Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177922 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwindo
"Latar Belakang: Puasa ramadan menurunkan petanda inflamasi pada individu sehat. pasien PGK (Penyakit ginjal kronik) yang menjalanin hemodialisis rutin meskipun dianjurkan tidak berpuasa sebagian besar masih tetap berpuasa ramadan. PGK merupakan kondisi inflamasi kronik dengan petanda inflamasi IL-6 yang tinggi, IL-6 berkorelasi kuat dengan skor inflamasi malnutrisi dan menjadi prediktor mortalitas pasien PGK yang menjalanin HD rutin. Saat ini belum diketahui pengaruh puasa ramadan pada pasien PGK yang menjalanin HD rutin apakah akan juga mempengaruhi petanda inflamasi seperti individu sehat.
Tujuan: Mengetahui pengaruh puasa Ramadan pada pasien dengan hemodialisis rutin terhadap inflamasi.
Metode: Penelitian dengan desain kohort prospektif yang dikerjakan pada ramadan tahun 2022 (April-Mei) pada pasien hemodialisis rutin di 3 unit HD, dibagi menjadi 2 kelompok (berpuasa/tidak berpuasa) dimana subjek dengan kondisi infeksi, dalam terapi steroid, edema pulmo, diabetes yang tidak terkontrol, disabilitas, tuli pendengaran serta memiliki penyakit kardiovascular berat dikeluarkan dalam penelitian ini. Kadar IL-6 dan skor MIS dinilai sebelum menjalankan proses HD di minggu pertama dan terkhir ramadan. Analisis dilakukan dengan menghitung median dari tiap variable dependen.
Hasil: Total 70 subjek diikutsertakan pada penelitian ini. Sebagian besar subjek penelitian adalah laki-laki (54,3%), berusia lebih dari 45 tahun (52,9%), berasal dari rumah sakit PMI (42,9%) dengan jenis dialiser LF (Lowflux) 78,6%. Durasi lama puasa lebih dari sama dengan 15 hari adalah 70%, tidak menjalankan ibadah puasa saat HD 71,4% dengan lama menjalani hemodialisis lebih dari 5 tahun 48,6% dan komorbid hipertensi 64,3%. Delta kadar IL-6 Kel berpuasa 6,1 pg/mL, kel tidak berpuasa 13,6 pg/mL dengan p=0,828. Delta MIS kel berpuasa 1 point dan kel tidak berpuasa 2 point dengan p=0,376.
Simpulan: Pasien hemodialisis rutin yang berpuasa ramadan menunjukan peningkatan kadar IL-6 dan skor MIS lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak berpuasa walaupun secara statistik tidak bermakna
Background and Objectives Ramadan fasting reduces sign of inflammation in healthy individuals. CKD patients who undergo routine hemodialysis, although those patients are not recommended to fast, most of them were still fasting. CKD is a chronic inflammation condition which indicated by high level of IL-6. Level of IL-6 is strongly correlated with Malnutrition- Inflammatory Score (MIS) and is a mortality predictor in PGK patients who undergo routine dialysis. Currently, there is no information on the effect of Ramadan fasting on CKD patients who undergo dialysis and whether it has similar effect on inflammation index compared to healthy individuals.
Materials and Methods: The study employed prospective cohort design which was done during Ramadan 2022 (April – May) on routine hemodialysis patients in 3 hemodialysis unit. The subject was divided into two groups (i.e. fasting/ non- fasting) where subjects with infection conditions, undergoing steroid therapy, pulmonary edema, uncontrolled diabetes, disability, hearing impaired, and cardiovascular disease are excluded from this study. Level of IL-6 and MIS score was taken before undergo hemodialysis in the first and last week of Ramadan. Data analysis was done by calculating median to every dependent variable.
Results: A total of 70 subjects were included in this study. Most of the subjects are male (54.3%), aged more than 45 years old (52.9%), taken from PMI hospital (42.9%), and with low-flux membrane dialyzers (LF) (78.6%). The duration of fasting was more or equal to 15 days (70%), undergo hemodialysis without fasting (71.4%), have been undergo hemodialysis for more than five years (48.6%) and comorbidity of hypertension (64.3%). The change of IL-6 level in fasting group was 6.1 pg/mL; not fasting group was 13.6 pg/mL with p value= 0.828. The difference in MIS in fasting group was 1 point and non-fasting group was 2 points with p value=0.376.
Conclusion: Patients undergo routine hemodialysis in fasting group showed increase in IL-6 levels and MIS score lower compared to non-fasting group, although statistically insignificant. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mirna Nurasri Praptini
"Latar Belakang: Angka kematian pasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) akibat penyakit kardiovaskular (PKV) sangat tinggi, khususnya pada pasien hemodialisis kronik (HDK), PKV juga dipengaruhi oleh kondisi malnutrisi dan inflamasi. Malnutrition Inflammation Score (MIS) dipakai sebagai prediktor morbiditas dan mortalitas pasien HDK. Asymmetric dimethylarginine (ADMA) dan symmetric dimethylarginine (SDMA) adalah hasil dari proteolisis protein termetilasi yang merupakan penanda inflamasi dan malnutrisi dan ditemukan meningkat pada pasien hemodialisis.
