Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52119 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmat Ibrahim
"Latar belakang: Jeruk memiliki khasiat untuk kesehatan karena megandung vitamin, antioksidan, dan senyawa lain. Jeruk purut (Citrus Hystrix) merupakan jenis jeruk yang memiliki senyawa fenol yang tinggi. Jeruk purut memilki potensi antibakteri terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Daun jeruk purut mengandung senyawa bioaktif seperti flavonoids, fenolik, tannin dan minyak esensial. Pada fase vegetative, kandungan flavonoid jeruk purut tertinggi pada daun tua. Efek antibakteri flavanoids adalah dengan mekanisme menghambat sintetik asam nukleat, menghambat fungsi membran sitoplasma sel, dan merubah permeabilitas membran sehingga memengaruhi sifat patogenitas bakteri Tujuan: Mendapatkan perbedaann efek antibakteri berbagai konsentrasi larutan ekstrak daun jeruk purut terhadap biofilm Enterococcus faecalis. Mendapatkan perbedaan efek antibakteri larutan ekstrak daun jeruk purut konsentrasi 2,5%, 5%, 10% dan 20% dan NaOCl 2,5% terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Metode: Empat kelompok sampel diuji dengan larutan ekstrak daun jeruk purut masing masing 2,5%, 5%, 10%, dan 20%. Kelompok kontrol positif dilakukan pemaparan NaOCl 2,5%, dan kelompok kontrol negatif tanpa perlakuan. Efek antibakteri dilihat dari jumlah koloni pada media BHI agar. Hasil: Rerata koloni bakteri Enterococcus faecalis dari masing masing kelompok dengan nilai p=0,00 (berbeda bermakna). Nilai koloni tertinggi pada kelompok kontrol negatif dan larutan ekstrak daun jeruk purut 2,5% dan terendah pada kelompok kontrol positif dan larutan ekstrak daun jeruk purut 20%. Kelompok ekstrak daun jeruk purut dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 10% dan 20% menunjukan perbedaan bermakna dengan kompok positif NaOCl 2,5% dan kelompok kontrol negatif. Kelompok ekstrak daun jeruk purut dengan konsentrasi 2,5% juga memiliki perbedaan bermakna dengan konsentrasi 10% dan 20%. Kesimpulan: Konsenstrasi larutan ekstrak daun jeruk purut 20% memiliki efek antibakteri Enterococcus faecalis yang paling baik dibandingkan pada konsentrasi 10%, 5%, 2,5%. Efek antibakteri larutan ekstrak daun jeruk purut 2,5%, 5%,10% dan 20% terhadap bakteri Enterococcus faecalis lebih rendah dibandingkan dengan larutan NaOCl 2,5%.

Citrus contains vitamin, antioxidant, and other compounds that beneficial to the health. Lime (Citrus Hystrix) contains high concentration of phenol that has antibacterial potential against gram-positive and gram-negative bacterias. Lime leaf contains bioactive compounds such as flavonoids, phenolic, tannin, and essential oils. In vegetative state, old lime leaf contains the highest concentration of flavonoids. Flavonoids inhibit synthetic of nucleatic acid and citoplasmic cell membrane's function of bacteria, and affect bacterial pathogenetic by altering its membrane permeability.Objective: To obtain the difference of antibacterial effects of various lime extract concentration (2,5%; 5%; 10%; and 20%) and 2,5% of NaOCl against Enterococcus faecalis biofilm. Methods: Four sample groups tested using 2,5%; 5%; 10%; and 20% concentration of lime extract. 2,5% concentration of NaOCl was used as positive control group and no treatment was used as negative control group. Antibacterial effects were observed by the amount of bacterial colonies in BHI agar. Results: The mean of Enterococcus faecalis in each group with p=0.00 (significant). Negative control group and 2.5% lime extract concentration group had the highest amount of bacterial colonies. Positive control group and 20% lime extract concentration group had the lowest amount of bacterial colonies. All sample groups showed significant difference with positive and negative control group. 2.5% lime extract group had significant difference with group of 10% and 20% lime extract concentration. Conclusion: 20% lime extract concentration showed higher potential of antibacterial against Enterococcus faecalis than 2,5%; 5%; and 20% concentration. Antibacterial effects of lime extract in every concentration groups were lower than 2,5% NaOCl"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarafina Ramadhanisa Kurnianto
