Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173690 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Aqshal Indratta
"Perkawinan campuran terjadi terutama di Arab Saudi dan Malaysia, tempat banyak pekerja Indonesia bekerja. Dokumentasi pernikahan terkadang diabaikan. Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU 1 Tahun 1974 menyatakan, “Perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama” dan “Setiap perkawinan didokumentasikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pasal 2 ayat 1 dan 2 tidak dapat dipisahkan; perkawinan agama dapat dilakukan walaupun tidak memenuhi alinea kedua. Perkawinan membutuhkan hukum agama dan keyakinan serta kriteria administratif melalui proses dokumentasi. Aturan dan prosedur dokumentasi pernikahan yang rumit, ketidaktahuan masyarakat tentang hukum pernikahan Indonesia, dan Kefektifan upaya pemerintah untuk mensosialisasikan dokumentasi pernikahan memperburuk hal ini. Perkawinan ini menyakiti istri dan anak-anaknya. Untuk mempelajari topik tersebut, wawancara serta undang-undang, dan peraturan dilakukan. Penulis ingin mengkaji tentang status hukum anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “STATUS HUKUM ANAK DARI PERKAWINAN CAMPURAN YANG TIDAK DI DOKUMENTASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA INTERNASIONAL INDONESIA”.

Mixed marriages happened especially in Saudi Arabia and Malaysia, where many Indonesian workers works. Marriage documentation is sometimes overlooked. Article 2 paragraphs (1) and (2) of Law 1 of 1974 state, "Marriage is valid if performed according to each faith's laws" and "Each marriage is documented according to applicable laws and regulations." Article 2 paragraphs 1 and 2 are inseparable; a religious marriage can be performed even if it doesn't meet the second paragraph. Marriage requires religious law and belief as well as administrative criteria through the documentation process. Complex wedding documentation regulations and procedures, public ignorance of Indonesian marriage law, and the government's effort to socialize marriage documentation exacerbated this. These marriages hurt the wife and her children. In order to study about the topic, interviews as well as laws, and regulations are conducted. The author wants to examine the legal status of children born from unrecorded marriages in the form of a thesis entitled "LEGAL STATUS OF CHILDREN FROM UNDOCUMENTED MIXED MARRIAGES IN THE PERSPECTIVE OF INDONESIAN PRIVATE INTERNATIONAL LAW"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sathya Aisha Tunggadewi
"Skripsi ini mengeksplorasi implikasi hukum dari perjanjian pranikah dan perjanjian pascaperkawinan dalam konteks harta perkawinan dalam kerangka perkawinan campuran, dengan fokus khusus pada Hukum Internasional Swasta Indonesia. Di era globalisasi yang semakin meningkat, perkawinan campuran yang melibatkan individu-individu dari latar belakang hukum dan budaya yang berbeda menjadi semakin lazim. Penelitian ini mengkaji kompleksitas dan tantangan yang terkait dengan penentuan hak atas harta perkawinan dalam perkawinan campuran, dengan mempertimbangkan beragam sistem hukum dan norma-norma budaya yang berlaku. Melalui analisis mendalam terhadap ketentuan hukum Indonesia yang relevan dan kerangka hukum internasional, tesis ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai bagaimana perjanjian pranikah dan perjanjian pascaperkawinan mempengaruhi pembagian harta perkawinan dalam perkawinan campuran. Dengan menyoroti kerumitan hukum yang terlibat, penelitian ini berkontribusi pada wacana yang lebih luas tentang hukum keluarga dan hukum internasional privat, menawarkan wawasan yang dapat memandu para pembuat kebijakan, praktisi hukum, dan individu dalam menavigasi kerumitan perkawinan campuran di Indonesia.