Tujuan: Mencari korelasi rasio ADMA/SDMA terhadap MIS pada pasien Penyakit ginjal kronik (PGK) yang menjalani HDK 2x seminggu.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang yang dikerjakan pada bulan Juli 2022 pada pasien HDK > 3 bulan. Kadar ADMA, SDMA, dan MIS diambil dan dicatat saat sebelum pasien memulai sesi hemodialisis. Analisis bivariat dilakukan dengan analisis Spearman dan Mann – Whitney dan analisis multivariat dengan regresi linier.
Hasil: Sebanyak 23 sampel adalah laki-laki (48,9%) dengan rerata usia 51,2 tahun. Median Albumin adalah 4,0 g/dl dan median TIBC adalah 220 mcg/dl. Median ADMA adalah 82ng/ml, median SDMA 599 ng/ml, rasio ADMA/SDMA 0,14, dan skor MIS 4 (3-6). Skor MIS >5 adalah sebesar 34% dengan <5 sebesar 66%. Dalam analisis bivariat dan multivariat setelah dikontrol penggunaan penghambat ACE, tidak ditemukan hubungan antara rasio ADMA/SDMA dengan MIS (p=0,154).
Simpulan: Tidak ditemukan korelasi antara rasio ADMA/SDMA terhadap MIS pada pasien PGK yang menjalani HDK 2x seminggu. 

Background: The mortality rate of patients with nd tageidney isease (ESKD) due to cardiovascular disease (CVD) is very high, especially in chronic hemodialysis (HD) patients. CVD is also affected by malnutrition and inflammatory conditions. Malnutrition Inflammation Score (MIS) is used as a predictor of morbidity and mortality in HD patients. Asymmetric dimethylarginine (ADMA) and symmetric dimethylarginine (SDMA) are the results of proteolysis of methylated proteins which are markers of inflammation and malnutrition and are found to be increased in hemodialysis patients.
Objective: To find a correlation between the ratio of ADMA/SDMA to MIS in chronic kidney disease (CKD) patients who underwent HD 2x a week.
Methods: A cross-sectional study conducted in July 2022 in HD patients > 3 months. ADMA, SDMA, and MIS levels were taken and recorded before the patient started the hemodialysis session. Bivariate analysis was performed using Spearman and Mann-Whitney analysis and multivariate analysis using linear regression.
Results: A total of 23 samples were male (48.9%) with an average age of 51.2 years. The median Albumin is 4.0 g/dl and the median TIBC is 220 mcg/dl. The median ADMA was 82 ng/ml, the median SDMA was 599 ng/ml, the ADMA/SDMA ratio was 0.14, and the MIS score was 4 (3-6). MIS score > 5 is 34% with < 5 is 66%. In bivariate and multivariate analysis after adjusted for the use of ACE inhibitors, no relations were found between the ADMA/SDMA ratio and MIS (p=0.154).
Conclusion: No correlation was found between the ratio of ADMA/SDMA to MIS in CKD patients who underwent HD 2x a week.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Widhani
"Latar Belakang: Pada ODHA didapatkan peningkatan inflamasi dan stres oksidatif. Puasa Ramadan dapat memperbaiki inflamasi dan stres oksidatif, namun penelitian pada ODHA yang mendapat antiretroviral belum pernah dilakukan.
Tujuan: Mengetahui pengaruh puasa Ramadan terhadap high sensitivity Creactive protein (hs-CRP) dan status antioksidan total (SAT) pada ODHA yang mengonsumsi antiretroviral.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif pada 29 orang ODHA dengan ARV yang berpuasa dan 29 yang tidak berpuasa. Kriteria inklusi yaitu pria, 20-40 tahun, mendapat ARV lini 1 minimal 6 bulan, serta tidak dalam fase inisiasi pengobatan untuk infeksi oportunistik. Pasien yang mendapat steroid atau imunosupresan lain atau pasien dengan adherens minum ARV kurang dari 95% dieksklusi. Pemeriksaan kadar hs-CRP dan SAT dilakukan sebelum dan saat puasa Ramadan (setelah 14 hari puasa).
Hasil: Karakteristik baseline usia, hitung CD4, HIV-RNA, kombinasi ARV, status hepatitis B dan C, serta kadar hs-CRP tidak berbeda antara kelompok berpuasa dengan kontrol. Setelah dua minggu, terdapat penurunan signifikan hs-CRP pada kelompok yang berpuasa dibandingkan kontrol (p=0,004). Median perubahan hs-CRP pada kelompok puasa adalah -0,41 (IQR -1; 0,1) mg/L, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 0,2 (IQR -0,3; 1,5) mg/L. Konsumsi polyunsaturated fatty acid, berat badan, jumlah rokok, dan jumlah jam tidur per hari menurun selama puasa Ramadan (berturut-turut p=0,029; p<0,001; p<0,001; dan p<0,001). Tidak ditemukan perbedaan bermakna perubahan SAT antara kelompok yang berpuasa dengan kontrol (p=0,405). Median perubahan SAT pada kelompok puasa adalah 0,05 (IQR -0,03; 0,12) mmol/L, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 0,04 (IQR -0,13; 0,36) mmol/L.
