Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116446 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cindy Manuela
"Produk perawatan kesehatan kulit berbasis mikrobial khususnya postbiotik bakteri tengah dikembangkan karena mampu menjaga homeostasis mikrobiota kulit dan mencegah reaksi imunogenisitas. Postbiotik bakteri yang digunakan adalah berupa sel lisat terdiri dari bakteri asam laktat komensal kulit Staphylococcus hominis MBF12-19J, Micrococcus luteus MBF05-19J, Staphylococcus warneri MBF02-19J, dan Bacillus subtilis MBF10-19J yang berhasil diisolasi oleh peneliti terdahulu. Penggabungan beberapa bakteri menjadi bentuk koktail yang diproses menjadi lisat memiliki aktivitas lebih kuat sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan aktif produk perawatan kulit. Lisat koktail perlu dilakukan pengeringan agar kualitas fisikokimia dan aktivitasnya terjaga serta terlindung dari degradasi akibat pengaruh molekul air. Penelitian ini bertujuan untuk mengarakterisasi fisikokimia, aktivitas, mengevaluasi stabilitas, dan merekomendasikan metode pengeringan untuk lisat koktail. Pengujian fisikokimia meliputi organoleptik, pH, kandungan lembab, distribusi ukuran partikel serta aktivitas penangkalan radikal bebas selama 12 pekan. Hasil menunjukkan serbuk lisat koktail kering semprot memiliki karakteristik yang halus, homogen, berwarna putih, higroskopis, beraroma khas inulin. Rentang pH 7,64-7,93, kandungan lembab 6,45-14,32%, ukuran partikel 955-1470 nm, aktivitas antiradikal bebas (IC50) dengan rentang 755,26-1140,48 µg/mL. Serbuk lisat koktail kering beku bersifat lebih kasar, berwarna kuning pucat, saling memisah antar butiran, beraroma khas inulin. Rentang pH 7,61-7,97, kandungan lembab 6,44-12,17%, ukuran partikel 1410-2460 nm, aktivitas antiradikal bebas (IC50) dengan rentang 513,53-859,21 µg/mL. Berdasarkan hasil tersebut, maka metode pengeringan beku direkomendasikan untuk menghasilkan serbuk lisat koktail yang lebih stabil secara fisikokimia dan aktivitas antiradikal bebas yang lebih baik.

Microbial-based skincare products, particularly bacterial postbiotics are currently being developed due to their ability to maintain skin microbiota homeostasis and prevent immunogenicity reaction. The postbiotics used are cell lysates consisting of skin commensal lactic acid bacteria Staphylococcus hominis MBF12-19J, Micrococcus luteus MBF05-19J, Staphylococcus warneri MBF02-19J, and Bacillus subtilis MBF10- 19J which successfully isolated from previous study. The combination of bacterial strains into cocktail form which was processed into lysate raises a stronger activity so it can be potential to be developed as an active ingredient. Cocktail lysates need to be dried to protect the physicochemical quality and activity against degradation because of the existance of water molecules. This study aimed to characterize the physicochemical, activity, evaluate the stability and recommend the drying method for cocktail lysates. Physicochemical parameters included organoleptic, pH, moisture content, particle size distribution, and radical scavenging activity for 12 weeks. Spray dried powder had smooth, homogeneous, white, hygroscopic, distinctive inulin aroma. The pH ranged from 7,64-7,93, moisture content 6,45-14,32%, particle size 955-1470 nm, radical scavenging activity (IC50) 755,26-1140,48 µg/mL. Freeze dried powder was coarser, pale yellow, separated between particles, had distinctive inulin aroma. The pH ranged from 7,61-7,97, moisture content 6,44-12,17%, particle size 1410-2460 nm, radical scavenging activity (IC50) 513,53-859,21 µg/mL. In conclusion, freeze drying is recommended to produce more stable cocktail lysate powders physicochemically and better antiradical activity."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Baikuni
