Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170999 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alifia Putri Yudanti
"Kerajaan Kedah adalah salah satu kerajaan yang ramai dikunjungi pedagang dari berbagai negara karena letaknya di pesisir pantai. Oleh karena perkembangan penduduknya yang pesat, pemerintah akhirnya membuat Undang-undang Kedah untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Salah satunya adalah Undang-undang Kedah ML 25 yang berisi pasal pernikahan. Di dalamnya, terdapat besaran mahar yang merupakan hasil implementasi agama Islam dan Hindu. Konsep mahar yang dimiliki oleh agama Islam berakulturasi dengan agama Hindu, yaitu sistem kasta. Hal ini ditunjukkan pada syarat mahar yang besarannya disesuaikan dengan kasta para calon perempuan. Oleh karena itu, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh agama Hindu dan Islam pada syarat mahar yang terdapat dalam pasal pernikahan UUK ML 25. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan kajian tekstologi dengan pendekatan historis dan sosiologi hukum. Adapun metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif untuk menjabarkan secara rinci. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang raja mampu menggunakan kekuasaannya dengan mengimplementasikan dua konsep berbeda yang dimiliki agama Hindu dan Islam melalui Undang-undang Kedah untuk kepentingan pemerintahannya.

The kingdom of Kedah is one of the kingdoms that is crowded with traders from various countries because of its location on the coast. Due to the rapid development of its population, the government finally made the Kedah Law to regulate the lives of its people. One of them is Undang-undang Kedah ML 25 which contains articles on marriage. In the article, There is regulation for the amount of dowry which is the result of the implementation of Islam and Hinduism. The concept of dowry which is owned by Islam is acculturated with Hinduism, namely the caste system. In terms of dowry, the amount is adjusted to the caste of the female bride to be. Therefore, the problem raised in this study is how the influence of Hinduism and Islam on the dowry requirements contained in the marriage article UUK ML 25. To answer this problem, this study uses a textological study with a historical and sociology of law approach. The method used is descriptive qualitative to describe in detail. The results of this study indicate that a king is able to use his power by implementing the different concepts of two religions, Hinduism and Islam, through the Kedah Law for the benefit of his government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Kartika Aribasah
Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azmi Abdul Aziz
"Utang mahar dalam masyarakat Adat Bayan menjadi kebiasaan dalam perkawinan Adat Bayan Beleq karena ketimpangan antara besarnya permintaan mahar calon pengantin wanita dengan kemampuan ekonomi calon pengantin pria. Masyarakat adat Bayan mayoritas beragama Islam. Besarnya mahar sudah ditentukan menurut strata sosial (keturunan) namun dikembalikan lagi kepada kesepakatan dua keluarga dengan disaksikan tokoh adat. Jatuh tempo utang mahar menurut kebiasaan adalah dua tahun. Rumusan masalah terkait bagaimana perikatan utang mahar perkawinan Masyarakat Adat Bayan, perspektif hukum perikatan Islam terhadap utang mahar yang belum terbayar pasca perceraian dalam kasus Masyarakat Adat Bayan. Solusi alternatif penyelesaian utang mahar dalam kasus perceraian Masyarakat Adat Bayan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan jenis data primer dan sekunder jenis metodologi penelitian yaitu preskriptif. Teknik pengumpulan data selain menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier, penulis melakukan wawancara kepada beberapa narasumber yang berkaitan dengan penelitian. Terdapat sembilan ritual adat termasuk nikah secara agama untuk sampai kepada acara nikah adat. Perikatan terjadi dengan cara musyawarah antara keluarga laki laki dan keluarga perempuan disaksikan oleh beberapa tokoh adat. Pelaksanaan akad utang mahar tidak sesuai dengan ketentuan Hukum perikatan Islam. Utang mahar harus dilakukan dengan cara suami meminjam uang atau kerbau kepada keluarga perempuan atau calon pasangannya.

The dowry debt in the Bayan Indigenous community has become a habit in the Bayan Beleq Indigenous marriage because of the disparity between the magnitude of the request for the bride's dowry and the economic capacity of the groom. The majority of the Bayan indigenous people are Muslim. The amount of the dowry has been determined according to social strata (descendants) but is returned to the agreement of two families in the presence of traditional leaders. The maturity of the dowry debt according to custom is two years. The formulation of the problem is related to how the marriage dowry debt of the Bayan Indigenous Community, the legal perspective of the Islamic engagement on the unpaid dowry debt after the divorce in the case of the Bayan Indigenous Community, alternative solutions for the settlement of the dowry debt in the divorce case of the Bayan Indigenous Community. This research is a normative legal research with secondary data types. The type of research methodology is prescriptive. Data collection techniques in addition to using primary, secondary and tertiary legal materials, the authors conducted interviews with several sources related to research. There are nine traditional rituals including religious marriage to arrive at the traditional wedding ceremony. The engagement occurs by means of deliberation between the male and female families witnessed by several traditional leaders. The implementation of the dowry debt contract is not in accordance with the provisions of Islamic law. Dowry debts must be made by the husband borrowing money or buffalo from the woman's family or potential partner."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Purborini
"Tesis ini membahas mengenai pengaturan pembuatan perjanjian perkawinan yang berisi hal-hal lain yang diperjanjikan selain harta kekayaan yang dengan mengkaitkannya terhadap pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan implementasinya oleh Notaris. Permasalahan dalam penulisan ini ialah seperti apa batasan isi perjanjian perkawinan yang tidak hanya memuat tentang harta kekayaan saja dan praktek pembuatan akta perjanjian perkawinan oleh Notaris. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis dan dianalisa dengan metode kualitatif. Batasan perjanjian perkawinan menurut pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah tidak melanggar hukum, agama dan kesusilaan. Hasil penelitian ini bahwa perjanjian perkawinan harus tidak melanggar hukum positif yang ada di Indonesia, memenuhi prinsip religious married dan civil married sesuai dengan norma-norma yang ada didalam masyarakat. Selain itu, praktek pembuatan perjanjian perkawinan yang menambahkan klausul selain harta kekayaan oleh Notaris dapat dilakukan oleh Notaris sepanjang dalam praktek pembuatan perjanjian perkawinan tetap memuat pokok utama tentang harta kekayaan (harta benda). Notaris memiliki subjektivitasnya masing-masing dalam membuat perjanjian perkawinan, hal ini didasarkan atas pengetahuan, pengalaman, latar belakang dan perspektif notaris masing-masing.