Simpulan: Puasa Ramadan menurunkan kadar hs-CRP pada ODHA yang mengosumsi antiretroviral. Puasa Ramadan belum meningkatkan kadar SAT pada ODHA yang mengonsumsi antiretroviral.

Background: Inflamation and oxidative stress were increased among HIV patients. Studies had showed Ramadan fasting could improve inflammation and oxidative stress, but not one of them had been conducted in HIV patients receiving antiretroviral therapy.
Aim: to know the effect of Ramadan fasting on hs-CRP level and total antioxidant status among HIV patients on highly active antiretroviral therapy.
Methods: A prospective cohort study comparing 29 HIV-infected patients on stable ART doing Ramadan fasting versus 29 non-fasting patients. Inclusion criteria were male, 20-40 years old, receiving first line ART for at least six months, and not on initial phase of opportunistic infection?s treatment. Patients who consumed steroid or other immunosuppressant or patients with poor ART adherence were excluded. Level of hs-CRP was obtained before and during Ramadan after at least 14 days fasting.
Results: Baseline age, CD4 cell count, HIV-RNA, ART combination, hepatitis B and hepatitis C status, and hs-CRP level were similar for both fasting and control groups. After 2 weeks, a significant hs-CRP decrease was found in fasting group compared to non-fasting one (p=0.004). Median difference of hs-CRP in fasting group was -0.41 (IQR -1 and 0.1) mg/L, while in control group the median difference was 0.2 (IQR -0.3 and 1.5) mg/L. Polyunsaturated fatty acid consumption, body weight, amount of cigarette smoking, and total sleep hours per day were decreased significantly during Ramadan fasting (p=0.029; p<0.001, p<0.001, p<0.001 respectively). There was no statistically significant changes in total antioxidant status between the two groups (p=0.405). Median total antioxidant status changes in fasting group was 0.05 (IQR -0.03;0.12) mmol/L. Median total antioxidant status changes in control group was 0.04 (IQR -0.13; 0.36) mmol/L.
Conclusion: Ramadan fasting decreased hs-CRP level among HIV patients on antiretroviral therapy. Ramadan fasting had not increased total antioxidant status among HIV patients on antiretroviral therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardjono, supervisor
"ABSTRAK
Pada pasien hemodialisis (HD), banyak penelitian di negara maju membuktikan hubungan yang erat antara inflamasi, komplikasi kardiovaskular, malnutrisi, dan mortalitas yang tinggi. Inflamasi yang ditandai dengan meningkatnya IL-6 dan CRP, serta berkurangnya sitokin anti-inflamasi IL-10, mempunyai peran utama dalam terjadinya berbagai komplikasi pada pasien HD di Indonesia, terdapat perbedaan pelaksanaan HD, yaitu HD yang lebih jarang (2 kali seminggu), banyak menggunakan dialiser selulosal diasetat, proses ulang, low flux, dan tanpa air yang sangat murni, yang kesemuanya menyebabkan risiko respons inflamasi yang tinggi. Pada kenyataannya, prevalensi inflamasi dan nilai rata-rata CRP di Indonesia lebih rendah. Polimorfisme gen IL-6-174G>C dan gen IL-10-1082G>A telah dibuktikan mempengaruhi tingkat produksi IL-6 dan CRP. Perbedaan proporsi alel G, C pada IL-6-174, dan alel G, A pada IL-1082, berbagai bangsa dan ras, mungkin menjadi penyebab perbedaan di atas. Sindrom inflamasi malnutrisi (SIM) pada pasien HD berbeda dengan malnutrisi pada populasi. Pada SIM, faktor inflamasi, uremia dan katabolisme protein lebih berperan. Hal ini memerlukan cara penilaian status malnutrisi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan frekuensi polimorfisme gen IL-6-174 dan IL-10-1082, mengetahui faktor yang berperan dalam SIM, mengetahui perbedaan prevalensi inflamasi pada pasien dengan malnutrisi dan sebagai validitas penilaian SGA.
Telah dilakukan penelitian pada pasien yang menjalani HD 2 kali seminggu, 5 jam per kali HD, tanpa komplikasi penyakit lainnya, dan semua memakai dialiser selulosa diasetat yang diproses ulang. Dari 64 pasien yang diperiksa, didapatkan gen IL-6-74GG 95,31%, CC 3,13% dan GC 1,56%. Gen IL-1082AA 89,06%, GA 10,94%, dan GG tidak didapatkan. Proporsi alel ini hampir sama seperti yang didapatkan di Korea, Jepang dan Cina, berbeda dengan yang didapat di AS, ras Kaukasia, Amerika-Afrika, Hispanik dan Eropa (Kaukasia). Selain perbedaan pada proporsi gen, kami mendapatkan konsenlrasi CRP (6,23±5,57 mg/L), frekuensi malnutrisi (24,7%), dan skor MIS (6,7) yang lebih rendah dibanding dengan data dari AS dan Eropa. Mengingat sedikitnya alel C pada gen IL-6-174 dan alel G pada gen IL-10-1082, analisis statistik yang dilakukan tidak dapat memperlihatkan pengaruh perbedaan alel terhadap manifestasi klinik. Inflarnasi kronik mempengaruhi terjadinya malnutrisi (PR 3,03; 1K 95% 1,53-6,06; P = 0,012). Penilaian dengan skala SGA berkorelasi balk dengan parameter antropometri (IMT, LLA, LOLA, HGS), dan albumin serum. Albumin serum sebagai parameter inflamasi kronik berkorelasi balk dengan parameter nutrisi yang lain, sedangkan CRP tidak. Didapatkan kesan yang kuat bahwa pada pasien HD, gen IL-174GG bersifat protektif, sedangkan gen IL-1082AA tidak begitu berperan. Selain itu dibuktikan adanya pengaruh inflamasi terhadap malnutrisi dan SGA terbukti merupakan penilaian sindrom malnutrisi inflamasi yang cukup baik.

