Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129372 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ruth Nadya
"Latar belakang. Pandemi akibat COVID-19 telah menyebabkan jutaan kematian di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Anak, sebagai salah satu kelompok berisiko juga rentan terinfeksi. Hingga saat ini belum ada bukti definitif pengobatan etiologi terhadap COVID-19. Pemberian vitamin C dosis tinggi, yang diketahui memiliki efek antivirus, antioksidan, antiinflamasi, dan imunomodulator, menjadi salah satu pilihan terapi potensial pada pengelolaan COVID-19. Akan tetapi, belum ada data terkait pengaruhnya pada anak dengan COVID-19 dalam mempercepat penyembuhan.
Metode. Penelitian uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan pada anak dengan COVID-19 derajat ringan-sedang di RSCM antara Oktober 2021 sampai Maret 2022. Kelompok perlakuan diberikan vitamin C dosis maksimal, sedangkan kelompok kontrol diberikan vitamin C dosis berdasarkan angka kecukupan gizi. Luaran yang dinilai adalah durasi konversi menjadi negatif dan perbaikan gejala batuk, demam, diare, serta penggunaan oksigen. Analisis dilakukan untuk membandingkan pengaruh vitamin C yang diberikan pada kedua kelompok.
Hasil. Sebanyak 40 subjek terlibat dalam penelitian, terbagi atas 20 subjek pada kelompok perlakuan dan 20 subjek pada kelompok kontrol. Median durasi terjadinya viral clearance pada kelompok perlakuan adalah 12 hari sedangkan pada kelompok kontrol 15,5 hari (p=0,588). Durasi gejala batuk pada kelompok perlakuan dibanding kontrol memiliki median 6 dibanding 5 hari (p=0,629), pada gejala demam 2 dibanding 3 hari (p<0,05), pada keluhan diare 2 dibanding 4 hari (p=0,172), dan lama penggunaan oksigen pada kedua kelompok adalah 5 hari (p=0,647).
Simpulan. Pada penelitian ini, vitamin C oral dosis maksimal dapat mempersingkat durasi demam serta memiliki kecenderungan untuk mempercepat durasi terjadinya viral clearance dan hilangnya diare dibandingkan pemberian vitamin C dosis sesuai angka kecukupan gizi.

Background. COVID-19 pandemic has caused millions of deaths worldwide, including Indonesia. Children, as one of the risk groups are also susceptible to infection. To date, there is no definitive evidence of an etiologic treatment for COVID-19. Administration of high doses of vitamin C, which is known to have antiviral, antioxidant, anti-inflammatory, and immunomodulatory effects, is a potential therapeutic option in the management of COVID-19. However, there is no data regarding its effect in children with COVID-19 in accelerating healing.
Methods. A single-blind randomized clinical trial study was conducted on children with mild-moderate COVID-19 at Cipto Mangunkusumo hospital between October 2021 and March 2022. The treatment group was given the maximum dose of vitamin C, while the control group was given a dose of vitamin C based on recommended dietary allowance. The outcomes assessed were duration of negative conversion and improvement in symptoms of cough, fever, diarrhea, and oxygen use. An analysis was carried out to compare the effect of vitamin C administered on the two groups.
Result. A total of 40 subjects were involved in the study, divided into 20 subjects in intervention group and 20 subjects in control group. The median duration of viral clearance in the treatment group was 12 days while that in the control group was 15.5 days (p=0.588). The duration of cough symptoms in the treatment group compared to the control group had a median of 6 vs 5 days (p=0.629), for fever symptoms 2 vs 3 days (p<0.05), diarrhea complaints 2 vs 4 days (p=0.172), and duration oxygen use in both groups was 5 days (p=0.647).
Conclusion. In this study, the maximum dose of oral vitamin C can shorten the duration of fever and has a trend in accelerating the duration of viral clearance and diarrhea compared to recommended dietary allowance of vitamin C.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Dhita Alfara
"ABSTRAK
Tujuan
Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin C 1000 mg i.v dan E 400 mg oral selama empat hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehid (MDA) plasma. sebagai penanda stres oksidatif pada penderita luka bakar sedang berat.