"Penggunaan lisat mikroba untuk perawatan kulit telah tumbuh secara substansial di pasaran. Lisat merupakan sel yang membran luarnya telah rusak karena bahan kimia atau proses fisik yang dikategorikan sebagai postbiotik. Posbiotik adalah produk inaktif atau metabolit dari mikroorganisme yang memiliki aktivitas biologis. Eksplorasi mikroba komensal kulit dalam pengembangan bahan aktif perawatan kulit telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, empat galur bakteri dari sampel kulit suku Jawa, Staphylococcus hominis MBF12–19J, Staphylococcus warneri MBF02–19J, Bacillus subtilis MBF10–19J, Micrococcus luteus MBF05–19J. Penggabungan ke-empat galur bakteri dalam bentuk koktail telah dilakukan pada penelitian ini dengan tujuan untuk mendapatkan metode perolehan rendemen (Yield) lisat koktail bakteri yang optimum dengan mengoptimalkan pertumbuhan masing-masing bakteri dalam media produksi dilanjutkan dengan proses koktail skala Batch fermentation menggunakan biofermentor 2L. Perolehan lisat optimum berupa debris sel dan fraksi lisat diproses melalui enkapsulasi dengan inulin dan maltodekstrin metode spray drying kemudian diuji aktivitas penangkalan radikal bebas dan analisis metabolomik untuk mengetahui profil metabolitnya. Hasil menunjukkan waktu inkubasi pertumbuhan optimum kultur bakteri individu skala biofermentor 2L untuk Micrococcus luteus MBF05-19J, Bacillus subtilis MBF10-19J, Staphylococcus warneri MBF02-19J, Staphylococcus hominis MBF12-19 adalah 21, 17, 7, dan 15 jam. Waktu inkubasi fermentasi 3 jam pada suhu 37 ℃, agitasi 50 RPM, aerasi 5% oksigen terlarut. Rendemen lisat koktail kering semprot sebesar 16,5325% dengan karakteristik serbuk putih, halus, homogen, higroskopis, beraroma khas lisat. Kandungan lembab 8,93%, ukuran partikel 1150-1470 nm, aktivitas antiradikal bebas (IC50) 755,258 μg/mL. Profil metabolit lisat koktail dan serbuk lisat kering semprot menunjukkan kandungan metabolit yang masih sama.

The use of microbial lysates for skincare has substantially grown in the market. Lysates are cells with damaged outer membrane due to chemical or physical processes and categorized as postbiotics. Postbiotics are inactive product or metabolites of microorganisms with biological activities. Exploration of skin commensal microbes in the development of skincare active ingredients was carried out by previous study, four bacterial strains from Javanese skin samples, Staphylococcus hominis MBF12–19J, Staphylococcus warneri MBF02–19J, Bacillus subtilis MBF10–19J, Micrococcus luteus MBF05–19J. The combination of bacterial strains in cocktail form was completed in this study to obtain the optimum bacterial cocktail lysate yield method by optimizing each bacterium’s growth in production medium followed by Batch fermentation cocktail process using 2L biofermentor. Optimum lysate recovery of cell debris and lysate fraction was processed through encapsulation with inulin and maltodextrin by spray drying method, followed by radical scavenging assay and metabolomic analysis to determine the metabolite profile. The result showed the optimum growth culture incubation time of 2L biofermentor scale for Micrococcus luteus MBF05-19J, Bacillus subtilis MBF10-19J, Staphylococcus warneri MBF02-19J, Staphylococcus hominis MBF12-19 were 21, 17, 7, 15 hours respectively. Fermentation incubation time was 3 hours at 37 ℃, agitation 50 RPM, aeration 5% dissolved oxygen. The yield of spray dried cocktail lysate was 16,5325% with the characteristic of white, smooth, homogenous, hygroscopic, distinctive lysate aroma. Moisture content was 8,93%, particle size 1150-1470 nm, radical scavenging activity (IC50) 755,258 μg/mL. Metabolite profile of cocktail lysate and spray dried cocktail lysate remained the same."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Hartati Moehario
