Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156418 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadia Karima Izzaty
"Salah satu permasalahan yang meliputi badan air adalah pencemaran sumber air, yang kemudian menjadi induk dari berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan kesehatan. Kondisi ini dapat diatasi salah satunya adalah dengan memanfaatkan fitoremediasi melalui constructed wetland atau lahan basah buatan. Untuk mengetahui efektivitas suatu tanaman untuk dijadikan lahan basah buatan, menggunakan model fisik akan memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Alternatif yang dapat dipergunakan adalah permodelan numerik. HYDRUS adalah salah satu perangkat lunak yang menawarkan kemudahan permodelan mekanisme peluruhan pencemar di dalam badan air dan lahan basah buatan menggunakan permodelan numerik metode elemen hingga. HYDRUS memberikan akurasi yang cukup baik dalam permodelan lahan basah buatan yang telah dilakukan di negara subtropis, namun pengujian belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas lahan basah buatan dengan menggunakan program HYDRUS dengan kondisi dan model fisik di Indonesia. Parameter yang diamati adalah waktu pencemar untuk mencapai outlet, dan kurva respon dari pembebanan pencemar pada model. Model fisik diambil dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Parameter-parameter lainnya seperti laju peluruhan pencemar di dalam media tanam, laju pengambilan nutrien oleh akar tanaman, dan sebagainya diambil dari penelitian yang telah dilakukan di tempat-tempat lainnya dan juga dari nilai yang disarankan oleh HYDRUS. Berdasarkan hasil permodelan, didapati bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai outlet adalah 4,85 hari untuk nitrat dan 2,075 hari untuk fosfat. Efektivitas lahan basah yang dimodelkan apabila memperhitungkan waktu tinggal tersebut adalah sebesar 98,83% untuk nitrat dan 98,082% untuk fosfat. Meskipun parameter media tanam tidak sensitif terhadap perubahan, diperlukan data-data yang sesuai dengan kondisi lapangan untuk memodelkan secara akurat. Pada dasarnya, permodelan yang dihasilkan oleh HYDRUS telah memberikan hasil yang sesuai dengan teoritis, akan tetapi belum dapat dibandingkan dengan permodelan fisik dengan reaktornya, sebab penelitian fisiknya belum memperhitungkan waktu tinggal pencemar untuk mencapai outlet.

One of the problems involving water bodies is the pollution of water sources, which later becomes the parent of various social, economic, and health problems. One of these conditions can be overcome by utilizing phytoremediation through constructed wetlands. To determine the effectiveness of a plant to be used as an constructed wetland, using a physical model will require a lot of time and money. An alternative that can be used is to use numerical modeling. HYDRUS is a software that offers such a solution, which is modeling the decay mechanism of pollutants in water bodies and constructed wetlands using numerical modeling with the finite element method. HYDRUS provides a fairly good accuracy in the modeling of constructed wetlands that have been carried out in subtropical countries, but the test has never been carried out in Indonesia. This study aims to analyze the effectiveness of constructed wetlands using the HYDRUS program with physical conditions and models in Indonesia. The parameters observed are the time for the pollutant to reach the outlet, and the response curve of the pollutant loading on the model. The physical model is taken from research that has been done previously. Other parameters such as the rate of decay of pollutants in the media, the rate of nutrient uptake by plant roots, and so on were taken from studies that have been carried out elsewhere and also from the values ​​suggested by HYDRUS. Based on the modeling results, it was found that the time needed to reach the outlet was 4.85 days for nitrate and 2.075 days for phosphate. The effectiveness of the modeled wetlands taking into account the residence time is 98.83% for nitrate and 98.082% for phosphate. Although the parameters of the growing media are not sensitive to changes, data that is in accordance with field conditions is needed to model accurately. Basically, the model produced by HYDRUS has given results that are in accordance with the theory, but cannot be compared with the physical model with the reactor, because the physical research has not taken into account the residence time of the pollutant to reach the outlet."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Rana Aqilah