"Penyakit COVID-19 merupakan penyakit infeksi yang diakibatkan oleh SARS-CoV-2 yang menyerang saluran pernapasan. Hingga saat ini belum ditemukan obat penyembuh COVID-19 dan upaya yang dilakukan ialah pemberian vaksin sehingga perlu adanya peningkatan imunitas manusia. Mpro SARS-CoV-2 merupakan enzim yang berfungsi untuk replikasi virus di sel inang, sehingga dapat menjadi target inhibisi. Pada penelitian ini dilakukan simulasi in silico terhadap senyawa flavonoid pada tumbuhan meniran hijau, yaitu Astragalin, Isoquercitrin, Quercitrin, dan Rutin dengan Quercetin sebagai ligan kontrol. Analisis prediksi ADMET menunjukkan bahwa semua ligan menunjukkan potensi yang aman untuk digunakan sebagai obat pada manusia, kecuali Rutin. Keempat ligan menunjukkan skor yang baik pada hasil penambatan molekuler dimana memiliki skor penambatan dan MM-GBSA yang lebih rendah dibanding Quercetin. Studi dinamika molekuler selama 20 ns menunjukkan bahwa semua ligan memiliki kestabilan interaksi yang baik dengan Quercetin dan Isoquercitrin cenderung memiliki kestabilan yang paling baik. Secara keseluruhan dihasilkan bahwa Isoquercetrin menunjukkan potensi yang lebih baik sebagai inhibitor Mpro SARS-CoV-2 dengan skor penambatan -11,973 kcal/mol, rata-rata RMSD 1,652Å, niali RMSF tertinggi 2,12Å, berinteraksi dengan 25 residu protein, dan memiliki 12 torsi dengan strain energy 0,748 kcal/mol.

COVID-19 is an infectious disease caused by SARS-CoV-2 which attacks the respiratory tract as the main target. Until now, no cure for COVID-19 has been found and the efforts made are vaccines distribution, so it is necessary to increase daily human immunity. Mpro SARS-CoV-2 is an enzyme for viral replication in host cells, so it can be a target of inhibition. In this study, an in-silico simulation of flavonoid compounds in green meniran plants was carried out, namely Astragalin, Isoquercitrin, Quercitrin, and Rutin with Quercetin as a control ligand. Predictive analysis of ADMET properties showed that all ligands showed good safety for use as drugs in humans, except Rutin. The four ligands showed good scores on molecular docking results which had lower binding scores and MM-GBSA than Quercetin. Molecular dynamics simulation for 20 ns showed that all ligands had good interaction stability and Quercetin and Isoquercitrin tended to have the most stable interaction. Overall, it was found that Isoquercetrin showed better potential as an Mpro SARS-CoV-2 inhibitor with a binding score of -11.973 kcal/mol, an average RMSD of 1.652Å, the highest RMSF value of 2.12Å, interacted with 25 protein residues, and had 12 torque with a strain energy of 0.748 kcal/mol."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Indriani
"Flavonoid, senyawa polifenol yang banyak terdapat di alam yang diketahui memiliki aktivitas farmakologi sebagai antifungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi, insektisida, bakterisida, antivirus, antioksidan, dan menghambat kerja enzim. Kulit batang Caesalpinia ferrea C. Mart dilaporkan memiliki kandungan flavonoid.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis aktivitas penghambatan enzim arginase dan penetapan kadar flavonoid total pada ekstrak kulit batang Caesalpinia ferrea C. Mart dengan metode kalorimetri AlCl3. Simplisia kulit batang Caesalpinia ferrea C. Mart diekstraksi bertingkat dengan metode refluks menggunakan tiga pelarut yang berbeda kepolaran yaitu n-heksana, etil asetat, dan metanol. Tiap ekstrak diuji aktivitas penghambatannya terhadap enzim arginase dan dilakukan penetapan kadar flavonoid pada ekstrak yang memiliki nilai inhibisi tertinggi.
Ekstrak metanol menunjukkan penghambatan terhadap aktivitas enzim arginase 12,81 pada kadar 100 g/mL dan kandungan flavonoid 2 mgQE/g ekstrak. Hasil penapisan fitokimia pada ekstrak etil asetat kulit batang Caesalpinia ferrea mengandung flavonoid, tanin, saponin, steroid, dan terpenoid. Sedangkan ekstrak metanol kulit batang Caesalpinia ferrea mengandung flavonoid, tanin, saponin, dan steroid.