This thesis explores the legal implications of prenuptial and postnuptial agreements in the context of marital property within the framework of mixed marriages, with a specific focus on Indonesian Private International Law. In an era of increasing globalization, mixed marriages involving individuals from different legal and cultural backgrounds have become more prevalent. The study examines the complexities and challenges associated with determining marital property rights in such unions, considering the diverse legal systems and cultural norms at play. Through an in-depth analysis of relevant Indonesian legal provisions and international legal frameworks, the thesis aims to provide a comprehensive understanding of how prenuptial and postnuptial agreements impact the division of marital property in mixed marriages. By shedding light on the legal intricacies involved, this research contributes to the broader discourse on family law and private international law, offering insights that may guide policymakers, legal practitioners, and individuals navigating the complexities of mixed marriages in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabilah Shafa
"Perceraian dari perkawinan di luar negeri dan perkawinan campuran internasional dapat dikatakan sebagai perceraian dengan unsur asing. Dalam perkara perceraian dengan unsur asing ini jika ditinjau dari segi HPI memiliki persoalan pokok yang menyangkut pada penentuan hukum yang berlaku serta kewenangan mengadili dari sebuah forum. Dalam prakteknya, ketika perkara perceraian yang melibatkan unsur asing diajukan di hadapan pengadilan Indonesia, maka hukum yang digunakan dalam perkara-perkara perceraian tersebut selama ini adalah lex fori, yakni hukum Indonesia. Sementara itu, dengan adanya perbedaan hukum yang mengatur perceraian serta forum tempat mengadili perceraian yang mungkin berbeda dengan hukum dan forum perkawinan menyebabkan permasalahan perceraian dengan unsur asing menjadi kompleks, Penelitian ini akan membahas serta menganalisis mengenai pertimbangan hakim terhadap forum yang berwenang dan lex fori sebagai hukum yang berlaku dalam perkara-perkara perceraian di Indonesia yakni Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Nomor 0304/Pdt.G/2014/PA.JP, Putusan Pengadilan Agama Tangerang Nomor Register Perkara 1978/Pdt.G/2017/PA.Tng.Nomor, dan Putusan Pengadilan Negeri Singaraja Nomor 449/Pdt.G/2015/PN.Sg. Penelitian ini akan mengaitkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dengan teori-teori HPI.

Divorce from marriage abroad and international mixed marriage in Indonesia can be considered as divorce with foreign elements. In the case of divorce with foreign elements, if viewed from the Private International Law (PIL) point of view, has the main problem concerning the determination of the applicable law and the competent to adjudicate from a forum. In practice, when cases such as divorce with foreign elements are presented before an Indonesian court, then the law used in divorce cases so far is lex fori, specifically Indonesian law. In fact, due to the differences of the laws governing divorce as well as forums where the divorce proceedings may be different from the law and marriage forums, the problem of divorce with foreign elements becomes complex. This research will discuss and analyze the judges' consideration of the authorized forum and lex fori as the applicable law in the case of Central Jakarta Religious Court Decision Number 0304 / Pdt.G / 2014 / PA.JP, Tangerang Religious Court Decision Case Registration Number 1978 / Pdt.G / 2017 / PA.Tng, and Singaraja District Court Decision Number 449 / Pdt.G / 2015 / PN.Sg. This research will correlate these considerations with PIL theories."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbrini Yudhapramesti
"Anak yang dilahirkan dari perkawinan campuran yang sah dari pasangan ayah Warga Negara Indonesia dan ibu Warga Negara Kanada maupun dari pasangan ayah Warga Negara Kanada dan ibu Warga Negara Indonesia, terkait oleh kewarganegaraan ayah dan ibu kandungnya tersebut memperoleh kewarganegaraan ganda/rangkap atas dasar asas hukum ius sanguinis yaitu kewarganegaraan Indonesia dan kewarganegaraan Kanada, sehingga anak yang bersangkutan menjadi memiliki status personal ganda/rangkap yang bermanfaat baginya yaitu dari kedua negara dari mana dia mendapatkan kewarganegaraannya tersebut.
