Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77684 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahara Almira Ramadhan
"“I can’t breathe” menjadi salah satu bentuk ekspresi atas rasisme semenjak kematian George Floyd yang tragis pada bulan Mei 2020. Pada bulan Juni 2020, H.E.R. merilis sebuah lagu yang terinspirasi dari ekspresi ini. Lagu tersebut berbicara tentang rasisme terhadap kulit hitam, terutama kasus kekerasan polisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati struktur ideologi dan komponen visual dalam lagu I Can’t Breathe karya H.E.R. dan mengamati bagaimana kedua aspek tersebut mendukung gerakan Black Lives Matter. Penelitian ini menggunakan analisis wacana multimodal untuk menganalisis lirik dan video klip dari lagu tersebut. Ditemukan bahwa lirik lagu I Can’t Breathe merepresentasikan orang kulit putih sebagai kelompok yang mendominasi dengan kekerasan, yang menimbulkan protes sosial dari kelompok kulit hitam. Video klip dari lagu ini juga merepresentasikan gerakan Black Lives Matter sebagai protes sosial atas isu rasis tersebut. Dengan analisis wacana modal, terutama dalam menganalisis visual, penelitian ini dapat mengkonfirmasi korelasi antara lagu I Can’t Breathe dengan gerakan Black Lives Matter. Lagu itu sendiri adalah sebuah protes yang sejalan dengan gerakan Black Lives Matter; struktur ideologi dan komponen visual dalam lagu ini menyampaikan konteks dari isu rasisme yang sedang berjalan dan nilai-nilai yang dipegang gerakan Black Lives Matter dalam menghadapi isu tersebut.

“I can’t breathe” has become an expression of racism since the tragic death of George Floyd in May 2020. H.E.R. released a song titled after this expression in June 2020, which speaks up about black racism, especially police brutality. This study aims to examine the ideological structures and visual components of the song I Can’t Breathe by H.E.R. and see how the two aspects support the Black Lives Matter movement. To achieve the aims, this study uses multimodal discourse analysis to analyze the song lyrics and its music video. This study finds that the song lyrics represent white people as dominating and violent, resulting in social protests from the black community. The music video further represents the Black Lives Matter movement as a protest against the racial issue. Through the use of multimodal discourse analysis, especially the visual analysis, this study confirms the correlation between the song and the Black Lives Matter movement. The song I Can’t Breathe by H.E.R. is indeed a protest which aligns with the Black Lives Matter movement; the ideological structures and visual components of the song convey the context of the issues, as well as the values of the Black Lives Matter movement in response to the issues."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Verina
"Sebuah iklan memainkan peran penting dalam bisnis untuk mencapai pasar targetnya dan membuat pembeli potensial membeli produknya. Namun, dibutuhkan berbagai pendekatan untuk menyampaikan pesan di balik suatu produk. Procter & Gamble (P&G) mengambil pendekatan yang berbeda dalam membuat iklan yang membahas isu rasisme terhadap orang kulit hitam. Iklan yang dirilis pada tahun 2017 dengan judul "The Talk" merupakan iklan advokasi yang menunjukkan sikap perusahaan terhadap isu-isu tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana P&G menggambarkan diskriminasi rasial dan kekerasan terhadap orang kulit hitam dengan mengungkapkan strategi yang disebut "the talk". Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan tindakan ilokusi oleh Searle (1979) untuk menemukan tindakan ilokusi dominan yang diucapkan oleh ibu-ibu kulit hitam di dalam iklan. Penelitian ini juga menganalisis komponen visual dengan menggunakan analisis wacana multimodal dari Kress dan van Leeuwen (2006), dengan tujuan memahami bagaimana mereka menggambarkan perjuangan orang kulit hitam dari satu era ke era lainnya. Penelitian ini menemukan bahwa tindakan ilokusi yang dominan adalah ketegasan karena dalam percakapannya, para ibu berusaha mengingatkan anak-anak mereka tentang apa yang benar dan salah dalam hidup. Penggunaan analisis wacana multimodal dalam penelitian ini, terutama analisis visual, mengkonfirmasi bahwa isu-isu diskriminasi rasial dan kekerasan memiliki dampak besar pada para ibu karena mereka merasa cemas tentang keselamatan dan kesejahteraan emosional anak-anak mereka.