ABSTRACT
Many studies on HD patients in developed countries have conferred strong evidence of closed correlation between inflammation, cardiovascular complication and high mortality rates. Inflammation, indicated by high levels of CRP and IL-6, has a major role in initiating and sustaining complications. Adapting to high cost, HD in Indonesia is conducted in a little different ways. Patients are dialyzed twice a week, 5 hours each, using reprocessed cellulose/diacetate membrane dialyzer, and without ultrapure water. All of these contribute to a high risk of inflammation, but in fact the prevalence of inflammation in Indonesia is relatively low. IL-6-174G>C and IL-10-1082G>A polymorphic gene have been proven to influence the production of IL-6 and CRP. The difference in the proportion of allele G, C in IL-6-174, allele G, A in IL-1082 in a variety of people's races might cause the difference in the prevalence and the level of inflammation. Malnutrition inflammation syndrome (MIS) on HD patients is different from malnutrition in general population. In MIS, the inflammatory factors, uremia, and protein catabolism of protein are more dominant. These matters probably require a different assessment method of malnutrition status. The purpose of this study was to obtain the frequency of polymorphic gene IL-6-174 and IL-10-1082 to find out the prominent factors in MIS, and to find out the difference in the inflammation prevalence in patients with malnutrition and to serve as validity of SGA assessment.
A study on patients who were on hemodialysis twice a week, 5 hours each session has been conducted. The subjects had no other co-morbidities and all of them used reprocessed diasetat cellulose dialyzers. Out of 64 patients examined, IL-6-174GG was obtained 95.31%, CC 3.13% and GC 1.56%, IL-1082AA 89.06%, GA 10.94%, but absence of GG genotype. The proportion of these alleles was almost similar to that obtained in Korea, Japan and China, but it was different from that obtained in the US for the Caucasian race, African Americans, Hispanic people, and the Caucasian people in Europe_ Besides the difference in gene proportion, it was obtained that CRP (6.23±5.57 mg/L), malnutrition (24.7%), and malnutrition inflammation score (6.7) were lower compared with the data from Europe and the United States. Considering the scanty amount of allele C in IL-6-174 gene and G allele in IL-10-1082 gene, based on the statistic analysis performed it did not revealed the influence of the difference in allele on the clinical manifestation. It was found that chronic inflammation influenced the occurrence of malnutrition (PR 3.03; CI 95% 1.53-6.06; P = 0,012). The scoring by the SGA scales correlated well with the anthropometric parameters (body mass indes, mid arm circumtance, midarm muscle circumference, hand grip strength and serum albumin. A very resolute impression was obtained in HD patients that IL-6-174GG gene was protective in nature whereas IL-10-1082 AA gene had a less considerable role. In addition to that, it was proven that there was influence of information on the occurence of malnutrition and SGA consitutes a good enough assessment for malnutrition inflammation syndrome.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
D598
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Sarwono
"Latar belakang : Inflamasi pada hemodialisis (HD) berhubungan dengan terjadinya kontak darah dengan membran dialisis, cairan dialisat, akses vaskuler dan infeksi. Peningkatan sitokin pro-inflamasi berperan penting terhadap terjadinya aterosklerosis selain itu inflamasi berakibat anoreksia dan kondisi hiperkatabolik yang menyebabkan malnutrisi. Keadaan ini disebut sebagai Sindrom Malnutrisi-Inflamasi-Aterosklerosis. Karakteristik HD di Indonesia berbeda dengan negara maju, perbedaan tersebut terkait penggunaan dialyzer pakai ulang dan tipe low-flux, belum menggunakan dialisat ultrapure dan dosis HD yang tidak adekuat.
Tujuan : Melihat beda rerata antara Skor-MI, hsCRP dan sTNFR-1 pada pasien HD yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis.
Metode Penelitian : Desain studi potong lintang pada pasien HD yang dalam keadaan stabil yang sudah menjalani HD antara 3 bulan sampai 5 tahun di RSUP Fatmawati. Jumlah subyek 60 orang yang dikumpulkan dalam kurun waktu Desember 2013 sampai dengan Februari 2014. Pemeriksaan hsCRP dan sTNFR-1 sebagai biomarker inflamasi, untuk menentukan status nutrisi menggunakan skor malnutrisi-inflamasi(Skor-MI) dan pemeriksaan USG doppler arteri Karotis untuk menentukan penebalan intima-media(CIMT). Analisis statistik dengan uji T dan uji Mann-Whitney.
