Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Landry Ingabire
"The Democratic Republic of the Congo (DRC) is a country with the most prolonged rebel conflict of the 21st century. This thesis analyses the causes of the UN's difficulties in finding a solution to the crisis of rebel groups that threaten security in the DRC, particularly in its eastern part. Most of the existing work on the subject under study states that peacekeeping missions' failure in the DRC is due to various factors such as mandate, strength, complexity of violence, etc. However, existing studies have not analysed the work of MONUSCO as a regime and why this regime is ineffective. In approaching the theory of the international regime, this study uses the internal and external factors of the regime to analyses the causes of this ineffective peacekeeping mission in the DRC. The research applies qualitative methods with primary and secondary data obtained from official MONUSCO documents, books, journals, and online news. This study shows that the rebel crisis in the DRC is due to various internal problems. In addition, MONUSCO principles and rules are ineffective in eradicating the rebel groups, which cause insecurity, deterring peace in the DRC.

Republik Demokratik Kongo (D.R.C.) adalah negara dengan konflik pemberontakan terpanjang pada abad ke-21. Artikel ini menganalisis penyebab kesulitan Perserikatan Bangsa-Bangsa (P.B.B.) dalam mencari solusi atas krisis kelompok pemberontak yang mengancam keamanan di D.R.C., khususnya yang terjadi di wilayah bagian timur. Sebagian besar tulisan yang sudah ada mengenai subjek yang diteliti menyatakan bahwa kegagalan misi penjaga perdamaian di D.R.C. disebabkan oleh berbagai faktor seperti mandat, kekuatan, kompleksitas kekerasan, dan lain-lain. Namun, penelitian-penelitian terdahulu belum pernah menganalisis Misi Stabilisasi P.B.B. di D.R.C. (MONUSCO) sebagai rezim dan mengapa rezim ini tidak efektif. Dengan pendekatan teori rezim internasional, artikel ini menggunakan faktor internal dan eksternal rezim untuk menganalisis penyebab tidak efektifnya misi pemeliharaan perdamaian di D.R.C. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari dokumen resmi MONUSCO, buku, jurnal, dan berita online. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa krisis pemberontak di DRC disebabkan oleh berbagai masalah internal dan bahwa prinsip dan aturan MONUSCO tidak efektif dalam memberantas kelompok pemberontak sehingga menyebabkan ketidakamanan yang menghalangi perdamaian di DRC."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wei, Heping
Beijing China: Intercontinental Press, 2011
SIN 327.51 WEI u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"The United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) merupakan suatu pasukan perdamaian yang dibentuk oleh PBB untuk membantu memulihkan situasi konflik di wilayah perbatasan Israel dan Lebanon berdasarkan ketentuan dalam Bab VII Piagam PBB. Pembentukan UNIFIL dilakukan dengan mengadopsi resolusi Dewan Keamanan nomor 425 dan 426 pada 19 Maret 1978, yang berisi mandat bagi pasukan UNIFIL untuk memastikan mundurnya (tentara) Israel dari seluruh wilayah Lebanon dan menjaga perdamaian dan keamanan internasional di wilayah konflik. Selayaknya suatu Operasi Pengawas Perdamaian yang dibentuk oleh PBB maka pasukan UNIFIL juga merupakan gabungan pasukan nasional dari negara-negara anggota PBB yang turut serta dalam operasi tersebut dengan mengirimkan kontingennya berdasarkan Pasal 43 dan 44 Piagam PBB. Situasi konflik di wilayah perbatasan antara Lebanon dan Israel kembali meningkat setelah turutnya gerakan Hezbollah dalam konflik tersebut pada periode Juli-Agustus 2006. Sedangkan pemerintah Lebanon makin kehilangan otoritas efektifnya di wilayah tersebut akibat adanya pendudukan pasukan Israel dan Hezbollah. Atas rekomendasi dari Sekretaris Jenderal PBB kemudian dilakukan perluasan mandat UNIFIL oleh Dewan Keamanan berdasarkan situasi konflik di wilayah tersebut yang dianggap telah mencapai kondisi yang menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional. Perluasan mandat tersebut dilakukan dengan mengadopsi Resolusi Dewan Keamanan nomor 1701 pada 11 Agustus 2006 yang meliputi kewenangan pasukan UNIFIL untuk menggunakan kekuatan militer dalam rangka mengamankan wilayah konflik, serta berwenang pula untuk mendampingi pemerintah Lebanon dalam melakukan perlucutan senjata ilegal di wilayahnya. Melalui Resolusi tersebut, Dewan Keamanan tidak hanya melakukan perluasan mandatnya atas UNIFIL tetapi juga menambah jumlah pasukan UNIFIL dengan masa operasi sampai 31 Agustus 2007. Dengan adanya penambahan jumlah pasukan UNIFIL maka kontribusi pasukan dari negara-negara anggota PBB makin diperlukan, tak terkecuali pula dengan Indonesia yang telah mengirimkan pasukannya sebanyak 1000 personel berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2006."