An advertisement plays a significant role in the business in order to reach its target market and make their potential buyers purchase the products. However, it needs various approaches to communicate the message behind a product. Procter & Gamble (P&G) takes a different approach to making an advert that speaks out on the issues of racism against black people. The ad released in 2017 called The Talk is an advocacy advertisement, showing the company's stance toward the issues. This study aims to examine how P&G portrays the racial discrimination and violence against black people by revealing the strategy called “the talk.” To achieve the aim, this study uses illocutionary acts by Searle (1979) to find the dominant illocutionary act uttered by black mothers. This research additionally analyzes the visual components employing Kress and van Leeuwen’s (2006) multimodal discourse analysis, aiming to understand how they depict the struggles of black people from one era to another. This study finds that assertiveness is the dominant illocutionary act since in their talk, the mothers try to remind their children about what is right and wrong in life. The use of multimodal discourse analysis in this study, especially the visual analysis, confirms that the issues of racial discrimination and violence have huge impacts on the mothers as they feel anxious about their children’s safety and emotional well-being. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Widyawati
"Media merupakan institusi yang ikut bertanggung jawab terhadap kerusuhan Mei 1998. Karena media merupakan institusi yang bertanggung jawab mentransformasikan simbol-simbol rasis kecinaan. Simbol rasis tersebut antara lain dalam bentuk wacana peminggiran etnis Cina yang dibentuk melalui bahasa bersifat meminggirkan. Selain itu penggambaran tentang etnis Cina sering kali dihubungkan dengan persoalan ideologi pemerataan dimana Cina yang sebenarnya merupakan kelompok subordinat justru memiliki kekuasaan ekonomi yang tinggi. Representasi yang menggambarkan etnis Cina sebagai kelompok yang senang kolusi dan tidak jujur dalam berusaha telah membawa kebencian pribumi terhadap etnis Cina. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat bagaimana Kompas, Media Indonesia dan Republika mengartikulasikan jalannya kerusuhan Mei 1998 serta memetakan penyebab kerusuhan. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat bagaimana media memproduksi dan mereproduksi simbol-simbol rasisme baru dan bagaimanakah hubungan dominasi--subordinasi antara pribumi dan etnis Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 surat kabar yang dijadikan sampel memaknai kerusuhan dengan cara yang berbeda. Kompas memaknai kerusuhan ini sebagai kerusuhan antara rakyat dan penguasa ekonomi, oleh karena itu yang dijadikan sasaran adalah simbol kekuasaan ekonomi. Media Indonesia melihat kerusuhan Mei sebagai kerusuhan antara rakyat dengan penguasa, oleh karena itu sasaran kerusuhan adalah kekuasaan negara dan kekuasaan ekonomi. Republika membaca kerusuhan Mei sebagai perseteruan antara rakyat dan penguasa sebagai kelanjutan dari tragedi Trisakti. Penyebab kerusuhan juga dibaca secara berbeda oleh 3 surat kabar yang dijadikan sampel. Kompas menilai penyebab kerusuhan adalah masalah ekonomi, etnis dan agama. Media Indonesia lebih menitik beratkan pada keadilan ekonomi dan masalah etnis. Sedangkan Republika hampir sama dengan Kompas yaitu masalah keadilan ekonomi, etnis dan agama. Mekanisme produksi dan reproduksi simbol rasis pada Kompas, Media Indonesia dan Republika memiliki pola yang hampir sama. Media melakukan konstruksi sosial yang menampilkan imaji bahwa etnis Cina merupakan kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan kultural dengan pribumi. Dalam konstruksi tersebut