Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147179 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diana Khoirowati
"Periodontitis adalah penyakit inflamasi yang berhubungan dengan bakteri, terutama bakteri red complex. Penuaan dapat mengubah kemampuan untuk merespons berbagai rangsangan dan kondisi fisik. Pertahanan host, Lingkungan rongga mulut, dan virulensi bakteri yang memengaruhi status periodontal dan kuantitas bakteri red complex. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan dan hubungan antara status periodontal dengan kuantitatif bakteri red complex pada lanjut usia. Studi klinis ini meneliti 20 subjek dewasa sebagai kontrol dan 20 subjek lanjut usia penderita periodontitis. Pengukuran klinis dengan penilaian Papillary Bleeding Index dan Oral Hygiene Index score. Koleksi plak subgingiva diperoleh dari gigi dengan kedalaman probing 5-7 mm menggunakan paper point. Analisis kuantitatif bakteri red complex dengan RT-PCR. Hasil Uji Mann- Whitney Upada perbandingan status periodontal antara kedua kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05), namun sebaliknya terdapat perbedaan bermakna untuk kuantitas ketiga bakteri red complex pada tiap kelompok (p<0,05). Uji Spearman menunjukkan terdapat hubungan antara kuantitas bakteri dengan skor kebersihan mulut dan secara statistik hanya P. gingivalis yang berhubungan dengan kuantitas bakteri (p<0,05). Hasil penelitian menyimpulkan pada kedua kelompok memiliki status periodontal yang buruk dengan kuantitas bakteri red complex lebih tinggi pada kelompok lansia. Hubungan antara OHIS dan PBI dengan bakteri red complex menunjukkan hasil positif.

Periodontitis is an inflammatory disease associated with bacteria, especially the red complex bacteria. Aging can change the ability to respond to various stimuli and physical conditions. Host defense, oral environment, and bacterial virulence influencing periodontal status and red complex bacteria quantity. This study aims to analyze the comparison and relationship between periodontal status and quantitative red complex bacteria in the elderly. This clinical study examined 20 adult and 20 elderly subjects with periodontitis. Clinical measurement with Papillary Bleeding Index and Oral Hygiene Index scores. The subgingival plaque collection was obtained from the teeth with a probing depth of 5-7 mm using paper points. Quantitative analysis of red complex bacteria by RT-PCR. The results of the Mann-Whitney U test on the comparison of periodontal status between the two groups showed no significant difference (p>0.05), but on the contrary there was a significant difference for the quantity of the three red complex bacteria in each group (p<0.05). Spearman's test showed that there was a relationship between the quantity of bacteria and the oral hygiene score and statistically only P. gingivalis was associated with the quantity of bacteria (p<0.05). The results of the study concluded that both groups had poor periodontal status with a higher quantity of red complex bacteria in the elderly group. The relationship between OHIS and PBI with red complex bacteria showed positive results."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ines Augustina Sumbayak
"Tubuh akan mengalami penurunan kemampuan menghadapi berbagai stimulus dan stres dari lingkungan saat lansia. Penurunan respons imun merupakan bentuk kemunduran fungsi pada lansia sehingga lansia menjadi lebih rentan terpapar patogen. Periodontitis merupakan penyakit pada jaringan periodontal yang sering terjadi pada lansia. Periodontitis terjadi ketika terdapat interaksi antara respons imun dan patogen. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan status periodontal dan kadar sitokin antara lansia dengan dewasa penderita periodontitis, serta menganalisis hubungan status periodontal dengan kadar sitokin. Subjek penelitian berjumlah 40 orang penderita periodontitis yang terdiri dari 20 lansia dan 20 dewasa. Pengukuran klinis status periodontal mencakup Indeks Plak dan Indeks Perdarahan Papila. Pemeriksaan sitokin mencakup sitokin pro-inflamasi Interleukin 1 Beta (IL-1β), Tumour Necrosis Factor Alpha (TNF-α), dan sitokin anti-inflamasi Interleukin 10 (IL-10) yang diambil dari cairan krevikular gingiva (CKG). Pengambilan CKG diperoleh dari gigi yang memiliki kedalaman poket 5-7 mm. Kadar sitokin IL-1β, IL-10 dan TNF-α dalam CKG diukur menggunakan tes ELISA. Rerata nilai Indeks Plak dan Indeks Perdarahan Papila pada lansia lebih tinggi dibandingkan dengan dewasa. Kadar sitokin pada lansia lebih tinggi pada lansia dibandingkan dewasa, meskipun tidak signifikan secara statistik. Terdapat korelasi yang kuat antara status periodontal dan kadar sitokin dalam CKG. Studi ini menunjukkan penuaan memengaruhi respons peradangan.

