Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179634 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Prasetyo Adjie
"Hiperglikemia adalah kondisi tingginya kadar glukosa dalam darah yang dapat meningkatkan resiko penyakit diabetes. Salah satu soluti untuk mencegah hiperglikemia adalah memodifikasi pati dalam beras yang biasa dikonsumsi sehari-hari dalam bentuk nasi. Modifikasi pati dilakukan menggunakan metode heat-moisture treatment (HMT) dan tautan silang (CL) untuk menurunkan daya cerna beras. Modifikasi dilakukan pada beras utuh supaya beras dapat dikonsumsi dalam bentuk makanan berupa nasi. HMT dilakukan pada tiga kadar air, yaitu 15%, 20%, dan 25%. Sodium tripolyphosphate (STPP) dan sodium trimetaphosphate (STMP) digunakan sebagai reagen tautan silang karena aman untuk dikonsumsi manusia. Modifikasi ganda dilakukan dengan dua urutan perlakuan: HMT yang dilanjutkan dengan tautan silang (HMT-CL) dan tautan silang yang dilanjutkan dengan HMT (CL-HMT). Modifikasi pati pada beras utuh berhasil dilakukan, dibuktikan dengan adanya penurunan derajat kristalinitas pati, meningkatnya kadar fosfor, berubahnya sifat fisikokimia, dan turunnya daya cerna beras. Beras yang dimodifikasi memiliki kelarutan, kemampuan swelling, dan daya cerna yang lebih rendah dibandingkan beras yang belum dimodifikasi. Modifikasi ganda dengan urutan perlakuan HMT-CL memberikan penurunan daya cerna yang lebih besar dibandingkan dengan modifikasi ganda dengan urutan perlakuan CL-HMT serta modifikasi tunggal dengan menggunakan HMT atau tautan silang saja. Oleh karena itu, modifikasi pati dapat dilakukan pada beras utuh untuk mengubah sifat fisikokimia dan daya cernanya.

Hyperglycemia is a condition of high blood glucose levels which can increase the risk of diabetes. One alternative solution to prevent hyperglycemia is modifying starch molecule in rice which is consumed daily by most Indonesian people. To modify rice digestibility, dual modification by heat-moisture treatment (HMT) and cross-linking (CL) was conducted on whole rice grains. Modification must be conducted on whole rice grains so that it can be consumed in the form of rice. HMT was carried out in three moisture contents: 15%, 20%, and 25%. Sodium tripolyphosphate (STPP) and sodium trimetaphosphate (STMP) were chosen as cross-linking reagent since it is safe to be consumed. Dual modification was carried out in two treatment sequences: HMT-CL and CL-HMT. Based on the measured phosphorus content and the decrease in relative crystallinity, starch in whole rice grains was successfully modified. The modified starch had lower swelling power, solubility, and digestibility compared to the native starch. HMT-CL modified rice showed lower digestibility than CL-HMT modified rice and single modified rice. Therefore, starch modifications could be conducted on whole rice grains to alter its physicochemical properties and digestibility"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mawaddah
"Beras merah dan beras ketan hitam kaya akan kandungan nutrisi dan serat yang dibutuhkan oleh tubuh. Perbedaan beras merah dan beras ketan hitam terletak pada kandungan pati yaitu amilosa dan amilopektin yang dapat mempengaruhi daya cerna. Beras dengan daya cerna yang rendah dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah sehingga sangat dibutuhkan untuk penderita diabetes dan obesitas. Penelitian ini memodifikasi beras merah dan beras ketan hitam dengan modifikasi tunggal HMT dan Tautan silang serta modifikasi ganda HMT-Tautan silang dengan asam sitrat dan Tautan silang-HMT dengan berbagai variasi kelembapan dan kosentrasi asam sitrat untuk mengetahui sifat fisikokimia dan daya cerna terendah dari beras merah dan beras ketan hitam. Modifikasi tunggal dan ganda dapat menurunkan daya cerna tetapi modifikasi HMT 25%-Tautan silang 20% menunjukkan daya cerna terendah pada beras ketan hitam. Perbedaan kadar amilosa dan amilopektin pada sampel dapat menyebabkan perbedaan penurunan kelarutan dan swelling power. Kelarutan terendah terdapat pada beras merah variasi HMT25%-Tautan silang 20% dan swelling power terendah pada sampel beras merah variasi HMT25%-Tautan silang 20%. Terbentuknya ikatan kovalen baru setelah proses modifikasi ikatan silang dapat diidentifikasi dengan FTIR pada daerah 1735 cm-1

