar vitamin-D-25(OH) yang bermakna antara kelompok studi dan kontrol dengan median rentang adalah 17(5.2-71.6)ng/ml dan 15.7(5.5-34.4)ng/ml. Hasil tersebut tidak diduga, karena 50 pasien mendapatkan suplementasi vitamin D lebih dari 400IU. Terapi kortikosteroid juga ditemukan berpengaruh terhadap kadar vitamin-D-25(OH). Kadar vitamin-D-25(OH) tidak berhubungan dengan EDSS.
Kesimpulan. Insufisiensi dan defisiensi vitamin-D didapatkan pada orang dengan MS dan NMO di Jakarta, namun kadarnya tidak berhubungan dengan EDSS. Tenaga kesehatan juga perlu mewaspadai rendahnya kadar vitamin-D pada pasien yang menggunakan kortikosteroid. Kontrol normal juga memiliki kadar vitamin-D yang rendah walaupun tinggal di negara dengan paparan sinar matahari yang cukup. Temuan ini menunjukkan risiko kekurangan vitamin-D pada masyarakat yang tinggal di Jakarta.

Introduction. Vitamin-D-25(OH) deficiency is common in Multiple Sclerosis (MS) and Neuromyelitis Optic (NMO) patients and can affect the immunological process. We performed study to evaluate serum vitamin-D-25(OH) levels in MS and NMO patients compared to healthy control.
Methods. This is a cross sectional study done in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from November 2016 May 2017. We reviewed dietary recall, vitamin-D supplementation, sun exposure, medication, annual relapse rate and expanded disability status scale (EDSS). Vitamin-D-25(OH) level was measured using direct competitive chemiluminescence immunoassay (CLIA).
Results. Thirty two patients (18 MS and 14 NMO) and 33 controls were enrolled. Male patients and controls were 12,5% and 15,2%, respectively. Vitamin-D insufficiency and deficiency (<30ng mL) among patients reached 90,6% and not associated with EDSS. It was not significantly different between patients and control, with median (range) 17(5.2-71.6)ng/ml and 15.7(5.5-34.4)ng/ml respectively. The result was unexpected because 50 patients received vitamin-D supplementation. Corticosteroid used also influenced the vitamin-D levels.
Conclusion. Vitamin-D insufficiency and deficiency was common in MS and NMO patients in Jakarta but not associated with EDSS. Practitioners need to be alert to vitamin-D low level particularly in patients using corticosteroid. Healthy control also had low vitamin-D concentrations though they lived in a sufficient sun exposure country. This finding suggests a risk of vitamin-D deficiency among community living in Jakarta.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Primasari W
"ABSTRAK
Latar belakang: Pruritus adalah keluhan subyektif terbanyak yang membuat pasien datang ke poliklinik kulit, dan dua pertiga di antaranya adalah pruritus kronik. Kuesioner 5-D Itch Scale 5DIS adalah alat pengukuran pruritus kronik yang memenuhi berbagai aspek alat pengukuran pruritus sesuai rekomendasi International Forum for the Study of Itch IFSI . Penelitian ini dilakukan untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner 5DIS berbahasa Indonesia untuk menilai keluhan pruritus kronik di Indonesia.Metode: Naskah 5DIS asli berbahasa Inggris diterjemahkan ke bahasa Indonesia sesuai dengan pedoman adaptasi lintas budaya dari International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research ISPOR . Tiga set kuesioner, yaitu skala gatal 5 dimensi, Dermatology Life Quality Index DLQI , dan Visual Analogue Scale VAS diberikan kepada pasien pruritus kronik di poliklinik IKKK RSUPNCM. Reliabilitas diuji menggunakan Cronbach a. Validitas konvergen dan konkuren diuji menggunakan korelasi Pearson dan Spearman.Hasil: Adaptasi lintas budaya 5DIS menghasilkan sebuah naskah skala gatal 5 dimensi. Ketiga set kuesioner diisi dengan lengkap oleh 34 orang. Rentang usia subjek penelitian SP adalah 18 hingga 83 tahun, dengan rerata usia 56,7 15,7 tahun. Nilai Cronbach a 0,679 untuk kelima ranah skala gatal 5 dimensi menunjukkan tingkat reliabilitas yang dapat diterima. Hasil uji validitas konvergen didapatkan korelasi yang kuat dan bermakna antara skor butir-butir dan skor total skala gatal 5 dimensi dengan nilai koefisien korelasi adalah 0,636-0,760. Hasil uji validitas konkuren didapatkan korelasi yang kuat dan bermakna antara skala gatal 5 dimensi dengan kuesioner DLQI dan skala VAS.Kesimpulan: Skala gatal 5 dimensi merupakan alat pengukuran yang valid dan reliabel untuk menilai keluhan pruritus kronik pada pasien dewasa dan lansia di Indonesia.Kata kunci: pruritus kronik, pengukuran, 5-D itch scale, skala gatal 5 dimensi, validitas, reliabilitas