Aging can change the ability to respond to various stimuli and stress. The decreased immune response is a form of deterioration of function in the elderly. Periodontitis is an abnormality of periodontal tissue that often occurs in the elderly. Periodontitis occurs when there is an interaction between the host immune system and the pathogen. The aim of this study is to compare periodontal status and cytokine levels between elderly and adults with periodontitis, and to analyze the relationship between periodontal status and cytokines level. This clinical study examined 40 subjects with periodontitis, consisting of 20 adult and 20 elderly. Clinical measurement of periodontal status included Plaque Index (PlI) and Papilla Bleeding Index (PBI). Cytokines examination included proinflammatory cytokine Interleukin 1 Beta (IL-1β), Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α), and anti-inflammatory cytokine Interleukin 10 (IL-10) from gingival crevicular fluid (GCF). GCF collection was obtained from teeth with a probing depth of 5-7 mm. Cytokine levels of IL-1β, IL-10 and TNF-α in GCF were quantified using ELISA kits. The mean value of PI and PBI in the elderly was higher than in adults. Cytokine levels in the elderly were higher than in adults, although there was no statistical difference. There was a strong correlation between periodontal status and cytokines level in GCF. This study indicates aging affects the inflammation response."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vilia Wibianty
"Latar belakang: Populasi lanjut usia (lansia) Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Kerapuhan dan penyakit periodontal merupakan kondisi kronis yang umum terjadi pada populasi lansia. Keduanya juga diketahui memiliki kesamaan dalam beberapa faktor risiko yang ada. Keterbatasan individu lansia dalam merawat diri sendiri merupakan dasar dari hubungan kerapuhan lansia dengan kondisi kesehatan periodontal. Tujuan: Menganalisis hubungan antara kerapuhan dengan status periodontal pada lansia. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Pengambilan data dilakukan pada subjek lansia berusia ≥60 tahun. Pemeriksaan tingkat kerapuhan menggunakan kuesioner kerapuhan berdasarkan resistensi, aktivitas, penyakit, usaha berjalan, dan kehilangan berat badan. Status periodontal yang diperiksa berupa skor plak, indeks kalkulus, bleeding on probing (BoP), jumlah gigi, dan stage periodontitis. Hasil Penelitian: Total 60 subjek penelitian dengan 46,6% subjek mengalami kerapuhan. Terdapat korelasi bermakna antara kerapuhan dengan skor plak, indeks kalkulus, BoP, jumlah gigi, dan stage periodontitis pada lansia (p<0,05). Terdapat perbedaan bermakna pada skor plak antara kelompok subjek rapuh dengan normal (p=0,000), pada BoP antara kelompok subjek rapuh dengan normal (p=0,003) dan kelompok subjek prarapuh dengan rapuh (p=0,003), serta pada jumlah gigi antara kelompok subjek rapuh dengan normal (p=0,011) dan kelompok subjek prarapuh dengan rapuh (p=0,023). Kesimpulan: Tingkat kerapuhan berhubungan dengan status periodontal pada lansia.