"Tujuan Menunjukkan adanya A. anitratus pada isolat klinik (darah) yang berasal dari pasien rawat di rumah sakit di Jakarta selama periode 2002-2008 dan pola sensitivitas mikroorganisme ini terhadap antibiotika. Metode Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dari semua spesimen darah yang masuk ke laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (LMK-FKUI) dari tahun 2002-2008. Kultur dan pemeriksaan kepekaan terhadap antibiotik dilakukan berdasarkan praktek standar di LMK-FKUI dan Clinical Laboratory Standard Institute pada tahun yang bersangkutan. Data dikumpulkan dengan menggunakan program WHO-NET 5.4. Semua mikroorganisme Gram negative yang diisolasi dari spesimen darah ditabulasi juga termasuk dengan uji kepekaan A. anitratus terhadap antibiotik. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap asal spesimen atau dari institusi mana spesimen tersebut berasal. Hasil A. anitratus merupakan bakteri Gram negatif yang paling banyak diisolasi selama tujuh tahun sejak 2002 sampai 2008 dari spesimen darah, dan selalu ditemukan setiap tahunnya. Hampir 50% bakteri yang diisolasi terdiri dari bakteri tersebut dan Pseudomonas aeruginosa, dan keduanya adalah bakteri lingkungan. Pemeriksaan kepekaan bakteri A. anitratus terhadap antibiotik menunjukkan adanya resistensi terhadap beberapa antibiotik yang diuji. Evaluasi asal spesimen darah menunjukan sebagai berikut: 88 spesimen (74%) berasal dari Rumah Sakit pemerintah, 18 spesimen (15%) dari Rumah Sakit swasta, 3 spesimen (3%) dari pasien praktek dokter dan 10 spesimen (8%) tidak diketahui asalnya. Kesimpulan Ditemukan A.anitratus setiap tahun sejak 2002 sampai 2008 dari spesimen darah dari pasien rawat inap di beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari faktor resiko bakteremia A. anitratus agar dapat mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi rumah sakit. Selain itu sangat dianjurkan untuk melanjutkan sampai tahap genotyping untuk menentukan hubungan antara strain yang ada di Rumah Sakit dengan strain yang diisolasi dari pasien.

Abstract
Aim To report the presence of environmental microorganisms, A. anitratus, in blood of hospitalized patients in Jakarta from 2002 to 2008 and their susceptibility to antibiotics. Methods A Retrospective study w as performed on all blood specimens that were received in Clinical Microbiology Laboratory (CML) Faculty of Medicine University of Indonesia during 2002-2008. Culture and antimicrobialsusceptibility examination were carried out according to up to date standard practice in CML and Clinical Laboratory Standard Institute, recpectively. Data was collected by WHONET 5.4 program. All Gram-negative microorganisms that were isolated from blood specimens were tabulated, and so the antibiotics susceptibility of A. anitratus. The origin of the specimens in term of institutions where the specimens came from was also analyzed. Results In a 7 year period up to 2008, A. anitratus was found in blood specimens, and these invironmental bacteria were in fact the most predominant isolated Gram negative microorganisms. Together with another environmental microorganism, Pseudomonas aeruginosa, it composed nearly 50%. Antimicrobial susceptibility test of this microorganism showed some degree of resistance to all tested antibiotics. The origin of those blood specimens which yielded A. anitratus were mainly from government-owned hospitals, that was 88 specimens (74%), followed by private hospitals (18 specimens, 15%), individuals (3 specimens, 3%), and unknown source (10 specimens, 8%). Conclusion Persistent occurrence of A. anitratus in blood specimens of hospitalized patients in hospitals in Jakarta was observed. In the near future, a study to fi nd risk factors for the acquisition of A. anitratus bacteremia is needed to reduce potential hospital associated infection. Moreover, genotyping is advised in order to determine the relationship of hospital and patient derived strains."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Farid Farlandi Astianto
"Seiring peningkatan kebutuhan infrastruktur yang maju disertai penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan, tidak dapat dihindari pembangunan konstruksi di atas lahan gambut. Penelitian ini bertujuan menganalisa nilai CBR dan nilai DCP tanah gambut daerah Kecamatan Kayu Agung, Sumatera Selatan pada kondisi unsoaked, terhadap penambahan mikroorganisme selulolitik potensial asli.