Penelitian ini merupakan one group pre post tes yang memberikan suplementasi vitamin C t 000 mg i.v dan vitamin E 400 mg oral yang pada 13 subyek penelitian yaitu penderita luka bakar kategorl sedang berat dengan luas luka bakar kurang dari 60%, yang dirawat di Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data diperoleh melalui wawancara, rekam medik, pengukuran antropometri analisis asupan menggunakan metode food record, dan pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan kadar vitamin C, E serum dan MDA plasma pada sebelum dan setelah suplementasi. Analisis data untuk data berpasangan menggunakan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon, sedangkan untuk dua kelompok tidak berpasangan menggunakan uji Mann Whitney. Batas kemaknaan pada penelitian ini ada1ah 5o/a.
Sebanyak 13 orang subyek penelitian, terdiri dari perempuan 53.85o/o, dengan median usia 32 (18 55) subyek memiliki status gizi normal (61.54%), Median luas Juka bakar adalah 22 (5-57)%, dengan kasus terbanyak adalah luka bakar berat (61.50%), dan penyebab terbanyak adalah api (76.9%). Kadar vitamin C pasca suplementasi menga!ami sedikit peningkatan yang tidak bermakna. Kadar vitamin E subyek penelitian meningkat bermakna (p=0,016) pasca suplementasi, walaupun masih dalam kategori rendah. Kadar MDA pasca supiementasi mengalami penurunan bermakna(p=O,Ol9).
"
2009
T31989
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfida Fadhia
"Skripsi ini membahas hubungan pengetahuan gizi dan faktor lainnya dengan asupan vitamin C. Penelitian menggunakan desain studi cross-sectional dengan total sampel 290. Penelitian ini dilakukan di Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia dengan sasaran mahasiswa RIK UI angkatan 2013 pada tahun 2014. Analisis hubungan menggunakan chi square, uji t independen, dan regresi logistik ganda. Hasil yang didapat adalah sebanyak 62,4 % mahasiswa tidak mencukupi kebutuhan vitamin C perhari dan faktor yang berhubungan secara bermakna adalah konsumsi buah dan sayur, uang saku, dan konsumsi suplemen vitamin C. Tetapi tidak ada hubungan yang bermakna dengan pengetahuan gizi, kebiasaan sarapan, jenis kelamin, perilaku diet, ketersediaan buah dan sayur, dan durasi menonton televisi. Faktor dominan pada penelitian ini adalah konsumsi suplemen vitamin C.

This paper discusses about the relationship of nutrition knowledge and other factors with vitamin C intake. This study used a cross-sectional design with 290 of total sample and was conducted in Science Health of Universitas Indonesia and the target is college student batch 2013, Science Health of UI in 2014. Analyse used chi square, independent t-test, and multiple logistic regression. The result were 62,8 % of college student do not meet their recommended daily intake of vitamin C and the factors that significantly associated are fruit and vegetable consumption, pocket money, and consumption of vitamin C supplement. No significant relationship with nutrition knowledge, breakfast habits, gender, dieting, fruit and vegetable availability, and duration of television viewing. The dominant factor in this study was consumption of vitamin C supplement."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54900
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Erni
"ABSTRACT
Objective : To study the eH`ect of vitamin C 1000 mg i.v and E 400 mg oral supplementation on serum c-reactive protein level as parameter of inflammation in burn patients.
Methods: This study was a one group pre post test that gave i.v 1000 mg vitamin C and oral 400 mg vitamin E supplementations to thirteen moderate-severe burn patients, with percentage of burn less than 60%, in burn unit Cipto Mangunkusumo Hospital. Data were collected using questionnaire, medical record, anthropometric measurement, dietary assessment using four consecutive days food record. Laboratory test for serum vitamin C, E and serum c-reactive protein levels- were evaluated before and after supplementations. Differences in mean values were assessed by Wilcoxon for the not normal distribution.
