Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wudjuliani Mukhta
"Kista ovarium merupakan tumor jinak yang sering ditemukan pada wanita pada usia reproduksi. Kista ovarium yang terus-menerus membesar  akan menimbulkan nyeri pada abdomen. Manajemen nyeri sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya nyeri secara terus menerus yang dapat berkembang menjadi nyeri kronik. Salah satu manajemen nyeri yang dapat diterapkan adalah manajemen nyeri non-farmakologis melalui pemberian latihan deep breathing. Deep breathing dilakukan 3x dalam sehari selama 5-10 menit. Penerapan deep breathing dilakukan selama empat hari perawatan. Deep breathing dilakukan dengan menghirup udara melalui hidung selama selama empat detik hingga terasa dada terisi oleh udara, tahan hingga 3-5 detik, dan hembuskan udara melalui mulut yang mengerucut  selama empat detik. Deep breathing mengontrol nyeri dengan meminimalkan aktivitas saraf simpatis sistem saraf otonom dan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi kondisi relaksasi. Setelah empat hari pemberian intervensi deep breathing, terjadi penurunan skala nyeri dari 7 menjadi 3. Penurunan skala nyeri ini ditandai dengan penurunan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi napas. Hasil laporan kasus ini menandakan bahwa pemberian deep breathing efektif dalam penurunan skala nyeri pada pasien. Deep breathing dapat dilakukan oleh pasien sebagai latihan mandiri di rumah dalam mengatasi nyeri setelah nantinya selesai perawatan di rumah sakit. Kata Kunci: deep breathing, kista ovarium, nyeri

An ovarian cyst is a benign tumor that is often found in women of reproductive age. Ovarian cysts that continue to enlarge will cause abdominal pain. Pain management is needed to prevent continuous pain that can develop into chronic pain. One of the pain management that can be applied is non-pharmacological pain management through the provision of deep breathing exercises. Deep breathing is done 3 times a day for 5-10 minutes. The application of deep breathing was carried out for four days of treatment. Deep breathing is done by inhaling air through the nose for four seconds until the chest is filled with air, hold for 3-5 seconds, and exhale through the pursed mouth for four seconds. Deep breathing controls pain by minimizing the activity of the sympathetic nerves of the autonomic nervous system and causing vasodilation of blood vessels resulting in a relaxed st ate. After four days of giving the deep breathing intervention, there was a decrease in the pain scale from 7 to 3. The decrease in the pain scale was marked by a decrease in blood pressure, pulse rate, and respiratory rate. The results of this case report indicate that giving deep breathing is effective in reducing pain scale in patients. Deep breathing can be done by the patient as an independent exercise at home in dealing with pain after finishing treatment at the hospital. Keywords: deep breathing, ovarium cyst, pain"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Christina
"LATAR BELAKANG: Keganasan meningkatkan risiko trombosis vena sekitar 2-7 kali. Insideni trombosis vena pada tumor ganas ovarium dilaporkan berkisar antara 5-29 . Berbagai faktor yang terkait dengan kondisi pasien usia, indeks massa tubuh, komorbid , karakteristik tumor ukuran, stadium, histologi, ascites dan terapi kemoterapi, lama pembedahan, jumlah perdarahan di laporkan dapat menjadi prediktor trombosis vena dalam TVD namun penelitian mengenai model prediksi TVD khususnya untuk populasi Indoensia masih terbatas.
TUJUAN: Mengetahui faktor ndash; faktor prediktor trombosis vena dalam pada tumor ganas ovarium.
DESAIN DAN METODE: Penelitian cohort prospektif ini dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta dan merekrut 116 pasien dengan dugaan tumor ganas ovarium yang akan menjalani operasi. Berbagai variable lain yang diduga sebagai prediktor TVD seperti kadar pra-terapi trombosit, D-Dimer, fibrinogen, usia, indeks massa tubuh IMT , komorbid, stadium, diameter, histologi, bilateralitas tumor, adanya ascites, metastasis jauh diukur dan dicatat. Pasien diikuti untuk gejala dan tanda TVD. Pasien yang memiliki gejala dan tanda klinis TVD dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi Duplex vascular.