"Saat ini TPA Cipayung tidak memiliki unit pengolahan lindi, sehingga lindi dialirkan menuju Kali Pesanggrahan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi fitoremediasi yang ditinjau dari pengaruh persentase luas tutupan dan jenis tanaman air yang optimal dalam penyisihan pencemar dari lindi TPA Cipayung. Tahapan penelitian terdiri dari observasi lapangan, range finding test, adaptasi dan fitoremediasi. Penelitian ini menggunakan metode fitoremediasi dengan tanaman eceng gondok dan kayu apu. Eceng gondok mampu menyisihkan parameter TDS, TSS, COD, BOD, dan total koliform berturut-turut sebesar 33%, 32%, 20%, 25%, dan 39%, sedangkan kayu apu sebesar 24%, 28%, 25%, 34%, dan 43%. Berdasarkan uji statistik, persentase luas tutupan tanaman memiliki korelasi positif tidak signifikan (sig >0,05) dengan persentase penyisihan pencemar yaitu TSS, COD dan BOD. Hubungan korelasi didapatkan jika semakin besar persentase luas penutupan tanaman, maka akan semakin besar nilai persentase penyisihan parameter pencemar. Selain itu, hasil uji korelasi antara jenis tanaman dengan penurunan persentase penyisihan pencemar menujukan korelasi negatif pada parameter COD, BOD, dan total koliform. Hasil dari penelitian ini yaitu eceng gondok lebih baik dalam menurunkan pencemar dibandingkan kayu apu. Penerapan fitoremediasi pada TPA Cipayung direncanakan pada unit constructed wetland.

Cipayung Landfill does not have a leachate treatment, so the leachate flows into the Pesanggrahan River. This study aims to analyze the potential of phytoremediation with the percentage of the cover area and the optimal type of aquatic plants in removing pollutants. The research stages included observation, range finding test, adaptation and phytoremediation. This study used phytoremediation with water hyacinth and water lettuce. Water hyacinth was able to remove TDS, TSS, COD, BOD, and total coliform parameters by 33%, 32%, 20%, 25%, and 39%, while water lettuce was 24%, 28%, 25%, 34%, and 43%. Based on statistical tests, the percentage of plant cover area has an insignificant positive correlation (sig>0,05) with the removal efficiency TSS, COD and BOD. The correlation relationship is if the more significant the percentage of plant cover area, the greater the removal efficiency pollutant. The correlation test results between plant types and the decrease in the percentage of pollutant removal showed a negative correlation in COD, BOD, and total coliform parameters. This study concludes that water hyacinth is better at reducing contaminants than water lettuce. The constructed wetland unit plans the application of phytoremediation in the Cipayung landfill.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Nauli
"ABSTRAK
Melastoma malabathricum L. merupakan tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi tanaman fitoremediasi. Perbanyakan tumbuhan M. malabathricum sebagai objek penelitian lanjutan diperlukan untuk mengembangkan potensi yang ada. Perbanyakan M. malabathricum dapat dilakukan melalui kultur daun secara in vitro pada medium MS dengan kombinasi Thidiazuron (TDZ) dan 1-Naphthaleneacetic Acid (NAA). Penelitian dilakukan untuk mengetahui respons eksplan daun M. malabathricum yang dikultur pada medium MS dengan penambahan kombinasi TDZ (0 mgl-1; 0,1 mgl-1; 1 mgl-1; 2 mgl-1) dan NAA (0 mgl-1; 0,1 mgl-1; 1 mgl-1). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa eksplan daun M. malabathricum dapat merespons medium perlakuan dengan membentuk kalus, kecuali pada medium dengan kombinasi 2 mgl-1 TDZ dan 1 mgl-1 NAA. Hasil pengamatan pada pekan ke-8 setelah penanaman menunjukkan bahwa kalus yang terbentuk cenderung memiliki tekstur remah kompak hingga kompak, dengan pencokelatan cenderung terjadi pada kalus yang terbentuk di medium dengan penambahan NAA tunggal (0,1 mgl-1; 1 mgl-1). Penggunaan 1 mgl-1 NAA serta 0,1 mgl-1 TDZ memberikan hasil tertinggi dalam persentase eksplan yang membentuk kalus (100%). Medium dengan penambahan 1 mgl-1 NAA membentuk kalus tercepat (6,25 hari). Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa eksplan dapat membentuk kalus dan akar pada medium dengan penambahan NAA tunggal. Medium dengan penambahan 1 mgl-1 NAA memberikan hasil terbaik dalam menginduksi pembentukan akar pada eksplan daun M. malabathricum. Lebih lanjut, terdapat satu eksplan pada medium dengan kombinasi 2 mgl-1 TDZ dan 0,1 mgl-1 yang mampu membentuk kalus dan tunas

ABSTRACT
Melastoma malabathricum L. is a plant that has the potential to be developed into phytoremediation plants. Propagation of M. malabathricum as a further research object is needed to develop the existing potential. Thus, it can be done through in vitro culture of leaves in MS medium with the combination of Thidiazuron (TDZ) and 1-Naphthaleneacetic Acid (NAA). This study was conducted to investigate the response of M. malabathricum leaf, when cultured on MS medium with the combination of TDZ (0 mgl-1, 0,1 mgl-1, 1 mgl-1 and 2 mgl-1) and NAA (0 mgl-1; 0.1 mgl-1 and 1 mgl-1). The results show that M. malabathricum leaf explants could respond to treatment medium by forming callus, except on medium with combination of 2 mgl-1 TDZ and 1 mgl-1 NAA. The results showed that the callus tended to have a friable-compact and compact texture at 8th week, with browning tends to occur in callus formed on medium with the addition of single NAA (0.1 mgl-1; 1 mgl-1). The use of 1 mgl-1 NAA and 0.1 mgl-1 TDZ gave the highest results in the percentage of explants forming callus (100%). The average of the fastest callus forming time (6.25 days) was found in the medium with the addition of 1 mgl-1 NAA. The result also show that explants could be forming callus and roots on a medium with the addition of a single NAA. Medium with addition of 1 mgl-1 NAA gave the best result in inducing root formation on M. malabathricum leaf explants. Moreover, there was one explant on the medium with a combination of 2 mgl-1 TDZ and 0.1 mgl-1 that capable to forming callus and shoots
"
2017
S70119
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinung Rahardjo
"Penelitian penggunaan rumput laut sebagai fitoremediasi limbah budidaya udang vanamei adalah salah satu upaya untuk mengatasi pencemaran perairan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan budidaya udang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan 3 jenis rumput laut sebagai kandidat fitoremediasi yaitu: Caulerpa sp, Gracilaria sp dan Eucheuma sp. Tempat pelaksanaan penelitian adalah Kampus Sekolah Tinggi Perikanan desa Karangantu, Kec. Kasemen Kota Serang Propinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gracilaria sp memiliki kemampuan biofiltrasi lebih tinggi dibandingkan Caulerpa sp dan Eucheuma sp yaitu kemampuan menyerap limbah organik budidaya udang vanamei baik amonia, nitrit, nitrat dan total bahan organik. Nilai rata-rata tingkat biofiltrasi Gracilaria sp terhadap amonia, nitrit, nitrat dan total bahan organik secara berturut-turut sebesar 36,3 , 20,1 , 30,8 dan 14.
Hasil uji skala lapangan menunjukkan bahwa penggunaan rumput laut juga mampu meningkatkan pertumbuhan udang dan kualitas air budidaya. Rata-rata pertumbuhan udang vanamei mencapai 0,3 g/hari dengan tingkat kelangsungan hidup berk isar antara 75-85 . Produktivitas hasil panen udang vanamei berkisar 3,8-4,5 kg/m2 dengan size 53-63 ekor/kg. Kualitas air selama kegiatan budidaya berada dalam kisaran normal dan jauh lebih baik dibandingkan dengan kualitas air di tambak konvensional. Persepsi masyarakat terhadap teknologi fitoremediasi memiliki nilai cukup baik. Teknologi ini diyakini oleh masyarakat memiliki manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial. Bertambahnya nilai manfaat limbah berdampak positif terhadap pemakaian sumberdaya yang lebih efesiensi.