ABSTRACT
Background Pruritus is a major subjective complaint in dermatology clinic, two thirds of them are chronic pruritus. International Forum for the Study of Itch recommends 5 D Itch Scale 5DIS as a multidimensional measurement tools for chronic pruritus assessment. The objective of this study is to test the validity and reliability of 5DIS in Indonesian language for chronic pruritus symptoms in Indonesia.Method The original 5DIS was translated into Indonesian language using cross cultural adaptation guideline from International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research ISPOR . Three sets of questionnaire 5DIS in Indonesian language, Dermatology Life Quality Index DLQI , and Visual Analogue Scale VAS , were administered to chronic pruritus patients in dermatovenereology clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Reliability was tested using Cronbach rsquo s a. Convergent and concurrent validity was tested using Pearson correlation and Spearman rsquo s rho.Result Cross cultural adaptation resulted a 5DIS in Indonesian language. All questionnaires were completed by 34 people between 18 to 83 years old mean 56.7 15.7 years old . Cronbach rsquo s a for five domains of 5DIS was 0,679. There was significant strong correlation between items scores and total scores of 5DIS r 0.636 to 0.760 . There was significant strong correlation between 5DIS in Indonesian language and DLQI, also between 5DIS in Indonesian language and VAS.Conclusion 5DIS in Indonesian language is a valid and reliable instrument to assess chronic pruritus symptoms on adult and geriatric patients in Indonesia.Keywords chronic pruritus, measurement, 5 D itch scale in Indonesian language, validity, reliability "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tivania Wiradinata
"ABSTRAK
Mucocele adalah lesi jinak yang terdapat pada mukosa mulut dan merupakan gangguan yang sering terjadi pada kelenjar saliva minor. Mucocele termasuk dalam 17 lesi yang sering terjadi pada rongga mulut yang disebabkan oleh trauma dan obstruksi pada kelenjar saliva. Mucocele dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun pada umumnya terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Penelitian mengenai distribusi dan frekuensi mucocele perlu dilakukan untuk mengetahui epidemiologi dari mucocele, sehingga dapat memberikan informasi berupa prognosis dan kesuksesan perawatan berdasarkan kondisi yang dialami oleh pasien di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo periode 2016-2017. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif retrospektif dengan menggunakan rekam medik pada pasien di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Analisis 8 kasus mucocele berdasarkan umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, lokasi terjadinya lesi, ukuran lesi, kondisi lesi, etiologi, jenis perawatan, dan kasus rekurensi. Sebagian besar pasien berumur 11-20 tahun (37,5%) dengan pekerjaan sebagai pelajar (50%). Rasio antara pasien laki-laki dan perempuan adalah 1:3. Lesi paling banyak ditemukan pada bibir bawah (50%) dengan ukuran 6-10 mm (50%) dalam keadaan yang tidak pecah. Etiologi berasal dari trauma dan kebiasaan menggigit bibir. Pilihan perawatan yang sering dilakukan adalah eksisi, yaitu sebanyak 4 kasus. Terdapat 4 kasus rekurensi pada mucocele setelah dilakukan perawatan.

