Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80626 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gieshania Pitaloka Gumilang
"Penelitian ini berfokus pada proses adaptasi antarbudaya slow tourist di Bali. Dengan menggunakan framework integrasi budaya oleh Anantamongkolkul et al (2019), penelitian ini melihat adaptasi sebagai konsekuensi dari proses akulturasi. Dengan menggunakan paradigma interpretif, penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan makna slow tourism dan slow tourist bagi para pelakunya di Bali, serta bagaimana proses akulturasi berjalan bagi slow tourist agar mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan dan budaya masyarakat Bali. Studi kualitatif deskriptif ini pun dilakukan terhadap pelancong yang telah menghabiskan waktu yang panjang di Bali, yang mencari pengalaman kehidupan lokal, terlibat, serta berinteraksi dengan masyarakat, budaya, dan komunitas lokal. Metode wawancara mendalam pun dilakukan terhadap lima informan muda yang mewakili tiga negara Barat (Prancis, Spanyol, dan Belanda). Penelitian ini menemukan bahwa slow tourist memaknai perjalanan mereka sebagai perjalanan jangka panjang yang melibatkan keterlibatan tinggi dalam budaya dan masyarakat lokal, berbeda dengan perjalanan wisata mainstream pada umumnya. Kemudian, penelitian mengidentifikasi strategi integrasi budaya oleh para slow tourist dalam beradaptasi yang dibagi menjadi empat tahap, mulai dari tahap penyesuaian setibanya di destinasi tujuan dengan orientasi pencarian pengalaman hingga pembentukan destinasi tujuan sebagai rumah kedua dengan orientasi pembangunan kehidupan. Terakhir, penelitian ini pun menentukan faktor-faktor pendukung adaptasi slow tourist di Bali.

This research focuses on the process of intercultural adaptation of slow tourists in Bali. Using the cultural integration framework by Anantamongkolkul et al (2019), this study sees adaptation as a consequence of the acculturation process. By using an interpretive paradigm, this study aims to understand and describe the meaning of slow tourism and slow tourist in Bali, as well as how the acculturation process occurs so that they can adapt to the environment and culture of the Balinese people. This descriptive qualitative study was conducted on travelers who have/had spent a long time in Bali, who seek to experience local life, engage, and interact with local people, culture, and communities. In-depth interviews were conducted with five young informants representing three Western countries (France, Spain, and the Netherlands). This study found that slow tourists interpret their trips as long-term travel that includes high involvement in local culture and society, in contrast to mainstream tourism in general. Then, the research identified cultural integration strategies by slow tourists, which are divided into four stages, starting from the adjustment stage upon arrival at the destination (with the orientation to travel) to the establishment of the destination as a second home (with the orientation to build a life). Finally, this study also determines the factors that support the adaptation of slow tourists in Bali.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Riva
"Pada tahun 2003, pemerintah Indonesia mencanangkan Program Pendidikan Inklusi yang memungkinkan anak penyandang cacat untuk belajar bersama anak non penyandang cacat di sekolah umum/inklusi. Dengan adanya stigma dan labeling negatif terhadap kelompok penyandang cacat selama ini, banyak kalangan yang mengkhawatirkan bahwa akan sulit bagi anak penyandang cacat untuk beradaptasi dan diterima di sekolah inklusi.
Namun berdasarkan pengamatan peneliti, ternyata banyak juga anak penyandang cacat yang tidak mengalami hambatan berarti ketika mereka belajar bersama dengan anak non penyandang cacat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana proses adaptasi antarbudaya anak penyandang cacat yang bersekolah di sekolah inklusi dan menemukan hal-hal apa yang melatarbelakangi kelancaran proses adaptasi tersebut.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, pendekatan kualitatif, strategi fenomenologi, serta sifat penelitian deskriptif. Wawancara mendalam dilakukan terhadap 3 informan yang dipilih secara purposeful dengan teknik snowball. Unit analisis adalah siswa penyandang cacat yang bersekolah di sekolah inklusi. Untuk memperkaya data, siswa penyandang cacat terdiri dari yang cacat sejak lahir dan yang cacat saat dewasa.
Peneliti menggunakan model Proses Adaptasi Antarbudaya Daniel J. Kealey dan konsep diri untuk menganalisa dan menginterpretasi data yang terkumpul. Dari hasil penelitian terungkap bahwa secara umum proses adaptasi antarbudaya yang dialami oleh anak penyandang cacat di sekolah inklusi memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang ada dipengaruhi oleh tiga aspek berikut: (1) latar belakang kecacatan, (2) hubungan keluarga, dan (3) konsep diri masing-masing anak penyandang cacat.
Di samping itu, hasil penelitian juga mengungkap bahwa keberhasilan proses adaptasi antarbudaya dipengaruhi oleh aspek-aspek berikut: (1) dukungan dan didikan keluarga inti dan lingkungan sosial terdekat anak penyandang cacat, (2) role model yang mampu memotivasi anak penyandang cacat untuk berkembang, dan (3) konsep diri yang positif.