AbstractTo overcome environmental pollution and degradation from shrimp farming activities, research on the use of seaweeds for phytoremediation is necessary and gaining momentum. This research employed quantitative approach, with 3 types of seaweed are used as the phytoremediation candidate, namely Caulerpa sp, Gracilaria sp and Eucheuma sp. The research took place at the Jakarta Fisheries University Campus - Karangantu station, Banten. The results showed that Gracilaria sp has higher biofiltration ability than Caulerpa sp and Eucheuma sp, including the ability to absorb organic waste either ammonia, nitrite, nitrate or total organic matter from vanamei shrimp culture. The average biofiltration rates of Gracilaria sp on ammonia, nitrite, nitrate and total organic matter were 36.3 , 20.1 , 30.8 and 14 , respectively.
Field trial indicated that the use of seaweed can also increase shrimp growth and improve water quality. The average growth of shrimp reached 0.3 g/day, with survival rate ranging from 75 to 85 . Productivity of vanamei shrimp ranged from 3.8 to 4.5 kg/m2, with the size of 53-63 heads/kg. During the trial, water quality was within the normal range and much better when compared to that of the conventional pond. Public perception on phytoremediation technology appeared to be "good". This technology is believed to possess ecological, economic and social benefits. Increase value of waste benefits would positively affect the utilisation of resources in a more sustainable way.
"
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2018
D2473
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Varentia Zahrah Novita
"ABSTRAK
Air asam tambang (AAT) mengandung berbagai logam berat dengan konsentrasi yang tinggi serta derajat keasaman (pH) yang rendah, yang berkisar antara 2-4. Sampel air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air asam tambang buatan, dengan variasi konsentrasi logam berat Cu sebesar 5 dan 7 mg l dengan desain pH 4, dimana pH tersebut menggambarkan karakteristik asli dari air asam tambang. Penelitian ini menggunakan waktu penelitian selama 7 hari untuk pengukuran parameter pH dan kandungan Cu dengan interval waktu 24 jam, serta hari ke-14. Pengujian pH akan dilakukan dengan menggunakan alat pHmeter sedangkan kandungan Cu dalam air asam tambang dan tanaman akan diukur menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa tumbuhan Pistia stratiotes mampu menggerakkan pH air asam tambang artificial dari 4 menjadi 7,3. Tumbuhan ini juga mampu menurunkan konsentrasi Cu dalam air asam tambang artificial sebesar 92,45 untuk konsentrasi awal 5,3 mg l serta 88 untuk konsentrasi awal 7,5 mg l dalam waktu 14 hari, dengan waktu kontak untuk penghilangan konsentrasi secara maksimum terjadi pada hari ke-3. Sedangkan pada sampel air asam tambang asli, Pistia stratiotes hanya dapat menggerakan pH dari 4 menjadi 5 serta mengurangi konsentrasi logam Cu dengan efisiensi penyisihan sebesar 23,21 dalam 14 hari

ABSTRACT
Acid mine drainage (AMD) contains high concentration of various heavy metals and low level of pH, ranging between 2-4. The water samples used for this research are artificial AMD, with varying concentration levels of copper ranging between 5 and 7 mg l, and also an actual AMD. The pH level is designed to be 4, where the designed pH level illustrates the actual characteristics of an AMD. The data for this research-pH and copper level-are taken every 24 hours for 7 days, with an additional data taken 14 days after the beginning of the research. This research shows that exposure of both the artificial AMD and actual AMD cause physiological effects to Pistia stratiotes, indicated by chlorosis of the plant starting from day 3 of the research. Furthermore, the result of this research illustrates that Pistia stratiotes is able to alter the artificial AMDs pH level from 4 to 7,3 in 14 days. This plant is also capable of reducing the copper content as much as 92,45 and 88,00 with initial concentrations of 5,3 mg l and 7,5 mg l respectively in 14 days, with peak removal at day 3. On the other hand, Pistia stratiotes is only able to alter the actual AMDs pH level from 4 to 5 and reduce the copper content with the removal efficiency of 23,21 in 14 days.