Flavonoids, polyphenolic compounds that are ubiquitous in nature, has known pharmacology active as antifungal, diuretic, antihistamin, antihypertension, insecticide, bactericide, antiviral, antioxidant, and enzim inhibitor. Previous research showed that Caesalpinia ferrea C. Mart stem bark contain flavonoid compound.
The research aimed to analyze arginase inhibitory activity and determination of total flavonoid content from Caesalpinia ferrea C. Mart stem bark by AlCl3 colorimetric method. Dried Caesalpinia ferrea C. Mart stem barks were successively extracted by reflux method using three solvent with gradient polarity n hexane, ethyl acetate, and methanol. Each extract was tested for determining arginase inhibitory activity and total flavonoid content was conducted on extract with highest arginase inhibition.
Methanolic extract showed arginase inhibitory activity of 12.81 at 100 g mL and flanonoid content 2 mgQE g respectively. Phytochemical screening shows that Caesalpinia ferrea stem bark ethyl acetate extract contains flavonoids, tannins, saponins, steroids, and terpenoids, meanwhile Caesalpinia ferrea stem bark methanolic extract contains flavonoids, tannins, saponins, and steroids."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Wulansari
"Caesalpinia coriaria Jacq. Willd. tanaman Dewi merupakan salah satu dari 500 lebih jenis suku Caesalpiniaceae. Penelitian kandungan fitokimia dan efek farmakologis terhadap jenis ini masih terbatas meskipun tanaman ini telah dimanfaatkan secara tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dari ekstrak kulit batang C. coriaria dalam menghambat aktivitas arginase. Simplisia kulit batang tanaman dewi diekstraksi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol secara refluks. Masing-masing ekstrak diuji penghambatannya terhadap aktivitas arginase dan dilakukan penetapan kadar flavonoid total serta penapisan fitokimia dari ekstrak yang memiliki aktivitas penghambatan.
Hasil uji penghambatan aktivitas arginase menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dan metanol dengan konsentrasi 100 g/mL memberikan rata-rata nilai penghambatan sebesar 14,43 dan 33,59 berturut-turut. Kandungan total flavonoid dalam ekstrak etil asetat dan metanol berturut-turut adalah 6,30 dan 7,75 mgQE/gram sampel. Pada penapisan fitokimia yang dilakukan, diketahui bahwa ekstrak etil asetat mengandung golongan senyawa flavonoid, tanin, saponin, dan steroid. Sementara, ekstrak metanol mengandung golongan senyawa flavonoid, tanin, dan saponin. Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa ekstrak kulit batang C. coriaria memiliki potensi aktivitas penghambatan aktivitas arginase yang rendah.

Caesalpinia coriara Jacq. Willd. Dewi tree is one of over 500 species of Caesalpiniaceae family with a very minimum research about its phytochemical content and pharmacological effect although it has been already used traditionally. This research aims to gain information about the potency of bark extract of Caesalpinia coriaria Jacq. Willd in inhibiting arginase activity. Bark of Dewi tree was extracted under reflux condition with n hexane, ethyl acetate, and methanol. Each extract was tested its activity in inhibiting arginase activity. Total flavonoid and phytochemical content were determined from the most active extract.
Arginase activity inhibition test showed that ethyl acetate and methanol extracts had an average inhibition value of 14.43 and 33.59 , respectively on concentration of 100 g mL. The total flavonoid content of ethyl acetate and methanol extract was 6.30 and 7.75 mgQE gram sample, respectively. In phytochemical screening test, the results showed that ethyl acetate extract contains flavonoid, tannin, saponin, and steroid. Meanwhile, methanol extract contains flavonoid, tannin, and saponin. The conclusion of this research is C. coriaria bark extracts had low potency of activity as arginase inhibitor."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gyachienta Nuriftitie Pranaditha
"Propolis adalah senyawa resin yang mengandung flavonoid yang memiliki potensi hambat untuk aktivitas enzim glukosiltransferase dalam pembentukan biofilm Streptococcus mutans dan Enterococcus faecalis. Penelitian ini bertujuan menganalisis efektivitas obat kumur yang mengandung ekstrak propolis dan obat kumur yang tidak mengandung ekstrak propolis terhadap bakteri Streptococcus mutansdan Enterococcus faecalis. Biofilm Streptococcus mutansdan Enterococcus faecalisdiinkubasi selama 4 jam, 12 jam dan 24 jam pada suhu 37ºC. Ketiga model biofilm dipapar obat kumur yang mengandung ekstrak propolis dengan konsentrasi 0.1ml/ml, 0.05ml/ml, 0.025ml/ml. Persentase inhibisi dinilai dengan menggunakan MTT assay. Persentase inhibisi tertinggi pada konsentrasi 0.1ml/ml dalam waktu inkubasi 4 jam. Propolis mampu menghambat biofilm Streptococcus mutansdan Enterococcus faecalisdalam berbagai fase pembentukan.