Brown rice and black glutinous rice are rich in nutrients and fiber the body needs. The difference between brown and black glutinous rice lies in the starch content, namely amylose, and amylopectin, which can affect digestibility. Low digestibility rice can lower blood glucose levels, so it is needed for people with diabetes and obesity. This study modified brown rice and black glutinous rice with single modification HMT and Croslingking and double modification HMT-crosslinking with citric acid and Crosslinking- HMT with various variations to determine the physicochemical properties and the lowest digestibility of brown rice and black glutinous rice. Single Modification and Multiple modifications can reduce digestibility, but a modification of HMT 25%-Crosslinking 20% showed the lowest digestibility in black glutinous rice. Differences in amylose and amylopectin levels in the sample can cause differences in the decrease in solubility and swelling power. The lowest solubility was found in brown rice with the HMT 25%- Crosslinking 20% variation, and the lowest swelling power in the brown rice sample with the HMT 25%-Crosslinking 20% variation. The formation of new covalent bonds after the crosslinking modification process can be identified by FTIR in the 1735 cm region. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brilliant Cahya Puspasari
"Berbagai penelitian terus dilakukan untuk mencari intervensi dalam upaya mencegah komplikasi sistem kardiovaskular yang timbul akibat kondisi hiperglikemia pada diabetes. Pada kondisi hiperglikemia, latihan fisik intensitas tinggi interval (HIIT) dan intensitas sedang kontinu (MICT) diketahui memiliki pengaruh positif, salah satunya melalui peningkatan kadar GLP-1. GLP-1 selanjutnya meningkatkan kadar eNOS aorta dan menekan ekspresi RAGE. Keseluruhan proses tersebut memberikan proteksi pada endotel dan mencegah perubahan struktur pembuluh darah.
Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan pengaruh HIIT dan MICT terhadap kadar GLP-1, eNOS, ekspresi RAGE pada aorta dan dampaknya pada struktur aorta. Digunakan tikus jantan wistar usia 8 minggu yang dibagi menjadi 4 kelompok (6 tikus per kelompok): kelompok kontrol tanpa intervensi latihan fisik (KN), hiperglikemia tanpa perlakuan (KHG), hiperglikemia dengan intervensi MICT (HG CT), dan hiperglikemia dengan intervensi HIIT (HG IT). Hiperglikemia diinduksi dengan injeksi streptozotocin intraperitoneal dosis tunggal (40mg/BB). Tikus dianggap memenuhi kriteria hiperglikemia jika kadar glukosa darah 72 jam pasca injeksi >200mg/dL. Intervensi latihan fisik dilakukan selama 6 minggu, dilanjutkan dekapitasi dan pengambilan jaringan aorta. Kadar GLP-1 dan eNOS diuji menggunakan metode ELISA sandwich, sementara ekspresi RAGE diuji menggunakan metode qPCR. Gambaran histologi aorta dilihat menggunakan metode pewarnaan hematoxylin-eosin. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan nilai median kadar GLP-1 dan ekspresi RAGE antara KHG dengan HG CT dan HG IT (p < 0.05), namun tidak terdapat perbedaan nilai median kadar eNOS antara KHG dengan HG CT dan HG IT (p > 0.05) dan tidak terdapat perbedaan diameter serta ketebalan dinding aorta antar kelompok. Untuk seluruh parameter yang diukur, tidak ditemukan perbedaan antara HG CT dan HG IT. Dapat disimpulkan bahwa baik HIIT dan MICT memberikan efek proteksi vaskular yang sama pada kondisi hiperglikemia, melalui peningkatan GLP-1 dan inhibisi RAGE.

Research is continuously performed to seek interventions to prevent cardiovascular system complications in diabetes arising from hyperglycemia. In hyperglycemia, high-intensity interval training (HIIT) and moderate-intensity continuous training (MICT) are known to have a positive effect, one of which is through increasing GLP-1 levels. GLP-1 further increases aortic eNOS levels and inhibit RAGE expression. The whole process provides protection to the endothelium and prevents pathological changes in structure of the blood vessels.
