Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159729 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Baso
Jakarta: Yayasan Garuda Bumandhala, 2021
297.272 AHM h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : PBNU, 2007,
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta Pustaka Pelajar 1995
297.65 K 38 m
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Elly Muflihah
"Menurut beberapa Hadis Nabi Muhammad s.a.w. yang diriwayatkan oleh para perawi yang dapat dipercaya, bahwa Islam yang diakui oleh Nabi Muhammad s.a.w. adalah golongan yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya. Golongan ini lebih dikenal dengan sebutan kelompok ahli_ sunnah wal jamaah. Maka, dalam penyebarannya, agama Islam muncul dalam berbagai bentuk dan mengaku kelompok Ahli sun_nah wal jamaah yang datang dari berbagai penjuru dunia. Hal inipun dialami oleh penduduk Indonesia, khususnya pemeluk agama Islam. Selain itu, Islam juga bertemu dengan berbagai macam kebudayaan, yang sudah terlebih dahulu dikenal oleh masya_rakat setempat. Pertemuan Islam dengan kebudayaan atau ke_percayaan masyarakat setempat tersebut tidak dapat dihinda_ri. Karena suatu masyarakat betapapun rendah dan terasing_nya, biasanya sudah berkebudayaan tertentu dan menganut ke percayaan tertentu. Akibat pertemuan dua unsur tersebut, ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, nilai baru men_jadi dominan dan nilai lama menjadi hilang. Kedua, nilai lama tetap dominan dan nilai baru tidak bisa diterima. Ketiga, kedua nilai saling mengisi atau berasimilasi de-ngan salah satu nilai sedikit lebih dominan. Ketika Islam masuk ke Indonesia, ia bertemu dengan agama Hindu/Budha dan kepercayaan lama lainnya. Hal ini dapat diketahui dengan adanya dua pendapat dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia, yaitu pendapat Sunan Giri dan Sunan Kalijaga. Penyebaran agama Islam yang diinginkan oleh Sunan Giri, yaitu dengan cara memberantas kepercayaan lama adat-istiadatnya dan menggantikannya dengan agama/ke-percayaan baru (Islam). Sedangkan cara yang diinginkan oleh Sunan Kalijaga, dengan memasukkan ajaran Islam ke dalam adat-istiadat/kepercayaan lama tanpa memberantasnya sekaligus. Dengan demikian, tersebarlah dua macam ajaran Islam di Indonesia, yang satu berkembang di daerah perkotaan dan satu lagi berkembang di daerah pedesaan. Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan/organisasi kegamaan Islam yang mempunyai basis massa di daerah pedesaan. Melalui lembaga pendidikan Islam, Pesantren. Dan ter_nyata sebagian besar pendukung utama Nahdlatul Ulama adalah masyarakat santri, yang sedang menuntut dan mendalami ilmu agama di pondok pesantren. Mereka dengan tekun dan penuh disiplin menuntut ilmu agama di bawah bimbingan Pa_ra ulama. Para santri inilah yang nantinya akan menjadi penerus gerakan dan perjuangan Nahdlatul Ulama di masa mendatang. Karena Pesantren banyak terdapat di daerah pedesaan, maka ciri-ciri masyarakat desa sekitar pondok pesantren banyak menyerap pengaruh dari pondok pesantren tersebut. Hal ini disebabkan oleh kurangnya daya kreatifitas dan pengetahuan tentang agama dalam masyarakat pedesaan tersebut. Kebiasaan santri yang selalu taat dan patuh di bawah kewibawaan ulama mempengaruhi masyarakat desa di lingku_ngan pesantren. Sifat demikian menjadi sikap masyarakat desa yang selalu menunggu petunjuk dan bimbingan dari ula_ma sebagai pemimpin agama. Ciri masyarakat desa seperti ini merupakan tempat subur bagi peranan ulama. Maka, pera_nan ulama sebagai pemimpin informal (bukan pemerintahan) di desa sampai saat ini lebih menonjol dibanding unsur pimpinan lain.Uraian tersebut menunjukkan, bahwa pondok pesantren dan masyarakat desa mempunyai hubungan erat. Ciri dan hu_bungan ini, selanjutnya membentuk watak/ciri khas organisasi ini. Perwatakan tersebut terlihat, misalnya saja pa_da kekuatan Nahdlatul Ulama bukan terletak pada organisa sinya, melainkan pada solidaritas yang secara tradisional tertanam pada pendukungnya yang sebagian besar terdiri dari masyarakat santri pedesaan dan kiainya. Dengan demi_kian, utama dianggap sebagai pemeran utama baik dalam bidang keagamaan maupun bidang sosial. Karena Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan dalam bi_dang keagamaan, maka salah satu motivasi lahirnya pun di_landasi oleh semangat keagamaan, yaitu mempertahankan pa-ham Ahli sunnah wal jamaah. Karena begitu kuatnya Nahdlatul Ulama memegang paham tersebut, maka setiap pembicaraan tentang jamiah ini, tidak dapat lepas dari mas'aiah Allisunnah wal jamaah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sayfa Auliya Achidsti
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015
320.959 8 SAY k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Bahaluddin
"Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia. Peran NU untuk Indonesia dapat dilacak dalam lini masa mulai dari era kolonialisme hingga kini. Dalam konteks perumusan dasar negara, yaitu Pancasila, NU terlibat sangat aktif mulai dari yang awalnya menolak kemudian menerima Pancasila pada 1983. Penelitian ini dimaksud untuk menganalisis peneriman NU atas Pancasila pada Muktamar 1983 dalam perspektif Utilitarianisme. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis deskriptif, dimana peneliti mengumpulkan informasi melalui studi dokumen terkait. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bahwa segala tindakan NU dar masa ke masa sejatinya berorientasi pada kemasalahatan msyarakat luas. NU bahkan juga tidak segan mengorbankan organisasinya sendiri, seperti pasca Muktamar 1983 dimana NU memutuskan berhenti dari politik praktis yang mengakibatkan suara PPP (partai mewakili kelompok Muslim) mengalami penurunan signifikan dalam pemilu setelahnya. Prinsip kemaslahatan NU sejatinya adalah implementasi dari teori Utilitarianisme yang dikembangkan oleh John Stuart Mill, bahwa NU telah menerapkan dua aspek Utilitarianisme sekaligus, yaitu Act Utilitarianism dan Rule Utilitarianism. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan dan sumbangan pemikiran kepada pemangku kebijakan agar kebijakan selalu berorientasi pada kebermanfaatan.