Propolis is a resin compound as an antibacterial agent containing flavonoids which can inhibit glucosiltransferase activity and inhibit the formation of biofilm of Streptococcus mutans and Enterococcus faecalis. Analyzing the effectiveness inhibition of propolis mouthwash against Streptococcus mutans and Enterococcus faecalis bacteria and comparing it with mouthwash that does not contain propolis. Streptococcus mutans and Enterococcus faecalis biofilms were incubated for 4 hours, 12 hours and 24 hours at 37ºC. The three biofilm models were exposed to propolis with a concentration of 0.1ml/ml, 0.5ml/ml, 0.025ml/ml. The inhibition was assessed using the MTT assay. The highest inhibition percentage was at a concentration of 0.1ml/ml in a 4 hour incubation time. Propolis is able to inhibit Streptococcus mutans biofilms and Enterococcus faecalis in various phases of formation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Lilia Rosa
"Kanker kolorektal merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi tinggi yang pengobatannya masih memiliki keterbatasan. Senyawa flavonoid terutama kuersetin dinilai memiliki aktivitas biologis sebagai antikanker, sehingga beberapa senyawa flavonoid lainnya diharapkan juga memiliki aktivitas serupa. Tujuan dari studi ini adalah melakukan analisis secara in-silico dan in-vitro terhadap beberapa senyawa flavonoid terutama kuersetin dan turunannya sebagai agen apoptosis sel kanker kolorektal HT-29. Metode yang dilakukan secara in-silico meliputi jejaring farmakologi dan simulasi molekuler. Senyawa terbaik berdasarkan analisis in-silico diuji secara in-vitro dengan menilai aktivitas sitotoksisitasnya pada sel HT-29 menggunakan metode MTT Assay dan apoptosisnya dianalisis menggunakan flow cytometry. Protein target yang memiliki interaksi dengan kuersetin dan senyawa turunannya yaitu AKT1, APAF1, BCL2, CASP3, MAPK1 dan CASP9. Berdasarkan analisis prediksi ADMET, kuersetin dan turunannya masuk dalam kategori aman sebagai kandidat obat. Dua senyawa terbaik berdasarkan analisis in-silico yakni isoramnetin dan isokuersitrin dipilih untuk diuji secara in-vitro. Aktivitas sitotoksik kuersetin, isoramnetin dan isokuersitrin terhadap sel HT-29 dinyatakan dengan nilai CC50 berturut-turut 158,92mm + 5,4, 65,52mm + 5,0 dan 47,59mm + 2,5. Aktivitas apoptosis mencapai 16,7% hingga 62,4% jika dibandingkan dengan kontrol sel. Isoramnetin dan Isokuersitrin sebagai senyawa flavonoid turunan kuersetin berpotensi sebagai agen apoptosis sel kanker kolorektal HT-29.Kanker kolorektal merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi tinggi yang pengobatannya masih memiliki keterbatasan. Senyawa flavonoid terutama kuersetin dinilai memiliki aktivitas biologis sebagai antikanker, sehingga beberapa senyawa flavonoid lainnya diharapkan juga memiliki aktivitas serupa. Tujuan dari studi ini adalah melakukan analisis secara in-silico dan in-vitro terhadap beberapa senyawa flavonoid terutama kuersetin dan turunannya sebagai agen apoptosis sel kanker kolorektal HT-29. Metode yang dilakukan secara in-silico meliputi jejaring farmakologi dan simulasi molekuler. Senyawa terbaik berdasarkan analisis in-silico diuji secara in-vitro dengan menilai aktivitas sitotoksisitasnya pada sel HT-29 menggunakan metode MTT Assay dan apoptosisnya dianalisis menggunakan flow cytometry. Protein target yang memiliki interaksi dengan kuersetin dan senyawa turunannya yaitu AKT1, APAF1, BCL2, CASP3, MAPK1 dan CASP9. Berdasarkan analisis prediksi ADMET, kuersetin dan turunannya masuk dalam kategori aman sebagai kandidat obat. Dua senyawa terbaik berdasarkan analisis in-silico yakni isoramnetin dan isokuersitrin dipilih untuk diuji secara in-vitro. Aktivitas sitotoksik kuersetin, isoramnetin dan isokuersitrin terhadap sel HT-29 dinyatakan dengan nilai CC50 berturut-turut 158,92mm + 5,4, 65,52mm + 5,0 dan 47,59mm + 2,5. Aktivitas apoptosis mencapai 16,7% hingga 62,4% jika dibandingkan dengan kontrol sel. Isoramnetin dan Isokuersitrin sebagai senyawa flavonoid turunan kuersetin berpotensi sebagai agen apoptosis sel kanker kolorektal HT-29.