Pada penelitian ini dilakukan metode pencampuran secara konvensional dengan alat penyemprot dengan volume pencampuran (satuan liter) sebanyak 10% dari berat tanah (satuan kg). Setelah dilakukan fermentasi selama 30 dan 45 hari terjadi peningkatan nilai CBR unsoaked dan penurunan nilai DCP unsoaked dari kondisi asli namun perubahan yang terjadi tidak signifikan.

Along with the increase of advanced infrastructure needs and application of green science and technology, constructions on peatland is undeniable. This research aims to increase CBR value and to decrease DCP value for improving support capability of peat soil. Addition of potential cellulolytic potential microorganisms is a kind of natural solution for faster improvement on mechanical property of peat soil.
In this research, the mixing is conventionally by using sprayer with microorganisms volume as much as 10% of soil mass (in litre unit). After fermentation of 30 and 45 days, it shows increase of CBR value and decrease of DCP value from its initial condition yet the results obtained is still in bad condition.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56605
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Agarase adalah enzim yang mengkatalisasi reaksi hidrolisis agar. Beberapa agarase telah diisolasi dari sejumlah mikroorgnisme perairan laut dan sedimen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan enzim dari kapang laut yang diisolasi dari substrat Caulerpa sp. (SUC 7) untuk menghidrolisis agar yang ada pada Gelidium sp menjadi gula untuk digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi bioetanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapang SUC 7 mampu memproduksi enzim agarase secara optimum dalam 8 hari. Kondisi inkubasi yang menghasilkan aktivitas agarase tertinggi didapatkan pada temperatur 40°C dan pH 8,0 Tris-HCL. Agarase dari SUC 7 stabil hingga jam ke 24 dengan aktivitas enzim sebesar 0,31 u/mL. Penambahan ekstrak kasar enzim agarase dari kapang SUC 7 untuk menghidrolisis agar yang ada pada Gelidium sp. dapat meningkatkan produksi bioetanol sebesar 0,49%."
OLDI 40:3 (2014) (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Banerjee, Goutam
"Microbial protease and cellulase are in high demand by different industries due to their minimal cost and availability. This study was aimed to maximize the production of protease and cellulase using two bacteria, Corynebacterium alkanolyticum ATH3 and Bacillus licheniformis CBH7, isolated from fish gut. This study demonstrated the effect of different culture parameters in protease and cellulase production using two different bacterial strains. Results of this study clearly indicated the importance of different parameters such as moisture content, pH, incubation temperature, incubation period, inoculum size, carbon sources and nitrogen sources in enzyme production. The most critical parameters affecting the enzymes production were pH, temperature, carbon and nitrogen sources. Further investigations are required to enhance the enzymes production using genetic engineering."
Bogor: Seameo Biotrop, 2017
634.6 BIO 24:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fathan Luthfi Hawari
"Pemanfaatan mikrobioma kulit sebagai bahan aktif produk perawatan kulit banyak dikembangkan oleh peneliti dari berbagai negara. Di Indonesia, pemanfaatan mikrobioma kulit dengan melakukan isolasi beberapa bakteri komensal kulit dari wajah orang Indonesia yang berpotensi sebagai bahan aktif farmasi baru seperti bakteri Staphylococcus hominis MBF12-19J, Staphylococcus warneri MBF02-19J, Micrococcus luteus MBF05-19J dan Bacillus subtilis MBF10-19J. Koktail bakteri atau penggabungan beberapa mikroba dalam satu media memiliki formula yang lebih efisien dibandingkan dengan galur bakteri tunggal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh rendemen (Yield) dari koktail bakteri Staphylococcus hominis MBF12-19J, Staphylococcus warneri MBF02-19J, Micrococcus luteus MBF05-19J, dan Bacillus subtilis MBF10-19J yang telah dimodifikasi; Mengformulasikan lioprotektan (inulin) dengan sel lisat koktail bakteri yang terbaik untuk memperoleh serbuk yang stabil dalam jangka waktu yang panjang menggunakan metode freeze-drying; serta melakukan karakterisasi, evaluasi, dan penetapan potensi antiradical scavenging activity terhadap serbuk lisat koktail bakteri. Fraksi lisat koktail bakteri diformulasikan dengan lioprotektan (inulin) kemudian dikeringkan menjadi serbuk menggunakan metode freeze-drying. Serbuk yang diperoleh dievaluasi dan diuji antiradical scavenging activity menggunakan metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) serta stabilitasnya selama 7 pekan dengan beberapa parameter yaitu organoleptis; pH; kadar air; dan antiradical scavenging activity. Hasil yang didapatkan menunjukkan dari ketiga formulasi fraksi lisat koktail bakteri hanya formula dengan lioprotektan 10% yang menghasilkan serbuk sempurna dengan bentuk yang kasar berwarna coklat pucat yang berbau khas lisat, rata-rata pH 7,84, rata-rata kandungan lembab 8,31%, dan memiliki antiradical scavenging activity dengan potensi yang rendah sebesar 349,17 µg/ml serta terjadi peningkatan rendemen serbuk fraksi lisat koktail bakteri sebesar 5-8%. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan formulasi lisat koktail bakteri dengan lioprotekatan inulin yang stabil dalam penyimpanan ruang suhu (25-30oC).