Status personal merupakan sekelompok hak-hak keperdataan dalam lalu lintas Hukum Perdata Internasional (HPI) yang berlaku bagi setiap orang dan senantiasa mengikuti kemanapun seseorang yang bersangkutan pergi atau berada. Ruang lingkup dari status personal ini untuk setiap negara tidak sama karena terdapat perbedaan konsepsi. Pada dasarnya terdapat dua konsepsi yaitu konsepsi luas, dan konsepsi sempit. Namun demikian pada kenyataannya selain kedua konsepsi itu masih ada konsepsi lain yang juga beragam sifatnya tergantung dari negara yang bersangkutan. Sementara itu dari kewarganegaraan ganda/rangkapnya tersebut anak yang bersangkutan dapat memperoleh baik manfaat atas dampak positif maupun permasalahan atau dampak negatifnya.
Dengan menggunakan metode deskriptif analitis dan perbandingan hukum melalui pendekatan yuridis normatif (ius constitutum) dari penulisan skripsi ini diperoleh kesimpulan bahwa pada kewarganegaraan ganda/rangkapnya tersebut di atas terdapat kerugian dan permasalahan yang lebih besar daripada manfaatnya. Oleh karena itu disarankan bagi anak yang bersangkutan untuk memilih satu saja dari kewarganegaraan ganda/rangkapnya yaitu kewarganegaraan yang efektif baginya meskipun batas penentuan untuk memilih salah satu kewarganegaraan menurut undang-undang yang bersangkutan belum tercapai.

Children who was born in the legally mixed married from the couple of Indonesian Citizen father and Canadian Citizen mother or from the couple of Canadian Citizen father and Indonesian Citizen mother, interrelated with the citizenship of natural father and mother, obtain dual citizenships based on the principle of law of ius sanguinis, are Indonesian and Canadian Citizenships, therefore the children have dual personalities status which are useful for him from both of countries from where he/she gets his/her citizenships.
Personal status is a group of personal rights law affairs in traffic International Private Law, which applies to every person and always follow wherever that person go or are concerned. The scope of personal status for each country is not the same because there are differences concepts. Basically there are two concepts are the wide concept and the narrow concept. However in the fact there is still a concept that also varies depending on the countries concerned. Meanwhile of the dual citizenships, the children have benefits as positive impact and the problems as the negative impact.
By using analysis descriptive and comparative law methods by normative jurisprudence (ius constitutum) from this mini-thesis writing and process there is the conclusion that from the dual citizenships which are more the loss and problems than its benefits for that children. It is therefore recommended that for the children to choose one of citizenship which is effective, although the determining limit even to choose it, according to the laws that have not yet reached.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S21531
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cucu Nurhayanti Anggraeni
"Salah satu akibat putusnya perkawinan campuran adalah harta benda perkawinan yang mengandung unsur asing yang didalamnya. Terutama tanah-tanah di Indonesia dengan sertipikat hak milik yang diperoleh oleh WNA karena adanya pencampuran harta. Dimana hal ini ada ketidaksesuaian dengan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Metode penelitian penulisan skripsi ini bersifat yuridis normatif dan berbentuk deskriptif analitis untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut. Berdasarkan 3 (tiga) kasus yang telah dianalisis, diperoleh kesimpulan bahwa belum ada pemahaman hakim mengenai harta benda perkawinan akibat dari putusnya perkawinan campuran terkait dengan tanah-tanah tersebut dan masih belum menerapkan prinsip-prinsip HPI dalam pertimbangan putusannya.

One of the outcome of the divorce of a mixed marriage is the marital property issue. This include issues of lands within Indonesia territory, in particular lands which the freehold title belongs to the foreigner spouse in a mixed marriage. This contradicts to the Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Law. The research of this study was conducted through juridical normative method in a form of analytical description. Based on 3 (three) cases that have been analyzed on this research, it has come into a final conclusion that there is no result based on the understanding of the judges regarding marital property, and as a result of the termination of a mixed marriage correlated with these lands and has not fulfilled the implementation of the Indonesian Private International Law principles due to the considerations of the ruling."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agit Desy Noor
"Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015 menyebabkan semakin banyaknya perjanjian perkawinan yang dibuat oleh masyarakat di Indonesia, khususnya dalam perkawinan campuran. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 (UU Perkawinan), ruang lingkup dalam perjanjian perkawinan merupakan harta benda perkawinan serta perjanjian lainnya asalkan tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Perjanjian perkawinan pada perkawinan campuran yang ada di Indonesia membuat adanya unsur asing dalam perjanjian tersebut sehingga merupakan persoalan Hukum Perdata Internasional. Diskursus mengenai perjanjian perkawinan pada perkawinan campuran belum terdapat pembahasan dan analisis yang lebih lanjut setelah pembahasan dari Sudargo Gautama dalam bukunya Hukum Perdata Internasional Jilid Ketujuh. Oleh karena itu, skripsi ini akan membahas serta menganalisis perjanjian perkawinan pada perkawinan campuran ditinjau dari segi Hukum Perdata Internasional dengan menganalisis Akta Perjanjian Kawin Nomor X, Y dan Z.