nilai-nilai yang dianut pribumi selain dianggap baik sebaliknya nilai yana dianut etnis Cina dianggap kurang baik. Konstruksi yang dilakukan media disini adalah bahwa Cina adalah etnis yang memiliki nilai menyimpang atau dengan kata lain tidak waras. Selain itu etnis Cina bersifat tamak. Citra lain yang dibangun media kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, tidak mau berbaur dengan kelompok lain. Etnis Cina juga digambarkan memiliki nilai yang senang berkolusi, tidak jujur. Etnis Cina jarang ditampilkan sebagai narasumber. Dalam kasus perkosaan narasumber saksi dari etnis Cina dari masalah perkosaan hanya ada di Media Indonesia, teknik rasis dalam pemberitaan media juga dilakukan melalui lambatnya pemberitaan. Dalam kasus perkosaan pemberitaan media sangat terlambat. Sebutan yang diberikan oleh media merupakan sebutan-sebutan yang bermakna meminggirkan.. Sebutan non-piribumi atau warga keturunan memiliki makna bahwa etnis Cina merupakan "the others''. Hubungan dominasi-sub ordinasi yang digambarkan Kompas, Media Indonesia dan Republika juga memiliki pola yang hampir sama. Pribumi merupakan kelompok dominan (karena dari segi jumlah memang dominan) yang mampu memproduksi wacana rasis dalam konteks kultural. Wacana bahwa etnis Cina memiliki nilai yang kurang jujur, kolutif lebih banyak diproduksi oieh kelompok pribumi. Dilain pihak, etnis Cina walaupun jumlahnya minoritas, tetapi penguasaan asetnya bersifat mayoritas. Karena kemampuannya dibidang perdagangan lebih tinggi etnis Cina merasa superior dalam bidang perdagangan dan menganggap rendah kemampian pribumi. Wacana ini muncul dalam sebutan ?mampukan pribumi menggantikan peran etnis Cina dalam jalur distribusi'. Aplikasi teori yang disumbangkan dari penelitian ini adalah bahwa penggambaran yang berbeda tentang kerusuhan Mei tersebut diatas berbeda dengan teori yang dibangun oieh penganut strukturalis tentang proses pembentukan makna. Penganut strukturalis percaya bahwa makna yang menang adalah makna yang diproduksi oleh kelompok dominan. Dalam potret kerusuhan Mei 1998, 3 surat kabar sampeI ada dibawah sistem dominasi yang sama, tetapi kenyataannya makna yang ditampilkan oleh 3 surat kabar sampel tentang kerusuhan Mei 1998 berbeda. Oleh karena itu peneliti ingin mengajukan asumsi yang berbeda dengan pengikut strukturalis, bahwa dalam memproduksi makna terdapat hal lain yang mempengaruhi pembentukan makna selain ideologi dari kelompok dominan yang menguasai wacana. Ideologi yang dianut oleh organisasi media (yang tentunya berpengaruh pada pekerja media) memberi peran dalam pembentukan makna."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya
"Skripsi ini membahas gambaran rasisme yang terjadi di Prancis yang diambil dari dua lagu karya Akli D, seorang musisi Kabyle, berjudul Malik dan C_facile. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan tekstual dan kontekstual. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam lagu Malik, tema rasisme ditampilkan melalui peristiwa kematian Malik oleh aparat kepolisian pada kerusuhan pelajar pada tahun 1986. Dalam lagu C_facile, tema rasisme ditampilkan melalui kesulitan kaum imigran dalam berintegrasi di Prancis.

This study focuses on the portrait of racism which is happened in France based on two songs of Akli D, a Kabylian musician, Malik and C_facile. This research is qualitative, using text-oriented and context-oriented approaches. The result of this research shows that in Malik, racism theme is presented by the death of Malik in student_s riot at 1986 by policemen. In C_facile, racism theme is presented by the difficulty of immigrant in integration in France."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S14487
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Rifani Astuti Nst.