Nahdlatul Ulama (NU) is the largest religious organization in Indonesia. NU's role in Indonesia can be traced in a timeline starting from the era of colonialism until now. In the context of the formulation of the basic principles of the state, namely Pancasila, NU was very actively involved starting from initially rejecting and then accepting Pancasila in 1983. This research is intended to analyze NU's acceptance of Pancasila at the 1983 Congress from a Utilitarianism perspective. This research uses a descriptive analysis approach, where researchers collect information through studying related documents. This research concludes that all NU actions from time to time are actually oriented towards the problems of the wider community. NU did not even hesitate to sacrifice its own organization, such as after the 1983 Congress where NU decided to stop practical politics which resulted in the PPP (the party representing Muslim groups) votes experiencing a significant decline in the elections that followed. NU's principle of benefit is actually the implementation of the theory of Utilitarianism developed by John Stuart Mill, that NU has implemented two aspects of Utilitarianism at once, namely Act Utilitarianism and Rule Utilitarianism. It is hoped that the results of this research can provide information as a basis for consideration and contribution of thought to policy makers so that policies are always oriented towards benefits."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itmam Jalbi
"Sejarah Perumusan Kembali ke Khittah NU 1926 hingga Muktamar Situbondo 1984), SKRIPSI, Januari 2000, Jurusan Asia Barat Program Studi Arab Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) pada akhir tahun 1984 melalui mukatamarnya di Situbondo, menyatakan sikap kembali ke khittah 1926. Sebelum menjadi keputusan penting Munas Situbondo dan dipertegas kembali pada Muktamar setahun kemudian, gagasan kembali ke khittah 1926 ini sudah melalui proses perjalanan panjang, berdasarkan introspeksi dari kalangan tokoh-tokohnya sendiri, yakni dari kalangan alarm dan generasi muda NU. Karena kiprahnya sebelum itu bukan saja telah mengabaikan tugas-tugas pengabdiannya kepada masyarakat sesuai misinya mengembangkan ajaran ahlussunnah wal jarna'ah, melainkan juga telah menimbulkan ketegangan dan konflik berkepanjangan pada tingkat interen NU. Dalam perjalanan yang ironis tersebut, NU dapat pula diibaratkan seperti pisau cukur yang hanya digunakan untuk mengiris bawang rnerah, yang berarti tidak sesuai dengan peran sesungguhnya.
Penelitian ini berupaya mengkaji faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya gagasan kembali ke khittah 1926 yang mencapai tahap kematangannya pada pemikiran K.H. Achmad Siddiq dan tokoh-tokoh muda pembaharu NU yang tergabung dalam Majelis 24 dan Tim Null. Dan rumusan-rumusan yang digulirkan inilah yang kemudian secara meyakinkan diterima sebagai keputusan monumental pada Munas dan Muktamar ke-27 Situbondo, yang selanjutnya diakui sebagai naakah resmi khittah NU 1926.
Dari basil penelitian ditemukan bahwa keterlibatan yang terlalu berlebihan kepada orientasi politik, menjadikan peran dan prestasi NU selalu dikaitkan dengan sebnah prestise jabatan atau kekuasaan yang justru pada perkembangannya menghambat kemajuan serta kejayaan NU. Sebagai upaya mengembalikan kejayaannya yang pernah dicapai pada periode awal berdirinya, langkah kembali ke Khittah 1926 merupakan langkah strategis yang diharapkan mampu membawa NU berkiprah dengan landasan dan sikap yang sesuai dengan wawasan keagamaannya. Sementara itu, keputusan kembali ke khittah 1926 sewajarnya akan membawa beberapa konsekuensi logis dan tantangan ke depan NU, baik secara organisatoris maupun politis. Secara organisatoris misalnya, NU akan mengembalikan pola. kepemimpinannya kepada supremasi ulama. Hal ini disebabkan sebagai organisasi keagamaan. (arniyyah dintyah), NU memerlukan kharisma ulama yang berperan sebagai pemandu, pengelola dan sekaligus pengawas program-program NU. Sedangkan secara politis, NU telah meninggalkan gelanggang politik praktis dan memfokuskan kegiatannya pada peran sosial kemasyarakatan yang lebih terkoordinasi. Tujuan luhur dan strategis ini akan tercapai manakala Para pemimpin NU, baik pada tataran masyarakat maupun dalam kepengurusannya tetap konsisten dan menjadikan butir-butir khittah 1926 sebagai panduan dalam berkiprah, bukannya sebagai ajang mencari kebenaran dan kepentingan pribadi semata. Upaya selanjutnya yang tak kalah penting adalah mensosialisasikan pemahaman tentang khittah NU 1926 kepada masyarakat secara umum, sebagaimana yang telah digariskan dalam keputusan NU tentang khittah 1926 beserta perangkat program dan nilai-nilai keagamaan yang mendukungnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S13244
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kang, Young Soon
Jakarta: UI-Press, 2008
324.2 KAN a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>