"
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhtiar Jauhari
"ABSTRAK
Penelitian pengolahan limbah domestik perpustakaan universitas indonesia menggunakan tanamaman Canna indica dalam sistem lahan basah buatan ini dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan dua reaktor yang memiliki waktu detensi 1 hari dan 3 hari. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efisiensi pengolahan beradasarkan penurunan kadar pH, BOD, COD, dan TSS dan mengetahui pengaruh waktu detensi. Hasil penelitain menunjukkan reaktor dengan waktu detensi 1 hari nilai maksimum efisiensi removal COD adalah 90.22%. Nilai maksimum efisiensi removal BOD adalah 90.22% Nilai maksimum efisiensi removal TSS 90.91%.Pada reaktor dengan waktu detensi 3 hari nilai maksimum Efisiensi Efisiensi removal COD 91.51%. nilai maksimum Efisiensi efisiensi removal BOD 91.55%. Efisinesi efisiensi removal TSS lahan basah buatan adalah 92.66%.

ABSTRACT
Research on University of Indoesia library’s domestic wastewater treatment using Constructed wetland with Canna Indica was carried out in a laboratory scale. two reactors are designed with different hydraulic retention time, there are 1 and 3 days. This study aims to determine the efficiency of constructed wetland based on removal of pH, BOD, COD, and TSS. This study also aims to find effect of hydraulic retention time againts the efficiency of removal. The Result for reactors with 1 days retention time shows maximum removal efficiency of COD is 90.22%. maximum removal efficiency of BOD is 90.22% maximum removal efficiency is TSS 90.91%. The Result for reactors with 3 days retention time shows maximum removal efficiency of COD is 91.51%. maximum removal efficiency of BOD is 91.55% maximum removal efficiency is TSS 92.66%."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S54786
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Ihsan Prasetyoputra
"ABSTRAK
Persaingan pada industri perbankan saat ini tidak hanya antar bank, akan tetapi terhadap perusahaan teknologi informasi yang dapat menciptakan produk digital dengan lebih awal dan menyesuaikan kebutuhan pengguna. Untuk itu menghadapai tantangan tersebut industri perbankan dapat menerapkan pendekatan Agile. Pendekatan Agile sendiri memiliki tingkat kesuksesan yakni hanya sebesar 39% dan 61% lainnya tidak. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu pendekatan Agile yang terbilang baru berkembang sehingga banyak yang belum begitu memahami pendekatan tersebut. Selain itu pada industri perbankan sendiri masih banyak yang menggunakan pendekatan tradisional dan berdasarkan data PricewaterhouseCoopers Indonesia sekitar 76% industri perbankan di tahun 2019 akan menggunakan pendekatan Agile. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis faktor-faktor kesukesan kritis pengembangan perangkat lunak dengan pendekatan Agile pada industri perbankan di Indonesia. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan pengolahan data statistik Analytic Hierarchy Process (AHP). Penelitian menghasilkan faktor kesuksesan kritis pengembangan perangkat lunak dengan pendekatan Agile pada industri perbankan di Indonesia. Adapun faktor kesuksesan kritis secara berurutan dari terbesar ke terkecil yang dianggap dapat mempengaruhi kesuksesan tersebut yaitu komunikasi, praktik dengan pendekatan Agile, dukungan manajemen, team empowerment, pengetahuan & keahlian tim, budaya organisasi, karakteristik tim, dan integration & automation process.