Results: Among thirteen subjects, Seven (53.80%) Subjects were female, median of age 35 (18-55) years. Body mass index in most subjects (69.2%) were categorized as normal. The median percentages of burn injury 22 (5~57)%, and the frequency of severe burn was 6l.50%, while the most cause of burn was flame (76.9%). Level of vitamin C after treatment was increased, but not significant. Level of vitamin E after treatment was significantly increased (p=0,016). Level of CRP after supplementation significantly increased (p=0.04).
Conclussion: There was significantly reduced of level serum CRP after four days vitamin C1000 mg i.v dan E 400 mg oral supplementations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32877
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Subiakto
"Dengan Vitamin E 200 mg Terhadap Penurunan Stres Oksidatif Dan Peningkatan Antioksidan Pada Teknisi Awaak Pesawat Terbang Militer. Stres oksidatif merupakan kondisi patologis tubuh yang disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan antara oksidan dengan antioksidan tubuh, yang menghasilkan radikal bebas yang dapat mengakibatkan kerusakan sel secara dini. Radikal bebas akan berikatan bahan penyusun sel meliputi lemak, protein dan DNA akibatnya sel mengalami kerusakan, sehingga sel tidak dapat beregenerasi yang berdampak timbulnya penyakit degeneratif. Teknisi awak pesawat terbang militer sebagai personel khusus dalam melakukan pekerjaan bersinggungan langsung dengan bahan-bahan oksidan, sehingga berisiko tinggi mengalami stres oksidatif. Vitamin C dan vitamin E merupakan antioksidan non enzim dari luar luar tubuh yang memiliki peran menghambat stres oksidatif, sehingga stres oksidatif tidak terjadi. Desain penelitian studi eksperimental dengan intervensi (intervention study) dengan randomized double blind controled trial. Besar sampel 206 orang terbagi dua kelompok yaitu kelompok intervensi besar sampel 103 orang diberikan suplemen kombinasi vitamin C 500 mg dengan vitamin E 200 mg dan kelompok kontrol besar sampel 103 orang diberikan placebo selama 40 hari tanpa putus. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden, pola dan jumlah konsumsi vitamin C, vitamin E dan nutrien makanan, yang diperoleh dari food frequecy questionnaire (FFQ) dan 24 jam recall, pemeriksaan stres oksidatif berdasarkan pemeriksaan kadar malondialdehyde (MDA) dan antioksidan berdasarkan pemeriksaan kadar glutathione (GSH) dalam serum darah pada pre dan post intervensi. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan stres oksidatif pada kelompok yang mendapatkan suplemen kombinasi vitamin C 500 mg dengan vitamin E 200 mg dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapatkan placebo, secara bermakna dengan p value 0,04 dengan besar efek - 0,089 nmol/mL, selang kepercayaan 95% (-0,17875 – 0,00095). Tidak terjadi peningkatan antioksidan pada kelompok yang mendapatkan suplemen kombinasi vitamin C 500 mg dengan vitamin E 200 mg dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mendapatkan placebo, secara tidak bermakna dengan p value 0,81 dengan besar efek -0,019 ug/mL, selang kepercayaan 95% (-0,140 – 0,180). Kata kunci : Suplemen Kombinasi Vitamin C dan Vitamin E, Stres Oksidatif, Antioksidan, Teknisi Awak Pesawat Terbang Milite

500 mg with Vitamin E 200 mg to Decrease Oxidative Stress and Increase Antioxidant on Technician Crew Military Aircraft. Oxidative stress is pathological condition body that is caused by imbalance between oxidants with antioxidants body, which produces free radicals that can lead cell damage early. Free radical will bind building blocks cell covering of fat, protein and DNA will result damage cell, so cell can not regenerate that affect onset of degenerative diseases. Technicians crew military aircraft as specialized personnel with activity job direct contact with material