The use of the skin microbiome as an active ingredient in skin care products has been widely developed by researchers from various countries. In Indonesia, the use of the skin microbiome by isolating several skin commensal bacteria from Indonesian faces that have the potential as new pharmaceutical active ingredients such as Staphylococcus hominis MBF12-19J, Staphylococcus warneri MBF02-19J, Micrococcus luteus MBF05-19J and Bacillus subtilis MBF10-19J. Bacterial cocktails or incorporation of several microbes in one medium have a more efficient formula than a single bacterial strain. This study aimed to obtain the yield (Yield) of a cocktail of bacteria Staphylococcus hominis MBF12-19J, Staphylococcus warneri MBF02-19J, Micrococcus luteus MBF05-19J, and Bacillus subtilis MBF10-19J that have been modified; Formulating a lyoprotectant (inulin) with the best bacterial cocktail cell lysate to obtain a powder that is stable in the long term using the freeze-drying method; and to characterize, evaluate, and determine the potential antiradical scavenging activity against bacterial cocktail lysate powder. The bacterial cocktail lysate fraction was formulated with a lyoprotectant (inulin) and then dried into powder using the freeze-drying method. The powder obtained was evaluated and tested for stability for 7th (seven) weeks with several parameters, namely organoleptic, pH, moisture content, and anti-radical scavenging activity used the DPPH method. The results showed that of the three formulations of the bacterial cocktail lysate fraction, only the formula with 10% lyoprotectant produced a perfect powder with a rough, tan colour with a characteristic lysate odour, an average pH of 7.84, an average moisture content of 8.31% and had anti-radical scavenging activity with low strength of 349.17 µg/ml and an increase in the yield of bacterial cocktail lysate fraction powder by 5-8%. Based on the results of the study a bacterial cocktail lysate formulation with inulin lyoprotectant was obtained which be stable at room temperature (25-30oC)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vifki Leondo
"Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan sebuah perangkat elektrokimia yang memanfaatkan mikroorganisme untuk menghasilkan listrik dari hasil metabolisme dalam memecah senyawa oraganik. Limbah cair industri tempe berpotensi untuk dijadikan sebagai substrat MFC. Limbah cair industri tempe masih mengandung nutrisi yang tinggi untuk mikroba. Penelitian ini difokuskan pada sisi aspek pengolahan limbah ditentukan dari penurunan kadar COD dan BOD. Variasi dalam penelitian ini adalah variasi jenis larutan elektrolit, konsentrasi penambahan mediator, waktu pembentukan biofilm, dan penambahan bakteri gram selektif. Kinerja elektrolit yang paling bagus adalah Kalium Persulfat dibandingkan Natrium Klorida dengan penurunan COD dan BOD sebesar 23,07% dan 37,02%. Penambahan mediator dengan konsentrasi 20 g/L menghasilkan penurunan kadar COD dan BOD sebesar 25,92% dan 37,44%. Variasi berikutnya tidak menggunakan mediator ekstrak ragi karena meningkatkan kadar awal limbah secara signifikan. Waktu pembentukan biofilm optimum adalah 7 hari yang menghasilkan penurunan kadar COD dan BOD sebesar 18,2% dan 35,9%.Penambahan bakteri gram negatif sebanyak 5 mL menurunkan kadar COD dan BOD sebesar 29,32% dan 51,32%. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menghasilkan penurunan kadar limbah yang lebih besar supaya dapat memenuhi baku mutu limbah.