ABSTRACT
Mucocele is a benign lesion found in the oral mucosa and it is a disorder that often occurs in minor salivary glands. Mucoceles are included in 17th common lesions in the oral cavity caused by trauma and obstruction in the salivary glands. Mucocele can occur in various age groups but usually in children, adolescents, and young adults. Research on the distribution and frequency of mucocele needs to be done to determine the epidemiology of mucocele, so it can provide the information of prognosis and success of treatment based on the conditions that experienced by patients at National Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo from 2016-2017. The method of this research is retrospective descriptive study from medical records of National Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo patients. 8 cases of mucocele was analyzed based on age, gender, occupation, location of the lesion, size of lesion, condition of lesion, etiology, type of treatment, and recurrence cases. Most of the patients were 11-20 years old (37.5%) and most of them were students (50%). The ratio between male and female patients is 1:3. Most of the lesions are found in the lower lip (50%) in sizes 6-10 mm (50%) in a non-ruptured condition. The etiology of mucocele are trauma and lip biting habits. The choice of treatment that is often done in 4 cases of mucocele is excision. There were 4 cases of recurrence in mucocele after treatment."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikry Syahrial
"Latar Belakang: Miastenia gravis MG merupakan penyakit autoimun kronik pada taut neuromuskular dengan gejala kelemahan fluktuatif. Kemajuan dalam diagnosis dan tatalaksana kasus MG akan meningkatkan angka harapan hidup pasien, sehingga evaluasi keberhasilan terapi tidak lagi hanya didasarkan pada mengatasi gejala , namun juga dalam mengevaluasi kualitas hidup pasien. The 15-item Myasthenia Gravis Quality of Life scale MG-QOL15 merupakan kuesioner yang digunakan saat ini untuk mengevaluasi kualitas hidup pada pasien MG. Tujuan: Mendapatkan instrumen MG-QOL15 versi bahasa Indonesia yang valid dan reliabel. Metode: Empat puluh empat pasien penyakit MG di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan dalam penelitian potong lintang ini. Pasien mengisi kuesioner MG-QOL15 sebanyak 2 kali dengan jarak waktu 2 hari. Konsep yang digunakan untuk uji validitas MG-QOL15 INA adalah validasi lintas budaya menurut metode World Health Organization WHO . Uji reliabilitas dinilai menggunakan nilai alpha Cronbach. Hasil: MG-QOL15 INA telah melalui validasi lintas budaya menurut WHO dengan nilai koefisien korelasi Spearman berkisar antara 0,568-0,789 pada pemeriksaan pertama dan 0,574-0,763 pada retest. Nilai alpha Cronbach pada pemeriksaan pertama 0,917 dan 0,909 untuk retest. Kesimpulan: MG-QOL15 INA valid dan reliabel untuk digunakan sebagai instrumen dalam mengevaluasi kualitas hidup pada penyakit Miastenia Gravis
Introduction Myasthenia Gravis MG is a chronic autoimmune disease in the neuromuscular junction with fluctuating weakness symptoms. Progress in the diagnosis and management of MG cases will increase the patients life expectancy, so the evaluation of therapeutic success is no longer based solely on coping with the symptoms, but also in evaluating the quality of life of patients. The 15 item Myasthenia Gravis Quality of Life scale MG QOL15 is a questionnaire used today to evaluate the quality of life in MG patients. Aim To obtain valid and reliable Indonesian version of MG QOL15 instrument. Methods Forty four patients of MG disease at the Cipto Mangunkusumo Neurology Polyclinic who met the inclusion criteria were included in this cross sectional study. Patients fill out the MG QOL15 questionnaire as much as 2 times with a distance of 2 days. The concept used for the validity test of MG QOL15 INA is cross cultural validation according to World Health Organization WHO method. Reliabilty test is assessed using Cronbach alpha value. Results MG QOL15 INA has been through WHO cross cultural validation with Spearman correlation coefficient values ranging from 0,568 0,789 at the first examination and 0,574 0,763 at the retest. Cronbach rsquo s alpha value at the first examination was 0,917 and 0,909 for the retest. Conclusion MG QOL15 INA is valid and reliable to be used as an instrument in evaluating the quality of life in MG disease. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Rhismawati Djupri
"ABSTRAK
Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah Pada Pasien Gangguan Sistem Perkemihan Dengan Kasus Gagal Ginjal Kronik Stage V Menggunakan Pendekatan Model Keperawatan Adaptasi Roy Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Diana Rhismawati Djupri2017 AbstrakPraktek klinik Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan adalah untuk mampu melakukan dan menganalisa asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik Stage V dan 30 pasien lain yang mengalami gangguan pada sistem perkemihan. Selain itu mampu menerapkan Evidence Based Nursing Practice EBNP dan sebagai inovator di ruang perawatan maupun di ruang rawat jalan. Peran pemberi asuhan keperawatan menggunakan Model Adaptasi Roy. Perilaku adaptasi fisiologi yang banyak mengalami gangguan adalah cairan dan masalah keperawatan yang banyak muncul adalah hipervolemia, sehingga intervensi yang diberikan adalah pencatatan secara akurat intake dan output, edukasi pembatasan cairan. Penerapan EBNP yang dilakukan adalah dengan melakukan identifikasi tingkat fatigue pada pasien Gagal Ginjal Kronik Stage V dengan menggunakan instrumen FACIT-F, sehingga dapat diketahui tingkat fatigue pasien dan dapat dilakukan asuhan keperawatan yang komprehensif. Program inovasi yang dilakukan adalah Range of Motion pada pasien intrahemodialisis untuk meningkatkan adekuasi hemodialisis dikaitkan dengan tingkat fatigue menggunakan instrumen FACIT-F Kata Kunci : fatigue, ROM exercise, gagal ginjal kronik, hemodialysis, FACIT-FABSTRACT