In 2003, the Government of Indonesia initiatied to implement inclusive education program that enables the handicapped children learn in the regular/inclusive school with the non handicapped children. However, negative stigma and labeling on the handicapped have made many people concern that the handicapped can not adapt well and are accepted in the inclusive school.
But based on my general observation, there are many of these children did not find such difficulties. The aim of this research is to study the process of intercultural adaptation of the handicapped in the inclusive school and to find the backgrounds that can smoothen the adaptation process.
This research used a constructivist paradigm, qualitative approach, fenomenology strategy and descriptive dispotition. In collecting data, three informans were selected purposefully through a snowball technique. The analysis units were the handicapped children enrolled in the inclusive schools.
To enrich the research, informans were differentiated by children who born handicapped and children who became handicapped when they were grown up. To analyse and interpret the data, this research used the process of intercultural adaptation theory created by Daniel J. Kealey and self concept.
The research concluded that in general the process of intercultural adaptation of the handicapped in the inclusive school were varied one another. This differences were influenced by three aspects: (1) the background of their disability, (2) relationship within family, and (3) their self concept.
This research also found out that a succesful intercultural adaptation of the handicapped in inlcusive schools were influenced by the following aspects: (1) the support of direct family and the closest social environment, (2) role model as a motivator for the handicapped, (3) a positive self concept."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
cover
Karunia Khairunnisa
"ABSTRAK
Berdiri dan berkembangnya perusahaan startup multikultural membuat komunikasi antarbudaya dalam konteks tempat kerja tidak terelakkan. Penelitian kualitatif dengan tipe studi kasus empiris ini bertujuan untuk memahami pengalaman adaptasi dalam komunikasi antarbudaya yang dilakukan oleh karyawan asal Chengdu pada salah satu perusahaan startup di Jakarta dan bagaimana pengalaman adaptasi tersebut berperan dalam pembentukan budaya organisasi yang ada. Dalam studi ini ditemukan bahwa terdapat suatu pola adaptasi yang terbentuk dan berperan penting dalam pembentukan budaya organisasi; dan dengannya pula karyawan asal Chengdu berhasil melakukan proses adaptasi guna menjalankan pekerjaannya dan mencapai tujuan perusahaan.


The establishment and growth of multicultural startup company urge intercultural communication in work place context becomes inevitable. This qualitative research uses empirical case study attempts to comprehend the adaptation experience within intercultural communication that applies to Chengdu employee in a startup company in Jakarta and how the adaptation experience is taking role in order to form the existent organization culture. The study shows the pattern of adaptation and its significance in forming organization culture; within the adaptation pattern, Chengdu employee succeeding the adaptation process to run their job well and achieve the company goals.

"
2019
T52538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Eka Santi
"Perusahaan multinasional sangat erat kaitannya dengan adanya komunikasi antarbudaya dan pertemuan antarbudaya. Setiap budaya memiliki dimensi budaya nasional masing-masing. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam melalui interpretative phenomenological analysis yang bertujuan untuk mengungkapkan pemaknaan pengalaman secara eksploratif bagaimana budaya kerja perusahaan yang dibentuk dalam Hofstede's cultural dimensions yang diimplementasikan oleh jajaran manajemen Jepang dan manajemen lokal di dalam PT. Hanwa Indonesia. Serta untuk mengungkapkan bentuk-bentuk pertemuan antarbudaya Indonesia dan Jepang di dalam PT. Hanwa Indonesia khususnya culture shock, akulturasi, dan komunikasi verbal dan nonverbal yang terikat budaya. Dalam studi ini ditemukan bahwa dimensi yang terbentuk dengan menggunakan Hofstede's cultural dimensions di dalam PT. Hanwa Indonesia yaitu large power distance, strong uncertainty avoidance, femininity, individualism, dan short term orientation. Pertemuan antarbudaya yang terjadi di dalam PT. Hanwa Indonesia yang dialami oleh para manajemen baik manajemen Jepang dan manajemen lokal yaitu culture shock, kemudian setelah melalui masa culture shock terdapat proses akulturasi di dalam perusahaan ini, terakhir adanya proses komunikasi verbal dan nonverbal antar kedua pihak baik manajemen Jepang maupun manajemen lokal. Dengan adanya manajer lokal di dalam PT. Hanwa Indonesia, memiliki fungsi sebagai penghubung antara budaya kerja Jepang dan budaya kerja Indonesia.