Hasil : Penelitian ini menunjukkan Skor-MI pada kelompok yang CIMT positif (aterosklerosis) memiliki nilai median lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang non aterosklerosis (7 vs 5). Sedangkan kadar sTNFR-1 memiliki nilai median CIMT positif (3.48) lebih rendah dibandingkan CIMT negatif (12,126 vs 11,657). Kadar hsCRP pada kelompok CIMT positif memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan CIMT yang negatif (3.48 vs 5.32). Dari ketiga variabel tersebut tidak ada beda rerata (p>0,05).
Kesimpulan : Tidak terdapat beda rerata antara Skor-MI, hsCRP dan sTNFR-1 pada pasien HD yang mengalami aterosklerosis dan yang tidak aterosklerosis.

Background: Inflammation in hemodialysis is associated with blood contact with dialysis membrane, dialysate solution, vascular access and infection. Increment of pro-inflammatory cytokine plays important role in atherosclerosis development. Inflammation also causes anorexia and hypercatabolism state leading to malnutrition. This condition is called malnutrition-inflammation-atherosclerosis syndrome. Hemodialysis characteristics in Indonesia is different with those in developed countries. Those differences are associated with reuse dialyzer, low flux hemodialysis, inadequate dose of hemodialysis, and unavailability of ultrapure dialysate.
Aim: To determine the mean difference between MI score, hsCRP and sTNFR-1 in hemodyalisis patients with atherosclerosis and non-atherosclerosis.
Methods: This is a cross-sectional study which has involved hemodialysis patients who underwent HD between 3 months to 5 years in Fatmawati Central Hospital. There are 60 subjects collected from December 2013 until February 2014. hsCRP and soluble TNFR-1 were used as inflammation biomarker, MI score was used to assess nutritional status. and carotid doppler ultrasonography was used to assess carotid intima media thickness. This study used T-test and Mann-Whitney for statistical analysis.
Results: Median score for malnutrition-inflammation score in atherosclerotic group is higher than non atherosclerotic group (7 vs 5), while the median sTNFR-1 in atherosclerotic group is lower than non atherosclerotic group (12,126 vs 11,657). Mean hsCRP in atherosclerotic group is higher than non atherosclerotic group (3.48 vs 5.32). There are no mean differences of all those three variables (p>0.05).
Conclusion: No mean differences between MI-score, hsCRP, and sTNFR-1 with atherosclerotic and non-atherosclerotic in HD patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Amadea Gunawan
"Latar Belakang COVID-19 berdampak secara signifikan bagi dunia. Tingginya prevalensi dan insidensi, serta banyaknya kasus berderajat keparahan sedang-berat, mendorong dunia dan Indonesia untuk mencari terapi yang tepat. Salah satunya adalah anti-interleukin-6 untuk mengatasi badai sitokin yang kerap terjadi pada pasien COVID-19. Anti-interleukin-6 berupa Tocilizumab yang digunakan untuk mengatasi COVID-19 derajat sedang-berat hingga saat ini masih minim diteliti di dunia maupun di Indonesia. Maka, Peneliti berharap penelitian ini dapat berkontribusi pada perkembangan dunia medis di Indonesia. Metode Penelitian ini dilakukan dengan desain kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan rekam medis pasien COVID-19 berderajat sedang-berat guna menilai hubungan antara pemberian Tocilizumab dengan tingkat mortalitas, lama rawat, dan kadar biomarker inflamasi yaitu C-reactive protein dan D-dimer. Hasil Diperoleh 52 pasien yang diberikan obat Tocilizumab dan 52 pasien kontrol. Pada kelompok pasien yang diberikan Tocilizumab, 48 pasien dirawat pada bulan Januari-Juni dan 4 pasien dirawat pada bulan Juli-Desember. Pada kelompok kontrol, 32 pasien dirawat pada bulan Januari-Juni dan 20 pasien dirawat pada bulan Juli-Desember. Ditemukan sebanyak 40,4% pasien yang memperoleh Tocilizumab hidup dan sembuh, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 16,4% pasien yang sembuh (p=0,014). Rata-rata lama rawat pasien kelompok uji mencapai 20,9±11,5 hari, lebih lama dibandingkan kelompok kontrol yaitu 16,5±12,4 hari (p=0,007). Rata-rata penurunan kadar CRP pada kelompok uji adalah -74,65±72,59 mg/L, sedangkan pada kelompok kontrol meningkat (p=0,001). Kadar D-dimer pasien yang diberikan Tocilizumab mengalami penurunan namun tidak signifikan. Kesimpulan Tocilizumab terbukti menurunkan angka mortalitas, menurunkan kadar CRP, dan cenderung menurunkan kadar D-dimer pada pasien COVID-19 derajat sedang-berat.