Analysis of Medical Surgical Nursing Residency Practice on UrinarySystem Disorders with Chronic Kidney Disease CKD STAGE V Cases Using Roy Adaptation Model Approach at Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta Diana Rhismawati Djupri2017 Abstract Ners Specialist Urinary System is to be able to perform and analyze nursing care in patients with Chronic Kidney Desease CKD Stage V and 30 other patients with urinary system disorders. It is also capable of implementing Evidence Based Nursing Practice EBNP and as an innovator in the treatment room as well as in the outpatient room. The role of nursing care providers uses the Roy Adaptation Model. Behavioral adaptation of many disordered physiology is fluid and nursing problems that many appear is hypervolemia, so that intervention given is accurate recording intake and output, fluid restriction education. Implementation of EBNP is done by identifying fatigue level in patients with Chronic Kidney Desease CKD Stage V using FACIT F instrument, so that can know fatigue level of patient and can be done comprehensive nursing care. The innovation program performed was the Range of Motion in intrahemodialysis patients to improve the hemodialysis adequacy associated with fatigue levels using the FACIT F instrument. Keywords fatigue, ROM exercise, Chronic Kidney Desease, hemodialysis, FACIT F"
Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iryanthy Makangiras
"Latar Belakang : Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Semakin meningkatnya usaha sektor pertanian juga menyebabkan peningkatan penggunaan pestisida. Kenyataannya, umumnya masyarakat tidak menyadari gejala gangguan kesehatan yang dialaminya merupakan keracunan pestisida karena gejala tidak spesifik, namun secara kronis dapat menimbulkan penyakit, salah satunya gangguan neurologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan neurologi yang disebabkan karena pajanan kronis pestisida dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada petani.
Metode :Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan besar sampel 119 orang yang diambil dengan cluster random sampling. Penelitian di Desa Cibeurem, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juli 2016. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tugas kerja, penggunaan alat pelindung diri, hygiene perorangan, keluhan petani, pemeriksaan kekuatan otot, pemeriksaan sensibilitas dan pemeriksaan refleks adalah variable yang diteliti.
Hasil :Prevalensi neuropati perifer sebesar 56,3 . Proporsi petani dengan nilai intensitas pajanan tinggi sebesar 50,4 . Intensitas pajanan pestisida pada petani tidak berhubungan secara bermakna terhadap neuropati perifer. Faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko terhadap neuropati perifer yaitu : usia OR : 2,05, IK95 0,98-4,29 , status gizi p = 0,131 , tingkat pendidikan OR : 0,67, IK95 0,32 ndash;1,38 . Faktor lain seperti diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit hipertensi tidak dapat dianalisis.
Kesimpulan dan saran :Intensitas pajanan tinggi terhadap pestisida berisiko lebih tinggi dibanding intensitas pajanan rendah terhadap neuropati perifer walau tidak berhubungan secara statistik. Bila menemukan keluhan neuropati yang diduga berhubungan dengan pestisida, petani diharapkan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekatKata Kunci :Neuropati perifer, intensitas pajanan pestisida, skoring Sulistomo

Background The agricultural sector is the most demanding labour. Pesticides are used simultaneously by the increasing of the agricultural production. The fact in the community all this time is generally not aware of the health problems they experienced symptoms of pesticide poisoning because the symptoms are not specific , but in chronic can cause serious illness , one of that is neurological disorders . This study aims to determine the neurological disorder caused by chronic exposure to pesticides and the factors that influence the farmers.
Method: This study was designed as a cross sectional study with 119 farmers as the respondents taken by cluster random sampling. The study was conducted since May to July 2016 in Cibeureum village, Kertasari subdistrict, Bandung district, West Java province. Data was collected by interview and physical examination. Variables studied were work tasks, personal protective equipments usage, habitual personal hygiene, complaints of farmers, muscle strength examination, examination of sensibility and reflex examination.
ResultsTotal prevalence of peripheral neuropathy event was 56,3 . The proportion of the farmers with high intensity of pesticide exposure was 50,4 . The intensity of pesticide exposure was not significantly related peripheral neuropathy event. Other factors that increase the risk for peripheral neuropathy were age OR 2,05, IK95 0,98 4,29 , nutritional status p 0,131 , level of education OR 0,67, IK95 0,32 - 1,38 . The other factor like, dibates mellitus, heart disease, hypertension can not be analyzed.