"Sastra anak menjadi salah satu wadah untuk merefleksikan rasisme dan diskriminasi yang masih terjadi. Praktik rasisme dan diskriminasi yang dialami oleh kelompok minoritas, khususnya kelompok kulit hitam, masih kerap ditemui hingga saat ini di Amerika. Bentuk diskriminasi yang mereka terima terus berubah seiring perkembangan era dan generasi. Saat ini, banyak ditemui diskriminasi verbal dan perlakuan yang tidak menyenangkan yang secara tidak sadar dilakukan oleh kelompok dominan kulit putih. Selain itu, stereotip juga memperparah sistem rasisme di Amerika. Prasangka terhadap kelompok kulit hitam berkibat pada ketidaksetaraan akses dan kesempatan di lingkungan sosial-budaya. Dalam menantang ketimpangan rasial, sejumlah penulis kulit hitam mengangkat isu tersebut dalam buku anak. Tujuan dari karya sastra ini adalah untuk menggambarkan kehidupan orang-orang kulit hitam dari perspektif kulit hitam dan mengubah stereotip negatif orang kulit hitam yang telah lama ada dalam masyarakat dan sastra Amerika. Peraih penghargaan Piecing Me Together (2017) karya Renee Watson, yang menerima penghargaan Coretta Scott King, adalah salah satu karya sastra anak-anak yang mengungkap diskriminasi rasial yang dialami oleh anak-anak kulit hitam. Novel ini bercerita tentang seorang gadis kulit hitam bernama Jade yang mengalami diskriminasi berlapis. Selain Jade, beberapa tokoh perempuan lain juga mendapatkan diskriminasi seperti; Lee-lee, Natasha Ramsey, dan Maxine. Penelitian ini akan membongkar bentuk-bentuk diskriminasi yang dialami tokoh perempuan kulit hitam dalam teks. Penelitian ini menggunakan konsep intersectionality oleh Kimberlee Crenshaw (1989) sebagai alat untuk menganalisis bentuk diskriminasi berlapis. Selanjutnya, penelitian ini akan meganalisis strategi yang dilakukan tokoh perempuan kulit hitam untuk melawan tindakan diskriminatif yang mereka terima.

Children's literature is a media to reflect on racism and discrimination that still occurs. The practice of racism and discrimination experienced by minority groups, especially black race, is still common today in America. The forms of discrimination they receive continue to change from generastion to generation. Today, there are verbal discrimination and unpleasant treatment that is unconsciously carried out by the dominant white group. In addition, stereotypes also worsen racism system in America. Prejudice against black groups results in inequality of access and opportunities in the socio-cultural environment. In challenging racial inequality, a number of black writers raised the issue in children's books. The aim of this literary work is to depict the lives of black people from a black perspective and change the long-standing negative stereotypes of black people in American society and literature. Award-winning Piece Me Together (2017) by Renee Watson, who received the Coretta Scott King award, is one of the works of children's literature that exposes the racial discrimination experienced by black children. This novel tells the story of a black girl named Jade who experiences multiple discrimination. Besides Jade, several other female characters also received discrimination such as; Lee-lee, Natasha Ramsey, and Maxine. This study will reflects the forms of discrimination experienced by black female characters in the text. By using the concept of intersectionality by Kimberlee Crenshaw (1989) as a tool to analyze layered discrimination. Furthermore, this study will analyze the strategies done by black female character to fight the discriminations they received. Then, it will uses the concept of cultural capital by P. Bourdieu (1986)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Kristanty
"Penelitian ini mengetengahkan rasisme yang terdapat dalam film "Crash" berdasarkan sudut pandang khalayak film, yakni melihat pemaknaan khalayak, khususnya masyarakat kalangan menegah atas atau lebih tepatnya di lihat berdasarkan Reception Studies. Di mana dalam penelitian ini berusaha menunjukkan bahwa khalayak tidak mudah didominasi pesan media massa klmsusnya dalam hal ini adalah pesan dalam film yang dibuat oleh kreator film, karena setiap khalayak memiliki kemampuan untuk memproduksi makna. Dalam hal ini khalayak dianggap sebagai khalayak aktif dan bukan khalayak pasif.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme, pendekatan kualitatif, yakni dengan metode penelitian etnografi serta sifat penelitian deskriptif. Dengan menggunakan metode pengumpulan data wawancara mendalam terhadap para informan., diketahui bahwa para informan tidak mengintemalisasi rasisme ke dalam kehidupan sehari - hari mereka, berkaitan dengan pemaknaan., maka pemaknaan inforrnan selaku khalayak film "Crash" terbagi atas pemaknaan dominan, negosiasi dan oposisi. Hasil yang diperoleh berdasarkan wawancara mendalam adalah bahwa para informan memaknai film "Crash" berhasil merepresentasikan rasis yang terjadi di Amerika, namun beberapa adegan film tersebut ada yang dilebih - lebihkan sehingga film "Crash" dimaknai berupaya menyebarluaskan ideologi Amerika yai!u E Pluribus Unum selaigus membentuk image Amerika sebagai savior of all man kind.
Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya bidang kajian pemaknaan dan media massa, di mana khalayak memiliki kemampuan untuk memaknai pesan dengan menggunakan batas idealisme mereka masing masing dan agar penelitian ini menjadi edukasi bagi para khalayak film khususnya, bahwa f.tlm terkadang bermuatan ideologi yang dikemas begitu apik sehingga membentuk kesadaran palsu khalayaknya.

The purpose of this research is to describe audience reception s about racism which there are in film "Crash", specially in the upper class society or more precisely seeing pursuant to Reception Studies. This research try to indicate that audience do not easy to predominated by message of mass media specially in this case is message in made by film creator's, because every audiences has different ability to produce meaning. In this case the audiences considered to be active audiences and non passive audiences.
In this case, the audience is considered as the active audience and not passive audience. Research using this paradigm constructivism, a qualitative approach, namely with the ethnographic research methods and descriptive nature of the research. By using the method of data-depth interviews of the informants, it is known that the informant does not deepens racism in everyday life - their day, associated with meaning, the informants as the audience perceptive film "Crash" divided up perceptive dominant, negotiation and opposition. Results are based on depth interviews is that the informant perceptive film "Crash" represents racism successfully going on in America, but some scenes the film is tall - so thick film "Crash" mean attempt disseminate American ideology that is E Pluralists Unum at once form the image United States as the savior of all man kind.
Hopefully this research can enrich study area of reception studies and mass media, where the audiences have ability to mean message by using their idealism boundary and this research can be educated all audiences, because sometimes the film can make the audiences have false consciousness, this is because the film is potentially to share the ideology where is tydi with the plot and acting an actress and an actor, and also the visual effect in the film.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T29164
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Nurmaya Oktarina
"ABSTRAK
Dongeng putri yang diproduksi oleh Disney telah menjadi salah satu jenis cerita yang membuat perusahaan Disney sangat terkenal. Stereotip putri-putri yang diproduksi oleh Disney pada awalnya berkulit putih. Seiringnya waktu, Disney mulai memfilmkan sebuah film animasi dengan putri yang lebih berwarna. Pada tahun 2009, Disney mengeluarkan putri ras Afrika-Amerika bernama Tiana melalui film The Princess and the Frog (2009). Namun ada ambiguitas yang tercermin dalam penggambaran karakter black dalam film ini. Untuk membantu menganalisis film ini, teori semiotikanya Barthes akan digunakan. Dengan teori tersebut penulis akan melihat bahwa di satu sisi Disney ingin menunjukan Amerika sudah “buta warna”. Film ini terlihat seperti sebuah cerminan yang dipercaya Disney benar dan ideal tentang masyarakat Amerika. Disisi lain, dalam cerminan masyarakat yang ideal ini, black masih tergambarkan dalam strata sosial bawah. Dari sini kita dapat melihat bahwa gagasan “semua manusia diciptakan sederajat” yang tertuliskan dalam deklarasi kemerdekaan Amerika, tidak sepenuhnya diterapkan dalam masyarakatnya.