oxidant, thus high risk of oxidative stress. Vitamin C and vitamin E are antioxidant enzyme exogen outside body which has role inhibiting oxidative stress, so oxidative stress does not occur. The design study experimental studies with intervention randomized double blind controled trial. Sample size 206 people divided into two groups are intervention group with sample size 103 people are given supplements combination vitamin C 500 mg with vitamin E 200 mg and control group with sample size 103 people are given placebo for 40 days without break. Data collected include are characteristics of respondent, pattern and amount of consumption of vitamin C, vitamin E and nutrient food, derived from food frequecy questionnaire (FFQ) and 24-hour recall, examination of oxidative stress by checking levels malondialdehyde (MDA) and examination of antioxidant by checking levels glutathione (GSH) in blood serum in pre and post intervention. The results showed decrease oxidative stress in group intervention who are received suplement combination vitamin C 500 mg with vitamin E 200 mg compared with control group who are received placebo, are significant with p value 0.04 with effects size -0.089 nmol/mL, confidence interval 95 % (-0.17875 - 0.00095). No increase antioxidants in group intervention who are received supplement combination vitamin C 500 mg with vitamin E 200 mg compared with control group who are received placebo, are not significant with p value 0.81 with effects size -0.019 ug/mL, 95% confidence interval ( -0.140 - 0.180)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Vitamin A berperan dalam diferensiasi sel sehingga memodulasi diferensiasi sel TH2 menjadi IL-4.Infeksi A.lumbricoides merupakan suatu penyakit yang menginduksi dominansi respons imun sel TH2.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin A pada ibu hamil terinfeksi A.lumbricoidesterhadap sitokin IL-4.Penelitian ini menggunakan desain eksperimental analitik berdasarkan data sekunder.Total sampel yang digunakan adalah 39 sampel, terbagi menjadi dua kelompok, yaitu plasebo (21) dan vitamin A (18). Pemeriksaan telur per gram tinja (TPG) dilakukan dengan metode Kato-Katz, sedangkan konsentrasi IL-4 serum diperiksa dengan metode ELISA.Pemeriksaan tersebut dilakukan sebelum dan setelah intervensi.Sebelum intervensi, rerata konsentrasi IL-4 pada kelompok vitamin A 70,7 pg/mL, sedangkan kelompok plasebo 60,6 pg/mL.Setelah intervensi didapatkan perubahan konsentrasi IL-4 yang bernilai positif(p=0,000) pada kelompok vitamin A (53,98 pg/mL) dan plasebo (99,55 pg/mL). 16 dari 18 subjek penelitian di kelompok vitamin A mengalami peningkatan konsentrasi IL-4.Hal tersebut disertai penurunan telur per gram tinja (TPG) pada 17dari 18 subjek, namun secara statistik tidak bermakna (p=1,000).Pada kelompok plasebo, seluruh subjek penelitian mengalami peningkatan konsentrasi IL-4, akan tetapipenurunan TPG hanya terjadi pada 4 dari 21 subjek (p=1,000). Kesimpulan pada penelitian ini yaitupemberian vitamin A secara bermakna mempengaruhi perubahan konsentrasi sitokin IL-4 yang bernilai positif sehingga berdampak terhadap penurunan TPG A.lumbricoides pada ibu hamil terinfeksi., Vitamin A plays a role in cells differentiation so that it modulates TH2 differentiation into IL-4. A.lumbricoides infection generates a modified TH2 immune response during its course. The aim of this study is to know the effect of vitamin A supplementation among A.lumbricoides infected pregnant women on IL-4 serum concentration. This is a experimentalstudy based on a secondary data. Total sample used is 39 which divided into two groups, placebo(21) and vitamin A(18). Egg per gram (EPG) of feces is measured by using Kato-Katz method before and after intervention. ELISA is used to measure IL-4 serum concentration. After intervention, there was a significant differentiation (p=0,000) between the alteration of IL-4 serum concentration in vitamin A (mean=53,98 pg/mL) and placebo (mean=99,55 pg/mL) group. 