HASIL: Seratus tiga pasien tumor ganas ovarium diikutkan dalam analisis. Insideni TVD adalah 16.5 dan 88.2 kejadian TVD terjadi sebelum pembedahan. Tidak ditemukan kejadian TVD selama perawatan pasca operasi dengan rata rata lama perawatan 8.8 hari. Kombinasi beberapa variable menghasilkan model prediksi kejadian TVD pada tumor ganas ovarium yang mencakup metastasis jauh OR 28,99; IK 95 3,83-219,52, IMT ge; 22,7 kg/m2 OR 15,52, IK 95 2,24-107,37 , kadar D-Dimer ge; 1700 mg/ml OR 13,30, IK 95 2.40-73,84 , stadium lanjut OR 6,66; IK 95 1,05-42,27 , histologi epithelial OR 6,5; IK 95 0,34-125,75 , diameter tumor ge; 18,25 cm OR 2,36, IK 95 0,48-11,54 , adanya komorbid OR 2,49, IK 95 0,53-11,66. Skor prediksi kejadian TVD adalah skor 3 untuk metastasis jauh, IMT ge; 22,76 kg/m2, D dimer ge; 1700 mg/dl, skor 2 untuk stadium lanjut, skor 1 untuk komorbid, diameter tumor ge; 18,25 cm, histologi epitelial dan skor 0 jika tidak ditemukan factor risiko atau nilai variable dibawah titik potong. Skor ge; 8 dari 14 adalah skor minimum dengan nilai prediksi TVD yang baik dengan AUC 0,92 IK 95 0,86-0,98, probabilitas 86,46, sensitivitas 64.7, spesifisitas 90.7.
KESIMPULAN: Model prediksi kejadian TVD dapat membantu memprediksi pasien tumor ganas ovarium yang berisiko tinggi untuk mengalami TVD sehingga dapat dipertimbangkan pencegahan TVD selektif.

BACKGROUND: Malignancy increase the risk of venous thromboembolism around 2 7 fold. Its incidence in ovarian malignancy ranged within 5 29 . Various characteristics related to patients age, body mass index, comorbid , tumor stage, tumor diameter, histology, ascites, distant metastasis or treatment length of surgery, bleeding, transfusion were found as predictor of venous thromboembolism. Predictor model of DVT occurrence in ovarian malignant tumor especially in Indonesian population is still limited.
OBJECTIVE: To evaluate the prediction model of deep vein thrombosis DVT in ovarian malignant tumor.
METHOD: This prospective cohort study enrolled 116 patients with suspected ovarian malignant tumor. Suspected risk factors of venous thromboembolism such as age, body mass index BMI , comorbid, pretreatment D dimer, fibrinogen, thrombocyte level, tumor diameter, staging, presence of distant metastasis, ascites, tumor histopathology, length of surgery, intraoperative blood loss and blood transfusion were measured and recorded. Patient who had symptoms and signs of DVT was confirmed with Doppler ultrasonography.
RESULT: Incidence of symptomatic DVT was 16.5 and 88.2 cases occurred before surgery. No case of symptomatic DVT was observed during post operative hospitalization with mean length of stay 8.85 days. Predictor factor of DVT were distant metastasis OR 28,99 95 CI 3,83 219,52, BMI ge 22,7 kg m2 OR 15,52, 95 CI 2,24 107,37 , D Dimer ge 1700 mg ml OR 13,30, 95 CI 2.40 73,84, advanced stage OR 6,66 95 CI 1,05 42,27 , epithelial tumor OR 6,5 95 CI 0,34 125,75, tumor diameter ge 18,25 cm OR 2,36, 95 CI 0,48 11,54, comorbid OR 2,49, 95 CI 0,53 11,66. Prediction score of DVT were score 3 for distant metastasis, BMI ge 22,7 kg m2, D Dimer ge 1700 mg ml, score 2 for advanced stage, score 1 for tumor diameter ge 18,25 cm, comorbid, epithelial tumor and score 0 for the absence of variables or value of variable was less than the cut off. Total score ge 8 of 14 is the least score which has a good predictive value for DVT ocurence with AUC 0.92, 95 CI 0.86 0.92, probability 86,46, sensitivity 64.7, specificity 90.7.