ABSTRACT
Disney princess fairytales have been one of the genres that made the Disney company so famous. At first, Disney princesses were stereotyped as white skinned. As time goes by, Disney started filming animated movies with more colored princesses. In 2009, Disney released a movie based on an African-American princess named Tiana through the movie „The Princess and the Frog‟ (2009). Ambiguities that tends to be racist are still deplicted in the film. To help analyzing this movie, Barthes‟ semiotics theory will be used. By using that theory, the writer will see that in one hand Disney is trying to convey that America has become “color blind”. This movie tends to picturize a reflection what Disney believe is true and ideal about the American society. On the other hand, inside that ideal society, blacks are still pictured as lower class. Here we see that the notion “all men are created equal” which is written in the declaration of Independence, is not fully implemented in the American society."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triastama Wiraatmaja
"ABSTRAK
Tesis ini menunjukkan penggambaran rasisme oleh sutradara Lee Daniels dalam film The Butler (2013). Penulisan tesis ini dilakukan untuk menunjukkan penggambaran rasisme, yang disertai sikap prejudis, dan perilaku diskriminasi terhadap kelompok kulit hitam Amerika sesuai dengan konteks film The Butler(2013) yang mengambil konteks waktu 1920-an sampai 1960-an. Saya sebagai penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai Auteur Theory, analisis mise-en-scene, dan thick description, kemudian saya memperlakukan film sebagai teks yang kemudian dianalisis berdasarkan adegan dan dialog dalam film tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa sesuai dengan konteks film The Butler, rasisme yang disertai prejudis dan diskriminasi terhadap kaum kelompok kulit hitam terjadi karena ada stereotipe budak yang menegaskan status kulit hitam sebagai inferior, dan kulit putih, yang menjunjung konsep white supremacy, sebagai superior. Lee Daniels melalui film The Butler(2013), seakan ingin menunjukkan bahwa kebijakan publik maupun aturan pemerintah yang mengatur tentang hak-hak sipil warga negara maupun perbudakan masih dirasa kurang untuk mengekang atau menghapus rasisme terhadap masyarakat kulit hitam Amerika. Film ini seakan merupakan respon dari Lee Daniels, walaupun Barack Husein Obama Jr. terpilih sebagai presiden Amerika dari keturunan kulit, rasisme terhadap kaum kulit hitam Amerika masih tetap ada. Di sisi lain, film ini juga menunjukkan bahwa profesionalisme dan etos kerja serta sikap dari seorang butler kulit hitam mampu merubah stigma negatif yang disematkan terhadap masyarakat Afrika-Amerika. Serta untuk menjembatani perbedaan serta hubungan antar ras tersebut diperlukan adanya kesepahaman atau Cross Cultural Understanding antar ras maupun budaya yang berbeda.