In multinational company it is closely related with intercultural communication and intercultural encounters. Each culture has its own national cultural dimension. This study method was conducted qualitatively with in-depth interviews uses interpretative phenomenological analysis which aims to reveal the exploratory meaning of experience of how the work culture of the company formed through Hofstede's cultural dimensions implemented by Japanese management and local management within PT. Hanwa Indonesia. Also to reveal the forms of Indonesian and Japanese intercultural encounters in PT. Hanwa Indonesia especially culture shock, acculturation, and verbal and nonverbal communication. The study showed that Hofstede's cultural dimensions in PT. Hanwa Indonesia are large power distance, strong uncertainty avoidance, femininity, individualism, and short term orientation. Intercultural encounters that occurred in PT. Hanwa Indonesia experienced by both of Japanese management and local management from culture shock, then acculturation process, finally there was verbal and nonverbal communication process between Japanese management and local management. With the presence of local managers, it has a function as a bridge between Japanese work culture and Indonesia work culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarsisius Florentinus Sio Sewa
"Interaksi antaretnis dan antarbudaya adalah realitas sosial yang tidak dapat dihindari terlebih di era globalisasi dewasa ini. Interaksi yang tidak dikelola secara baik dapat menimbulkan konflik dan ketidakseimbangan relasi. Interaksi yang tidak sehat dapat saja terjadi oleh karena stereotype, prejudice dan sikap etnosentrisme. Padahal interaksi yang baik menuntut adanya saling keterbukaan, saling pengertian dan upaya untuk masuk dan beradaptasi dengan budaya lain.
Hal yang sama dapat saja terjadi dalam interaksi antara etnis Ende dan Lio dengan etnis Cina dan Padang di Kota Ende, yang menjadi subyek penelitian Tesis ini. Dengan menggunakan paradigma konstruktivis dan pendekatan komunikasi antarbudaya, penulis menjelajahi realitas "communicative-style" ke-empat kelompok etnis yang saling berinteraksi, termasuk latarbelakang sosio-budaya, sosio-ekonomi dan sosio-religius yang mempengaruhinya.
Untuk memahami pola komunikasi dari mereka yang berinteraksi, penelitian tersebut secara khusus menyoroti enam ( 6 ) elemen Communicative-style Barnlund yang relevant 1) tema pembicaraan, 2) bentuk interaksi, 3) tatacara berkomunikasi, 4) cara merespons, 5) penyingkapan diri, dan 6) emphaty.
Etnis Ende, dengan karakter ekstrovert: banyak berbicara, bicara dengan suara keras dan emosi yang kadang tak terkendali, tidak sulit berinteraksi terutama dengan etnis Padang dan Lio. Mereka cenderung lebih dekat dengan etnis Padang karena kesamaan agama dan etnis Lio karena hubungan darah dan adat serta bahasa dan budaya yang relatif hampir sama. Berhadapan dengan Etnis Lio dan Padang, mereka dapat berbicara apa saja, mulai dari obrolan santai, obrolan serius, penyingkapan diri dan bahkan dengan etnis Lio sampai kepada tingkat emphaty. Sementara itu, interaksinya dengan etnis Cina masih sebatas tegur-sapa dan transaksi jual-beli. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh medan interaksi yang terbatas antara keduanya.
Dengan karakter yang relatif lebih tenang, santun, ramah dan terbuka, etnis Lio dengan mudah dapat berinteraksi dengan etnis Padang, Cina dan Ende. Dalam interaksi di antara mereka, tampak bahwa etnis Cina cenderung lebih dekat dengan etnis Lio karena kesamaan agama dan karena medan interaksi yang cukup luas. Walaupun jarang ada emphaty dan penyingkapan diri; namun tegur-sapa, basa-basi, obrolan santai dan kadangkala obrolan serius, sering menjadi bagian dari komunikasi dan interaksi di antara mereka.
Meminjam istilah Norton dengan sembilan (9) "Communication characteristic"-nya, etnis Ende lebih banyak memperlihatkan perilaku: dominant, dramatic, contentious dan animated; dibandingkan dengan etnis Lio yang cenderung bersikap: relaxed, attentive, open dan Friendly. Sementara itu, etnis Cina cenderung berperilaku: Relaxed, Friendly, attentive khusus dengan etnis Lio dan dramatic, khusus dalam mempromosi barang dagangannya. Sedangkan etnis Padang sering menunjukkan perilaku yang Relaxed, Friendly dan kadangkala attentive khusus dalam interaksinya dengan etnis Ende.
Pemahaman yang baik tentang communicative-style akan membantu mereka yang berinteraksi untuk dapat "menempatkan diri" sebagai subyek yang trampil dan kompeten dalam berkomunikasi antarbudaya. Dengan demikian, keanekaan budaya yang tampak dalam keanekaan cara orang berkomunikasi, tidak menjadi halangan bagi terciptanya iklim komunikasi yang baik; tetapi sebaliknya, menyadarkan orang menerima perbedaan yang ada sebagai "kondisi terberi" guna saling melengkapi dan menyempurnakan demi "bonum commune" (kebaikan bersama). Karena kebaikan bersama adalah impian semua manusia, siapapun dia dan dari mana asalnya!