Background: Population of elderly in Indonesia is expected to continue to increase. Frailty and periodontal disease are chronic conditions that are common in the elderly population. Both are also known to have similarities in several existing risk factors. The limitations of elderly individuals in taking care of themselves are the basis of the relationship between frailty of elderly and periodontal health conditions. Objective: To analyze the relationship between frailty and periodontal status in the elderly. Method: This research is a cross-sectional study. Data collection was carried out on elderly subjects aged ≥60 years. Examination of frailty using a frailty questionnaire based on resistance, activity, disease, effort to walk, and weight loss. Periodontal clinical parameters examined were plaque score, calculus index, bleeding on probing (BoP), number of teeth, and stage of periodontitis. Results: A total of 60 research subjects with 46.6% of subjects experiencing frailty. There was a significant correlation between frailty and plaque score, calculus index, BoP, numbers of teeth, and stage of periodontitis in the elderly (p<0.05). There were significant differences in plaque scores between frail and normal subject groups (p=0.000), in the BoP between the frail and normal subject groups (p=0.003) and the pre-frail and frail subject groups (p=0.003), and in the number of teeth between the subject groups. frail to normal (p=0.011) and pre-frail subjects to frail (p=0.023). Conclusion: Frailty is associated with periodontal status in the elderly."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gladiola Alifa Putri
"ABSTRAK
Latar belakang: Diabetes Melitus tipe-2 dan penyakit periodontal merupakan penyakit dengan frekuensi tinggi di Indonesia. Diabetes Melitus tipe-2 diketahui dapat memperberat penyakit periodontal, dan juga sebaliknya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan status periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan Diabetes Melitus tipe-2 dan tanpa Diabetes Melitus tipe-2. Tujuan penelitian: Mengetahui perbedaan status periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan Diabetes Melitus tipe-2 dan tanpa Diabetes Melitus tipe-2, dengan batasan penelitian pada kedalaman poket, resesi gingiva, dan kehilangan perlekatan klinis. Metode: Penelitian cross-sectional pada 97 subjek Diabetes Melitus tipe-2 dan 97 subjek tanpa Diabetes Melitus tipe-2 menggunakan data kartu status rekam medik Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2007-2016. Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna dari rerata kedalaman poket, resesi gingiva, dan kehilangan perlekatan klinis subjek Diabetes Melitus tipe-2 dibandingkan dengan subjek tanpa Diabetes Melitus tipe-2

ABSTRACT
Background Type 2 Diabetes Mellitus and periodontal are high frequency diseases in Indonesia. Type 2 Diabetes Mellitus has known for the effect that can worsen periodontal diseases, and vice versa. Therefore, further researches are needed on the difference of periodontal status between chronic periodontitis patient with and without type 2 Diabetes Mellitus. Objective To understand the periodontal status differences between chronic periodontitis patient with and without type 2 Diabetes Mellitus, with limitation spesifically on pocket depth, gingival recession, and loss of attachment. Method Cross sectional study of 97 subjects with type 2 Diabetes Mellitus and 97 subjects without type 2 Diabetes Mellitus sourced from medical record status cards in Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI during 2007 2016. It was statistically analyzed by Mann Whitney test. Result There were statistically significant differences in the mean values of pocket depth, gingival recession, and loss of attachment on subjects with type 2 Diabetes Mellitus compared with subjects without type 2 Diabetes Mellitus p"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pitu Wulandari
"Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi yang disebabkan oleh plak sebagai etiologi utama dan hormon reproduksi sebagai faktor risikonya. Periodontitis dapat meningkat keparahannya pada perempuan yang memasuki masa menopause sehingga hal tersebut dapat menganggu kualitas hidupnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh faktor-faktor yang berperan terhadap status periodontal dan kualitas hidup penderita periodontitis perimenopause dan pascamenopause. Desain penelitian ini adalah cross sectional.