The aim of this study is to analyse the effect of HIIT and MICT on GLP-1 level, eNOS level, and RAGE expression in the aorta and how these affect the structure of aorta. Wistar male rats aged 8 weeks were divided into 4 groups (6 rats per group): control group without exercise (KN), hyperglycemia without treatment (KHG), hyperglycemia with MICT (HG CT), and hyperglycemia with HIIT (HGIT). Hyperglycemia was induced by a single dose of intraperitoneal injection of streptozotocin (40 mg/BW). Rats were considered hyperglycemia if the blood glucose level within 72 hours after injection was >200 mg/dL. The exercise intervention was carried out for 6 weeks, followed by decapitation and aorta tissue collection. GLP-1 and eNOS levels were tested using the sandwich ELISA method, while RAGE expression was tested using the qPCR method. Histology of the aorta was analyze using the hematoxylin-eosin staining method. The results showed that there was a difference in the median value of GLP-1 levels and RAGE expression between KHG and both HG CT and HG IT (p < 0.05), but there was no difference in the median value of eNOS levels between KHG and both HG CT and HG IT (p > 0.05). There was no difference in aorta diameter and wall thickness within groups. For all parameters measured, no difference was found between HG CT and HG IT. It can be concluded that both HIIT and MICT exert similar vascular protective effects in hyperglycemic conditions, through increased GLP-1 and RAGE inhibition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuty Rahayu
"Latar belakang Hiperglikemia pada anak sepsis dan syok septik merupakan keadaan yang sering ditemukan serta mempunyai luaran yang buruk. Patofisiologinya belum jelas mungkin berbeda dengan dewasa yaitu terdapatnya hipofungsi sel beta pankreas dibandingkan dengan resistensi insulin.
Tujuan Mengetahui adanya hipofungsi sel beta pankreas dengan didapatnya penurunan kadar insulin melalui pemeriksaan kadar C peptida pada anak sepsis dan syok septik dengan hiperglikemiaMetode. Penelitian dilakukan di PICU Pediatric Intensive Care Unit dan IGD Instalasi Gawat Darurat. Penelitian ini merupakan suatu uji deskriptif analitik dengan memeriksa kadar C peptida pada anak sepsis dan syok septik dengan hiperglikemia Kadar gula darah dan C peptida diperiksa secara periodik selama 48 jam
Hasil Hiperglikemia dan penurunan kadar C peptida ditemukan pada 59 dan 52 pasien anak dengan sepsis dan syok septik Keadaan hiperglikemia hanya ditemukan pada 12 jam pertama perawatan. Perbedaan kadar gula darah dan C peptide tampak pada 1 jam pertama yaitu 229 vs 192 mg dl dan 0 5 vs 1 5 ng ml nilai p 0 409 p 0 025 Skor PELOD lebih tinggi pada kadar C peptida rendah 11 vs 1. Penggunaan ventilator inotrops kortikosteroid dan lama rawat PICU tidak terdapat perbedaan pada kedua kelompok.
Simpulan Terdapat penurunan kadar C peptida di bawah normal pada anak sepsis dan syok septik dengan hiperglikemia dan meningkat ke normal dalam 48 jam Penurunan gula darah terjadi 12 jam pertama hal ini menunjukkan perlunya infus glukosa pada keadaan akut sepsis. Apakah hiperglikemia merupakan respons normal tubuh dan hipofungsi sel beta pankreas akibat beratnya penyakit pada anak sepsis perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

Background Hyperglycemia in children sepsis is a condition that is often found Pathophysiology is unclear may differ from the adult that the presence of hypofunction of pancreatic beta cells compared with insulin resistance.
Objective To determine the hypofunction pancreatic beta cells with decreased levels of C peptide insulin in children with sepsis hyperglycemiaMethods The study was conducted in the PICU and ER. This study was a descriptive analytic test by examining the levels of C peptide in children with sepsis hyperglycemia Checked blood sugar levels and C peptide during 48 hours on a periodic basis.
Results Hyperglycemia and decreased levels of C peptide were 59 and 52 in children with sepsis respectively Hyperglycemia was found only in the first 12 hours Differences in blood sugar levels 229 vs 192 mg dl p value 0 409 and C peptide 0 5 vs 1 5 ng ml p value 0 025 appeared at the first 1 hour. Further analysis between normal and low C peptide showed PELOD score was higher in low C peptide level 11 vs 1. Ventilators inotrops corticosteroids and PICU LOS was should no difference in the two groups.