Introduction COVID-19 has a significant impact globally. The high prevalence and incidence, also the large number of moderate-severe cases, encouraged the world and Indonesia to look a better therapy. One of them is anti-interleukin-6 to overcome cytokine storm that occurs in COVID-19 patients. Today, there is minimal research that learn about anti-interleukin-6, Tocilizumab. This research hope could contribute to the development of the medical sector in Indonesia. Method This research conducted with a retrospective cohort design at Universitas Indonesia Hospital. This study used medical records of COVID-19 moderate-severe patients to assess the relation between Tocilizumab administration and mortality, length of stay, and levels of C-reactive protein and D-dimer. Result There were 52 moderate-severe COVID-19 patients receiving Tocilizumab and 52 control patients. In the test group, 48 patients treated in January-June and 4 patients treated in July-December. In the control group, 32 patients treated in January-June and 20 patients treated in July-December. It was found that 40,4% of patients who were given Tocilizumab survived, while in the control group only 16,4% of patients survived (p=0,014). The average length of stay for test group reached 20,9±11,5 days, longer than the control group, which was 16,5±12,4 days (p=0,007). The average CRP levels decrease in test group was -74.,65±72,59 mg/L, while it increased in the control group (p=0,001). The D-dimer levels of patients given Tocilizumab decreased but not significant. Conclusion Tocilizumab has been proven to reduce mortality rates, lower CRP levels, and tends to reduce D-dimer levels in moderate-severe COVID-19 patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wika Hanida
"Latar Belakang. Pendekatan holistik di bidang Psikosomatik menekankan faktor spiritualitas dan dukungan pada sisi spiritualitas dapat meningkatkan pelayanan serta memperbaiki kondisi psikologis pada pasien. Selama prosedur hemodialisis respon inflamasi akan meningkat dibuktikan dengan peningkatan konsentrasi interleukin-6 (IL- 6). Aspek spiritual yang dapat menurunkan respon inflamasi masih perlu diteliti.
Tujuan. Untuk mengetahui gambaran aspek spiritual pasien yang menjalani hemodialisis kronik dan untuk mengetahui korelasi aspek spiritual dengan kadar IL-6 serum pada pasien yang menjalani hemodialisis kronik.
Metode. Penelitian ini merupakan studi cross sectional dilakukan pada 51 pasien hemodialisis kronik di unit Hemodialisis RSUP. H. Adam Malik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan mulai bulan Juli-Agustus 2014. Pemeriksaan kadar IL-6 serum diukur dengan metode quantitative enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dilakukan pengambilan sampel darah dan pengukuran spiritual dilakukan dengan pengisian kuesioner FACIT Sp-12 pada pagi hari 30 menit sebelum hemodialisis berlangsung.
Hasil. Skor subskala meaning (makna) 10.67 (SB 2.66), peace (damai) 9.63 (SB 2.19) dan faith (iman) 11.47 (SB 2.91). Nilai median kadar IL-6 serum pada penelitian ini adalah adalah 5,63 (1,48-28,88) pg/mL. Nilai median FACIT Sp-12 adalah 30,00 (18-48). Hasil uji korelasi antara tingkat spiritual dengan kadar IL-6 serum menunjukkan koefisien korelasi -0,330 dengan nilai p = 0,018 yang secara statistik menunjukkan korelasi negatif yang lemah.
Simpulan. Spiritual pada pasien hemodialisis kronik tinggi. Terdapat korelasi negatif yang lemah antara aspek spiritual dengan kadar IL-6 pada pasien hemodialisis kronik.

Background: Holistic approach in psychosomatic focus on spirituality factor and spiritual support is expected to improve services and psychological condition of the patients. Inflammatory response during haemodialysis procedure hence increased with the evidence of increasing level of serum interleukin-6 (IL-6). Further research is still needed to see the spiritual factors that can decrease the inflammatory factors.
Objective: To assess spiritual aspect of chronic haemodialysis patients and to assess correlation between serum IL-6 level and spiritual aspect in chronic haemodialysis patients.
Methods: Cross sectional study on 51 chronic haemodialysis patients at RSUP. H. Adam Malik and RSU dr. Pirngadi Medan between July-August 2014. Serum IL-6 was measured using quantitative enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) methods. Blood samples and spiritual aspect assessment by handing out FACIT. Sp-12 questionnaire to patients were taken in the morning, 30 minutes before haemodialysis.
Results: Subscale meaning 10.67 (SB 2.66), peace 9.63 (SB 2.19) and faith 11.47 (SB 2.91). Median serum IL-6 level is 5,63 ( 1,48-28,88 ) pg/mL. Median FACIT Sp-12 is 30,00 (18-48). Correlation test between serum IL-6 level and spiritual aspect have shown statistically weak negative correlation (correlation coefficient -0,330, p = 0.018).
Conclusion: spirituality level in chronic hemodialysis patients are higher. Weak negative correlation between serum IL-6 level and spiritual level on chronic haemodialysis patients was found in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brama Ihsan Sazli
"ABSTRAK
Latar Belakang: Puasa selama bulan Ramadhan adalah perubahan dalam gaya hidup untuk periode sebulan penuh yang rutin tiap tahunnya. Sejumlah penelitian menunjukkan terjadinya perubahan biokimia tubuh saat berpuasa baik pada pasien diabetes dan juga nondiabetes yang dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin.