Colorectal cancer is a global public health problem with a high prevalence, and its treatment still has limitations. Flavonoid compounds, especially quercetin, are considered to have biological activity as an anticancer, so several other flavonoid compounds are also expected to have similar activity. This study aimed to perform in-silico and in-vitro analysis of several flavonoid compounds, especially quercetin and its derivatives as apoptotic agents for colorectal cancer cells HT-29. The in silico method includes network pharmacology and molecular simulations. The best compounds based on in silico analysis were tested in-vitro by assessing their cytotoxic activity in HT-29 cells using the MTT Assay method. Their apoptosis was analyzed using flow cytometry. Target proteins interacting with quercetin and its derivatives are AKT1, APAF1, BCL2, CASP3, MAPK1 and CASP9. Based on ADMET prediction analysis, quercetin and its derivatives are included in the safe category as drug candidates. The best compounds based on in-silico analysis, isorhamnetin and isoquercitrin, were selected to be tested in-vitro. The cytotoxic activity of quercetin, isorhamnetin and isoquercitrin against HT-29 cells was expressed by CC50 values of 158.92 mm + 5.4, 65.52 mm + 5.0 and 47.59 mm + 2.5, respectively. Apoptotic activity reached 16.7% to 62.4% when compared to control cells. Isoramnetin and isoquercitrin, flavonoid compounds derived from quercetin, have potential apoptotic agents for HT-29 colorectal cancer cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audria Azzahra Karimah
"Alpinetin merupakan senyawa bioaktif flavonoid yang diketahui memiliki berbagai macam manfaat, seperti antiinflamasi, antikanker, dan antioksidan dengan toksisitas sistemik yang rendah. Bekatul diketahui memiliki kandungan antioksidan (flavonoid). Bekatul adalah produk sampingan yang dihasilkan dari proses penggilingan padi. Pengayaan kandungan senyawa bioaktif dan asam lemak pada minyak bekatul dapat dilakukan dengan proses fermentasi menggunakan kapang Aspergillus terreus. Pada proses fermentasi dilakukan penambahan sumber karbon, yaitu glukosa untuk meningkatkan produktivitas asam lemak. Variasi konsentrasi glukosa dilakukan sebanyak lima variabel, yaitu 4, 6, 8, 10, dan 12 g/L. Minyak bekatul yang telah diekstraksi kemudian diuji menggunakan alat Liquid Cromatography Mass Spectrometry (LCMS) secara kualitatif. Dari penelitian ini didapatkan pada penambahan glukosa sebanyak 10 g/L dihasilkan yield lipid optimum sebesar 7,69% dan kandungan alpinetin tertinggi dihasilkan pada penambahan glukosa sebanyak 8g/L dengan persentase luas peak sebesar 27,11%.