Interethnic and intercultural interaction is a social reality which can not be avoided, especially at the era of globalization, nowadays. Unmanaged interaction will bring conflict and unbalanced relation. Unhealthy interaction would be caused by stereotype, prejudice and ethnocentrism among communication participants. It could be concluded that a pleasant interethnic and intercultural interaction required openness, a deep insight and require effort to put our self in the other culture and also to adapt with that culture.
The same assumption may apply in communication and interaction between Endenese, Lionese and Chinese, Padangnesse in Ende, which is the subject of this Thesis research. By using Constructivism paradigm and intercultural communication approach, the researcher try to explore "communicative-style" of those four ethnics in their interaction including the influence of social-cultural, social-economic and social-religious background.
To understand the behavior of the communication participants, this research reflects six (6) elements of Barnlund's Communicative-Style: The Topics people prefer to discuss, their favorite forms of interaction ritual, repartee, self disclosure and the depth of involvement they demand of each other.
Endenese with their extrovert characters: speaks frequently, interrupts and un-controls conversations, speaks in a loud voice, have no difficulties to interact with the Padangnese and Lionese. They tend go closer with the Padangnese because of similarities in social-religious factor; and with the Lionese because of family and customary relationships, resembling in similar language and culture. With them, Endenese can cover various topics of conversation, beginning with a short conversation, serious-talk, self-disclosure and than empathy. Their interaction with the Chinese still restricted to small-talks and subjects related to trading. This fact is influenced by their restricted interactions-setting.
Lionese with their relaxed character: calm, simple, modest, friendly and open, can interact with Padangnese, Chinese and Endenese, easily. The Chinese tends go closer with the Lionese because of similarities in social religious factors and their interactions-setting is broad enough. Although, in daily interaction they seldom display empathy and self disclosure; but small-talks, a short conversation and serious-talk occasionally, often can be a part of their communication and interaction.
Based on Nortons technical-term and his nine (9) communication-characteristics, Endenese much more display these communication traits: dominant, dramatic, contentious and animated; comparing with Lionese which is relaxed, attentive, open and friendly. The Chinese tend to be relaxed, friendly, attentive, especially with the Lionese and dramatic especially in promoting their trading goods. Padangnese often are relaxed, friendly and sometimes attentive, especially with the Endenese.
A good understanding about communicative-style and its influencing factors would help the communication participants: Endenese, Lionese, Chinese and Padangnese, to "put themselves" as "competent-subject" in intercultural communication and interaction. Therefore, the variety of cultures that appear on the diversity communicative-styles, should not become a constraint to develop a good communication-climate; but on the other hand should make someone more aware of the importance of accepting differences with honesty and sincerity, to reach "bonumcommune". Because "bonum-commune" is a vision of all mankind, whoever and wherever they come!
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Suci Romadhona
"ABSTRAK
Konteks bisnis selalu merupakan konteks yang penting dalam komunikasi antar budaya karena pada konteks inilah sebagian besar kontak antar budaya terjadi. Penelitian kualitatif dengan pendekatan Interpretative Phenomenological Analysis ini bertujuan untuk memahami pengalaman adaptasi budaya yang dilakukan oleh perwakilan perdagangan dalam konteks diplomasi bisnis internasional dan bagaimana mindfulness berperan dalam proses adaptasi tersebut. Dalam studi ini ditemukan bahwa prinsip-prinsip mindfulness dalam komunikasi antar budaya berperan penting dalam proses adaptasi perwakilan perdagangan di luar negeri; dan dengannya pula perwakilan perdagangan berhasil melakukan tugas sebagai diplomat dan negosiator bisnis yang mewakili kepentingan negara.

ABSTRACT
Business context has always been a prominent context in intercultural communication as it places people from different cultures in one common situation that is to trade. This qualitative research uses Interpretative Phenomenological Analysis and attempts to comprehend the cultural adaptation experienced by trade representatives in their attempt to comply with their negotiation counterparts and to win business negotiations. It also tries to show how mindfulness plays its vital part in the adaptation process. The study shows the significance of mindfulness in the adaptation process of Indonesian trade representatives in other countries; mindfulness also proves to be an important characteristic with which trade representatives are able to achieve successes at both international diplomation and business negotiation."
2016
T45345
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>