CONCLUSION: Prediction model of DVT may help to predict the patient with malignan ovarian tumor who had high risk of DVT therefore can consider selective DVT prevention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sandi Sumardi Wiranegara
"Kanker ovarium masih menempati urutan kedua terbanyak dalam keganasan ginekologi dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan. Banyak bukti menunjukkan bahwa kanker ovarium umunya dalam pengaruh stress oksidatif. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas stress oksidatif melalui pengukuran enzim Superoxide Dismutase (SOD) dan kadar Malondialdehyde (MDA) pada penderita keganasan ovarium dibandingkan dengan penderita tumor jinak ovarium. Penelitian dilakukan dengan uji potong-lintang yang dilaksanalan di Ruang Rawat Kebidanan Ginekologi RSCM Jakarta, RS Persahabatan Jakarta dan RS Fatmawati Jakarta pada Juli hingga Desember 2018. Seluruh penderita keganasan ovarium dan penderita tumor jinak ovarium yang memenuhi kriteria diikutsertakan dalam penelitian ini. Darah penderita tumor ovarium diambil sebelum dilakukan operasi, lalu sampel dilakukan pengukuran kadar SOD dan MDA. Terdapat 35 penderita keganasan ovarium dan 43 penderita tumor jinak ovarium yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata atau median kadar SOD dan MDA pada penderita keganasan ovarium adalah 1,23 (0,24-5,709) dan 0,803 ± 0,316 , sementara rerata atau median kadar SOD dan MDA pada penderita tumor jinak ovarium adalah 0,488 (0,101-1,86) dan 0,634 ± 0,266. Terdapat perbedaan kadar SOD dan MDA yang bermakna antara kedua kelompok. Terdapat perbedaan kadar SOD yang bermakna antara penderita keganasan ovarium stadium awal dengan penderita keganasan ovarium stadium lanjut. Sementara pada pemeriksaan MDA tidak terdapat perbedaan bermakna antara penderita stadium awal dengan stadium lanjut. Kesimpullan pada penelitian ini terdapat perbedaan kadar SOD dan MDA yang bermakna antara penderita keganasan ovarium dengan penderita tumor jinak ovarium.

Ovarian cancer is the leading cause of death due to gynecological malignancies among women. A lot of evidence shows that ovarian cancer is generally influenced by oxidative stress. In this study aims to determine the activity of SOD enzymes and MDA levels in patients with ovarian malignancies and patients with benign ovarian tumors. The study was conducted by cross-sectional tests carried out in the RSCM Jakarta Gynecology Obstetric Room and Persahabatan Hospital Jakarta and Fatmawati Hospital Jakarta in July to December 2018. All patients with ovarian malignancies and patients with benign ovarian tumors who met the criteria were included in this study. Blood from ovarian tumor patients taken before surgery, then the samples were measured for SOD and MDA levels. There were 35 ovarian malignancies and 43 patients with benign ovarian tumors included in the study. The mean or median level of SOD and MDA in patients with ovarian malignancy is 1.23 (0.24 - 5.709) and 0.803 ± 0.316, while the mean or median level of SOD and MDA in patients with benign ovarian tumors is 0.488 (0.101-1.86) and 0.634 ± 0.266. There were significant differences in SOD and MDA levels between the two groups. There were significant differences in SOD levels between patients with early-stage ovarian malignancies and those with advanced ovarian malignancies. While on MDA examination there were no significant differences between patients with early stages with advanced stages. Conclusion in this study were significant differences in SOD and MDA levels between ovarian malignancies and patients with benign ovarian tumors"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adithya Welladatika
"Latar Belakang: Kanker ovarium merupakan kanker kedelapan tersering, terhitung hampir 4% dari semua kanker pada perempuan di dunia. Kanker ovarium memiliki prognosis yang buruk dan angka kematian tertinggi. Setiap tahunnya terdapat 225.000 perempuan yang terdiagnosis kanker ovarium dan 140.000 perempuan meninggal disebabkan oleh penyakit ini. Berdasarkan jumlah tersebut, 90% kasus merupakan kanker ovarium epitelial. Bila berdasarkan stadium, lebih banyak pasien datang terdiagnosis dengan kanker ovarium stadium lanjut dibandingkan dengan stadium dini. Hal ini dikarenakan kanker ovarium bersifat asimtomatik, onset gejala yang terlambat dan belum adanya skrining yang terbukti efektif untuk kanker ovarium. Tujuan utama pengobatan kanker stadium lanjut adalah memperpanjang waktu untuk bertahan hidup dengan kualitas hidup yang baik dan tata laksana standarnya adalah operasi sitoreduksi. Di RSCM, evaluasi kesintasan dari pasien kanker ovarium epitelial stadium lanjut yang menjalani operasi sitoreduksi belum dianalisis.