Conclusion High intensity of pesticide exposure increased the risk of peripheral neuropathy event, even was not significantly related peripheral neuropathy event. When you find the alleged complaint neuropathy associated with pesticides, farmers are expected to immediately went to the nearest health facility Key words peripheral neuropathy, intensity of pesticide exposure, Sulistomo scoring"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T58669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fyrnaz Kautharifa
"Latar Belakang. Miopati inflamasi idiopatik (MII) merupakan jenis miopati acquired dengan pola kelemahan ekstremitas predominan proksimal dengan prevalensi secara global yaitu 2.4-33.8 per 100.000 per tahun. Di Indonesia, data mengenai prevalensi MII belum diketahui secara pasti namun terdapat studi mengenai profil MII di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) yaitu probable MII sebanyak 33% dan Definite MII sebanyak 67%. Keterlibatan organ ekstraskeletal dan berbagai macam faktor lain dapat berdampak pada aspek fisik, mental dan sosial yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien MII. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup pasien MII dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan pada Januari hingga Mei 2024 di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Faktor demografis, fenotipe klinis, subtipe, pemeriksaan penunjang kegansan dan pelaku rawat dinilai hubungannya dengan kualitas hidup pasien MII. Penilaian kualitas hidup\dinilai dengan ShortForm Health Survey-36 (SF-36) versi Indonesia yang mengukur delapan domain kualitas hidup: fungsi fisik, peran fisik, nyeri tubuh, kesehatan umum, vitalitas, fungsi sosial, peran emosional, dan kesehatan mental. Hasil. Total subjek pada penelitian ini adalah 58 orang dan didominasi oleh prempuan sebanyak 69% dengan rerata usia adalah 39.09 ± 13.08 tahun. Rerata skor total SF-36 yaitu 51.07 ± 21.67, domain PCS didapatkan rerata 42.13 ± 21.68 dan domain MCS dengan median 56.00 (2-100). Faktor-faktor yang secara signifikan berhubungan dengan kualitas hidup pasien MII baik pada skor total meliputi nyeri, fatigue, keterbatasan fisik, kemampuan berpindah tempat, keterlibatan sendi, ansietas, depresi dan pelaku rawat sementara pada subtipe MII berupa PM memiliki skor kualitas hidup terendah bila dibandingkan dengan subtipe lainnya. Kesimpulan. Berdasarkan skor SF-36 maka kualitas hidup pasien MII lebih rendah bila dibandingkan dengan populasi normal. Beberapa faktor telah diketahui memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas hidup pasien. Tatalaksana secara komprehensif dan holistik melibatkan multidisiplin sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien MII

Background. Idiopathic inflammatory myopathy (MII) is a type of acquired myopathy with proximal predominant limb weakness and a global prevalence of 2.4-33.8 per 100,000 per year. In Indonesia, data on the prevalence of MII is not yet known with certainty, however, a recent study on the profile of MII at Cipto Mangunkusomo Hospital (RSCM) identified 33% of patients with probable MII and 67% of patients with definite MII.. Extraskeletal organ involvement and various other factors can have an impact on physical, mental and social aspects that can affect the quality of life of MII patients. This study aims to determine the quality of life of MII patients and the factors that influence it. Methods. This study used a cross-sectional design conducted from January to May 2024 at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. Demographic factors, clinical phenotypes, subtypes, supporting examinations and caregivers were assessed for their association with the quality of life of MII patients. Quality of life assessment was performed according to the recommendations of the International Myositis Assessment and Clinical Studies Group (IMACS), namely the Short-Form Health Survey-36 (SF-36) questionnaire which measures eight quality of life domains: physical function, physical role, body pain, general health, vitality, social function, emotional role, and mental health. Results. The total subjects in this study were 58 people and were dominated by women as much as 69% with an average age of 39.09 ± 13.08 years. Cutaneous manifestaons was the most common organ involvement 72.4% The mean total score of SF- 36 is 51.07 ± 21.67, the PCS domain obtained a mean of 42.13 ± 21.68 and the MCS domain with a median of 56.00 (2-100). Factors associated with the quality of life of MII patients in the total score include pain, fatigue, physical limitations, ability to move, joint involvement, anxiety, depression and perpetrators of care while the MII PM subtype has the lowest quality of life score when compared to other subtypes. Conclusion. Based on SF-36 scores, the quality of life of MII patients is lower in comparisonto the normal population. Several factors have been known to have a significant relationship with the quality of life of patients. Comprehensive and holistic management involving multidisciplinary can improve the quality of life of MII patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>