Alpinetin is a flavonoid bioactive compound that is known to have various benefits, such as anti-inflammatory, anticancer, and antioxidant with low systemic toxicity. Rice bran is known to contain antioxidants (flavonoids). Rice bran is a by-product of the rice milling process. Enrichment of the content of bioactive compounds and fatty acids in rice bran oil can be carried out by a fermentation process using Aspergillus terreus. In the fermentation process, a carbon source, namely glucose, is added to increase the productivity of fatty acids. Variations in glucose concentration were carried out by five variables: 4, 6, 8, 10, and 12 g/L. The extracted rice bran oil then tested using a Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LCMS) qualitatively. From this research, it was found that the addition of 10 g/L glucose produced the optimum lipid yield 7,69% and the highest alpinetin content was produced with the addition of glucose as much as 8g/L with area percentage of 27,11%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahmar Luciana Jufri
"Latar belakang: Fokus desinfeksi saluran akar saat ini telah mengalami perubahan dari desinfeksi agresif menjadi proteksi selektif, yang memiliki tujuan utama untuk menciptakan lingkungan yang sesuai, oleh karena itu, bahan irigasi alami sebagai pendamping mulai banyak diteliti potensialnya karena relatif aman. Larutan irigasi dengan kualitas optimal yang dapat membersihkan saluran akar secara menyeluruh sendiri masih belum tersedia dan meskipun ada perkembangan baru di bidang penelitian yang relevan, solusi yang lebih mendekati kualitas ideal belum dikembangkan. Cuka apel dapat dijadikan sebagai bahan alternatif alami yang aman untuk mengeliminasi biofilm sekaligus smear layer, sehingga berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Tujuan: Mengetahui perbedaan efek antibakteri bahan irigasi sintetik NaOCl 1,5% dan 2,5% dibandingkan dengan larutan cuka apel terhadap E. faecalis. Metode: Biofilm E. faecalis isolat klinis dibagi menjadi tujuh kelompok sampel untuk dipaparkan dengan bahan uji larutan cuka apel konsentrasi 2,5%, 5%, 10%, kontrol positif NaOCl 1,5%, 2,5% dan kontrol negatif tanpa perlakuan, efek antibakteri dilihat menggunakan metode MTT Assay dan hitung koloni. Hasil: Didapatkan hasil dari kedua uji yang dilakukan bahwa larutan cuka apel konsentrasi 2,5% memiliki efek antibakteri terhadap biofilm E. faecalis tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi 5% dan 10%. Kesimpulan: Efek antibakteri larutan cuka apel 2,5%, 5%, dan 10% lebih rendah dibandingkan dengan larutan NaOCl 1,5% dan 2,5% terhadap biofilm E. faecalis.

Introduction: The current focus of root canal disinfection has changed from aggressive disinfection to selective protection, which has the main goal of creating a suitable environment, therefore, natural irrigation materials as a companion have begun to be studied for their potential because they are relatively safe. Irrigation solutions of optimal quality that can thoroughly clean root canals on their own are not yet available and despite new developments in the relevant research area, solutions closer to the ideal quality have not yet been developed. Apple cider vinegar can be used as a safe natural alternative for eliminating biofilm as well as the smear layer, so it has the potential to be developed further. Objective: To determine the differences in the antibacterial effect of synthetic irrigants NaOCl 1,5% and 2,5% compared to apple cider vinegar solution against E. faecalis. Methods: Clinical isolates of E. faecalis biofilm were divided into seven sample groups to be exposed to test materials for apple cider vinegar concentrations of 2,5%, 5%, 10%, positive control NaOCl 1,5%, 2,5%, and negative control without treatment, the antibacterial effect was seen using the MTT Assay method and colony count. Results: The results of the two tests were obtained that a 2.5% concentration of apple cider vinegar had the highest antibacterial effect on E. faecalis biofilm compared to 5% and 10% concentrations. Conclusion: The antibacterial effect of 2,5%, 5%, and 10% apple cider vinegar solutions was lower than 1,5% and 2,5% NaOCl solutions on E. faecalis biofilm.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sasi Suci Ramadhani
"Latar Belakang: Invasi mikroorganisme kedalam pulpa dan tubuli dentin merupakan penyebab infeksi saluran akar. Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang sering ditemukan dalam infeksi primer, sekunder maupun persisten, memiliki kemampuan membentuk biofilm dan dapat bertahan hidup dalam kondisi yang ekstrim tanpa nutrisi sehingga bakteri ini sangat sulit dieliminasi. Preparasi kemomekanis tidak cukup untuk menghilangkan infeksi. Diperlukan suatu bahan irigasi untuk membantu menghilangkan  bakteri sehingga menyempurnakan preparasi saluran akar. Bahan irigasi herbal diperlukan sebagai alternatif pengganti bahan irigasi kimia untuk meminimalisir efek toksik dan resisten, namun tetap memiliki efek antibakteri yang setara dengan bahan irigasi kimia.
Tujuan: Menganalisa efek antibakteri larutan ektrak kayu secang terhadap biofilm E. faecalis isolat klinis.