Tujuan: Mengetahui kesintasan pasien kanker ovarium stadium lanjut yang menjalani operasi sitoreduksi di RSCM dan juga mengetahui kesintasannya berdasarkan hasil histopatologi dan pemberian kemoterapi ajuvan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan menggunakan data dari rekam medis. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Subjek penelitian adalah semua pasien kanker ovarium epitelial stadium lanjut yang menjalani operasi sitoreduksi pada bulan Januari 2013-Januari 2015 di RSCM.
Hasil: Dari 48 subjek yang diteliti, didapatkan sebanyak 23 (48%) subjek menjalani operasi sitoreduksi optimal dan 25 (52%) subjek menjalani operasi sitoreduksi suboptimal. Didapatkan kesintasan 5 tahun pada pasien yang menjalani operasi sitoreduksi optimal sebesar 43,5%, sedangkan untuk sitoreduksi suboptimal sebesar 32%. Pada pasien yang menjalani operasi sitoreduksi optimal, yang diberikan kemoterapi ajuvan didapatkan kesintasan 5 tahun sebesar 40%, sedangkan pada pasien yang tidak diberikan sebesar 46,2%. Pada pasien yang menjalani operasi sitoreduksi suboptimal, yang diberikan kemoterapi ajuvan didapatkan kesintasan 5 tahun sebesar 40%, sedangkan pada pasien yang tidak diberikan sebesar 20%. Pada pasien dengan hasil histopatologi seromusinosum didapatkan kesintasan 5 tahun sebesar 100%, sedangkan untuk serosa, musinosa, endometrioid dan sel jernih berturut-turut sebesar 50%, 33,3%, 25%, dan 21,4%.
Kesimpulan: Operasi sitoreduksi optimal memiliki kesintasan 5 tahun yang lebih baik dibandingkan dengan operasi sitoreduksi suboptimal. Operasi sitoreduksi suboptimal dan tidak dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi ajuvan memiliki kesintasan yang buruk. Jenis histopatologi seromusinosum memiliki kesintasan yang lebih baik dibandingkan dengan jenis serosum, musinosum, endometrioid dan sel jernih.

Background: Ovarian cancer is the eighth most common cancer, almost 4% of all cancers in women in the world. Ovarian cancer has a poor prognosis and the highest mortality rate. Every year 225,000 women are diagnosed with ovarian cancer and 140,000 women die from this disease. Based on this number, 90% of cases are epithelial ovarian cancer. Based on stadium, more patients diagnosed with advanced-stage ovarian cancer compared with early stage, because ovarian cancer is asymptomatic, delayed onset and there is no screening that has proven effective for ovarian cancer. The standard management for advanced stage ovarian cancer is debulking surgery. At RSCM, evaluation of survival of advanced stage epithelial ovarian cancer patients who were performed debulking surgery has not been analyzed.
Objective: Knowing the survival of patients with advanced-stage ovarian cancer who underwent debulking surgery at RSCM and also knowing their survival based on histopathological results and adjuvant chemotherapy.
Methods: This was a retrospective cohort study using data from medical records. Sampling was done by consecutive sampling. The subjects of this study were all patients with advanced-stage epithelial ovarian cancer patients who were performed debulking surgery in January 2013-January 2015 at RSCM.
Results: From the 48 subjects, 23 (48%) subjects were performed optimal debulking surgery and 25 (52%) subjects were performed suboptimal debulking surgery. Overall survival in patients undergoing optimal debulking surgery is 43.5% with a median survival rate of 39 months, while for suboptimal debulking surgery is 32% with a median survival rate of 29 months. In patients who underwent optimal cytoreduction surgery, those given adjuvant chemotherapy obtained a overall survival is 40%, whereas in patients who were not given is 46.2%. In patients who underwent suboptimal cytoreduction surgery, those who were given adjuvant chemotherapy found a overall survival rate of 40%, whereas in patients who were not given is 20%. In patients with histopathological results seromucinous obtained 5-year survival by 100%, while for serous, mucous, endometrioid and clear cells simultaneously were 50%, 33.3%, 25%, and 21.4%.