Universitas Indonesia, 2006
S26059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannesburg : South African Institute of International Affairs ; Pretoria : Institute for Security Studies, 1999
960 FRO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Inara Pangastuti
"Indonesia merupakan negara yang cukup lambat dalam merespons seruan PBB untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam seluruh proses perdamaian, termasuk dalam operasi pemeliharaan perdamaian. Indonesia membutuhkan waktu tujuh tahun untuk merespons seruan tersebut dengan melakukan pengiriman penjaga perdamaian perempuan. Hambatan-hambatan yang dihadapi di tingkat nasional juga membuat pengiriman personel perempuan tersebut hanya dapat dilakukan dalam jumlah yang relatif minim. Kendati demikian, pengiriman penjaga perdamaian perempuan Indonesia mengalami lonjakan peningkatan pada tahun 2015-2021. Lonjakan pengiriman yang terjadi pada tahun 2019 bahkan berhasil membuat Indonesia menduduki peringkat delapan besar negara pengirim penjaga perdamaian perempuan terbanyak di dunia. Menanggapi fenomena tersebut, penelitian ini mempertanyakan mengapa Indonesia meningkatkan pengiriman penjaga perdamaian perempuannya pada tahun 2015-2021. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan kerangka analisis kebijakan luar negeri yang turut berusaha mengidentifikasi hubungan antara konsepsi peran nasional dengan kebijakan peningkatan yang diambil. Penelitian ini menemukan bahwa kebijakan peningkatan pengiriman penjaga perdamaian perempuan tersebut merupakan wujud performa peran dari konsepsi peran nasional yang ditampilkan secara dominan oleh Indonesia, yakni konsepsi peran penjaga perdamaian. Kendati demikian, penelitian ini juga menemukan sejumlah konteks lain yang turut berkontribusi dalam mewujudkan peningkatan ini, yaitu komitmen peningkatan pengiriman penjaga perdamaian perempuan yang disampaikan dalam kampanye dan keanggotaan Indonesia di DK PBB, adanya kepentingan birokratik dan dukungan dari aktor-aktor perumus kebijakan pengiriman pasukan Indonesia, dan kehadiran Menteri Luar Negeri yang mampu memberikan dukungan politik yang dibutuhkan untuk merealisasikan kebijakan ini.

Indonesia has demonstrated a relatively reluctant response to UN calls in increasing the involvement of women in peacekeeping operations. It took seven years for the country to finally send a number of female peacekeepers as a response to the call. Obstacles found at the nation’s deployment mechanism also prevent the country from sending a great number of female peacekeepers. However, a relatively huge increase in the deployment of Indonesian female peacekeepers was apparent in the year 2015 to 2021. The rising number of female peacekeepers deployed in 2019 has even managed to turn Indonesia as the world’s eight largest female troops/police contributing countries (T/PCCs). Therefore, this study inquires why Indonesia has increased the deployment of its female peacekeepers in 2015 to 2021. To answer this question, this study employs an analytical framework of Foreign Policy Analysis (FPA) which also seeks to trace the relationship between national role conception and the adopted foreign policy. This study finds that the policy of increasing Indonesian female peacekeepers deployment is a form of role performance enacted to Indonesia’s dominant role conception as a defender of peace. However, this research also finds a number of other relevant contexts that have contributed to realizing this policy, namely the commitment to increase Indonesian female peacekeepers deployment as a campaign material and contribution during Indonesia’s non-permanent membership in the UN Security Council, the existence of bureaucratic interests and support from Indonesian troops deployment policy makers, and the presence of a Minister of Foreign Affairs who is able to provide the necessary political support to realize this policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Annisa Septania
"Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor pendorong keberhasilan Kontingen Garuda XI dalam melaksanakan tugasnya di United Nations IraqKuwait Observation Mission (UNIKOM) 1991-1992. Pembahasan dalam penelitian ini berfokus pada partisipasi angkatan pertama dari Kontingen Garuda XI di perbatasan Irak-Kuwait. Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana Kontingen Garuda XI melaksanakan operasi militer bersama UNIKOM dalam waktu yang relatif singkat. Karya penelitian ini berbeda dengan karya-karya sebelumnya karena dalam penelitian ini dilakukan melalui pendekatan berbeda, dimana penulisan ini turut mengangkat signifikansi peran komandan Kontingen Garuda XI, yaitu Letkol Inf. Albert Inkiriwang. Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa keberhasilan Kontingen Garuda XI dalam melaksanakan tugasnya dan memberikan pengaruh bagi kelanjutan partisipasi Indonesia dalam misi PBB disebabkan oleh faktor kompetensi perwira yang ditugaskan dan signifikansi peran Letkol Inf. Albert Inkiriwang. Bukan hanya memiliki kemampuan militer, mereka juga memiliki kemampuan strategi dan komunikasi yang mumpuni untuk menjalankan tugas internasional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang sumbernya diperoleh melalui arsip, buku, koran, dan artikel jurnal.