ABSTRACT
Competition in the banking industry today is not only between banks, but for information technology companies that can produce digital products earlier and adjust user needs. To face this challenge, the banking industry can implement the Agile approach. Agile's own approach has a success rate of only 39% and 61% not. This can be caused by several factors, one of which is the Agile approach which is relatively new so that many do not fully understand the approach. In addition, in the banking industry there are still many who use traditional approaches and based on PricewaterhouseCoopers Indonesia data, around 76% of the banking industry in 2019 will use the Agile approach. Based on this, the research was conducted with the aim of analyzing critical success factors in software development with an Agile approach to the banking industry in Indonesia. The analysis was carried out by using Analytic Hierarchy Process (AHP) as a statistical data processing. The research produced a success factor in software development with an Agile approach to the banking industry in Indonesia. The top 5 ranking factors sequentially from the biggest to the smallest which are considered critical can influence the success of the communication factors, practice with Agile approach, management support, team empowerment, team knowledge, organizational culture, team characteristics, and integration & automation process."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Utama
"ABSTRAK
Penerapan proyek prangkat lunak yang sukses adalah keinginan dari setiap pengembang proyek perangkat lunak, tetapi menurut data dari Standish Group 2018 keberhasilan pengembangan proyek prangkat lunak masih sangat kecil yaitu sebesar 23%. Oleh sebab itu penelitian ini melakukan action research pada PT Phincon yang mempunyai core bisnis dalam pengembangan proyek perangkat lunak. Pada pengembangan proyek Phincon masih terdapat proyek yang mengalami kegagalan seperti melebihi dari target waktu yang telah ditentukan. Penelitian ini menetukan prioritas dari Critical Success Factors (CSF) yang harus diperhatikan Phincon dalam memperbaiki proses pengembangan proyeknya. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan skala pairwise comparison dan responden penelitian yaitu karyawan Phincon yang terlibat langsung dalam pengembangan proyek kemudian dianalisis menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan hasil analisis diperoleh tujuan proyek yang jelas adalah alternatif dengan peringkat tertinggi kemudian diikuti oleh komunikasi, perencanaan proyek, komposisi tim yang jelas, dukungan top manajemen, alokasi sumber daya yang tepat, perubahan kebutuhan proyek, pendanan proyek, kompetensi tim, metodologi pengerjaan proyek dan waktu proyek. Berdasarkan peringkat yang didapatkan kemudian dilakukan wawancara untuk memperoleh tanggapan pemangku kepentingan terhadap hasil penelitian, yang kemudian dijadikan rekomendasi dalam melakukan perbaikan terhadap setiap faktor kesuksesan proyek, harapanya dapat meningkatkan kesuksesan pengembangan proyek perangkat lunak di PT Phincon.

ABSTRACT
The successful implementation of software projects is the desire of every software project developer, but according to data from Standish Group 2018 the success of developing software projects is still very small at 23%. Therefore this study conducted action research on PT Phincon which has a core business in developing software projects. In the development of the Phincon project there are still projects that have failed such as exceeding the predetermined time target. This research determines the priorities of critical success factors (CSF) that Phincon must consider in improving the project development process. The data was collected using a questionnaire with a pairwise comparison scale and the research respondents namely Phincon employees who were directly involved in the development of the project were then analyzed using the Analytic Hierarchy Process (AHP). Based on the results of the analysis obtained clear project objectives are alternatives with the highest rank then followed by communication, project planning, clear team composition, top management support, appropriate resource allocation, changes in project requirements, project funding, team competency, project work methodology and project time. Based on the ratings obtained, interviews were then conducted to obtain stakeholder responses to the results of the research, which were then made recommendations in making improvements to each of the success factors of the project, hoping to increase the success of software project development at PT Phincon.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Ferina
"ABSTRAK
Efluen dari pengolahan air lindi TPA Cipayung saat ini mengandung Cr(VI) 0,055-0,490 mg/l dan TSS 76-484 mg/l sedangkan baku mutu untuk Cr(VI) adalah 0,1 mg/l dan TSS adalah 200 mg/l. Lahan basah buatan merupakan alternative pengolahan air lindi yang efektif, murah dan mudah untuk diaplikasikan. Penelitian dilaksanakan dengan membuat lahan basah buatan tipe aliran bawah tanah (subsurface constructed wetland) dengan volume 37.500 cm3 menggunakan akar wangi (Vetiveria zizanioides) secara batch. Air lindi yang digunakan adalah air lindi yang ditambahkan K2Cr2O7 untuk menambahkan kadar logam Cr(VI) hingga 0,51 mg/l. Digunakan variasi waktu tinggal 1 hingga 5 hari. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa presentase penyisihan logam krom heksavalen dan TSS meningkat seiring dengan bertambahnya waktu tinggal. Konsentrasi logam Cr(VI) pada efluen lahan basah buatan memenuhi baku mutu pada waktu tinggal 3 hari, yaitu 0,042 mg/l dengan besar penyisihan 91,8%. Kandungan logam Cr(VI) pada Vetiveria zizanioides di akhir penelitian pada daun bagian atas sebesar 150,6 mg/kg; daun bagian bawah sebesar 101,3 mg/kg dan yang terbesar ada pada bagian akar, yaitu 170,2 mg/kg.