ABSTRACT
This study is intended to expose the portrayal of racism shown by producer Lee Daniels within The Butler(2013). The objectives of this study are to show the depiction of racism, which are followed by prejudice and discrimination towards black Americans based on context-relationship with The Butler(2013) during 1920s until 1960s. I, as a writer used a qualitative method with auteur theory, mise-en-scene and thick description, thus those theories were utilised to analyse shots and dialogs in the movie. Based on The Butler(2013), this study show that racism, which were followed by prejudice and discrimination towards blacks, emerged caused by slave-stereotyping which stressed blacks as inferior and whites that uphold white-supremacy concept, as superior. Apparently that through The Butler, Lee Daniels wants to highlight that public policies or government laws which regulate citizens? civil rights and slavery are not adequate to restrain or eradicate racism towards blacks American. This movie also might perceived as the response from its? director, Lee Daniels, even though Barack Husein Obama Jr. was elected as the first African-American Presiden of the United States, racism towards blacks America still exist. On the other hand, this movie also shows that hard-work and professional work-ethic and positive attitude from a butler is considered able to alter the negative stigma possessed by African-American. Hence, to overcome the differences and intercultural relations Cross Cultural Understanding is pivotal key which act as a link among different races or cultures.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Nurul Amaliah Darwis
"Penelitian ini membahas agensi tokoh kulit hitam dalam novel Washington Black (2018) karya Esi Edugyan. Teks dianalisis dengan pendekatan naratif teks dari Mieke Bal dan teori praktik sosial Pierre Bourdieu dengan konsep habitus, ranah, dan modal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana rasisme dan struktur sangat berpengaruh pada agensi tokoh kulit hitam yang dihasilkan melalui praktik sosialnya. Analisis naratif teks membuktikan kehadiran rasisme sebagai momok yang menakutkan bagi kulit hitam sehingga adanya suatu tindakan memperoleh kebebasan. Selanjutnya, posisi tokoh Wash dikaji lebih lanjut menggunakan analisis dari konsep Pierre Bourdieu tekait habitus, ranah, modal. ditemukan fakta bahwa tokoh Wash diobjektifikasi oleh kulit putih dengan memberdayakan serta memanfaatkan kecerdasan intelektual Wash. Selanjutnya, ditemukan kompleksitas yang menyebabkan terhambatnya agensi Wash melalui faktor eksternal yang datang dari sikap ambivalensi kulit putih serta struktur rasisme yang masih dipertahankan, sedangkan internal berasal dari perasaan emosional Wash terhadap Titch tanpa melihat perbedaan ras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya Wash dalam memperoleh kebebasan intelektual dan fisiknya hanya sampai batas tertentu dikarenakan adanya struktur yang membatasi proses tersebut.

he research explains the black agency portrayed in Esi Edugyan’s Washington Black (2018). The texts were analyzed using Mieke Bal’s narrative text approach and Pierre Bourdieu’s social practice theory comprising habitus, field, and capital. The results showed that the discourse of racism and structure strongly affects the black agency as a result of the social practice. The narrative text analysis proved the existence of racism as a fear for black people resulting in the act of pursuing their race’s freedom. Furthermore, the position of the character named Wash was deeply studied by applying the analysis of Pierre Bourdieu’s concept regarding habitus, field, and capital. It depicts the fact that Wash was objectified by the white as his intelligence was utilized. It also depicts complexity which causes the agency resistance of Wash through external factor derived from the white’s ambivalence and the maintained racism structure and the internal factor which come from Wash’s emotional status towards Titch with the absence of racial disparities. The result shows that Wash’s effort in pursuing his intellectual and physical freedom is restricted due to the structures which limit the process."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Cahyadi Setiawan
"Skripsi ini berisi pembahasan mengenai sikap pasrah yang terkandung dalam ungkapan bahasa Jawa. Studi kasus sikap pasrah yang diajarkan PANGESTU yang khususnya terkandung pada ajaran PANCA SILA dalam buku Sasangka Jati. Penelitian ini menggunakan teori Segitiga Makna dari C. K. Ogden dan I. A. Richards dengan melalui tahapan analisis; pemaparan makna konvensional, analisis makna leksikal, analisis makna kontekstual. Penelitian ini bertujuan mencari makna-makna dan pesan budaya pada tiap-tiap ungkapan yang mengandung sikap pasrah. Hasil analisis menyatakan bahwa orang Jawa memahami tiap ungkapan sikap pasrah sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan.

Abstract
This thesis contains with a discussion of the submission contained in the Java language expression. Reference submission of the Javanese in the study are contained PANGESTU submission on 'Sasangka Jati' especially in 'PANCA SILA'. This research uses in the meaning of Triangle Theory C. K. Ogden and I. A. Richards. Stages of analysis in this research; exposure of conventional meaning, the meaning of lexical analysis, analysis of the contextual meaning, the analysis of cultural messages. This research aims to find the meanings and cultural messages in every expression containing submission. The results of the analysis stated that the Javanese people understand every expression submission as something related to spirituality to God.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S503
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>