This thesis discusses the arrangements for making a marriage agreement that contains other matters that are agreed to besides the assets that relate to article 29 paragraph 2 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage and its implementation by Public Notary. The problem in this paper is what is the limitation of the contents of the marriage agreement that does not only contain assets and the practice of making a marriage agreement by a notary. This research is a normative juridical research with descriptive analytical research type and analyzed with qualitative methods. Limitation of marriage agreements according to article 29 paragraph 2 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage is not against the law, religion and morality. The results of this study that marriage agreements must be relate with the positive laws that exist in Indonesia, also relate with the principles of religious married and civil married in accordance with existing norms in society. In addition, the practice of making marriage agreements that add clauses other than assets by a notary can be carried out by a notary as long as in practice the marriage agreement is still made to contain the main points of assets (property). Notary public has their own subjectivity in making marriage agreements, this is based on their notary knowledge, experience, background and perspective.
"
2019
T54771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Yasmine
"Kasus pembatalan perkawinan terjadi hampir di Pengadilan Agama di seluruh Indonesia, hal ini terjadi karena masing-masing suami isteri memiliki karakter dan keinginan yang berbeda. Pembatalan perkawinan pada pengadilan agama Jakarta Selatan dan Putusan Mahkamah Agung Cimahi Bandung merupakan pembatalan yang tidak bisa dihindari. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam akibat hukum terhadap hak anak akibat pembatalan perkawinan adalah statusnya jelas merupakan anak sah. Sedangkan terhadap hubungan suami-isteri putusan pembatalan perkawinan maka perkawinan mereka dianggap tidak pernah terjadi. Putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Agama tentang pembatalan perkawinan sudah sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya pembatalan perkawinan adalah mengoptimalkan peran KUA dalam menjalankan perannya yaitu memeriksa kelengkapan administrasi pendaftaran dan melakukan pemeriksaan status atau kebenaran data dan peran majelis hakim dapat mendamaikan suami isteri dengan mengupayakan perdamaian melalui mediasi. Kendala yang dihadapi dalam menghindari pembatalan adalah kendala administratif dan kendala psikologis.

Marriage annulment cases occur almost religious courts in Indonesia, this occurs because the husband and wife each have a different character and desire. Annulment of marriage on religious courts Kediri, South and Supreme Court decisions are unavoidable cancellation. According to Law Number 1 of 1974 concerning marriage and Islamic Law Compilation legal consequences for children's rights is due to the cancellation of marriage status is clearly a legitimate child. While the husband-wife relationship marriage annulment decision then their marriage is considered never happened. Decision of the Supreme Court and Religion of the cancellation of the marriage was in accordance with Islamic law and the Act Number 1 of 1974 On marriage. Efforts to do to avoid the cancellation of marriage is to optimize the role of KUA in their role Checking the completeness of registration and inspection status / accuracy of data and the role of judges to reconcile husband and wife with work for peace through mediation. Constraints faced in avoiding cancellation is administrative constraints and psychological constraints."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Junarwati
"ABSTRAK
Berdasarkan Pasal 57 Undang-undang Perkawinan,perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 mengakibatkan kedudukan wanita dalam menentukan kewarganegaraannya dan kewarganegaraan anak dibatasi. Anak mengikuti kewarganegaraan ayahnya dan perempuan sebagai isteri mengikuti kewarganegaraan suami demi mencapai kesatuan hukum dalam keluarga. Indonesia tidak menghendaki adanya dwi kewarganegaraan. Implementasi dari Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 berakibat adanya perlakuan diskriminatif terhadap perempuan. Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958 kemudian dirubah karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan pada saat ini. Atas desakan dari para keluarga dari perkawinan campuran maka pemerintah mengganti Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 dengan Undang-undang Kewarganegaraan nomor 12 Tahun 2006. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 menyatakan anak-anak mempunyai dwi kewarganegaraan terbatas sampai mereka berusia 18 tahun dan setelah usia 18 tahun mereka dapat memilih kewarganegaraannya. Undang-undang ini telah membawa perubahan dibidang kewarganegaraan terhadap status anak akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan kedudukan perempuan dalam perkawinan campuran. Tradisi Patriarki yang masih mempengaruhi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 yaitu Pasal 26 ayat 1 yang menyatakan isteri WNI mengikuti kewarganegaraan suami WNA apabila hukum dari negara suami menentukan demikian. Begitu juga sebaliknya isteri seharusnya tidak kehilangan kewarganegaraan WNInya karena menikahi WNA dan status hukum isteri seharusnya tidak diikutkan dengan status hukum suami. Hak Asasi perempuan untuk memperoleh status kewarganegaraan beserta segala hak yang melekat pada status tersebut."
2007
T17050
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
346.016 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pradnya Paramita, 1991
346.016 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Pembaruan, 1960
346.016 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>