ABSTRACT
The existing TPA Cipayung leachate treatment?s effluent still contains exceeded Cr(VI) 0,055-0,490 mg/l and TSS 76-484 mg/l, while regulation restricts the maximum content of Cr(VI) and TSS to be no more than 0,1 mg/l and 200 mg/l. Constructed wetland is an alternative technology for leachate treatment which is effective, low cost, and easy to be applied. This research used subsurface constructed wetland with the volume of 37.500 cm3 and using Vetiver grass (Vetiveria zizanioides) with batch system. Experiment methods was by enriching the leachate with Cr(VI) by K2Cr2O7 until 0,51 mg/l. Detention time was 1 until 5 days. The result showed that precetage of content reduction for Cr(VI) and TSS increased in line with the increasing of detention time. After 3 days of detention time, the concentration of Cr(VI) in effluent has become 0,042 mg/l or equal with 91,8% reduction rate and fulfilled the standard. In the end of research, the top and bottom Vetiveria zizanioides leaves contained 150,6 mg/kg and 101,3 mg/kg of Cr(VI), while the highest content was in the root, 170,2 mg/kg."
[;Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia], 2015
S59813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Ediviani
"ABSTRAK
Anaerobic digestion AD yang mengolah limbah makanan merupakan metode waste-to-energy yang menghasilkan efluen cair. By-product tersebut dikenal sebagai digestat mengandung nutrien yang tinggi yang dapat didayagunakan oleh makrofit akuatik hias dalam system lahan basah buatan. Penelitian yang dilakukan mengevaluasi kapasitas pendayagunaan nutrien dari Canna indica, Iris pseudacorus, dan Typha latifolia dari digestat cair, sekaligus memperbaiki kualitas dari efluen cair AD. Lahan basah buatan yang ditanami T. latifolia mampu menyisihkan TSS dan COD secara efektif. C. indica menyisihkan N hingga 72 N sebagai penyisih N paling efisien, dan pendayaguna N terbesar. I. pseudacorus menyisihkan P hingga 98 dan memiliki kandungan TP dalam tanaman yang lebih tinggi dari T. latifolia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendayagunaan nutrient menggunakan system lahan basah buatan mampu memperbaiki kualitas efluen dalam waktu yang singkat, sekaligus menambah nilai estetika terhadap lingkungan.

ABSTRACT
Anaerobic digestion AD which treats food waste is a waste to energy method that produces liquid effluent. This by product, known as digestate, contains high nutrients that could be recovered using ornamental aquatic macrophytes in a constructed wetland system. This study investigates the capacity of nutrient recovery of Canna indica, Iris pseudacorus, and Typha latifolia from liquid digestate, together with improving the quality of AD effluent. Constructed wetland with T. latifolia effectively removed TSS and COD. C. indica removed up to 72 N as the highest N removal efficiency, and recovered most of N, even though it still needs longer detention time to meet the standard. I. pseudacorus removed up to 98 P yet the average TP level in the plant was only slightly above T. latifolia. The result shows that nutrient recovery using constructed wetland improves the effluent quality within short operation period, meanwhile, C. indica and I. pseudacorus as ornamental aquatic macrophytes also added the aesthetic value to the environment."
2017
T49010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>