This study discusses the factors driving the success of the Garuda XI Contingent in carrying out their duties in the United Nations Iraq-Kuwait Observation Mission (UNIKOM) 1991-1992. The discussion in this study focuses on the participation of the first generation of the Garuda XI Contingent on the IraqKuwait border. This study raises the issue of how the Garuda XI Contingent conducted a joint military operation with UNIKOM in a relatively short time. This research work is different from previous works because in this study carried out through a different approach, where this writing also raised the significance of the role of the commander of the Garuda XI Contingent, namely Lieutenant Colonel Inf. Albert Inkiriwang. From the results of this study it can be explained that the success of the Garuda XI Contingent in carrying out its duties and giving effect to the continued participation of Indonesia in the UN mission was due to the competency factor of the officers assigned and the significance of the role of Lieutenant Colonel Inf. Albert Inkiriwang. Not only have military capabilities, they also have strategic and communication skills capable of carrying out international tasks. This study uses historical research methods whose sources are obtained through archives, books, newspapers, and journal articles."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tokyo: United Nations University Press, 2005
327.172 SEC
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Larsen, Kjetil Mujezinovic, 1976-
"Summary "Do States, through their military forces, have legal obligations under human rights treaties towards the local civilian population during UN-mandated peace operations? It is frequently claimed that it is unrealistic to require compliance with human rights treaties in peace operations and this has led to an unwillingness to hold States accountable for human rights violations. In this book, Kjetil Larsen criticises this position by addressing the arguments against the applicability of human rights treaties and demonstrating that compliance with the treaties is unrealistic only if one takes an 'all or nothing' approach to them. He outlines a coherent and more flexible approach which distinguishes clearly between positive and negative obligations and makes treaty compliance more realistic. His proposals for the application of human rights treaties would also strengthen the legal framework for human rights protection in peace operations without posing any unrealistic obligations on the military forces"-- Provided by publisher.
Contents Machine generated contents note: 1. Introduction and overview; 2. The emerging relevance of human rights law in UN-mandated peace operations; 3. The other side of the coin: the alleged inappropriateness of applying human rights treaties in UN-mandated peace operations; 4. The argument of non-applicability ratione personae; 5. The argument of non-applicability ratione loci; 6. The applicability of human rights law during armed conflicts; 7. Derogations; 8. Norm conflicts between UN Security Council mandates and human rights treaties; 9. Legal challenges relating to the interrelationship between troop contributing states; 10. Selected issues relating to the application of substantive provisions; 11. Conclusions.
"
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2012
341.5 LAR h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Routledge, 2015
341.584 GEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Wijaya
"Indonesia termasuk negara yang menyumbang personil TNI sebagai pasukan pemeliharaan perdamaian PBB yang dikenal dengan sebutan the blue helmet. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis kualitas tahapan rekrutmen dan seleksi personil Tentara Nasional Indonesia yang bertugas untuk Multidimensional Integrated Stabilization Mission in the Central African Republic (MINUSCA). Menggunakan pendekatan post positivism dengan metode penelitian mixed method, hasil analisis menunjukkan perlunya upaya peningkatan kualitas tahapan rekrutmen dan seleksi personil TNI yang terdiri dari identifikasi kebutuhan, pencarian kandidat, penyaringan kandidat potensial, dan wawancara seleksi. Untuk meningkatkan kualitas dari proses tahapan rekrutmen dan seleksi, perlunya perhatian khusus pada sejumlah faktor kunci keberhasilan baik dilihat dari perspektif pemberi kerja maupun perspektif kandidat.

Indonesia is a country that contributes TNI personnel as a UN peacekeeping force known as the blue helmet. This study aims to analyze the quality of the stages of recruitment and selection of Indonesian National Army personnel assigned to the Multidimensional Integrated Stabilization Mission in the Central African Republic (MINUSCA). Using a post positivism approach with a mixed method research method, the results of the analysis show the need to improve the quality of the recruitment and selection stages of TNI personnel, which consists of identifying needs, searching for candidates, screening potential candidates, and selecting interviews. To improve the quality of the recruitment and selection process, it is necessary to pay special attention to a number of key success factors, both from the perspective of the employer and the perspective of the candidate."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>