16 of 18 subjects in vitamin A group had an increasing level of IL-4 serum concentration, followed by the reduction of EPG (p=1.000) in 17 of 18 subjects. On the other hand, IL-4 serum concentration increased in all subjects in placebo group but the reduction of EPG only happened in 4 of 21 subjects (p=1.000). The conclusion of this study is vitamin A supplementation significantly affect the alteration of IL-4 serum concentration. Besides, IL-4 may play a role to decrease EPG in A.lumbricoides infected pregnant women.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Vitamin A dapat menurunkan konsentrasi IFN-γ selama kehamilan agar kehamilan tersebut dapat berlangsung dengan sukses. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian vitamin A dosis rendah (6000 IU) dapat menekan konsentrasi IFN-γ . Penelitian sekunder ini, ibu hamil yang terinfeksi Ascaris lumbricoides di Kalibaru, Jakarta Utara terbagi dalam dua kelompok, vitamin A dan plasebo. Kelompok vitamin A diberikan vitamin A dosis rendah (6000 IU) selama 2 bulan. Pemeriksaan konsentrasi IFN-γ dengan metode ELISA dan telur per gram feses A. lumbricoides dengan metode Kato-Katz dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Pemberian vitamin A dosis rendah dapat menurunkan konsentrasi IFN-ɣ dalam serum (rerata penurunan -18.28 pg/mL) sedangkan di kelompok plasebo (rerata penurunan -34.32). Meskipun demikian, tidak terdapat perbedaan penurunan konsentrasi IFN-ɣ yang bermakna antara ibu hamil di kelompok vitamin A dan di kelompok plasebo (p=0.746). Penurunan konsentrasi sitokin IFN-ɣ yang terjadi pada ibu hamil berkorelasi negatif dan tidak bermakna dengan penurunan telur per gram feses A. lumbricoides pada kedua kelompok penelitian. Penelitian ini memberikan indikasi bahwa pemberian vitamin A dosis rendah bermanfaat bagi ibu hamil yang terinfeksi A. lumbricoides serta dapat menurunkan konsentrasi IFN-ɣ dalam serum., Vitamin A can reduce IFN-ɣ concentration during pregnancy to maintain the safety of the fetus in the uterus. The purpose of this research is to prove that the supplementation of low dosage vitamin A (6000 IU) suppresses IFN-ɣ concentration. In this secondary research, the pregnant women infected by Ascaris lumbricoides in Kalibaru, North Jakarta, are divided into two groups, the one with vitamin A and the other one with the placebo. Pregnant women in vitamin A group were given low dosage of vitamin A (6000 IU) for 2 months. IFN-ɣ concentration measurement with the ELISA method and egg per grams feces of A. lumbricoides with Kato-Katz method was performed before and after intervention. The supplementation of low dosage vitamin A decreased IFN-ɣ concentration in serum (-18.28 pg/mL) while in the other group, supplementation of placebo (-34.32). Even so, there was not any significant reduction of IFN-ɣ concentration between pregnant women in vitamin A group and in placebo group (p=0.746). The reduction of IFN-ɣ cytokine concentration in the pregnant women was negatively correlated and insignificant with reduction in egg-per-gram feces of the A. lumbricoides in both groups. This research indicates that the supplementation of low dosage vitamin A is beneficial to pregnant women infected by A. lumbricoides by suppressing the IFN-ɣ concentration]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Vitamin A dapat memodulasi sel T helper 2 sehingga produksi IL-13 meningkat yang berperan untuk menurunkan intensitas infeksi Ascaris lumbricoides. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin A dosis rendah (6000 IU per hari) terhadap konsentrasi IL-13 pada ibu hamil yang terinfeksi A. lumbricoides. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental analitik dari data sekunder yang didapatkan dari penelitian sebelumnya. Data sekunder yang digunakan adalah konsentrasi IL-13 pada ibu hamil yang terinfeksi A. lumbricoides yang telah dibagi menjadi kelompok vitamin A (n=18) dan plasebo (n=21). Metode pemeriksaan konsentrasi IL-13 menggunakan ELISA dan intensitas infeksi A. lumbricoides dengan metode Kato-Katz. Setelah intervensi, terdapat perubahan konsentrasi IL-13 yang bernilai positif pada kelompok vitamin A maupun plasebo. Rerata perubahan konsentrasi IL-13 pada kelompok vitamin A sebesar 11,25 pg/mL. Pada kelompok plasebo didapatkan rerata perubahan konsentrasi IL-13 sebesar 18,46. Selain itu, pada kelompok vitamin A didapatkan 12 (p=1,000) subjek penelitian mengalami peningkatan IL-13 disertai penurunan TPG. Berbeda dengan kelompok plasebo, hanya 3 (p=1,000) subjek penelitian yang mengalami peningkatan IL-13 disertai dengan penurunan TPG. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemberian vitamin A menyebabkan perubahan konsentrasi IL-13 yang bernilai positif, sehingga berpengaruh terhadap penurunan TPG A.lumbricoides pada subjek penelitian., Vitamin A can modulate the T helper 2 cell that increase the production of IL-13 which reduce the intensity of Ascaris lumbricoides infection. This research is to find out the effect of low dosage vitamin A (6000 IU) to pregnant woman who infected by A. lumbricoides. Furthermore, this research using the experimental analytic design from secondary data of previous research. The secondary data which is the concentration of IL-13 in pregnant woman who infected by A. lumbricoides is splited into vitamin A group (n=18) and placebo group (n=21). The methode of measuring the IL-13 concentration is using the ELISA, while calculate the A. lumbricoides infection using Kato-Katz methode. After the intervention, there is positive change for IL-13 concentration in vitamin A and placebo group. The average change of IL-13 in vitamin A group is 11,25 pg/mL, while in placebo group is 18,46 pg/mL. Moreover, 12 (p=1,000) of test subjects experienced the increase of IL-13 followed by decreased TPG in vitamin A group. On the other hand, it is just 3 (p=1,000) of test subjects experienced the increase of IL-13 with declining of TPG in placebo group. The result of this research shows that the vitamin A gives positive change of IL-13 concentration with the decrease of TPG.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syavina Maura Zahrani
"Endometriosis merupakan penyakit inflamasi kronis pada organ reproduksi wanita dengan gejala utama nyeri pelvis kronis, dismenore, dan dispareunia yang dapat disebabkan oleh stres oksidatif akibat rendahnya kadar antioksidan, seperti vitamin C, sehingga terjadi kerusakan sel. Levonorgestrel adalah terapi hormonal yang sering digunakan untuk meredakan rasa nyeri pada endometriosis, tetapi dapat memperberat proses inflamasi, sehingga dibutuhkan suatu terapi adjuvan, seperti propolis yang mengandung antioksidan yang tinggi. Penelitian ini menggunakan desain uji klinis dengan alokasi acak dan tersamar ganda. Subjek penelitian adalah 24 wanita yang sedang mendapatkan terapi implan levonorgestrel dan diminta untuk menerima propolis atau plasebo dua kali sehari dengan dosis 1 tetes/10 kg berat badan (kgBB) per kali. Sampel darah kemudian diambil pada 4 minggu setelah intervensi dan dilakukan pemisahan serum. Pengukuran kadar vitamin C serum dilakukan dengan metode spektrofotometri dan analisis statistik dilakukan dengan uji t tidak berpasangan apabila data berdistribusi normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (p<0,001), yaitu kadar vitamin C serum lebih tinggi pada kelompok propolis (0,202+0,057) dibandingkan kelompok plasebo (0,069+0,028). Dengan demikian, pemberian propolis meningkatkan kadar vitamin C serum pada pasien endometriosis setelah intervensi 4 minggu. 