Conclusion: Optimal debulking surgery has a better 5-year survival compared to suboptimal debulking surgery. Suboptimal cytoreduction surgery and not followed by adjuvant chemotherapy has poor survival. The histopathological type of seromucinous has better survival compared with the types of serous, mucinous, endometrioid and clear cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuri Feharsal
"Penelitian ini membahas perbandingan performa diagnostik sistem skoring International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) dengan Risk of Malignancy Index-4 (RMI-4) dan indeks morfologi Sassone dalam memprediksi keganasan ovarium prabedah. Dilakukan uji diagnostik potong-lintang secara retrospektif dengan pasien neoplasma ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari hingga Desember 2013. Nilai diagnostik dari keempat metode skoring dihitung dengan luaran: sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, akurasi dan nilai AUC. Penelitian ini menyimpulkan IOTA simple-rules memiliki performa diagnostik lebih baik dibandingkan IOTA subgroup, RMI-4 dan indeks morfologi Sassone.

This study compared diagnostic performance of scoring system of International Ovarian Tumor Analysis (IOTA) with Risk of Malignancy Index-4 (RMI-4) and Sassone morphology index to predict ovarian malignancy preoperatively. A retrospective study was done involving subject with ovarian neoplasm at National General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo on January to December 2013. Sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, accuracy and AUC value were calculated. This study concluded that diagnostic performance of IOTA simple-rules were significantly better than IOTA subgroup, RMI-4 and Sassone morphology index."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Rezkini
"Tumor ovarium tipe sel benih merupakan tumor tersering pada anak dan remaja putri. Di Indonesia, tumor ovarium merupakan permasalahan yang cukup berarti karena pasien umumnya datang dalam kondisi stadium lanjut akibat tidak adanya metode skrining yang memadai untuk mendeteksi kasus ini secara dini.
Tujuan: (1) mengetahui jumlah kasus baru tumor ovarium primer tipe sel benih di Jakarta selama tahun 1997-2006; (2) mengetahui proporsi kasus tumor ovarium primer tipe sel benih dengan tumor genitalia perempuan di Jakarta selama tahun 1997-2006; (3) untuk mengetahui proporsi tumor ovarium primer tipe sel benih terhadap tipe lain tumor ovarium primer selama tahun 1997-2006. (4) untuk mengetahui adanya hubungan antara kelompok usia dengan derajat keganasan tumor ovarium primer tipe sel benih.
Metode: Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada data sekunder kasus tumor ovarium primer di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSUPN-CM tahun 1997-2006 dengan uji Chi-Square (p<0,05).
Hasil: jumlah kasus baru tumor ovarium primer tipe sel benih di Jakarta adalah 578 kasus dengan subjek penelitian berasal dari kelompok usia 0-9 tahun hingga 80-89 tahun. Tumor ovarium primer tipe sel benih merupakan 4,79% dari semua tumor genitalia perempuan. Terdapat hubungan yang bermakna (p 0,000) antara kelompok usia dan derajat keganasan tumor ovarium primer tipe sel benih. Tumor sel benih merupakan 25,5% dari semua tumor ovarium primer.
Kesimpulan: terdapat hubungan yang bermakna antara usia pasien dengan derajat keganasan tumor ovarium primer tipe sel benih.

Germ cell ovarian tumour is the most common type of tumour found among children and adolescents in Indonesia. In Indonesia, ovarian tumour has become a major problem since most patients seek medical attention in their late stages because there is no adequate screening method to diagnose ovarian tumour in early stages.
Objectives: (1) To analyze the number of most recent diagnosed primary ovarian germ cell tumour's cases in Jakarta in the period of 1997-2006. (2) To analyze the proportion of primary ovarian germ cell tumours within all female's genital tumours. (3) To analyze the proportion of primary ovarian germ cell tumour within all primary ovarian tumours. (4) to know whether there is a relationship between age group and histological grade in primary ovarian germ cell tumours.
Methods: based on secondary data from RSCM's Department of Pathology and Anatomy, this research was conducted using cross-sectional method with Chi-Square statistical test (p< 0.05).
Result: this research indicates that there were 578 new cases of primary ovarian germ cell tumour, in the RSCM's Department of Pathology and Anatomy for the period of 1997-2006. These cases were distributed among the age group of 0-9 years old until 80-89 years old. The research findings indicates a statistically significant correlation (p<0.000) between the histological grade of primary ovarian germ cell tumour and the patients' age group. Primary ovarian germ cell tumours were found in 4,79% among all the female's genital tumour. Germ cell primary ovarian tumours were 25,5% of all primary ovarian tumours.