Conclusions There was a decrease in C peptide level below normal in children with sepsis hyperglycemia and increased to normal within 48 hour. The decrease in blood sugar occurs in the first 12 hours which demonstrates the need for infusions of glucose in acute sepsis Further research whether hyperglycemia was a normal response of the body and hypofunction pancreatic beta cells due to the severity of the disease in children sepsis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Charley Dokma Tua
"Hiperglikemia dan gangguan metabolisme pada diabetes melitus (DM) berhubungan dengan komplikasi penyakit arteri perifer (PAP). Pada pasien DM dengan PAP, disbiosis mikrobiota usus mengakibatkan penurunan produksi short-chain fatty acid (SCFA) sehingga memicu inflamasi nonspesifik dan aterogenesis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kadar SCFA feses dengan berbagai parameter pemeriksaan vaskular pada pasien DM dengan PAP.
Metode: Penelitian ini adalah studi potong lintang yang mengidentifikasi hubungan SCFA total, asetat, propionat, butirat, dan valerat feses dengan ankle-brachial index (ABI), toe pressure, diameter, plak, peak systolic velocity (PSV), volume flow (VF), spektrum aliran, dan derajat PAP arteri ekstremitas bawah pada pasien DM dengan PAP di sebuah sentra pelayanan kesehatan tunggal.
Hasil: Sebanyak 37 subjek DM dengan PAP dianalisis. Terdapat hubungan negatif bermakna antara nilai asetat absolut dan diameter arteri femoralis communis (CFA) (r = -0,4; p =0,016) serta nilai propionat relatif dengan diameter arteri dorsalis pedis (DPA) (r =-0,376; p =0,04). Terdapat hubungan positif bermakna nilai asetat relatif dengan diameter DPA (r =0,381; p =0,038) serta nilai valerat relatif dengan PSV CFA (r =0,364; p = 0,029). Kelompok dengan plak CFA memiliki nilai asetat absolut yang lebih tinggi (p =0,039) dibandingkan kelompok yang tidak memiliki plak aterosklerotik. Kelompok dengan plak arteri poplitea (POPA) memiliki nilai butirat absolut yang lebih tinggi (p =0,046) dan nilai SCFA total yang lebih tinggi (p =0,046) dibandingkan kelompok yang tidak memiliki plak. Tidak terdapat hubungan bermakna SCFA dengan ABI, volume flow, dan derajat PAP.
Kesimpulan: Nilai SCFA feses yang lebih tinggi cenderung berhubungan dengan diameter arteri perifer ekstremitas bawah yang lebih kecil dan PSV yang lebih tinggi. Nilai SCFA feses yang lebih tinggi juga cenderung didapatkan pada kelompok dengan plak arteri di atas lutut. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengevaluasi efek sebab-akibat antara SCFA dan parameter-parameter vaskular pada pasien DM.

Chronic hyperglycemia and metabolic abnormalities in diabetes mellitus are associated with peripheral arterial disease (PAD). Additionally, in diabetics with PAD, gut microbiota dysbiosis may lead to reduction in short-chain fatty acid (SCFA) production, prompting nonspecific inflammation and atherogenesis. This study aims to identify the association between SCFA and various vascular clinical and laboratory parameters in patients with diabetes and PAD.
Methods: This cross-sectional epidemiological study aims to identify the association of fecal total SCFA, acetate, propionate, butyrate, and valerate on ankle-brachial index (ABI), toe pressure, diameter, atherosclerotic plaque, peak systolic velocity (PSV), volume flow (VF), flow profile, and the degree of PAD of the lower extremity arteries in patients with diabetes and PAD in a single center.
Results: A total of 37 subjects with diabetes and PAD were analyzed. There were negative correlations of absolute acetate levels with common femoral artery (CFA) diameter (r = -0,4; p =0,016) and relative propionate levels with dorsal pedal artery (DPA) diameter (r =-0,376; p =0,04). There were positive correlations of relative acetate levels with DPA diameter (r =0,381; p =0,038) and relative valerate levels with PSV CFA (r =0,364; p = 0,029). Higher absolute acetate levels were found in group with CFA plaques (p =0,039). Higher absolute butyrate levels were found in group with popliteal artery (POPA) plaques (p =0,046), as was higher total SCFA levels (p =0,046). No significant association was found between SCFA and ABI, volume flow, and the degree of PAD.