Tujuan: Menilai pengaruh berpuasa selama Ramadhan terhadap perubahan kontrol glikemia, kadar Fetuin A, dan TNF-α dibandingkan sebelum dan sesudah puasa Ramadhan
Metode: Penelitian prospektif terhadap dua kelompok (diabetes dan non diabetes). Parameter kontrol glikemik, Fetuin A, dan TNF-α diukur 2-4 minggu sebelum berpuasa Ramadhan, minimal 14 hari puasa Ramadhan dan 4 minggu setelah puasa Ramadhan.
Hasil: Puasa Ramadhan menurunkan glukosa darah puasa (GDP) secara signifikan pada kelompok Diabetes (D) (p=0,013) dan pada kelompok Non Diabetes (ND) (p=0,047), sedangkan serum Fetuin A turun tidak signifikan pada kelompok D (p=0,217) dan secara signifikan pada kelompok ND (p=0,009). Dan tidak ada perubahan yang signifikan kadar TNF-α pada kedua kelompok dibandingkan sebelum puasa Ramadhan (p=0,248, p=0,789). Pada 4 minggu setelah puasa Ramadhan,GDP kembali ke nilai yang tidak berbeda dari nilai dasar pada kedua kelompok, sementara Fetuin A secara signifikan lebih rendah pada kelompok diabetes (p=0,039) dan TNF-α lebih rendah secara signifikan pada kelompok ND (p=0,042) dari dari nilai dasar.
Kesimpulan: Puasa selama Ramadahan memperbaiki kontrol glikemia pada kedua kelompok. Puasa Ramadhan juga mampu menurunkan nilai Fetuin A pada kedua kelompok, dan TNF-α pada kelompok ND

ABSTRACT
Background: Fasting during Ramadan is a anually change in lifestyle for the period of a lunar month. Numerous studies have mentioned the biochemical alterations while fasting among both in nondiabetic patients and diabetic patients which can affect glucose metabolism and insulin sensitivity.
Objective: to assess the impact of fasting during Ramadan on glycemic control, Fetuin A l, and TNF-a compared to before and after Ramadhan fasting
Methods: Prospective Study of diabetic patients (D group) and non-diabetic subjects (ND group). Parameters of glycemic control, Fetuin A, and TNF-a were measured 2-4 weeks before Ramadan fasting, at least 14 days of Ramadan fasting and 4 weeks after Ramadan fasting.
Results: Ramadan fasting reduced fasting blood glucose (FBG) significantly in D groups (p=0,013) and in the (ND) groups (p=0,047) , respectively, serum Fetuin A were lowered insignificantly in D groups (p=0,217) dan significantly in ND groups (p=0,009). And no significant differences of TNF-α level ini both group compared to before Ramadhan fasting (p=0,248, p=0,789). At 4 weeks post-Ramadhan fasting FBG returned to levels indistinguishable from their baseline values in both groups, while Fetuin A was maintained significantly lower in D groups (p=0,039) and TNF-α significantly lower in ND groups (p=0,042) from their baseline.
Conclusions: Fasting during Ramadan improves glycemic control in both groups, Ramadan fasting was also able to reduce Fetuin A level in both groups, and TNF-α in the ND group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Andriamuri Primaputra
"Latar Belakang. Pasien yang mengalami sepsis dan syok sepsis akan mengalami disfungsi organ akibat reaksi radikal bebas dengan sel endotel mikrovaskular sehingga menyebabkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Kondisi difungsi organ dapat diukur melalui perubahan kadar Interleukin-6 (IL-6), C-Reactive Protein (CRP), dan skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) yang terjadi pada pasien-pasien tersebut. Pemberian asam askorbat yang memiliki kemampuan sebagai free radical scavenging, diharapkan dapat menurunkan proses peradangan atau inflamasi sehingga terjadi perbaikan fungsi organ. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pemberian asam askorbat 6 gram secara intravena terhadap perubahan kadar IL-6, CRP, dan skor SOFA pada pasien sepsis dan syok sepsis di ruang perawatan intensif.
Metodologi. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain uji acak terkontrol, tersamar tunggal yang dilakukan terhadap pasien usia 18-65 tahun dengan diagnosis sepsis atau syok sepsis dalam perawatan 24 jam pertama masuk intensive care unit (ICU) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo-Jakarta dan ICU RSUP H. Adam Malik-Medan sejak bulan Juli sampai dengan Desember 2019. Sebanyak 49 subyek dirandomisasi menjadi dua kelompok. Kelompok perlakuan (n=23), yang menerima vitamin C 1,5 gram per 6 jam selama 3 hari, dan kelompok kontrol (n=26), yang tidak menerima vitamin C tersebut. Pemeriksaan kadar IL-6, kadar CRP, dan skor SOFA dilakukan pada jam ke-24, 48, dan 72.
Hasil. Tidak terdapat perubahan bermakna pada kadar IL-6 (P=0,423), CRP (P=0,080), dan skor SOFA (P=0,809) antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Kesimpulan. Pemberian asam askorbat 6 gram secara intravena tidak memberikan perubahan bermakna terhadap kadar IL-6, CRP, dan skor SOFA pada pasien sepsis dan syok sepsis di ruang perawatan intensif.