Penelitian ini menggunakan metode pemilihan sampel consecutive sampling dan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama melalukan uji validasi kuesioner dan tahap kedua uji faktor klinis. Penelitian tahap pertama diikuti oleh 268 subjek dan tahap kedua diikuti oleh 167 subjek dengan kriteria inklusi subjek yang berusia 45 sampai dengan 59 tahun dan telah memasuki masa perimenopause dan pascamenopause serta menderita periodontitis. Status menopause subjek diperoleh melalui wawancara dan dikonfirmasi melalui pemeriksaan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan hormon estrogen, pemeriksaan status periodontal dilakukan melalui pengukuran kehilangan perlekatan gingiva, indeks kebersihan mulut, indeks plak, indeks perdarahan papila, gigi goyang dan jumlah gigi yang hilang dan kondisi keradangannya dikonfirmasi melalui pemeriksaan IL-1β dan IL-10. Pengukuran kualitas hidup dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah tervalidasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan status periodontal dan kualitas hidup antara subjek perimenopause dan pascamenopause (p<0,005), walaupun terdapat perbedaan bermakna kadar FSH dan estrogen antara kedua kelompok subjek. Faktor tingkat pendidikan, indeks kebersihan mulut, indeks plak, dan gigi goyang merupakan faktor-faktor yang paling berperan terhadap status periodontal penderita periodontitis perimenopause dan pascamenopause. Hanya faktor indeks plak dan gigi goyang yang paling berperan terhadap kualitas hidup penderita periodontitis pada periomenopause dan pascamenopause.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh model prediksi dan modeks skor indeks status periodontal dan kualitas hidup penderita periodontitis perimenopause dan pascamenopause yang dapat digunakan oleh klinisi untuk membantu menegakkan diagnosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prediksi status periodontal pada perimenopause dapat membantu pencegahan keparahan periodontitis lebih lanjut pada pascamenopause karena status periodontal yang berat dapat mengganggu kualitas hidup subjek.

Periodontitis is an inflammatory disease caused by a plaque as the primary aetiology and reproductive hormones as risk factors. Periodontitis may increase in severity in women entering menopause so that it can interfere with their quality of life. The purpose of this study was to obtain the factors that contribute to periodontal status and quality of life of periodontitis patients in perimenopause and postmenopause.
This study design was cross-sectional. This study used consecutive sampling and conducted in two phases: (1) pass a validation test of the questionnaire and (2) clinical test factors. The first phase of the study is followed by 268 subjects and the second phase is followed by 167 subjects, with inclusion criteria subjects aged 45 to 59 years old and have been entering perimenopause and postmenopause and suffering periodontitis. Menopausal status subject obtained through interviews and confirmed through examination of Follicle Stimulating Hormone (FSH) and estrogen hormone, examination of periodontal status is done by measuring the loss of attachment, oral hygiene index, plaque index, papillary bleeding index, teeth mobility, the number of missing teeth and inflammation condition is confirmed by examination of IL-1β and IL-10. Measurement of quality of life using a questionnaire that has been validated.
The results showed that there were no differences periodontal status and quality of life among perimenopausal and postmenopausal subjects (p<0.005), although there are significant differences in FSH and estrogen levels between the two groups of subjects. Factor levels of education, oral hygiene index, plaque index, and teeth mobility are the factors that most contribute to the periodontal status of periodontitis patients in perimenopause and postmenopause. Only dental plaque index and teeth mobility were the most contribute to the quality of life of periodontitis in perimenopause and postmenopausal.
Based on these results obtained predictive models and score index models of periodontal status and quality of life of periodontitis patients in perimenopausal and postmenopausal which can be used by clinicians to help make the diagnosis. The results of this study indicate that prediction of periodontal status in perimenopause can help prevent further periodontitis severity in postmenopausal because severe periodontal status can disrupt the subject's quality of life.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Jesson
"Latar Belakang: Gigi dengan kerusakan periodontal yang berat akan mengakibatkan peningkatan pada mobilitas gigi. Hal itu menjadi indikasi untuk perawatan splin. Penelitian mengenai distribusi status periodontal pada pasien periodontitis dengan terapi temporary periodontal splint belum pernah dilakukan terutama di Indonesia.
Tujuan Penelitian: Mendapatkan distribusi status periodontal gigi pada pasien periodontitis dengan perawatan temporary periodontal splint.
Metode: Penelitian deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 47 rekam medik dari pasien dengan terapi temporary periodontal splint di klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode 2018-2020.
Hasil: Perawatan temporary periodontal splint paling banyak dilakukan pada Regio gigi anterior mandibular (49,8%). Mayoritas mobilitas gigi adalah mobilitas derajat 2 (49,2%).  Mayoritas derajat kerusakan tulang adalah kerusakan hingga 1/3 tengah (49,2%) dengan pola kerusakan terbanyak pola horizontal (62,8%). Kehilangan perlekatan klinis terbanyak adalah buruk (76,8%). Uji-T Berpasangan menunjukan adanya perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan (p<0,05) dengan rerata sesudah 1 minggu lebih rendah dibanding sebelum perawatan.