Conclusion: Higher fecal SCFA levels were associated with smaller vascular diameters and higher PSV in lower extremity arteries. Higher SCFA levels were also more likely to be found in groups with above-knee atherosclerotic plaques. Further research is warranted to confirm the cause-effect relationship between SCFA and various vascular parameters in patients with diabetes and PAD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Wati
"Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang dapat menimbulkan stress. Relaksasi dengan terapi murotal Al-Qur’an merupakan terapi yang dapat mengatasi hiperglikemia. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh terapi murotal Al-Qur’an terhadap kadar glukosa darah pada DM tipe 2. Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen pre-post with control group. Jumlah sampel 39 orang dibagi dalam dua kelompok yaitu 20 orang dalam kelompok intervensi dan 19 orang pada kelompok kontrol, pemilihan responden purposive sampling. Uji statistik yang digunakan uji Anova repeated measure. Hasil penelitian didapatkan ada pengaruh terapi murotal Al-Qur’an terhadap penurunan kadar glukosa darah sebesar 61 mg/dl (p=0,029, ). Kesimpulan penelitian ini, terapi murotal Al-Qur’an efektif menurukan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2.

Diabetes mellitus is a chronic disease that can cause stress. Murotal Qur'an relaxation therapy is a therapy that suggested to reduce hyperglycemia. This study aimed to examine the effect of murotal Qur'an therapy on blood glucose levels. This study design was quasi-experimental pre-post with control group. Number of samples are 39 people who were divided into two groups: the intervention group consist of 20 people, and 19 people in the control group, the selection of participants with purposive sampling. Statistical tests were using repeated measure Anova test. The results of this study found there was an effect of murotal Qur'an therapy to decrease blood glucose levels (p = 0.029, ? = 0.05). In conclusion, murotal Qur'an therapy effectively to decrease blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elang Fajar Tryadi
"Penelitian ini telah berhasil melakukan modifikasi pada tepung terigu dengan metode heat moisture treatment (HMT) dan ikat silang menggunakan asam sitrat. HMTdilakukan dengan memvariasikan waktu pemanasan dan ikat silang dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi dari asamsitrat yang digunakan. HMT menghasilkan perubahan atau penyusunan ulang struktur kristral yang diidentifikasi menggunakan mikroskop. Ikat si- lang menambahkan ikatan kovalen antar rantai pati yang dapat diidentifikasi menggunakan FTIR. Setelah modifikasi, diamati perubahan dari sifat fisikokimia dari pati. Kecenderungan yang terjadi setelah modifikasi adalah penurunan swelling power dan kelarutan, penurunan viskositas pasta,pen- ingkatan ketahanan termal. Daya cerna pati mengalami penurunan yang sig- nifikan pada pati dengan modifikasi secara tunggal maupun ganda.

This study was succesfully modifying wheat flour with heat mois- ture treatment (HMT) methode and crosslinking with citric acid. HMT is conducted by varying the heating time and crosslinking is conducted by var- ying concentration of citric acid used. HMT will generate rearrangement on starch crystal structure and could be indetified with microscope while cross- linking will generate new covalent bond on starch chain and could be iden- tified with FTIR. After modification changes in physicochemical properties are observed. The trend of alteration are decrease in swelling power and solubility, decrease paste viscosity, and increasing thermal resistance. Di- gestibility of starch also observed as significant decrease on single and dual treated starch."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomi Hawari
"Pati merupakan sumber gula yang sering digunakan oleh manusia. Beberapa penyakit seperti diabetes dan obesitas berhubungan dengan berlebihnya kadar gula dalam darah. Pati termodifikasi dibuat untuk dapat mengontrol kadar gula dalam darah sehingga menurunkan resiko dari kedua penyakit tersebut. Penelitian ini telah berhasil melakukan modifikasi pada pati tapioka dengan heat moisture treatment (HMT) dan ikat silang menggunakan asam sitrat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan yang dihasilkan dari modifikasi ganda dengan HMT dan ikat silang. HMT dilakukan dengan memvariasikan waktu modifikasi dan ikat silang dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi dari asam sitrat yang digunakan. HMT menghasilkan perubahan atau penyusunan ulang struktur kristral yang diidentifikasi menggunakan mikroskop. Ikat silang menambahkan ikatan kovalen antar rantai pati yang dapat diidentifikasi menggunakan FTIR. Setelah modifikasi, diamati perubahan dari sifat fisikokimia dari pati. Kecenderungan yang terjadi setelah modifikasi adalah penurunan swelling power dan kelarutan, penurunan kejernihan pasta, peningkatan viskositas pasta, peningkatan ketahanan termal. Daya cerna pati mengalami penurunan yang signifikan pada pati dengan modifikasi ganda. Akibat perubahan perubahan yang terjadi diperlukan studi yang lebih lanjut untuk dapat bisa mulai mengaplikasikan produk yang dihasilkan.