Microbial Fuel Cell (MFC) is an electrochemical device that uses microorganisms to produce electricity from the metabolism in the breakdown of organic compounds. Industrial wastewater of tempeh is potential to be a MFC substrate. Tempe industrial wastewater contains high nutrient for microbes. This study focused on the aspects of waste treatment which is determined by decreased levels of COD and BOD. Variations in this study are electrolyte solutions, the concentration of yeast extract addition as mediator, the formation time of biofilm, and the addition of selective gram. Potassium Persulphate result better performance than Sodium Chloride with COD and BOD removal amounted to 23.07% and 37.02%. The addition of a mediator with a concentration of 20 g/L decrease COD and BOD levels by 25.92% and 37.44%. The next variation will not use yeast extract mediator because it enhances the initial level of wastes significantly. Biofilm formation optimum time is 7 days which decrease COD and BOD levels by 18.2% and 35.9%. The addition of gram negative bacteria decrease COD and BOD levels by 29,32% dan 51,32%. Further research is needed in order to get a better result on decreasing levels of COD and BOD.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65731
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginasesharita Hardiyanti
"Beberapa tahun kedepan Indonesia akan mengalami krisis air, mengingat kebutuhan air terus meningkat setiap tahunnya. Microbial Desalination Cell (MDC) merupakan pilihan teknologi yang baik untuk mendesalinasi air garam menjadi air bersih karena MDC dapat mendesalinasi air sekaligus menghasilkan energi listrik. Limbah cair tempe digunakan sebagai substrat dengan memanfaatkan sumber mikroorganisme didalamnya untuk efisiensi harga operasi. Selama penelitian digunakan limbah tempe model sebelum pada akhir penelitian diganti dengan limbah tempe industri. Untuk meningkatkan kinerja MDC, penelitian ini mengkaji penggunaan larutan buffer fosfat tanpa larutan elektrolit di ruang katoda dengan variasi konsentrasi 0,025 M, 0,05M, 0,1 M dan 0,15 M dan variasi pH buffer fosfat di ruang anoda dengan pH 6,6, pH 7,0, pH 7,4, dan pH 7,8. Hasil terbaik dari penelitian ini didapatkan pada penggunaan limbah tempe model, dengan buffer fosfat konsentrasi 0,1 M , dan pH 6,6 pada buffer fosfat di ruang anoda dengan besar slt removal 11,78% dan besar power density rata-rata yang dihasilkan 23,36 mW/m2.

The next few years Indonesia will experience a water crisis, because the needs for water continues to increase every year. Microbial Desalination Cell (MDC) is a good choice of technology to desalinate salt water into fresh water because MDC can desalinate water and generating electricity. Tempe wastewater used as a substrate by using their source of microorganisms to efficiency price of operations. During experiment, model tempe wastewater was used before at the end of experiment was replaced with industrial tempe wastewater. To improve the performance of the MDC, this sexperiment examines the use of a phosphate buffer solution without the electrolyte solution in the cathode chamber with various concentration of 0.025 M, 0.05M, 0.1 M and 0.15 M phosphate buffer and the pH variation in the anode chamber with a pH of 6.6 , pH 7.0, pH 7.4 and pH 7.8. The The research shows that MDC using model tempe wastewater, with a concentration of 0.1 M phosphate buffer, pH 6.6 phosphate buffer in the anode chamber give the best performance by salt removal 11.78% and average power density 23 , 36 mW / m2.;
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S65425
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dany Fauzan
"Kualitas udara mikrobiologis pada lingkungan proses pembelajaran perlu diperhatikan terkait dengan risiko kesehatan dan tingkat produktivitas terutama untuk mahasiswa yang melakukan kegiatan dalam waktu yang lama di dalam ruangan kelas. Oleh karena itu penting untuk melakukan penelitian mengenai udara mikrobiologis di dalam ruang kelas. Penelitian ini dilakukan di Gedung K Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Penelitian ini memiliki empat tujuan yaitu: 1.) Mengetahui intensitas cahaya di dalam ruang kelas di Gedung K FTUI 2.) Mengetahui konsentrasi udara mikrobiologis di dalam ruangan dengan parameter konsentrasi bakteri dan jamur 3.) Menganalisis perbedaan konsentrasi bakteri dan jamur pada ruangan-ruangan yang memiliki intensitas cahaya yang berbeda 4.) Menganalisis pengaruh faktor lingkungan terhadap konsentrasi mikrobiologis bakteri dan jamur di udara dalam ruangan. Sampel udara diambil dengan metode impaction dengan alat EMS impactor single stage type Viable Andersen Cascade Impactor dan metode enumerasinya TPC. Parameter lingkungan dan fisik yang diukur pada saat pengambilan sampel di lokasi adalah suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan nilai pertukaran udara dengan rentang pengukuran 20-28°C, 41,9-84,6%, 103-279 lux dan 1-8-h.