Kesimpulan: Perawatan temporary periodontal splint paling sering dilakukan pada gigi dengan derajat mobilitas 2, kerusakan tulang mencapai 1/3 tengah akar, dan kehilangan perlekatan klinis buruk. Perawatan paling banyak dilakukan pada gigi anterior mandibula. Terdapat perbedaan bermakna antara indeks plak sebelum dan sesudah 1 minggu perawatan dengan indeks plak sesudah mengalami penurunan.

Background: Tooth with severe periodontal damage will result in an increase in tooth mobility. This tooth will be splint to prevent further damage. There has been no research on the distribution of periodontal status in periodontitis patient who were treated with temporary periodontal splint in Indonesia.
>Objective: Determine the distribution of periodontal status of tooth with periodontitis who were treated with temporary periodontal splints.
Method: This retrospective descriptive study was conducted using 47 periodontal medical record patient who were treated with temporary periodontal splints in RSKGM FKG UI Periodontia clinic period of 2018-2020.
Result: Temporary periodontal splint treatment was mostly performed on the anterior mandible (49,8%). The majority mobility of the tooth are grade 2 mobility (49,2%). Majority degree of bone damage is damage up to middle 1/3 (49.2%) with the most damage pattern is horizontal pattern (62.8%). Most of the clinical attachment loss is poor (76,8%). Dependent T-test result showed that there is a significant difference (p<0,05) between plaque index before and after 1 week of treatment with the mean after 1 week of treatment lower than before treatment.
Conclusion: Temporary periodontal splint treatment is most often performed on teeth with mobility grade 2, bone damage reaching the middle 1/3 of the root, and poor clinical attachment loss. Treatment is mostly done on mandibular anterior teeth. There is a significant difference between the plaque index before and after 1 week of treatment with the plaque index after 1 week decreased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahira Aviandiva
"Latar belakang: Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi, dengan gambaran klinis terjadinya kehilangan perlekatan klinis dan adanya poket periodontal. Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang sangat berpengaruh terhadap periodontitis. Tingginya prevalensi merokok di Asia dapat berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal dan hasil dari terapi periodontal di Asia. Tujuan:
Untuk mendapatkan data perubahan parameter klinis periodontal pasca terapi periodontal pada subjek perokok penderita periodontitis di Asia. Metode: Pendaftaran protokol dari studi systematic review dan meta-analisis ke PROSPERO database (CRD42020201607) dan pencarian literatur dengan menggunakan pedoman alur Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) pada tiga electronic database (PubMed, Scopus, EBSCO) Hasil: Sebanyak 19 studi memenuhi kriteria inklusi pada tahapan sintesis kualitatif. Sintesis kuantitatif atau meta-analisis dilakukan secara terpisah untuk melihat perubahan kedalaman poket dan perbaikan tingkat perlekatan klinis pasca terapi periodontal, pada kelompok perokok dan bukan perokok. Hasil meta-analisis menggunakan random effects model menunjukkan terjadinya reduksi kedalaman poket pasca terapi periodontal pada perokok dengan nilai overall mean sebesar -0,83 mm (95% CI: -1,23 mm; -0,43 mm) dan pada bukan perokok dengan nilai overall mean sebesar - 1,13 mm (95% CI: -1,53 mm; -0,73 mm). Hasil meta-analisis menggunakan random effects model juga menunjukkan terjadinya perbaikan tingkat perlekatan klinis pasca terapi periodontal pada perokok dengan nilai overall mean sebesar -0,98 mm (95% CI: - 1,40 mm; -0,56 mm) dan bukan perokok dengan nilai overall mean sebesar -0,97 mm (95% CI: -1,57 mm; -0,38 mm). Kesimpulan: Parameter klinis periodontal pasca terapi periodontal pada subjek perokok dengan periodontitis di Asia mengalami perubahan, namun reduksi kedalaman poket pasca terapi periodontal pada perokok lebih rendah dibandingkan dengan bukan perokok. Hal tersebut menunjukkan bahwa merokok memiliki efek negatif terhadap terapi periodontal.