Starch is a common resource of sugar for human. Some diesease like diabetes and obesity is related to the high level of sugar in blood. Starch modication is conducted to gain control over sugar in blood to reduce the risk of the disease. This study was succesful in modifying tapioca stach with heat moisture treatment (HMT) and crosslinking with citric acid. The obejective of this study is to analyze the changes happend after the modification. HMT is conducted by varying treatment time and crosslinking is conducted by varying concentration of citric acid used. HMT will generate rearrangement on starch crystal structure and could be indetified with microscope while crosslinking will generate new covalent bond on starch chain and could be inditified with FTIR. After modification changes in physicochemical properties are observed. The trend of alteration are decrease in swelling power and solubility, decrease in paste clarity, increase in paste viscosity, and increasing thermal resistance. Digestibility of starch also observed as significant decrease on dual treated starch. As a result for many changes happened in treated starch futher study is needed to make modified starch is applicable."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezzy Rizki Mahardika
"Pada penelitian ini dilakukan modifikasi secara fisika terhadap beras ketan putih dan ketan hitam dengan metode heat moisture treatment (HMT). Tujuan penelitian ini ialah menentukan karakter fisikokimia beras ketan putih dan hitam setelah dimodifikasi dengan HMT. Metode HMT pada penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan kadar air pada sampel beras ketan menjadi 15, 20, dan 25% serta menggunakan 3 sumber panas yang berbeda, yakni oven, autoklaf, dan microwave. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini antara lain Differential Scanning Calorimeter (DSC), mikroskop cahaya dan spektrofotometer UV-Vis. Dari data yang dihasilkan menunjukkan bahwa HMT berhasil mengubah karakter fisikokimia dari beras ketan putih dan hitam. Hal ini dapat terjadi karena HMT menyebabkan terjadinya restrukturisasi pada internal granula pati serta memperkuat ikatan intramolekul di dalam granula pati yang dibuktikan oleh bergesernya rentang temperatur gelatinisasi saat diuji dengan DSC. Beras ketan hasil modifikasi mengalami kenaikan nilai swelling power dan daya cerna pati secara in vitro. Sementara kelarutan dan viskositas dari beras ketan yang telah dimodifikasi cenderung lebih rendah dibandingkan beras ketan yang tidak dimodifikasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode HMT dapat digunakan untuk memodifikasi serta mengubah karakter fisikokimia dari beras ketan putih dan ketan hitam.

In this study, physical modification of white glutinous rice and black glutinous rice was carried out with the heat moisture treatment (HMT) method which aims to see whether the HMT method can change the physicochemical character of glutinous rice and analyze changes in its physicochemical character after using HMT. HMT methods in this study were carried out by varying the moisture content in the samples to 15, 20, and 25% and using 3 heat sources including oven, autoclave, and microwave. The instruments used in this research include Differential Scanning Calorimeter (DSC), light microscope and UV-Vis spectrophotometer. The resulting data showed that HMT succeeded in changing the physicochemical characters of white and black glutinous rice. This can happen because HMT causes a rearrangement in the internal starch granules and the intramolecular relationships that contained in the starch granules. This study resulted an increase in swelling power and in vitro digestibility values​​ of modified starch compared to unadjusted starch, the solubility and viscosity values ​​of starch tended to be lower than unregulated starch. Thus, it can be said that the HMT method can be used to modify and change the physicochemical characteristics of white and black glutinous rice."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Eka Widya Saraswati
"Pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2) berisiko mengalami komplikasi akibat hiperglikemia yang memperberat morbiditas, dan berkontribusi terhadap terjadinya sakit kritis. Tata laksana nutrisi pada kondisi tersebut bertujuan untuk mengatasi hiperglikemia, yang diharapkan dapat meningkatkan luaran klinis, mencegah progresi komplikasi, mempersingkat fase sakit kritis serta lama rawat rumah sakit (RS). Dua dari empat pasien berjenis kelamin perempuan dan siasanya laki-laki, dengan rentang usia 55–67 tahun. Dua pasien mengalami gagal nafas, satu pasien dengan status epileptikus berulang, dan satu pasien dengan perburukan intra operasi sehingga membutuhkan perawatan intensif. Semua pasien mengalami komplikasi DMT2. Status gizi pasien secara berurutan adalah malnutrisi sedang, berat badan lebih, obes I, dan malnutrisi berat. Tiga pasien mendapatkan terapi medik gizi sejak fase akut awal sakit kritis, sedangkan sisanya setelah lebih dari tujuh hari perawatan intensif. Terapi medik gizi yang diberikan selama perawatan intensif, meliputi pemenuhan energi, makronutrien, dan mikronutrien sesuai dengan kondisi klinis, status gizi serta metabolik, dan toleransi asupan pasien. Asupan energi dari keempat pasien di rentang 20–29 kkal/kg BB/hari dan asupan protein mencapai 1,3 g/kg BB/hari. Rerata asupan lemak dan karbohidrat berturut-turut 20–29% dan 51–67% total kalori. Semua pasien mendapatkan mikronutrien sesuai penyakit pasien. Pemenuhan nutrisi spesifik, berupa monounsaturated fatty acid (MUFA) berasal dari nutrisi enteral yang mengandung nutrisi tersebut. Selama perawatan semua pasien masih mengalami hiperglikemia, namun bila dibandingkan dengan awal perawatan, dua pasien telah mengalami perbaikan glikemik dan perbaikan penanda inflamasi serta infeksi, sedangkan sisanya masih mengalami hiperglikemia. Durasi perawatan intensif dan perawatan RS yang lebih panjang ditemukan pada pasien dengan status gizi malnutrisi, kontrol glikemik yang belum baik, dan inflamasi yang belum tertangani. Semua pasien dapat melewati fase sakit kritis dan step down ke ruang rawat biasa. Akan tetapi, dua pasien dengan malnutrisi dan hiperglikemia meninggal dunia di ruangan biasa akibat perburukan infeksi dan inflamasi. Sementara itu, sisanya mengalami perbaikan di ruang rawat biasa dan diizinkan rawat jalan. Keparahan penyakit, komplikasi, morbiditas, status gizi serta metabolik, dan kontrol glikemik memengaruhi luaran klinis dan tingkat mortalitas pada pasien DMT2 dengan sakit kritis.

Patients with type 2 diabetes mellitus (T2DM) are at risk of experiencing complications due to hyperglycemia which aggravate morbidity, and contribute to the incidence of critical illness. Nutritional management in this condition aims to overcome hyperglycemia, which is expected to increase clinical outcomes, prevent progression of complications, shorten the critical illness phase and length of hospital stay (LOS). Two out of four patients are female and the rest are male, with an age range of 55–67 years. Two patients experienced respiratory failure, one patient with recurrent status epilepticus, and one patient with intraoperative deterioration requiring intensive care. All patients had complications of T2DM. The nutritional status of the patients was moderate malnutrition, overweight, obese I, and severe malnutrition, in order. Three patients received nutritional medical therapy since the initial acute phase of critical illness, while the rest after more than seven days of intensive care. Nutritional medical therapy that is given during intensive care, includes the fulfillment of energy, macronutrients, and micronutrients in accordance with the clinical condition, nutritional and metabolic status, and tolerance of patient intake. Energy intake of the four patients ranged from 20–29 kcal/kg BW/day and protein intake reached 1.3 g/kg BW/day. The mean intake of fat and carbohydrates was 20–29% and 51–67% of total calories, respectively. All patients received micronutrients according to the patient's disease. The fulfillment of specific nutrients, in the form of monounsaturated fatty acids (MUFA), comes from enteral nutrition that contains these nutrients. During treatment, all patients still had hyperglycemia, but when compared to the initial treatment, two patients had improved glycemic control, inflammatory and infection marker, while the rest still had hyperglycemia. Longer duration of intensive care and hospitalization was found in patients with malnourished nutritional status, poor glycemic control, and unwell treated inflammation. All patients can pass through the critical illness phase and step down to regular ward. However, two patients with malnutrition and poor hyperglycemia died in the regular ward due to worsening infection and inflammation. Meanwhile, the rest were allowed outpatient care. Disease severity, complications, morbidity, nutritional and metabolic status, and glycemic control affect clinical outcomes and mortality rates in critically ill T2DM patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>