Nuptial Agreements After Constitutional Court Decree Number 69/PUU-XIII/2015 led to the increasing number of nuptial agreements made by the people in Indonesia, especially in mixed marriages. In Law No. 1 of 1974 (Marriage Act), the scope of the marriage agreement is the property of marriage and other agreements. However, it must not violate public order or morality. Nuptial agreements on mixed marriages at Indonesia create foreign element in the agreement so that it is a matter of Private International Law. Discourse about nuptial agreements on mixed marriages has not been discussed and further analysis after the discussion of Sudargo Gautama in his book, Indonesian Private International Law Chapter 7th. Therefore, this thesis will discuss and analyze nuptial agreements in mixed marriages in terms of Private International Law with examples of Notarial Deed of Nuptial Agreements X, Y and Z.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Masirila Septiari
"Skripsi ini membahas tentang putusnya perkawinan antara warga negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA) di wilayah hukum Indonesia yang dilakukan di muka Pengadilan Agama. Metode penelitian penulisan skripsi ini bersifat yuridis normatif dan berbentuk deskriptif analitis, untuk menjawab permasalahan mengenai pengaturan mengenai perkawinan campuran dan perceraiannya dalam sudut pandang HPI Indonesia serta pertimbangan majelis hakim di Pengadilan Agama dalam menerapkan prinsip-prinsip HPI pada putusan perkawinan campuran. Hasil dari penelitian ini ialah perkawinan campuran dapat ditinjau dari dua sudut pandangan yaitu menurut GHR dan Pasal 57 UU Perkawinan 1974 serta hakim Pengadilan Agama di Indonesia masih belum menerapkan prinsip-prinsip HPI dalam pertimbangan putusannya.

This thesis examines the divorce between Indonesian citizen and Foreigner before Religious Court. The research of this study was conducted through juridical normative method in a form of analytical description, in order to answer the issues regarding the regulations of mixed marriage and divorce in the perspective of Indonesian Private International Law as well as the considerations of the Judges of Religious Court in applying the principles of Indonesian Private International Law in their decisions. The outcome of this study shows that mixed marriage can be reviewd based on two perspectives, namely GHR and Article 57 of Law No. 1 of 1974 on Marriage, and that the Judges of Religious Court had not yet applied the principles of Indonesian Private International Law in their decisions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59418
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anangia Annisa Putri Abdurahman
"Salah satu akibat hukum dari perkawinan adalah adanya harta bersama serta hubungan hukum antara orang tua dan anak, dimana orangtua bertanggung jawab untuk memelihara, menjaga, serta mencukupi kebutuhan hak – hak dari anak tersebut. Selain itu akibat hukum dari perkawinan akan menimbulkan status hukum dan hak perwalian terhadap seorang anak. Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan beda agama, maka akan menimbulkan akibat yang sangat berpengaruh terhadap hak dan status hukum anak tersebut. Status anak yang dilahirkan dalam perkawinan beda agama kemudian dapat menimbulkan pertanyaan apakah kedudukannya sebagai anak luar kawin atau anak sah. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan termasuk ke dalam golongan anak luar kawin dalam arti sempit mereka tidak memiliki status dan kedudukan yang sama dalam sebuah hubungan peristiwa hukum antara orang tua dengan anak. Kemudian, apakah hal tersebut juga diperlakukan terhadap keberadaan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama masih menjadi sebuah pertanyaan. Oleh karena itu, Penulis menggunakan dua rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimana pengaturan mengenai perkawinan beda agama menurut peraturan hukum di Indonesia? 2) Bagaimana analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 410/Pdt.G/2022/PN Mks. terhadap anak akibat perkawinan beda agama? Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif yang datanya dikumpulkan dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan beda agama dapat dilakukan apabila mengajukannya ke Pengadilan dan telah dicatatkannya oleh pegawai catatan sipil sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Kemudian, mengenai perkawinan beda agama, Undang- Undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan secara jelas dan terperinci. Berkaitan dengan anak yang dihasilkan dari perkawinan beda agama, maka dalam hal ini kedudukannya adalah dinyatakan sebagai anak sah dari perkawinan beda agama tersebut dikarenakan secara hukum ketika perkawinan telah dicatatkan dan didaftarkan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka akibat hukum perkawinan tersebut termasuk terhadap anak dinyatakan sah secara hukum.