Background. Septic and septic shock patients will have organ dysfunctions due to free radical reaction with microvacular endothelial cells, thus morbidity and mortality rate will increase in these conditions. Those organ dysfunctions can be measured through the changes of Interleukin-6 (IL-6) levels, C-Reactive Protein (CRP) levels, and Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) scores. The administration of ascorbic acid has a feature known as free radical scavenging. The feature is expected to reduce the inflammatory rate in the organs and to improve the functions. This study was aimed to analyze the intravenous administration effect of 6 grams of ascorbic acid towards the changes of Interleukin-6 levels, C-Reactive Protein levels, and SOFA scores in septic and septic shock patients in intensive care unit
Methods. This was a single blind randomized controlled clinical trial study on patients aged 18-65 years old with septic and septic shock conditions in the first 24 hour care in intensive care unit (ICU) Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital-Jakarta and H. Adam Malik Hospital-Medan from July to December 2019. In total, 49 subjects were included in the study and randomized into two groups. Intervetion group (n=23) received 1.5 gram/6 hours of vitamin C in three days consecutively, whereas the control group (n=26) did not receive the vitamin C. Measurements of IL-6 levels, CRP levels, and SOFA scores were performed in the 24th, 48th, and 72th hour.
Results. There were no significant changes of IL-6 levels (p=0.423), CRP levels (p=0.080), and SOFA scores (p=0.809) between the two groups.
Conclusion. The intravenous administration of 6 grams of ascorbic acid did not significantly affect the changes of Interleukin-6 levels, C-Reactive Protein levels, and SOFA scores in septic and septic shock patients in intensive care unit.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Mutiara Tjan
"Obesitas merupakan suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Diperkirakan lebih dari 500 juta orang dewasa di seluruh dunia mengalami obesitas dan 1,5 miliar mengalami masalah kelebihan berat badan. Pada obesitas terdapat peningkatan jaringan adiposa dimana jaringan adiposa dapat mensintesis dan mensekresi sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-6 (IL-6). Akupunktur telah lama dikenal sebagai salah satu terapi tambahan dalam menangani obesitas. Akupunktur dapat menurunkan respon inflamasi pada jaringan adiposa dengan menurunkan infiltrasi makrofag ke dalam jaringan adiposa pada obesitas sehingga jumlah makrofag yang merupakan sumber produksi adipokin pro-inflamasi menjadi lebih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet terhadap perubahan kadar IL-6 dan indeks massa tubuh pada pasien obesitas. Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 36 pasien obesitas yang dialokasikan ke dalam kelompok akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet atau kelompok akupunktur tanam benang sham dan intervensi diet. Akupunktur tanam benang dilakukan 2 kali pada titik CV12 Zhongwan, ST25 Tianshu, CV6 Qihai, dan SP6 Sanyinjiao setiap 2 minggu. Kadar IL-6 dalam plasma darah dan indeks massa tubuh digunakan untuk mengukur keluaran penelitian. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna rerata kadar IL-6 awal dengan akhir dalam kelompok akupunktur tanam benang catgut (p = 0.01; 95% IK: 0.03 sampai 0.23) dan rerata selisih IMT lebih rendah 0.33 pada kelompok akupunktur tanam benang catgut dibandingkan dengan kelompok akupunktur tanam benang sham (p = 0.02; 95% IK: 0.05 sampai 0.61). Kesimpulan penelitian adalah terapi kombinasi akupunktur tanam benang catgut dan intervensi diet lebih efektif dalam menurunkan kadar IL-6 dan indeks massa tubuh pada pasien obesitas.

Obesity is a condition with abnormal fat accumulation or excessive adipose tissue so it can disturb our health. It is estimated that over 500 million adults worldwide are obese and 1.5 billion are having problems with overweight. In obese there is an increased adipose tissue which can synthesize and secrete pro-inflammatory cytokines such as interleukine-6 (IL-6). Acupuncture has long been known as an adjunctive therapy for obesity. Acupuncture can reduce inflammatory responses in adipose tissue by reducing macrophage infiltration into adipose tissue in obesity so that the number of macrophages, which are the source of production of proinflammatory adipokines become fewer. A double blind randomized controlled trial involved 36 obesity patients randomly allocated into catgut embedding acupuncture group with diet intervention or sham embedding acupuncture group with diet intervention. Catgut embedding therapy was given two times at CV12 Zhongwan, ST25 Tianshu, CV6 Qihai, and SP6 Sanyinjiao every two weeks. Interleukine-6 level in blood plasma and body mass index (BMI) is used to measure research output. There was a statistically significant difference within catgut embedding group with levels of IL-6 (p = 0.01; 95% CI: 0.03 to 0.23) and lower mean BMI difference of 12.33 in catgut embedding group compared with sham embedding group (p = 0.02; 95% CI: 0.05 to 0.61). The result suggest that acupoint-catgut embedding therapy combined with diet intervention is more effective in reducing IL-6 levels and BMI in obese patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>