Background: Periodontitis is an inflammatory disease of the supporting tissues of the teeth, with a presence of clinical attachment loss and periodontal pocket. Cigarette smoking is a well-established risk factor for periodontitis. The high prevalence of smoking in Asia therefore could affect the severity of periodontal disease and the outcome
of periodontal therapy in Asia. Objective: To determine the clinical periodontal parameter of smokers with periodontitis in Asia following periodontal therapy.
Methods: The protocol has been registered to PROSPERO database (CRD42020201607). Literature search followed the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) guidelines through these following electronic databases: PubMed, Scopus, and EBSCO. Results: Nineteen studies met the criteria for qualitative synthesis. The quantitative synthesis or meta-analyses were done separately for changes in
periodontal pocket depth (PPD) and clinical attachment level (CAL) on smokers and nonsmokers
following periodontal therapy. Meta-analysis results for changes in periodontal pocket depth (PPD) demonstrated a reduction in periodontal pocket depth in both smokers and non-smokers group, with a mean difference of -0.83 mm (95% CI: -1.23 mm; -0.43
mm) and a mean difference of -1.13 mm (95% CI: -1.53 mm; -0.73 mm), respectively. Meta-analysis results for changes in clinical attachment level (CAL) demonstrated a gain in clinical attachment level (CAL) in both smokers and non-smokers group, with a mean difference of -0.98 mm (95% CI: -1.40 mm; -0.56 mm) and a mean difference of -0.97 mm (95% CI: -1.57 mm; -0.38 mm), respectively. Conclusion: Clinical periodontal parameter of smokers with periodontitis in Asia following periodontal therapy showed changes. However, smokers demonstrated less reduction in periodontal pocket depth compared to non-smokers, indicating that smoking has a negative effect on the outcome of periodontal therapy.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Nathania
"Latar belakang: Diabetes mellitus dan penyakit periodontal adalah salah satu penyakit yang paling sering ditemukan pada manusia. Periodontitis disebabkan oleh plak gigi dan diperberat oleh faktor risiko seperti DM. Diabetes memperburuk kondisi periodontal, namun periodontitis juga memperburuk kontrol glikemik pada pasien diabetes. Perawatan periodontal rutin pada pasien diabetes dapat membantu memelihara kontrol glikemik. Diabetes merupakan salah satu komorbid yang sering ditemukan pada pasien COVID-19, oleh karena itu diperlukan edukasi kesehatan gigi dan mulut dan kesadaran penyakit periodontal bagi pasien diabetes selama pandemik. 
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk menilai hubungan tingkat kesadaran dan tingkat pengetahuan terhadap status periodontal pada pasien diabetes disertai periodontitis selama masa pandemik COVID-19. 
Metode: Survei kuesioner dalam Bahasa Indonesia dibagikan kepada pasien baru yang dirujuk ke Klinik Periodonsia di RS Khusus Gigi dan Mulut UI, selama masa pandemik COVID-19, dari bulan Januari hingga Juni 2021. Hasil: Total 84 subjek penelitian, dengan 34,5% pasien diabetes disertai periodontitis. Terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada tingkat kesadaran dan tingkat pengetahuan pada pasien periodontitis dengan pasien DM periodontitis. Terdapat korelasi antara tingkat kesadaran dan pengetahuan dengan status periodontal pasien yang menunjukkan tingkat keparahan dan laju perkembangan periodontitis yang dideritanya. 
Kesimpulan: Kesadaran dan pengetahuan mengenai periodontitis dan DM masih sangat minim dan kurang. Edukasi mengenai periodontitis, dan DM sangat diperlukan untuk meningkatkan pengertian dan kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut serta bagaimana dampaknya terhadap kesehatan sistemik.

 Diabetes mellitus and periodontal disease are among the most common diseases found in humans. Periodontitis is caused by dental biofilm but can be aggravated by risk factors, such as, diabetes mellitus. Diabetes worsens the periodontal condition, but periodontitis also worsen glycemic control in diabetic patients. Periodical periodontal maintenance in diabetics could help maintain good glycemic control. Diabetes is also among one of the most found comorbid diseases in Covid-19 patients, therefore dental health education and periodontal disease awareness is crucially needed for diabetic patients during pandemic. 