Conclusion: there is a strong relationship between histological grade of primary ovarian germ cell tumour and the age of patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S09131fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Noela R.M.H.
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum kanker ovarium di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) 5 tahun terakhir beserta faktor-faktor yang berhubungan dengan kanker ovarium. Penelitan ini mengambil data pasien kanker ovarium selain tipe borderline yang terdapat di Cancer Registry divisi Ginekologi Onkologi dan masih memiliki rekam medis di RSCM pada periode Januari 2010 - Desember 2014, dilakukan follow up untuk mengetahui kesintasan hidup selama 4 tahun. Kami mendapatkan 98 subyek penelitian. Pada penelitian ini didapatkan insidensi kanker ovarium terbanyak pada usia 45-54 tahun (33,6%), insidensi kanker ovarium menurun dengan bertambahnya jumlah anak, sebagian besar kanker ovarium merupakan tipe epitelial (76,5%) dan sebagian besar pasien didiagnosa pada stadium lanjut (55.1%). Kesintasan hidup 4 pasien kanker ovarium tipe epitelial 77%; tipe germinal 83.3%; tipe stroma 100%. Kesintasan hidup 4 tahun dengan terapi pembedahan 84.1%; pembedahan disertai kemoterapi adjuvan 83.3%; kemoterapi neoadjuvan sebelum pembedahan 68.4%. Terdapat 63% respon komplit pada kelompok kemoterapi adjuvan; dan 41.2% pada kelompok kemoterapi neoadjuvan.

The aim of this research is to describe the incidence of ovarian cancer and its characteristic in Ciptomangunkusumo Hospital in the last 5 year. The data was collected from Gynecology Oncology Division’s Cancer Registry and RSCM’s medical record from Januari 2010 - December 2014, follow up was performed to know the survival. There was 98 subject in this research. The result was : majority incidence of ovarian cancer was in the age 45-54 years old (33,6%); ovarian cancer incidence decrease in parity’s group; the majority histotype was epithelial (76.5%); and most of them were diagnosed on advanced stage (55.1%). The 4 year survival rate for epithelial was 77%; germinal was 83,3%; and stromal was 100%. Based on therapy the 4 year survival rate was 84.1%; 83.3% in adjuvant chemotherapy group; and 68.4% in neoadjuvan chemotherapy. In the group of adjuvant chemotherapy there was 63% complete respon and 41.2% in neoadjuvan chemotherapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitari Nuzullita
"Latar belakang: Kanker ovarium merupakan jenis kanker ke-3 yang paling sering dialami oleh wanita di Indonesia. Diagnosis yang terlambat berperan besar dalam tingginya angka mortalitas. Metode skrining cepat kanker ovarium semakin penting untuk diteliti, dengan beragam biomarker penanda kanker seperti CA-125, HE4, dan FOLR1 yang menawarkan indeks diagnostik dan kemudahan prosedur yang menjanjikan.
Metode: Studi deskriptif desain potong lintang ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada Januari 2022 hingga Januari 2023. Kadar serum CA-125, HE4, dan FOLR1 dianalisis dari 48 subjek yang terbagi dalam kelompok tumor ovarium ganas dan jinak. Diagnosis pasti tumor merujuk hasil pemeriksaan histopatologis dan pencitraan. Data demografis pasien seperti usia, status menopause, ukuran tumor, hingga hasil analisis sitologi cairan asites dikumpulkan.
Hasil: Hasil analisis demografis menunjukkan kecenderungan subjek menopause untuk memiliki tumor ovarium non-maligna (57,6% vs. 26,7%; p < 0,05), dan subjek dengan cairan asites ganas cenderung memiliki tumor ovaium maligna (3,0% vs. 40,0%; p < 0,05). Kadar ketiga biomarker serum meningkat pada kelompok tumor maligna, namun hanya HE4 (median 12,43 vs. 42,03; p < 0,05) yang memiliki perbedaan bermakna (CA-125 median 102,50 vs. 461,85; p = 0,062; FOLR1 median 0,070 vs. 0,172; p=0,213). Area under the curve (AUC) pada hasil analisis kurva receiver operating characteristic (ROC) menunjukkan hasil 0,630, 0,747, dan 0,794 secara berturut-turut untuk biomarker FOLR1, Ca125, dan HE4, dengan analisis beda proporsi signifikan pada titik potong 0,1165 ng/mL (Se 66,7%, Sp 60,6%), 208,00 U/mL (Se 73,3%, Sp 84,8%), dan 19,66 pg/mL (Se 86,7%, Sp 60,6%). Analisis kombinasi biomarker menunjukkan peningkatan sensitifitas namun penurunan spesifisitas.