Endometriosis is a chronic inflammatory reproductive disease in women which main symptoms are chronic pelvic pain, dysmenorrhea, and dyspareunia that can be triggered by oxidative stress due to decreased antioxidants, such as vitamin C that may cause cell damage. Levonorgestrel is a hormonal therapy that is commonly used for endometriosis to relieve pain but it can worsen the inflammatory process, so an adjuvant therapy is needed, such as propolis that contains high antioxidant level. This study used clinical trial design with random allocation and double-blinded. The study subject is 24 women that receive levonorgestrel therapy and were asked to consume propolis or placebo randomly two times a day with a dose of 1 drop/10 kg body weight (kgBW) per time. Blood samples were then taken after 4 weeks and serum separation was performed. Serum vitamin C levels were measured using spectrophotometric method and statistical analysis used independent t-test if the data were normally distributed. The result showed that there is a significant difference between the two groups (p<0,001), in which the concentration of serum vitamin C is higher in the propolis group (0,202+0,057) compared to the placebo group (0,069+0,028). In conclusion, the administration of propolis results in significantly higher serum vitamin C concentration after 4-week intervention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Farah Hilma
"Salah satu peran sistem imunitas terhadap infeksi M.leprae adalah respons makrofag melalui interaksinya dengan vitamin D dan reseptor vitamin D (RVD). Interaksi vitamin D dengan RVD pada berbagai sel imun akan menstimulasi ekspresi katelisidin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kadar serum 25-hydroxyvitamin D (25(OH)D) dan kadar plasma RVD serta hubungannya dengan IB pada pasien kusta. Penelitian ini berupa observasional-analitik dengan desain potong lintang. Sebanyak 28 subjek penelitian (SP) menjalani pemeriksaan slit-skin smear kemudian diagnosis kusta ditegakkan berdasarkan tanda kardinal kusta. Penelitian ini juga menilai kecukupan pajanan matahari menggunakan kuesioner pajanan matahari mingguan. Kadar serum 25(OH)D diperiksa dengan metode chemiluminescent immunoassay (CLIA) dan kadar plasma RVD dilakukan dengan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Median kadar serum 25(OH)D adalah 12,68 ng/ml (4,88 – 44,74). Median kadar plasma RVD adalah 1,36 ng/ml (0,26 – 8,04). Berdasarkan analisis regresi multivariat, tidak terdapat hubungan antara IB dengan kadar serum 25(OH)D dan kadar plasma RVD (R square = 0,055). Tedapat korelasi positif kuat antara kadar serum 25(OH)D dengan skor pajanan sinar matahari (r = 0,863; p < 0,001).

One of many immunity system’s roles against M. leprae infection is macrophage response through its interaction with vitamin D and vitamin D receptor (VDR). The interaction between vitamin D and VDR in various immune cells will stimulate the expression of cathelicidin. The objective is to analyze the serum level of 25-hydroxyvitamin D₃ (25(OH)D) and plasma level of VDR as well as their association with IB in leprosy patients. This observational analytic study was performed with cross-sectional design. A total of 28 subjects underwent a slit-skin smear examination and then the diagnosis of leprosy was made based on the cardinal signs. This study also assessed the patient’s sun exposure with weekly sun exposure questionnaire. Serum 25(OH)D level was assessed with chemiluminescent immunoassay (CLIA) method and RVD plasma level was measured by enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Median serum level of 25(OH)D was 12.68 ng/ml (4.88 – 44.74). Median plasma level of VDR was 1.36 ng/ml (0.26 – 8.04). Based on multivariate regression analysis, there was no significant association between BI and serum level of 25(OH)D and plasma level of VDR (R square = 0.055). There was strong positive correlation between serum level of 25(OH)D and sun exposure score (r = 0.863; p < 0.001)."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>