Objectives: This study aims to assess the relationship between level of awareness and knowledge on periodontal status in diabetic patients with periodontitis during Covid-19 pandemic. 
Methods: A close-ended questionnaire in local language (Indonesia) was distributed among new patients that were referred to Periodontology Clinic in Dental Hospital of Universitas Indonesia. Patients were collected during cov-19 pandemic from January to June 2021.
Results: A total of 84 patients were collected, with 34.5% of diabetic patients with periodontitis. Statistically, significant differences (p<0,05) were found between the level of awareness and knowledge of periodontal disease in diabetic patients and non-diabetic patients with periodontitis. The level of awareness and knowledge of periodontal disease was found correlated to their present clinical periodontal status which showed the severity and progression of periodontitis.
Conclusion: Awareness and knowledge of periodontal disease and diabetes mellitus are still minimal and lacking. Further dental health education is needed to improve better understanding and awareness of the mutual relationship between periodontal disease and diabetes mellitus.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fira Rafini
"Latar Belakang: Perbaikan jaringan periodontal pasca splinting dapat ditinjau secara klinis atau radiografis. Evaluasi penyembuhan pada jaringan keras pada penelitian ini dianalisis dengan radiografis periapikal digital. Splinting periodontal adalah terapi pendukung perawatan periodontal untuk melindungi jaringan selama repair dan regenerasi pada terapi periodontal.
Tujuan: Analisis kehilangan dan kepadatan tulang alveolar serta keutuhan lamina dura setelah tiga bulan splinting pada gigi anterior mandibula dengan diagnosis periodontitis kronis dan kriteria kehilangan tulang alveolar 2/3 serviks secara radiografis digital.
Metode: Delapan puluh empat sisi sampel proksimal (mesial dan distal) dilakukan pengambilan radiografi periapikal digital dan di evaluasi perubahan keadaan tulang alveolarnya setelah di splinting (hari ke 1 dan 91).
Hasil: Hasil analisis statistika pada evaluasi setelah tiga bulan splinting untuk perubahan kehilangan-kepadatan tulang alveolar dan keutuhan lamina dura adalah 0,44; 0,256 dan 0,059 (p<0,05).
Kesimpulan: Tidak terdapat perubahan kehilangan dan kepadatan tulang alveolar serta keutuhan lamina dura pasca tiga bulan splinting pada gigi anterior mandibula dengan periodontitis kronis yang kehilangan tulangnya sampai 2/3 serviks.

Background: The healing of periodontal splinting can be detected both with clinical and radiographic examination. In this study, the alveolar bone was evaluated by radiographic digital periapical analysis. Periodontal tooth splinting is periodontal support theraphy used to prevent periodontal injury during repair and regeneration of periodontal theraphy.
Objective: Radiographic digital periapical analysis of alveolar bone in the mandibular anterior region with chronic periodontitis and 2/3 cervical bone loss after three months periodontal splinting.
Methods: Eighty four proximal site (43 mesial and 41 distal) from 16 patients were examined by taking periapical digital radiographic and the bone loss, bone density and utility of lamina dura were detected after splinting (day 1 and 91).
Results: The statistical analysis after three months evaluation using T-test for bone loss, Wilcoxon sign rank test for bone density and utility lamina dura showed no significantly differences(p<0,05)(p=0,44, 0,256 and 0,059).
Conclusion: No radiographic change in bone loss, bone density and utility of lamina dura from chronic periodontitis with 2/3 alveolar bone loss after three months splinting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T34994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Growth factor is a general term used to denote a class of naturally occuring proteins that function in the body to promote mitogenesis, directed migration and metabolic activity of cells. Growth factor to mediate repair and regeneration the periodontium. A combination of growth factor may more effectively stimulate these diverse processes of regeneration than single growth factor. Combination PDGF and IGF-I, significant amounts of newly formed bone and new cementum. PDGF and TGF beta are known to be abundant in the alfa granules of platelets. Currently the use of Palatelet Rich Plasma (PRP) into a bone graft combination showed a significant gain in periodontal regeneration. It is probable that it's used to promote periodontal regeneration."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>