Kesimpulan: Kadar serum ketiga biomarker memiliki kemampuan yang baik sebagai prediktor keganasan tumor ovarium maligna. Pada populasi penelitian, HE4 secara tunggal memiliki indeks diagnostik terbaik, dan kombinasi biomarker tidak memberikan peningkatan kemampuan diagnostik.

Background : Ovarian cancer is the third most common cancer in women in Indonesia. Late diagnosis significantly contributes to high mortality rates. Rapid screening methods for ovarian cancer are increasingly important, with biomarkers such as CA-125, HE4, and FOLR1 offering promising diagnostic indices and procedural ease.
Methods: This cross-sectional descriptive study was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital, Jakarta from January 2022 to January 2023. Serum levels of CA-125, HE4, and FOLR1 were analyzed in 48 subjects divided into malignant and benign ovarian tumor groups. Tumor type diagnosis was based on histopathological examination and imaging. Patient demographic data including age, menopausal status, tumor size, and cytology analysis of ascitic fluid were collected.
Results: Demographic analysis showed tendencies of menopausal subjects to have non-malignant ovarian tumors (57.6% vs. 26.7%; p < 0.05), and subjects with malignant ascitic fluid were more likely to have malignant ovarian tumors (3.0% vs. 40.0%; p < 0.05). Serum levels of all three biomarkers were higher in the malignant group, but only HE4 (median 12.43 vs. 42.03; p < 0.05) showed significant differences (CA-125 median 102.50 vs. 461.85; p = 0.062; FOLR1 median 0.070 vs. 0.172; p = 0.213). The area under the curve (AUC) for the receiver operating characteristic (ROC) curve analysis showed 0.630, 0.747, and 0.794 for FOLR1, CA-125, and HE4, respectively. Significant cut-off points were 0.1165 ng/mL (Se 66.7%, Sp 60.6%), 208.00 U/mL (Se 73.3%, Sp 84.8%), and 19.66 pg/mL (Se 86.7%, Sp 60.6%). Biomarker combination analysis increased sensitivity but decreased specificity.
Conclusion: Serum levels of the three biomarkers are good predictors of malignancy in ovarian tumors. In this study population, HE4 alone had the best diagnostic index, and combining biomarkers did not enhance diagnostic capability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Ada beberapa metode untuk mendiagnosis karsinoma ovarium, diantaranya pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan tumor marker, dan gabungan beberapa pemeriksaan. Akan tetapi, gabungan pemeriksaan tersebut belum memberikan hasil spesifitas dan sensitivitas yang tinggi. Untuk itu masih diperlukan pemeriksaan lain untuk meningkatkan baik sensitivitas ataupun spesifitas, dan salah satu yang menarik untuk diteliti adalah pemeriksaan sitologi kavum uteri. Dengan pemeriksaan sitologi kavum uteri diharapkan dapat ditemukan sel-sel ganas yang berasal dari tumor ganas ovarium. Penemuan sel tumor ganas ovarium dimungkinkan karena adanya mekanisme peristaltik pada tuba fallopii dan tekanan negatif dari kavum uteri, sehingga memungkinkan terjadinya transportasi sel ganas ovarium ke dalam kavum uteri melalui tuba. Penelitian ini bertujuan mengetahui sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi kavum uteri dalam mendeteksi keganasan ovarium dibandingkan dengan pemeriksaan histologi yang umum dilakukan. Penelitian ini merupakan uji diagnostik, dengan pemeriksaan histologi sebagai baku emas, untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai praduga positif, dan nilai praduga negatif pemeriksaan sitologi kavum uteri. Sebanyak 30 kasus masuk dalam penelitian ini. Ada beberapa faktor yang meningkatkan nilai positif sitologi kavum uteri, antara lain stadium, dan asites. Semakin tinggi stadium semakin besar nilai positif, adanya asites memperbesar kemungkinan positif. Pada uji diagnostik didapatkan sensitivitas sitologi kavum uteri sebesar 48%, spesifisitas 60%, nilai praduga positif 85,7%, dan nilai praduga negatif 18,8%. Kesimpulan: pemeriksaan sitologi kavum uteri dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk membantu dalam mendiagnosis karsinoma ovarium. (Med J Indones 2004; 14: 92-6)