One of the legal consequences of marriage is the existence of common property and the legal relationship between parents and children, in which parents are responsible, caring for, and satisfying the needs of the rights of the child. In addition, the legal consequences of marriage will result in the legal status and custody of a child. If the child is born from a marriage of different faiths, it will have a significant impact on the rights and legal status of the child. The status of a child born in a marriage of different religions can then raise the question of whether his status as an out-of-marriage or legal child. Children born from unregistered marriages are included in the group of children outside of marriage in the narrow sense they do not have the same status and position in a legal relationship between parents and children. Then, whether it is also treated against the existence of children born from different religious marriages is still a question. Therefore, the author uses two formulas of the problem, namely: 1) How is the arrangement concerning marriage of different religions according to the laws of Indonesia? 2) How to analyze the judge’s consideration in the Makassar State Court Decision No. 410/Pdt.G/2022/PN Mks. against children due to marriage of different religions? The authors use a juridic-normative research method with a qualitative approach whose data is collected from library studies. The results of the study show that a marriage of different religions can be entered into when it is applied to the Court and has been recorded by a civil register officer as described in the Occupation Administration Act. Then, concerning the marriage of different religions, the Marriage Act and the Book of the Perdata Law are not explained clearly and in detail. Related to children born from marriages of different religions, in this case the position is to be declared as a legal child of a marriage of different religion due to the law when the marriage has been recorded and registered as the provisions of the applicable laws, then as a result of the law such marriage includes against the child declared legal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risna Hartini
"Perkawinan campuran sejak awal telah menimbulkan banyak permasalahan hukum. Permasalahan hukum tersebut antara lain mengenai pilihan hukum untuk melangsungkan perkawinan, setelah terjadinya perkawinan dan perceraian, khususnya status hukum kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran tersebut. Berdasarkan Pasal 30 ayat 12 dan 3) ROU- HPI dapat disimpulkan bahwa hukum yang berlaku bagi yang melaksanakan perkawinan campuran tersebut adalah hukum tempat kediaman sehari-hari dan atau hukus tempat perceraian diajukan. Berdasarkan ketentuan tersebut maka hukum yang berlaku untuk kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran di Indonesia adalah hukun Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan. Sebagai contoh dari permasalahan tersebut adalah kasus status kewarganegaraan OLIVIA NATHANIA yang ayahnya warga Negara Brunei dan kawin dengan ibunya Marga Negara Indonesia di Indonesia, kemudian berceral di Indonesia. Dalam menganalisa status kewarganegaraan anak tersebut maka penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif dan pendekatan kualitatif. Kemudian data yang dipergunakan adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian bahan-bahan kepustakaan. Data tersebut kemudian diseleksi, dikelompokkan dan disusun sintimatis kemudian dianalisis. Berdasarkan xatentuan Perundangan-undangan yang berlaku yaitu Undang- Undang Perkawinan dan Undang-Undang Kewarganegaraan serta NOU-HP1 dan RUU-Kewarganegaraan. maka kewarganegaraan OLIVIA HATHANIA adalah Harga Indonesia. status Negara Seandainya ROU-HP1 dan K-Kewarganegaraan disahkan menjadi Undang-undang maka akan lebih menjamin keadilan Car sepastan hukum terhadap status kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran Olen sarena itu penulis menyarankan kedua KUU Itu sebaiknya disahkan menjadi undang-undangan diberlakukan di Indonesia"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Ayu Desti Saputra