Hasil enumerasi pada penelitian menunjukan kisaran konsentrasi mikrobiologis sebesar 30-3188 CFU/m3 untuk bakteri dan 47-1869 CFU/m3 untuk jamur. Hasil penelitian menghasilkan Intensitas cahaya pada Gedung K FTUI tidak ada yang memenuhi baku mutu dengan angka 250 lux. Konsentrasi bioaerosol pada 3 kelas tidak memenuhi baku mutu bakteri yaitu 700 CFU/m3 untuk jamur tidak ada yang melebihi baku mutu 1000 CFU/m3.
Uji Anova pada ruang yang memiliki perbedaan intensitas cahaya ditemukan adanya perbedaan konsentrasi bioaerosol dengan nilai Fhitung ­8,553 dan 11,015 untuk bakteri dan jamur. Berdasarkan nilai korelasi, faktor lingkungan yang dominan dalam mempengaruhi konsentrasi bakteri dan jamur pada Gedung K FTUI adalah jumlah orang (0,538 dan 0,433) dan nilai pertukaran udara (-0,452 dan -0,489), sementara suhu (0,146 dan 0,192) dan kelembaban (0,171 dan 0,003) tidak berpengaruh secara signifikan.

The microbial air quality for an educational environment needs to have an assessment related to its health risk and productivity level spesifically for students whose activities were mostly spent indoor in a long period of time. Hence it is important to do research on microbial air inside a classroom. This research is done in Building K of Engineering Faculty of Universitas Indonesia.
This research has four goals which are: 1.) To determine the light intensity of the classrooms of Building K of Engineering Faculty of Universitas Indonesia 2.) To determine microbial concentration of the indoor air with bacteria and fungi as the parameters 3.) To analyze the difference of bacterial and fungal concentration on rooms with different light intensity 4.) To analyze the effect of environmental factors to indoor bacterial and fungal concentration. The air sample was taken with EMS impactor single stage type Viable Andersen Cascade Impactor. The environmental factors that were measured while the sampling was took place on set are temperatures, humidity, light intensity, and air change rate which have range of measurement 20-28°C, 41,9-84,6%, 103-279 lux, and 1-8-h respectively.
The result from the bacterial concentration enumeration is in range of 30-3188 CFU/m3 and for the fungal concentration rate is in range of 47-1869 CFU/m3. There were 3 rooms with bacterial concentration surpassed the level limit required which was 700 CFU/m3. The fungal concentration the limit was 1000 CFU/m3 and no rooms reached the concentration limit. The light intensity on the tested building were all on below 250 lux which was the requirement.
Through Anova test, with Fcalculation of 8,553 and 11,015 it was found that there was a difference level on the bacterial and fungal concentration on rooms with different light intensity. According to the Pearson correlation value from the correlation test environmental factors that were dominating on this research are human population (0,538 and 0,433) and air change rates (-0,452 and -0,489), while there is no significance correlation found on temperature (0,146 and 0,192) and humidity (0,171 and 0,003).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>