There are several methods for diagnosing ovarian carcinoma, such as gynecological examination, ultrasonographic examination, and tumor marker examination. However, all these combinations have not yielded high specificity and sensitivity results. For this reason, it is necessary to perform other examinations to enhance both specificity and sensitivity, and one of them which is of interest to be studied is cytological examination of uterine cavity. By cytological examination of uterine cavity, it is hoped that malignant cells originating from ovarian malignant tumor can be found. Discovery of ovarian malignant cells is possible because of peristaltic mechanism in the fallopian tube and negative pressure from uterine cavity, that makes possible the transportation of ovarian malignant cells into uterine cavity through the tube. The objective of this study is to understand the sensitivity and specificity of cytological examination of uterine cavity in detecting ovarian malignancy. This study was a diagnostic test with histological examination as the gold standard, to understand sensitivity, specificity, positive prediction value, and negative prediction value of cytological examination of uterine cavity. A total of 30 cases were included in the study. A number of factors enhanced positive results in cytology of uterine cavity. Those factors were stage and ascites. The more advanced the stage, the greater the positive results, and the presence of ascites increased positive results. On diagnostic test, sensitivity of uterine cavity cytology was 48%, specificity 60, positive predictive value 85.7%, and negative predictive value 18.8% respectively. In conclusion, cytological examination of uterine cavity could be used as one of the methods in assisting the diagnosis of ovarian carcinoma. (Med J Indones 2004; 14: 92-6)"
Medical Journal of Indonesia, 14 (2) April June 2005: 92-96, 2005
MJIN-14-2-AprJun2005-92
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lela Larasati
"ABSTRAK
Latar belakang: Peran perawat maternitas dalam merawat klien dengan neoplasma ovarium kistik adalah dengan menerapkan asuhan keperawatan komprehensif yang bertujuan dalam peningkatan respon adaptif sehat atau sakit serta memberikan kenyamanan, ketentraman, dan kelegaan bagi klien baik secara fisik, psikologi, sosial, dan spiritual. Teori yang dapat digunakan adalah teori adaptasi Roy dan kenyamanan Kolcaba.Ilustrasi kasus: Dua dari lima kasus kelolaan menjalani pembedahan, sedangkan tiga kasus harus menunda operasi untuk perbaikan keadaan umum terlebih dahulu karena adanya anemia dan menjalani transfusi darah. Pembedahan yang dilakukan adalah Histerektomi Salpingo Ooforektomi Bilateral, Lympadenektomi, Adhesiolisis, dan Appendiktomi. Kemudian dilakukan intervensi keperawatan berdasarkan respon, dengan adanya respon yang berbeda dari setiap klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan, maka dilakukan modifikasi intervensi keperawatan.Kesimpulan: kedua teori ini sesuai untuk diterapkan pada klien dengan neoplasma ovarium kistik dalam meningkatkan kenyamanan dan membantu klien beradaptasi secara fisiologis dengan kondisi yang dialaminya.

ABSTRACT
ABSTRACT Background The role of maternity nurses in caring for clients with cystic ovarian neoplasms is to apply comprehensive nursing care aimed at improving healthy or sick adaptive responses and providing comfort, tranquility and relief for clients physically, psychologically, socially, and spiritually. The theory that can be used is the theory of Roy 39 s adaptation and the comfort of Kolcaba.Case illustration Two out of five cases underwent surgery, while three cases had to postpone surgery to repair the general condition first because of anemia and undergo blood transfusions. Surgery is performed Histerectomy Bilateral Ooforectomy, Lympadenektomi, Adhesiolisis, and Appendiktomi. Then nursing intervention based on the response, with different responses from each client to nursing care given, then modified nursing intervention.Conclusion both of these theories are appropriate to be applied to clients with cystic ovarian neoplasms in enhancing comfort and helping clients adapt physiologically to the conditions they experience."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>