"Posisi strategis Indonesia menjadikannya sebagai salah satu negara transit bagi pengungsi di Kawasan ASEAN. Namun, keterbatasan kuota resettlement yang disediakan oleh negara ketiga membuat Indonesia menjadi rumah yang tidak disengaja bagi para pengungsi. Sebagian pengungsi terpaksa untuk menetap di Indonesia dalam waktu lama yang kemudian menimbulkan interaksi sosial antara pengungsi dengan masyarakat Indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Akibatnya, fenomena perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia menjadi suatu hal yang sering dijumpai di kalangan masyarakat. Keadaan pengungsi sebagai kelompok rentan tidak dapat membatasi hak asasi manusia dari pengungsi untuk menikah dan berkeluarga. Namun, sebagai negara bukan pihak Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur secara komprehensif mengenai pengungsi sebagai subjek hukum dalam melakukan suatu perkawinan campuran. Keadaan ini kemudian menimbulkan berbagai persoalan hukum terkait legalitas perkawinan dan implikasinya. Banyaknya pengungsi dengan latar belakang orang tidak berdokumen yang sulit untuk membuktikan kewarganegaraannya membuat beberapa pengungsi di Indonesia kesulitan dalam memenuhi persyaratan formil dan materiil perkawinan yang kemudian berdampak kepada tidak dapatdicatatkannya perkawinan tersebut. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini akan membahas mengenai legalitas perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia ditinjau dari hukum perdata internasional Indonesia dan hukum perkawinan Indonesia. Tulisan ini akan meninjau lebih jauh mengenai kemungkinan penerapan prinsip habitual residence untuk menentukan hukum yang berlaku bagi pengungsi dalam melakukan perkawinan dengan warga negara Indonesia di tengah kekosongan hukum yang mengatur mengenai orang dengan keadaan kewarganegaraan tertentu di Indonesia. Penerapan itsbat nikah pada perkawinan campuran antara warga negara Indoonesia dengan pengungsi di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mencatatkan perkawinan akan turut dibahas pada penelitian ini. Sebagai perkawinan campuran yang sulit untuk dicatatkan, perlindungan hukum bagi para pihak dari perkawinan tersebut perlu diutamakan dengan mempertimbangkan itikad baik dari para pihak. 


Indonesia's strategic position makes it one of the transit countries for refugees in the ASEAN region. However, limited resettlement quotas provided by third countries have made Indonesia an accidental home for refugees. Some refugees are forced to stay in Indonesia for a long time, which then creates social interactions between refugees and Indonesian people in their daily activities. As a result, the phenomenon of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia is something that is often found in society. The situation of refugees as a vulnerable group cannot limit their human rights to marry and have a family. However, as a country that is not a party to the 1951 Convention on the Status of Refugees, Indonesia does not yet have a legal protection that regulates refugees as legal subjects in a mixed marriage comprehensively. This situation then gave rise to various legal issues related to the legality of marriage and its implications. The large number of refugees with undocumented backgrounds who find it difficult to prove their citizenship makes it difficult for some refugees in Indonesia to fulfil the formal and material requirements of marriage, which then has an impact on not being able to register the marriage. By using a juridical-normative method, this research will discuss the legality of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia from the perspective of Indonesian private international law and Indonesian marriage law. This paper will examine further the possibility of applying the principle of habitual residence to determine the law that applies to refugees who marry Indonesian citizens in the absence of laws governing people with certain citizenship conditions in Indonesia. The application of itsbat nikah in mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia as a solution to register marriages will also be discussed in this study. As mixed marriages that is difficult to register, legal protection for the parties to the marriage needs to be prioritized by considering the good faith of the parties.

"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>