Metode: Biofilm E. faecalis isolat klinis dibagi menjadi enam kelompok perlakuan untuk dipaparkan dengan bahan uji ekstrak kayu secang dengan konsentrasi 312 µg/ml, 625 µg/ml, 1250 µg/ml, 2500 µg/ml, 5000 µg/ml dan CHX 2% kemudian diuji dengan metode hitung koloni dan MTT assay.
Hasil: Didapatkan hasil dari kedua uji yang dilakukan bahwa konsentrasi optimum yang memiliki efek antibakteri setara dengan CHX 2% adalah konsentrasi 625 µg/ml.
Kesimpulan: Larutan ekstrak kayu secang memiliki efek antibakteri terhadap biofilm E. faecalis isolat klinis yang setara dengan CHX 2%.

Background: Microorganism invasion to the pulp and dentinal tubules is the cause of root canal infection. Enterococcus faecalis  commonly found in primary, secondary and persitent infection because it has ability to form biofilms and can survive in extreme conditions without nutrition, so these bacteria are very difficult to obliterate. Chemomechanical preparation not enough to eliminate infection. Materials needed to eliminate bacteria. Herbal irrigation required as an alternative chemical materials  to minimize toxicity and resistant effect, but still have an antibacterial effect comparable to chemical irrigation materials.
Objective: To analyze the antibacterial effects of secang heartwood againts E. faecalis biofilm clinical isolates.
Methods: em>E. faecalis biofilms were clinically suitable isolates into six treatment groups to be presented with secang heartwood extract test materials with a concentration of 312 µg/ml, 625 µg/ml, 1250 µg/ml, 2500 µg/ml, 5000 µg/ml and CHX 2% then examined by the colony forming unit and MTT assay methods.
Results: Obtained results from both test carried out that the optimum concentration which has an antibacterial effect along with 2% CHX is concentration of 625 µg/ml.
Conclusion: Secang wood extract solution has an antibacterial effect on E. faecalis bioflim clinical isolates that are comparable to CHX 2%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Yulandari
"Latar belakang : E.faecalis merupakan bakteri yang mendominasi pada infeksi saluran akar persisten yang memiliki virulensi 1000 kali lebih kuat dalam bentuk biofilm dibandingkan planktonik. Penggunaan larutan irigasi herbal dipertimbangkan dengan tujuan meminimalkan efek samping namun memiliki efektivitas yang sama dibandingkan larutan irigasi kimia. Tujuan : Untuk menganalisis kemampuan kayu secang dalam mengeliminasi biofilm E.faecalis. Metode : Biofilm E.faecalis dibagi menjadi enam kelompok yaitu kelompok kayu secang konsentrasi 625 g/ml, 1.250 g/ml, 2.500 g/ml, 5.000 g/ml, CHX 2 dan kelompok biofilm tanpa perlakuan. Hasil : Ditemui bahwa nilai rerata koloni biofilm diantara empat konsentrasi yang diuji, konsentrasi 625 g/ml memiliki efektivitas antibakteri yang sama dengan CHX , sedangkan efektivitas antibakteri konsentrasi 5.000 g/ml merupakan yang terendah dibandingkan CHX 2 . Kesimpulan : Kayu secang mempunyai efek antibakteri terhadap biofilm E.faecalis dan efektivitasnya sama dengan CHX 2 .Kata kunci : E. faecalis; biofilm; kayu secang.

Background E.faecalis is the dominant bacteria in persistent root canal infections that have 1000 times stronger virulence in biofilms than planktonic. The use of herbal irrigation solutions is considered with the aim of minimizing side effects but having the same effectiveness as compared to chemical irrigation solutions. Objective To analyze the ability of secang heartwood in eliminating E.faecalis biofilm. Methods Biofilm E.faecalis divided into six groups, in secang heartwood concentration groups of 625 g ml, 1.250 g ml, 2.500 g ml, 5.000 g ml, CHX 2 and biofilm group without treatment. Results It was found that the mean value of the biofilm colony among the four concentrations, the concentration of 625 g ml had the same antibacterial effectiveness as CHX , while the antibacterial effectiveness of 5.000 g ml concentration was the lowest compared to CHX 2 . Conclusion Secang heartwood has antibacterial effect on E.faecalis biofilm and its effectiveness is equal to CHX 2 .Keywords Enterococcus faecalis biofilm secang heartwood "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>